Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
5, No. 11, November
2020
PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS TI DALAM PROSES PEMENUHAN
HAK-HAK TAHANAN DAN NARAPIDANA
Puspitadini Cahyaning
Utami dan Dedi Kurniawan
Politeknik
Ilmu Pemasyarakatan Depok Jawa
Barat, Indonesia
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
This study aims to find
out and analyze health services in Cipinang Class 1 State Detention Center.
By using a qualitative approach that is described descriptively and data
collection is observed in the field. As for the background of this writing
because the number of prisoners and detainees amounted to 221,763, while the
number of medical personnel is only 1,062 people, so a comparison between the
number of medical personnel and prisoners/prisoners namely 1: 185. This causes
less than optimal health services for prisoners. Comprehensive health services
promotive, preventive, curative, rehabilitative health services, midwifery
services, and Emergency Medical Health Services, including supporting services
that include simple laboratory examinations and pharmaceutical services by
statutory provisions. In health service activities in Class Detention Centers 1, Cipinang always
carries out preventive, healing, healing, and health promotion measures. The
obstacles experienced by medical staff in conducting health services are due to
the lack of infrastructure and the lack of medical personnel. The efforts made
by medical personnel in optimizing their performance by always trying to
complete the facilities and infrastructure. Based on the results of the
analysis also, the authors suggest that the solution to overcome the loss of
medical personnel is by running an online clinic (Telemedicine).
Keywords: Services; Telemedicine;
Health
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Tahanan
Negara Kelas 1 Cipinang. Metode
penelitian ini menggunakkan pendekatan kualitatif yang di jelaskan secara deskriptif dan pengambilan data secara observasi di lapangan. Adapun
yang menjadi latar belakang penulisan ini karena jumlah
narapidana dan tahanan berjumlah 221.763, sedangkan jumlah petugas medis hanya 1.062 orang, sehingga didapatkan perbandingan antara jumlah tenaga medis
dengan narapidana/tahanan yaitu 1:185. Hal ini menyebabkan kurang optimalnya pelayanan kesehatan bagi warga binaan
pemasyarakatan. Pelayanan kesehatan komprehensif pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.Pada
kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang selalu melakukan tindakan-tindakan pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan terhadap kesehatan. Adapun kendala yang di
alami petugas medis dalam melakukan
pelayanan kesehatan yaitu karena prasarana
yang kurang menunjang dan jumlah personil tenaga medis yang kurang. Upaya yang di lakukan tenaga medis dalam mengoptimalkan
kinerjanya dengan selalu berupaya melengkapi sarana dan prasarana. Berdasarkan hasil analisis pula, penulis memberikan saran bahwa solusi untuk
mengatasi kekeuragan tenaga medis yaitu
dengan cara menjalankan klinik online (Telemedicine).
Kata kunci: Pelayanan;
Telemedicine; Kesehatan
Pendahuluan
Pelayanan kesehatan
di dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara selama ini masih
sangat kurang memadai. Seringkali narapidana dan tahanan dihadapkan dengan sulitnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi mereka yang menderita gangguan kesehatan. Praktik penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Lapas/Rutan di seluruh Indonesia saat ini jauh dari
optimal data yang diperoleh dari
Sistim Data Base Pemasyarakatan
tahun 2017 menunjukan bahwa dari 494 Unit pelayanan teknis Pemasyarakatan seluruh Indonesia
(Lapas, Rutan dan Cabang Rutan) terdapat
221.763 orang penghuni dengan
kapasitas 121.961 orang, namun diseluruh Indonesia belum seluruhnya unit pelayanan teknis yang dapat di kategorikan memenuhi persyaratan pelayanan kesehatan yang optimal (R. Benny Riyanto, Zulkifli, Ahmad Sanusi, Hakki
Fajriando, Haryono, Nizar Apriansyah, Trisapto W. A. Nugroho, Imam Lukito,
Bintang M. Tambunan, Susena, 2018).
Dari data yang didapat Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan dan
Sistem Data Base Pemasyarakatan
menunjukan bahwa kondisi kesehatan penghuni lapas/rutan sangat memprihatinkan.
Pada tahun 2013 sampai 2015
narapidana dan tahanan yang
mengalami gangguan kesehatan di seluruh Indonesia menunjukan jumlah yang tidak sedikit, pada tahun 2013 berjumlah 7.740 orang atau 4,9%, tahun 2014 berjumlah 22.445 orang atau 13,9%
dan tahun 2015 berjumlah
22.027 orang atau 12,7% orang dari
total narapidana dan tahanan
di seluruh Indonesia
Dari kendala tersebut
maka yang menjadi kekhawatiran jajaran Pemasyarakatan tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan terhadap narapidana/tahan yang tentunya menjadi pelanggaran yang melanggar amanah Undang-Undang Pemasyarakatan.
Selain itu dikhawatirkan akan menjadi potensi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban sehingga yang lebih di khawatirkan akan menjadi permasalahan penularan penyakit hingga kematian yang di akibatkan ketidak hadirnya peran tenaga medis dalam
menanggulangi permalasalahan
kesehatan.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menunjukan angka kematian narapidana dan tahanan yang disebabkan penyakit pada tahun 2014 mencapai 399 orang atau 0,24% dan
di tahun 2015 mencapai 425 atau 0,24% dari seluruh jumlah narapidana dan tahanan diseluruh Indonesia. Sangat pentingnya peran tenaga medis di lembaga pemasyarakatan, sehingga dapat dikatakan memegang kunci keberhasilan didalam pencapaian tujuan sistem pemasyarakatan.
