Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
��������� ������������������������e-ISSN:
2548-1398
��������� ������������������������Vol.
5, No. 11, November
2020
PERBEDAAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH
DAN AUDIO VISUAL TERHADAP MOTIVASI MENGGUNAKAN IUD
Agi Yulia Ria Dini
Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon, Jawa
Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
This research aims
to find the differences in using lecture and audio-visual methods in IUD health
education toward the motivation to use IUD in family planning acceptors in the
working area of Wanasari health center Brebes. In this research used a queasy experimental method
with the approach of one group pre-test and post- test, the samples use
proportional random sampling technique to 24 family planning acceptors. Based
on the analysis of the data, the average value of mothers� motivation after
getting health education using audio-visual methods was 39.50 which was greater
than the average value of mothers� motivation after getting health education
using lecture method which was 35.33. IUD health education using audio-visual
method can increase mother�s motivation more than lecture method. This is because the advantages of the audio-visual method are able to
clarify abstract things and provide a realistic picture so that it can attract
the full attention of the respondents which then fosters one's interest and
motivation. Based on the results of the research conducted, it is
necessary to make efforts from village midwives in choosing the method used in
providing health education so that the expected goals can be achieved.
Keywords: Motivation; Health Education; Lecture Method; Audio-Visual Method
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan penggunaan metode ceramah dan audio visual terhadap motivasi menggunakan IUD pada calon aksptor KB di Wilayah kerja Puskesmas Wanasari Kabupaten Brebes. Desain yang digunakan pada penelitian ini yaitu quasy experiment dan pendekatan penelitiannya dengan one
group pretest posttest. Sampel mengunakan teknik proporsional
random sampling sebanyak 24 calon
akseptor KB. Hasil penelitian
menggambarkan adanya perbedaan penggunaan metode ceramah dan metode audio visual (pvalue>α),
dimana rata-rata metode
audio visual (39,50) lebih besar
dari rata-rata metode ceramah (35,33) yang berarti metode audio visual lebih meningkatkan motivasi menggunakan IUD dibandingkan metode ceramah, hal ini disebabkan karena kelebihan dari metode audio visual mampu memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang realistis sehingga dapat memikat perhatian
sepenuhnya dari responden yang kemudian menumbuhkan minat dan motivasi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan perlu adanya upaya
dari bidan desa dalam memilih
metode yang digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Kata kunci: Motivasi; Pendidikan Kesehatan; Metode Ceramah; Metode Audio visual
Pendahuluan
Indonesia masih
termasuk kedalam negara berkembang dengan
beragam jenis persoalan. Tingginya angka pertumbuhan
penduduk menjadi persoalan utama
yang dialami Indonesia
dalam bidang kependudukan. Masalah angka pertumbuhan
penduduk yang masih tinggi telah menyulitkan
pemerintah dalam upaya peningkatan
serta pemerataan kesejahteraan rakyat. Tingginya angka pertumbuhan
penduduk di Indonesia membuat upaya pemerintah untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat semakin besar. Pemerintah
terus berusaha dalam menekan laju pertumbuhan dengan dibentuknya Program Keluarga Berencana (Purba, Windarto, & Wanto, 2018).
Penduduk
Indonesia pada Tahun 2015 diperkirakan hingga
255,5 Juta Jiwa. Oleh
karenanya, pemerintah terus
berusaha dalam
menekan laju pertumbuhan dengan meningkatkan
keikutsertaaan masyarakat dalam program Keluarga Berencana (KB). Keluarga Berencana dalam definisi yang lugas
ialah mengacu pada penggunaan metode kontrasepsi oleh kedua belah pihak, baik
suami maupun istri dengan pertimbangan bersama
dalam mengatur kesuburan
yang bertujuan untuk mencegah kesulitan kesehatan, kemasyarakatan serta ekonomi juga memudahkan
mereka memikul tanggungjawab pada anak-anaknya serta masyarakat (Rohim, 2016). Program KB merupakan
program terpadu dalam
pembangunan nasional yang memiliki
tujuan untuk ikut serta dalam menciptakan kesejahteraan pendidikan indonesia, untuk mencapai keseimbangan yang baik (Depkes, 2010). Program keluarga berencana bertujuan untuk
mengeksalasi taraf kesejahteraan serta kesehatan ibu serta anak, keluarga juga masyarakat pada lazimnya. Pengimplementasian program keluarga berencana, diupayakan supaya angka
kelahiran bisa diatur
dan diminimalisir, sehingga
angka pertumbuhan penduduk
tidak melampaui batas kenaikan produksi negara, maka dari itu diharapkan
pula
bisa meningkatkan taraf
hidup serta
kesejahteraan rakyat
Indonesia (Rahmayeni, 2017).