Dengan kondisi
serba keterbatasan seperti inilah yang menjadi daya pacu
untuk selalu mengasah kemampuan dan berfikir secara luas dengan memanfaatkan
teknologi yang ada tanpa memerlukan biaya yang besar, sehingga paradigma tentang keterbatasan anggaran menjadi terbantahkan, sesuai dengan program kerja Menteri
Hukum dan HAM dengan selogan
gerakan kerja kami PASTI
yang dalam hufu I berarti Inovasi dan memanfaatkan e-goverment yang
di lakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelaksaanaan pelayanan kesehatan merupakan salah satu solusi dalam rangka
mengatasi kekurangan sumber daya manusia
(Hasibuan, 2010). Program media sosial yang dijalankan sepenuhnya merupakan mekanisme komunikasi terintegrasi yang memperkuat dampak
dari setiap fungsi dalam organisasi,
dengan memanfaatkan kekuatan jejaring manusia melalui jalur jejaring sosial.Program ini
merupakan alternatif dari bentuk taktik
komunikasi. Dalam istilah militer,media sosial adalah sebuah
pelipat ganda kekuatan, sebuah elemen taktik yang membuat suatu kekuatan
menjadi jauh lebih efektif dibandingkan
tanpa element tersebut (Natalia, 2015).
Rumusan masalah
dari penelitian ini dari latar
belakang di uraikan bahwa tenaga medis
yang bertugas di lapas/rutan di seluruh wilayah indonesia belum sepenuhnya terpenuhi. Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada tahun 2016 menunjukan bahwa jumlah tenaga
kesehatan yang meliputi dokter umum,dokter
gigi, perawat, psikolog/psikiater,apoteker,bidan
dan ahli gizi yang tersedia di Lapas dan Rutan seluruh Indonesia Pada tahun 2016
hanya berjumlah 1.062
orang, dengan 341 orang paruh
waktu dan 721 purna waktu. Jumlah tersebut
sangat jelas tidak seimbang dengan penghuni lapas dan rutan di seluruh indonesia yang berjumlah 197.159 orang seluruh Unit. Pelayanan Teknis
Pemasyarakatan (Lapas, Rutan
dan Cabang Rutan). Maka diketahui
bahwa perbandingan (rasio) tenaga dokter
dengan jumlah narapidana dan tahanan adalah 1:185 artinya 1 orang petugas medis atau
paramedis harus melayani 185 orang narapidana/tahanan.
Namun dari
seluruh unit pelayanan teknis pemasyarakatan diseluruh Indonesia belum sepenuhnya terpenuhi khususnya dalam bentuk tenaga medis,sehingga
di khawatirkan jika hal ini terus
menerus di biarkan akan menjadi masalah
besar bagi Pemasyarakatan, sehubungan dengan selogan gerakan kerja kami PASTI yang dalam huruf I berarti
Inovasi dan memanfaatkan e-goverment yang di lakukan
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, maka seyogyanya sebagai insan pemasyarakatan memiliki tanggung jawab terhadap organisasi.
Perlindungan dan pengakuan
terhadap hak atas pelayanan kesehatan bagi narapidana dan tahanan juga diatur dalam berbagai
instrumen internasional. Instrumen internasional yang mengatur tentang hak atas pelayanan
kesehatan� bagi narapidana dan tahana tersebut antara lain adalah Standard Minimum Rules for The Threatmen of Prisoners (Conferences, 1955) Artikel 22
(1) �menjelaskan
bahwa pada setiap
lembaga akan ada tersedia layanan
dari setidaknya satu petugas medis
yang berkualitas yang harus
memiliki pengetahuan psikiatri. Pelayanan medis harus diatur
di dekat hubungan administrasi kesehatan umum masyarakat atau bangsa, mereka
harus mencakup psikiatri untuk diagnosis dan, dalam kasus yang tepat, pengobatan negara mental kelainan, SMR artikel 24 menjelaskan
bahwa Petugas medis harus melihat
dan memeriksa setiap tahanan sesegera mungkin setelah pengakuannya dan setelah
�itu diperlukan, dengan maksud terutama untuk penemuan penyakit fisik atau mental dan pengambilan semua tindakan yang diperlukan; pemisahan tahanan yang dicurigai infeksi atau kondisi
menular; yang mencatat
cacat fisik atau mental yang mungkin menghambat rehabilitasi, dan penentuan kapasitas fisik setiap narapidana
untuk bekerja.SMR artikel 25 (1) Petugas medis harus memiliki
perawatan kesehatan fisik dan mental para tahanan dan
sehari-hari harus melihat semua tahanan
yang sakit, semua yang mengeluh sakit, dan setiap tahanan kepada siapa perhatiannya
secara khusus diarahkan.
Keseluruhan produk hukum tersebut secara ideal merupakan landasan bagi negara untuk memenuhi hak-hak dasar para narapidana dan tahanan demi terwujudnya keadilan, sekaligus dalam rangka penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang juga merupakan salah satu sistem pembinaan pemasyarakatan. Dalam menjalani pidananya hak dan kewajibannya telah diatur dalam
Sistem Pemasyarakatan, yaitu suatu sistim
pemidanaan yang baru yang menggantikan Sistim Kepenjaraan. Secara yuridis formal kegiatan pemasyarakatan telah mempunyai undang-undang sendiri, sesudah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Republik
Indonesia, 1995) Yang diundangkan
pada tanggal 30 Desember
1995 Melalui Lembaran
negara Republik Indonesia Nomor
13641.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa suatu perlindungan
bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang harus dipenuhi oleh negara adalah hak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Ketentuan ini diakui
eksistensinya dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengenai hak-hak narapidana yang menyatakan bahwa Narapidana berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
(Sekretariat Republik Indonesia, 1999) Pasal 14 sampai pasal 18 juga mengatur mengenai pelayanan kesehatan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan
yang diantaranya adalah Pasal 14 (1) menerangkan bahwa setiap Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan
berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.
Dalam Penegakan
Hukum, status kesehatan tahanan
merupakan unsur penting terwujudnya proses peradilan yang cepat, lancar dan murah. Namun demikian, terlihat adanya gejala-gejala kelemahan di bidang pelayanan kesehatan ini. Contohnya adalah perihal surat keterangan
sakit dan surat keterangan perlu perawatan dan sebgainya yang secara jelas digunakan
untuk menghindari atau mengganggu proses penegakan hukum. Sehubungan denga itu upaya pelayanan kesehatan bagi narapidana dan tahanan di Lapas dan juga Rutan harus dioptimalkan.
Namun realitas sampai saat ini
masih terdengar keluhan dari WBP karena pelayanan kesehatan yang belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Hak atas kesehatan sebagai hak fundamental ternyata sering kali belum sepenuhnya terprioritaskan,seperti ketika narapidana/tahanan mengalami gangguan kesehatan. Namun petugas medis
yang ada di poliklinik Lapas/Rutan/Cabang Rutan tidak dapat melakukan pelayanan karena kekurangan tenaga dokter umum,dokter
gigi, perawat, psikolog, apoteker dan ahli gizi, serta
sarana dan prasarana yang menunjang..
Seperti yang tertuang
Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan Pasal 14 ayat 2 menyatakan bahwa: Pada setiap lembaga pemasyarakatan disediakan poliklinik beserta fasilitasnya dan disediakan sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang
tenaga kesehatan lainnya. Namun apapun masalahnya yang ada di organisasi Pemasyarakatan ini harus segera di akhiri dan sebagai insan pemasyarakatn harus dapat berinovasi
dalam mencari jalan keluarnya.
Dengan adanya
gerakan kerja ini,perlu dilakukan perubahan stratejik dalam konteks pelayanan
kesehatan ditengah hiruk pikunnya permasalahan fasilitatif dan sumber daya manusia
yang terjadi di organisasi Pemasyarakatan, untuk itu perlu adanya
pemikiran baru dan berinovasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang dewasa ini sangat
berkembang di Indonesia khususnya
di Pemasyarakatan, dengan adanya Sistem Data Base Pemasyarakatan dapat termonitor segala bentuk laporan kegiatan, informasai mengenai pelayanan yang dilaksanakan Unit Pelayanan Teknis
Pemasyarakatan.
Pelayanan kesehatan
yang kurang maksimal di karnakan keterbatasan dukungan sumber daya manusia, yang idelanya adalah terpenuhinya dukungan fasilitatif dan sumber daya manusia, untuk
itu hal ini
dapat di atasi dengan cara melakukan
inovasi pelayanan yaitu dengan memanfaatkan
fitur dari video call untuk Lapas,Rutan dan Cabang
Rutan yang belum memiliki tenaga dokter.Kondisi seperti terjadi dikarnakan faktor geografis Lapas,Rutan dan Cabang
Rutan yang jauh dari jangkauan,terhambat oleh akses yang
sulit di jangkau, dan yang terpenting adalah negara belum sepenuhnya hadir dalam mendukung
pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi narapidan dan tahanan di Lapas,Rutan dan Cabang Rutan di seluruh
indonesia khusunya di daerah terpencil. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu: 1) Menganalisis pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi narapidana dan tahanan di Rumah Tahanan Negara kelas I Cipinang. 2) Menganalisis kendala dalam pelayanan
kesehatan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang
Dalam penelitia ini menunjukan bahawa Penggunaan teknologi video untuk examinasi dan konsultasi penanganan penyakit pada bagian-bagian tubuh yang berukuran mikroskopis untuk telepathology telah dibuktikan berhasil dilakukan, meskipun dengan sejumlah beberapa kendala teknis yang belum terselesaikan sampai saat itu.
Ada dua paradigma utama di dalam telepathology,yaitu :
1. Screening secara
dinamis dari jarak jauh dengan
robot yang dipperlengkapi dengan
video mikroskopis: lebih menarik bagi kebanyakan
ahli patologi, namun memerlukan kecepatan link telekomunikasi
yang sangat tinggi dan
mahal yang mungkin tidak tersedia di lokasi-lokasi tertentu.
2. Diagnosa jarak jauh gambar still video hasil rekaman yang telah dipilih : mengalami penurunan
yang signifikan dari data
yang dibutuhkan untuk diagnosis.
Sebagai solusinya terdapat sistem hibrid yang menggabungkan keterbatasan kemampuan robot yaitu dengan tetap
menggunakan still image dengan
resolusi tinggi.Relevansi
dengan penelitian ini adalah sebagai
alat bantu pelayanaan kesehatan ,pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan namun hanya untuk
penyakit tertentu, artinya belum dapat
digunakan untuk penanganan medis yang berat seperti oprasi,pertolongan
pertama pada kecelakaan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana model pelayanan kesehatan berbasis Teknologi Informasi
yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi kekurangan tenaga medis di Rumah Tahanan Negara kelas I Cipinang. Proses penelitian ini dilakukan dengan
meninjau dan melihat secara langsung permasalahan yang terjadi dilokasi� penelitian
yang disebabkan kurangnya tenaga medis. Maka
dari penelitian ini akan diperoleh
solusi dalam mensiasati keterbatasan sumber daya manusia.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Metode penelitian kualitatif sangat berhubungan langsung dengan sasaran hingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian Penelitian kualitatif deskriptif
menafsirkan dan menuturkan
data yang bersangkutan dengan
situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh
terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang,
Jakarta Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan, misalnya observasi , wawancara mendalam,
dokumentasi dan lain-lain. Selain
itu perlu dikemukakan cara-cara untuk memastikan keabsahan data dengan triangulasi dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data. Untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian ini agar mendapatkan hasil yang selengkap-lengkapnya maka penulis menggunakan teknik� wawancara dengan tenaga medis
dan paramedis seperti dokter, perawat, apoteker, psikolog tahanan yang mengalmi gangguan kesehatan ringan maupun tahan
yang konsisi kesehatannya dinyatakan sehat dan petugas yang ada di Rumah Tahanan Negara Kelas I Cipinang. Selain teknik wawancara teknik lain yang digunakan adalah teknik observasi,
teknik observasi yaitu dengan pengamatan
secara langsung dalam proses pelayanan kesehatan terhadap tahanan ketika dokter atau tenaga
medis lainnya tidak berada ditempat
pada Rumah Tahanan Negara
Kelas I Cipinang, selain kedua teknik diatas
teknik lain yang dapat digunakan penulis yaitu dengan teknik
kepustakaan dimana pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari buku-buku, dokumen, literatur, peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan pembahasan guna mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menentukan beberapa dengan informan yaitu; 1) Kepala Rumah Tahanan
Negara Kelas 1 Cipinang; 2) Pejabat
struktural/ fungsional; 3) Tenaga
Medis; 4) Tahanana dan Narapidana.
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk melengkapi dalam memperoleh data primer dan sekunder, observasi dan interview
digunakan untuk menjaring data primer yang berkaitan
dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang, sementara studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data sekunder yang dapat diangkat dari berbagai dokumentasi.
Berikut dijelaskan keabsahan temuan-temuan penelitian :
1. Credibility (derajat kepercayaan atau validitas internal)
Tujuannya untuk menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada responden atau narsumber.
2. Transferabilitas (derajat keteralihan)
Dalam penelitian ini,
transferabilitas digunakan untuk menjamin bahwa hasil penelitian
yang diperoleh dapat diterapkan dalam situasi tertentu.
Hasil
dan Pembahasan
Berdasarakan Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang� Informasi dan Transaksi Elektronik� ����������� pasal 1 (3) (Keuangan,
2008), menyatakan
bahwa Tekonologi Informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Teknologi Informasi (TI) atau dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah Information
technology (IT), (Hofman,
2010) istilah umum untuk teknologi
apa pun yang membantu manusia dalam membuat,
mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan dan atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa komputer
pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik,
dan peranti genggam modern
(misalnya ponsel/gadget).
Dalam konteks bisnis,yang dikutip oleh (Hofman,
2010) Information
Technology Association of America menjelaskan Pengolahan, penyimpanan dan penyebaran vokal, informasi bergambar, teks dan numerik oleh mikroelektronika berbasis kombinasi komputasi dan
Telekomunikasi. Istilah dalam
pengertian modern pertama
kali muncul dalam sebuah artikel 1958 yang diterbitkan dalam Harvard
Business Review, (Leavitt dan Whisler,2013:234) berkomentar
bahwa "Teknologi baru belum memiliki
nama tunggal yang didirikan.Kita akan
menyebutnya teknologi informasi (TI).
Teknologi Informasi adalah studi atau
peralatan elektronika,��� terutama komputer, untuk menyimpan,menganalisa,dan mendistribusikan
informasi apa saja, termasuk kata-kata, bilangan, dan gambar,dan juga Teknologi Informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan
informasi dan melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi. (Hofman,
2010). Berdasarkan
kamus Oxford 1995 Teknologi
Informasi (TI) dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Kata teknologi bermakna pengembangan dan penerapan berbagai peralatan atau sistem untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang dihadapi
oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, kata teknologi berdekatan artinya dengan istilah tata cara.
Defenisi mengenai teknologi
informasi Menurut McKeown
yang dikutip oleh (Natalia,
2015) teknologi informasi merujuk pada seluruh bentuk teknologi yang digunakan untuk menciptakan, menyimpan, mengubah dan menggunakan informasi dalam segala bentuknya.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Williams dan saywer
yang dikutip oleh (Natalia,
2015) bahwa teknologi informasi merupakan sebuah bentuk umum yang menggambarkan setiap teknologi yang membantu menghasilkan, memanipulasi, menyimpan, mengkomunikasikan dan atau menyampaikan informasi.�
Teknologi informasi dewasa ini menjadi
hal yang sangat penting karena sudah banyak organisasi
yang menerapkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan organisasi. Penerapan teknologi informasi pada tiap perusahaan atau organisasi tentunya memiliki tujuan yang berbeda karena penerapan TI pada suatu organisasi adalah untuk mendukung
kepentingan usahanya.
Adapun yang menjadi tujuan dari adanya teknologi
informasi menurut (Natalia,
2015) untuk memecahkan masalah, membuka kreativitas, dan meningkatkan efektivitas dan efesiensi dalam melakukan pekerjaan.
Fungsi Teknologi Informasi menurut (Natalia,
2015) ada lima fungsi,yaitu :
1. Mengolah (Processing)
Mengkompilasikan catatan rinci dari aktivitas,
misalnya menerima input dari keyboard, scanner, mic dan sebagainya.
Mengolah/memproses data masukan yang diterima untuk menjadi informasi.
pengolahan/pemrosesan data dapat berupa konversi
(pengubahan data kebentuk
lain), analisis (analisis kondisi), perhitungan (kalkulasi), sintesis (penggabungan) segala bentuk data dan informasi.
2.
Menghasilkan
Menghasilkan atau mengorganisasikan informasi ke dalam bentuk
yang�� berguna.
Misalnya :
laporan, tabel, grafik dan sebagainya
3.
Transmisi
Mengirimkan data dan informasi
dari suatu lokasi ke�� lokasi lain��� melalui� jaringan
computer. Misalnya mengirimkan
data penjualan dari user A ke user lainnya dan sebagainya.
Berdasarkan pada lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-14.OT.02.02
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Pemasyarakatan (PAS,
2014) berikut ini adalah jenis
layanan publik di UPT Pemasyarakatan khususnya di Lapas/Rutan yang telah ditetapkan dalam peraturan bidang kesehatan narapidana atau tahanan.
1. Layanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dilaksanankan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemsyarakatan (Presiden
Republik Indonesia, 1995) dan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Kemenkes,
2009). Sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan yang bersifat mandat di masing-masing Lapas/Rutan,setiap narapidana
berhak mendapatkan layanan kesehatan yang layak.
Layanan ini diberikan kepada narapidana/tahanan berupa tindakan medis terkait dengan
kondisi kesehatannya selama di Lapas/Rutan.Setiap Lapas/Rutan setidaknya menyediakan poliklinik beserta fasilitasnya. Layanan kesehatan ini diberikan
bagi narapidana dalam bentuk pencegahan
maupun pengobatan. Pencegahan dilakukan guna meminimalisir tersebarnya penyakit didalam Lapas/Rutan.Sedangkan
pengobatan merupakan upaya untuk memberikan
kesehatan bagi narapidana yang sedang menderita sakit agar program pembinaan dapat berjalan dengan optimal.
2. Layanan Rujukan Lanjutan di Luar Lapas/Rutan
Layanan rujukan lanjutan di luar Lapas/Rutan kepada narapidana bersifat permintaan ketika Lapas/Rutan tidak memiliki SDM atau fasilitas kesehatan yang tidak memadai. Maka Kepala Lapas/Rutan
mengusulkan ke kanwil yang kemudian diteruskan ke Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, dengan melengkapi persyaratan sebagai berikut:
a. Surat permohonan
dari yang bersangkutan dengan dilengkapi surat pernyataan mampu membiayai dan tidak akan melarikan
diri.
b. Surat rekomendasi
dokter di Lapas/Rutan.
c. Rekam medis yang
bersangkutan dari Lapas/Rutan.
d. Surat pengantar
dari kantor wilayah.
3. Layanan Permintaan
Rekomendasi Medis
Narapidana di Lapas/Rutan
dapat meminta rekomendasi medis apabila didalam Lapas/Rutan belum ada fasilitas perawatan
yang diperlukan. Dalam hal meminta rekomendasi
medis dibutuhkan surat permohonan Kepala lapas ke
kanwil dan diteruskan ke Dirjen Pemasyarakatan
dengan melengkapi persyaratan sebagai berikut:
a. Surat permohonan
dari yang bersangkutan dengan dilengkapi surat pernyataan mampu membiayai dan tidak akan melarikan
diri.
b. Surat rekomendasi
dokter di Lapas/Rutan.
c. Rekam medis yang
bersangkutan dari Lapas/Rutan.
d. Surat pengantar
dari kepala Lapas/Rutan.
e. Surat pengantar
dari kantor wilayah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2017 tentang pelayana kesehatan nasional Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa (Kementerian
Kesehatan, 2017):
Pelayanan kesehatan
komprehensif pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan
kebidanan, dan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis, termasuk pelayanan penunjang
yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pada kegiatan
pelayanan kesehatan
di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang �selalu melakukan tindakan-tindakan pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan terhadap kesehatan.Kegiatan-kegiatan
ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Promotif / Upaya peningkatan kesehatan
a.
Kebersihan perorangan. Setiap tahanan menjaga kebersihan
diri ���masing-masing dengan cara :
1)
Mandi 2 kali sehari
2)
Hygiene mulut
3)
Pakaian selalu bersih
4)
Menjaga
kebersihan blok hunian
b. Penyuluhan
kesehatan dimana petugas memberikan penyuluhan secara ���berkala mengenai lingkungan/perorangan,
manfaat berolahraga, P3K, pencegahan penyakit, dan penularan penyakit.
2. Preventif
/ Upaya pencegahan
a. Isolasi
Apabila seorang
tahanan terjangkit penyakit menular maka yang bersangkutan harus diisolasikan
atau diasingkan dari tahanan lainnya. Petugas kesehatan harus segera melaporkan
ke Dinas Kesehatan setempat.
b. Pengendalian
hewan pembawa penyakit
Untuk mencegah
berjangkitnya penyakit yang ditularkan serangga / tikus maka perlu dilakukan
pemberantasan terhadap hewan-hewan tersebut dengan cara penyemprotan terhadap
serangga dan pembasmian terhadap tikus.
c. Kebersihan
lingkungan
Tahanan
diwajibkan menjaga kebersihan kamar mandi, WC, tempat tidur, tikar, dan
peralatan makan / minum ( piring dan gelas ), tenaga sanitarian dari Dinas Kesehatan satu kali sebulan
melakukan pemeriksaan kesehatan lingkungan serta memberikan saran-saran kepada
Kepala Rutan.
d. Pemeriksaan
berkala
Petugas
kesehatan melakukan pemeriksaan fisik tahanan secara berkala / periodik 1 bulan
sekali.
3.
Kuratif / Upaya Penyembuhan
a.
Pengobatan dasar meliputi :
1)
Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter
umum atau tenaga
medis.
2)
Pemeriksaan obat sesuai dengan indikasi
obat
3)
Pelayanan rujukan sesuai dengan indikasi
medis
b.
P3K
Untuk mengatasi terjadi kecelakaan dan
keadaan darurat seperti luka, patah tulang, pingsan perlu diberikan penanganan
yang tepat, untuk itu diterbitkan buku pedoman P3K bagi petugas .
c.
�Pengobatan
Spesialistik
Untuk kasus-kasus yang tidak bisa
ditangani oleh petugas kesehatan Rutan perlu dirujuk ke sarana kesehatan yang
lebih baik dan lengkap, seprti Rumah Sakit Pengayoman dan Rumah Sakit Umum Daerah.Untuk itu perlu surat keterangan rujukan
yang dibuat dokter Rutan yang ditunjuk.
A. Kendala dalam
pelaksanaa pelayanan kesehatan
Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi di Rumah Tahanan �Kelas I Cipinang adalah sebagai berikut
:
a.
Peralatan medis dan obat-obatan
Dalam
pelaksanaan perawatan tahanan di Rumah Tahanan sarana adalah salah satu faktor
pendukung pelaksanaannya.Namun penyediaan peralatan medis dan obat obatan masih
belum dapat memenuhi kebutuhan.Berdasarkan keterangan Kepala Rutan mengatakan bahwa� :
�..kondisi peralatan medis kita memang
kurang memadai, bayak peralatan yang rusak seperti tensimeter,alat
bantu pernafasan, tabung oksigen, stetoskop, termometer, kasur, tempat tidur, kita
pun kesulitan dalam pemenuhannya karna keterbatasan anggaran juga,namun sedang kami upayaka untuk segera
di penuhi kebutuhannya. memang idealnya alat-alat ini harus
lengkap agar pelayanan kesehatan tidak tergambat.�
�(Wawancara
dengan Asep Sutandar, A.Md.IP,
S.Sos.,M.Si, selaku Kepala Rumah
Tahanan NegaraKelas 1
Cipinang,25 juni 2017)
Dari hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa peralatan medis yang kurang menjadi kendala dalam pelayanan
kesehatan, untuk itu diperlukan adanya pemenuhan kebutuhan peralatan medis dan dengan kondisi yang ada, pihak Ruta harus
berusaha untuk tetap malakukan fungsi pelayanan kepada narapidana dan tahanan.Seperti yang dikatakan oleh koordinator dokter poliklinik Rutan bahwa:
��..peralatan kita memang kurang ,maka dari itu
sedang diusulkan untuk� pemenuhannya dengan data sebagai berikut : (Berdasarkan wawancara dengan dr.Julius Soemarli, koordinator dokter Rutan Cipinang,28 juni
2017)
Tabel 1
Usulan Perangkat Ruang Poliklinik
Jenis Peralatan |
Jumlah |
Lemari Obat |
8 |
Tempat tidur |
8 |
Kasur |
8 |
Stetoskop |
6 |
Termometer |
6 |
Tensimeter |
6 |
Tabung oksigen dan alat bantu nafas |
20 |
Pengusulan penambahan perangkat
ruang poliklinik sebagai salah satu upaya agar pelayana kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang dapat berjalan dengan optimal
b.
Sumber Daya Manusia
Seorang� petugas pemasyarakatan sebagai suatu sumber
daya manusia yang menentukan arah dan tujuan, berhasil atau tidaknya program
perawatan� tahanan dalam perlakuan dan
perlindungan terhadap haknya sesuai Hak Asasi Manusia guna proses
penegakan hukum ��di Indonesia.
Oleh sebab itu
seorang petugas pemasyarakatan harus benar-benar memiliki kemampuan dan
keahlian dalam memperlakukan tahanan dan narapidana sesuai
dengan peraturan yang berlaku karena keberadaan seorang petugas pemasyarakatan
sangat penting sebagai motor penggerak dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan
itu sendiri.
Namun pada kenyataannya
selama penulis melakukan penelitian, petugas pemasyarakatan yang berhubungan
langsung dengan kegiatan perawatan tahanan di Rumah Tahanan Kelas I Cipinang� sering terkendala
dengan jumlah personel petugas medis/paramedis, dari jumlah peghuni
3801 orang dengan jumlah narapidana/tananan yang menderita gangguan kesehtan mencapai 255 orang tiap bulanya sehingga
dalam penanganan kesehatan 6 orang dokter harus mampu menangani
42 orang tiap harinya, jumlah ini sangat
tidak sebanding antar petugas dan tahanan dan narapidana kususnya dalam pelayanan kesehatan,seingga dalam pelakasanaan pelayanann kesehatan dan kegiatan administrasi seperti pengimputan data kesehatan narapidana dan tahanan ke dalam
Sistim Data Base Pemasyarakatan
dilakukan oleh tamping. Menurut
keterangan narapidana yang menjadi tamping poliklinik Rutan Cipinang mengatakan bahwa:
�..iya pak,memang
saya sering kali melakukan penanganan saat dokter gak ada di rutan, yaa
biasanya karna cuti, sedang ada
rapat dan lainnya pak, seperti saat
ada pasien luka ringan saya
bisa menjait luka itu karna
sudah di ajarkan oleh dokter, tapi saya
selalu telpon dokter dulu sebelum
bertindak� (hasil wawancara dengan asep,tamping polikinik Rutan Cipinang, 28 juni 2017)
Begitu juga menurut
pengakuan tahanan yang diberi tindakan oleh tamping poliklinik, ia mengatkan bahwa:
�..iya pak, saat itu kaki saya
luka dan kepala saya pusing tapi
pas saya berobat dokter gak ada karna sudah sore menjelang malam, jadinya saya dikasih
tindakan sama tamping poliklinik� (hasil wawancara dengan iwan sagaji,tahanan� Rutan Cipinang, 28 juni 2017)
Pernyataan ini menunjukan bahwa pelayanan kesehatan di Rutan cipinang sering dilakukan oleh tamping polikliki.Hal ini menjadi suatu permasalahan,
dimana dalam pelaksanaan tugas dan fugsi pemasyarakatan tidak di perbolehkan tamping yang
melakukan tidakan,khususnya
pelayanan kesehatan yang menyangkut nyawa manusia.Menurut keterangan kepala seksi pelayanan
tahanan Rutan cipinang, beliau mengatakan bahwa;
�...iya memang tidak dipungkiri
lagi ketika tenaga dokter sedang
tidak ada,jadi
tamping yang melakukan tindakan,
tetapi tamping tersebut sebelumnya diberikan ilmu tindaka medis
yang bersifat darurat, dan
juga biasanya tamping tersebut
melakukan kordinasi dengan dokter via tepon� (Berdasarkan hasil wawancara dengan Rachmad Mintarja,
A.Md.IP., S.Sos., M.Si,Kepalas seksi pelayanan tahanan Rutan kelas 1 Cipinang,21
juni 2017).
Hal ini menjadi kendala yang dihadapi petugas pemasyarakatan dalam melakukan pelayanan kesehatan karena keterbatasan sumber daya manusia, untuk
itu perlu dilakukan inovasi dalma mengatasi keterbatasn sumberdaya manusia kususnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan,seperti yang dituturka oleh dokter di Rutan Cipinang, beliau mengatakan bahwa : �...tamping
yang melakukan tindakan medis� itu sebelumya kami beri pelatihan, karna tamping itu sudah lama di poliklinik, yahh inilah kondisi
lapanga dimana kita harus tetap
melayani pasien dengan pasien mencapai
40 orang tiap hari dan jumlah dokter yang sedikit,menurut idealnya memang kita harus
punya 10 dokter di rutan jadi bisa backup saat dokter yang lainnya tidak ada.
Namun sesungguhnya hal ini dapat
di atasi denga cara berinovasi, kita gak mungkin dong minta ke pusat untuk
penambahan dokter, dan gak segampang itu juga prosesnya, kalau kita liat di jepang,
ada namanya telemedicine, semacam
layana kesehatan via
online, dan kenapa enggak kita coba lakuka
di rutan ini. (Berdasarkan wawancara dengan dr.Julius
Soemarli,koordinator dokter
Rutan Cipinang,28 juni 2017).
Dari data yang didapat
dari hasil wawancara dan observasi lapangan menujukan bahwa adanya ketidak
seimbangan antara jumlah petugas kesehatan dengan jumlah tahanan yang ada di Rutan Kelas 1 Cipinang,
dan di tambah dengan peralatan medis yang kurang memadai sehingga dalam pelaksanaan pelayanan kesehataan kurang optimal.
Jika
ditinjau dari teori service
quality oleh Zeithaml, yang mengatakan
bahwa pelayanan disebut berkualitas apabila pelayanan yang diterima relatif lebih memuaskan dilihat dari sudut
pandang pelanggan,sudut pandang tersebut antara lain adalah (Zeithaml,
1990):
a. Tangible, yaitu bukti yang ditujukan oleh fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, penampilan karyawan, material,
dan sarana komunikasi.
b. Reliability,yaitu menyajikan jasa sesuai dengan janji
dengan akurat dan memuaskan.
c. Responsiveness, yaitu
kesediaan para karyawan untuk membantu pelanggan dan menyajikan pelayanan dengan segera.
d. Assurance, yaitu pengetahuan,keterampilan dan kemampuan serta sopan santun karyawan
dalam memberikan pelayanan, aman dari bahaya, resiko,
keraguan serta memiliki sifat dapat dipercaya.
e. Emphaty, yaitu kemudahan dalam berinteraksi, komunikasi yang baik, memberikan perhatian secara pribadi serta memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Maka dapat disimpulkan bahwa kulaitas pelayanan kesehatan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang belum sepenuhnya optimal, dikarnakan masih adanya kekurangan
seperti peralatan yang kurang memadai,obat-obatan
yang kurang serta jumlah personil petugas medis yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana
dan tahanan. Untuk itu diperlukan
adanya inovasi dalam mengatasi permasalah tersebut denga cara membuat layanan
kesehatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (Telemedicine)
guna pemenuhan hak narapidana dan tahanan agar dapat berjalan dengan optimal dan diharapkan dapat di implementasikan di Lapas/Rutan
dan Rutan seluruh Indoenesia.
B. Perkembangan Aplikasi Telemedicine
di dunia dan di Indonesia
Saat ini
telemedicine sudah menjadi bagai penting dalam
sebuah pengobatan.Telemedicine
telah mampu membawa tangan-tangan dokter keluar dari
ruang praktek mereka dan menyentuh orang-orang sakit yang tinggal jauh di pelosok.Berikut contoh perkembangan aplikasi telemedicine di dunia dan Indonesia, (Natalia, 2015):
1. Easy call me
Masa sekarang banyak
dokter sudah membangun kedekatan dengan pasien melalui
telepon atau pesan singkat (SMS). Hal ini memungkinkan bagi dokter untuk
menangani masalah khusus misalnya pasien hepatitis rawat jalan, atau pasien
hipertensi rawat jalan, dan lain-lain.
Smart- home,
smart patient
Teknologi ini merupakan teknologi
untuk melakukan monitoring terhadap pasien, dimana pasien tetap
berada dirumah selama menitoring. Teknologi ini dikembangkan
oleh American Telemedicine Association (ATA), Home Telehealth dan
Remote Monitoring.
2. �Robotic
telemedicine
Proyek ini
dikembangkan oleh Offsite Care Inc. Robot ini memungkinkan dokter berkoordinasi dengan klinis atau
rumah sakit setempat, sekaligus memeriksa pasien dari jarak jauh.
3. Pakistan
telemedicine project
Pemerintah America Serikat bekerja sama dengan Inetnational
Busines Machine (IBM) merupakan perusahaan yang memproduksi dan menjual perangkat keras dan perangkat lunak untuk membangun
infrastruktur telemedicine di Holy Family Hospital Rawalpindi di Pakistan. Disini dibangun
sebuah system telemedicine untuk
mengkoneksikan dokter-dokter
ahli di Amerika Serikat dengan rumah sakit
tersebut melalui jaringan Wi-Max. Dokter berhubungan dengan pasien melalui webcam dan dengan perangkat-perangkat yang diopersaikan oleh perawat di RS tersebut.
4.
Sistem Pakar
Sistem ini
memodelkan pengetahuan pakar ke dalam
system computer. Contoh penggunaan
system pakar dalam dunia medis adalah dilakukan
di http://easydiagnosis.com/. Dalam
website tersebut kita bisa melakukan beragam penyakit yang mungkin kita derita
dengan memilih modul-modul yang tersedia dalam website tersebut.
5.
Aplikasi telemedicine dari Telkom (Indonesia)
Ditjen Bina Upaya
Kesehatan berinisiatif mengimplementasikan
e-health dalam bentuk telemedicine.Aplikasi telemedicine
dari Telkom adalah cikal bakal terintegrasinya
diagnosa medis secara nasional. Hal ini telah disampaikan
dalam seminar telemedicine Tahun
2011. Saat ini pilot projet implementasi online
diagnose medis adalah enam Rumah Sakit
(RS) di Jakarta yaitu RS Pesahabatan,RS Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati, RS Darmais, RS Harapan
Kita.
Berdasarkan keterangan dari dokter Rumah sakit
Fatmawati mengatakan bahwa:
�..Telemedicine saat
ini sudah banyak digunakan , terutama di negara maju seperti Amerika,bsebagai salah satu trobosan ketika
pasien sulit bertemu dengan dokter dikala aktifitas
padat,sebenarnya tidak ada masalah sih,
hanya telemedichine ini sebagai cara
pengobotan yang memang hanya untuk penyakit
ringan.beberapa waktu yang lalu juga sempat rumah sakit ini
menggunakan aplikasi ini tetapi masyarakat
yang belum yakin dengan telemedicine� (Hasil Wawancara
denga Dokter Nugroho Setia wan,Sp.And,dokter
spesialis andrologi Rumah Sakit Fatmawati,
28 November 2017).
Pernyataan ini menunjukan
bahwa pelayanan kesehatan di berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi ini merupakan suatu bentuk perkembangan teknologi dan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi manusia menurunkan angka kematian dan angka kesakitan serta meningkatkan keberhasilan pengobatan bagi manusia. Telemedicine adalah
suatu pemanfaatan teknologi informasi bagi kesehatan melalui online
yang mana menghubungkan dokter
dan pasien dalam bentuk medical chatting,
medical webcam untuk
menginformasikan tentang kesehatan, gejala penyakit dan pengobatan serta perawatan (Simarmata
et al., 2020) (Carpenter,
2015). Dengan adanya
pelayanan kesehatan berbasis online seperti yang sudah banyak dijalankan
di dunia dan di Indonesia, bukan hal
yang tidak mungkin jika pelayanan kesehatan berbasis online dapat diterapkan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang sebagai solusi mengatasi kekurangan tenaga medis,namum pelayanan
kesehatan ini� terbatas yaitu hanya penanganan
penyakit ringan.
Kesimpulan
Pelayanan kesehatan
di Rumah Tahanan Kelas I Cipinang dilakukan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, namun dalam pelaksanaannya masih belum optimal. Kekurangan
peralatan medis dan obat-obatan serta tidak seimbangnya antara jumlah tenaga medis dan
paramedis dengan tahanan menjadikan pelayanan kesehatan di Rumah Tahaanan Kelas
1 Cipinang belum optimal dan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan serta
kegiatan administrasi sering dilakukan oleh tamping. Dan pada saat
ini pelayanan kesehatan berbasis Teknologi
Informasi Dan Komunikasi (TIK) di dunia dan di Indonesia sudah mulai banyak
dijalankan sehingga bukan hal yang tidak mungkin jika pelayanan
kesehatan berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat
diterapkan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Cipinang sebagai solusi mengatasi kekurangan tenaga medis,namum
pelayanan kesehatan ini� terbatas yaitu hanya penanganan penyakit ringan.
BIBLIOGRAFI
Carpenter, Jennifer E.
(2015). Managing Multimedia Medical Records: E- Health Information Manager�s
Role And Telepatology. Jakarta: Cipta Sarana.
Conferences, United Nations Specialised.
(1955). Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners. Retrieved
November 4, 2020, from refworld website:
https://www.refworld.org/docid/3ae6b36e8.html.
Hasibuan, Zainal. (2010). Kerangka
Strategis E-Health Indonesia: Optimalisasi Layanan Kesehatan Prima.
Yogyakarta: Forum Informatika Kesehatan Indonesia.
Hofman, B. (2010). Basic
Informatic Technology: Introduction For Informatic technology. Bandung:
Sarana Cipta.
Indonesia, Presiden Republik. (1995).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemsyarakatan. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.
Indonesia, Republik. (1995). Undang-Undang
No. 12 Tahun 1995 tentang Sistem Pemasyarakatan. Jakarta: Lembaran Negara
RI.
Indonesia, Sekretariat Republik.
(1999). Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. �Jakarta: Sekretariat Republik Indonesia.
Kemenkes, R. I. (2009). Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kesehatan, Kementerian. (2017). Peraturan
Menteri Kesehatan No 71 tahun 2017 Tentang Pelayanan Kesehatan Nasional.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Keuangan, Kementerian. (2008). Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.
Natalia, Sutarman. (2015). Social
Media ROI : Mengelola dan Mengukur Penggunaan Media Sosial pada
Organisasi Anda. Jakarta: Alex Media Komputindo.
PAS, Ditjen. (2014). Keputusan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentag Standar Pelayanan Pemasyarakatan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
R. Benny Riyanto, Zulkifli, Ahmad
Sanusi, Hakki Fajriando, Haryono, Nizar Apriansyah, Trisapto W. A. Nugroho,
Imam Lukito, Bintang M. Tambunan, Susena, Edy Sumarsono dan Emmy Taurina
Adriani. (2018). Analisis Terhadap Pelaksanaan Layanan Kesehatan Bagi Tahanan,
Narapidana Dan Anak Didik Pemasyarakatan. Jakarta: Balitbangkumham Press.
Simarmata, Janner, Chaerul, Muhammad,
Mukti, Retno Cahya, Purba, Deddy Wahyudin, Tamrin, Andi Febriana, Jamaludin,
Jamaludin, Suhelayanti, Suhelayanti, Watrianthos, Ronal, Sahabuddin, Andi
Arfan, & Meganingratna, Andi. (2020). Teknologi Informasi: Aplikasi dan
Penerapannya. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Zeithaml, P. (1990). Quality
Service. Jakarta: Media Komputindo.