Upaya
pemerintah dalam menekan angka kematian ibu serta
angka pertumbuhan penduduk adalah dengan dibentuknya
program KB. Upaya yang dapat dilakukan oleh program KB diantaranya menurunkan
risiko kematian
ibu dengan mencegah kehamilan,
menunda kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan Pasangan Usia Subur (PUS)
sebagai sasaran utama. Program Keluarga Berencana
saat ini sudah berkembang sebagai gerakan
Keluarga Berencana Nasional
yang mencangkup tindakan masyarakat. Pemerintah merancang tindakan keluarga berencana untuk menciptakan keluarga yang sejahtera sebagai upaya membangun
SDM yang optimal, dengan ciri semakin
meningkatnya peran serta masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB (BKKBN, 2011).
Bidan sebagai
garda terdepan dalam kesehatan terutama didesa, memiliki
peran penting agar masyarakat
lebih dapat menerima gerakan keluarga
berencana. Dengan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat dalam keikutsertaan gerakan
keluarga berencana berarti semakin mengurangi terjadinya
kehamilan risiko tinggi,
dan semakin menurun pula jumlah kesakitan
dan kematian ibu di Indonesia. AKI
dan AKB merupakan gambaran kemampuan suatu negara dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang
bermutu dan menyeluruh (Manuaba, 2010). Pelaksanaan peran bidan dalam
program KB termasuk kedalam
tugas mandiri dan tugas pemerintahan yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan. PERMENKES
1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan mengatur tentang kewenangan bidan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Kaitan kewenangan bidan dalam pelaksanaan
program KB tertuang dalam Pasal 9, 12, 13 dan 15 (Febriyanti, Yustina, & Hardjono, 2018).
Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/x/2010 tentang
izin dan penyelenggaraan praktik bidan, pada BAB III pasal 12 huruf a disebutkan bahwa
bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana di maksud dalam Pasal
9 huruf c, berwenang untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Meningkatnya penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti
IUD, implant, MOP dan MOW menjadi salah satu target dari
pelaksanaan program KB yang
tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009. Salah
satu metode kontrasepsi non hormonal dan termasuk metode kontrasepsi jangka
panjang adalah metode IUD yang mana alat kontrasepsi ini ideal dalam upaya menjarangkan
kehamilan dengan
efektifitas jangka penjang sesuai dengan strategi pemerintah (Toemon,
2014).
Data
yang diambil dari Puskesmas Wanasari menyebutkan bahwa pada tahun 2012 di
wilayah kerja puskesmas tersebut terdapat 439 akseptor baru IUD sedangkan 2013
mengalami penurunan jumlah akseptor KB baru IUD yaitu hanya terdapat 173
akseptor baru KB IUD. Apabila dibandingkan antara akseptor IUD dan kontrasepsi
lain, maka angka pengguna kontrasepsi IUD jauh lebih sedikit dibandingkan
pengguna kontrasepsi metode lainnya seperti kontrasepsi suntik dan pil. Bila dilihat dari persentase, pada tahun 2013 akseptor baru KB IUD di kecamatan Wanasari hanya 1,7%, MOW 1,5%, implan 4,2%, kondom 4,8%, pil 31,1% dan akseptor baru KB suntik mencapai 56,7%.
Berdasarkan
hasil study pendahuluan yang dilakukan di tiga desa yaitu desa Pesantunan, desa
Kertabesuki dan desa Sawojajar� pada 15
orang wanita usia subur yang dilakukan dengan cara wawancara didapatkan hasil
bahwa 4 diantaranya mengatakan takut terhadap efek samping kontrasepsi IUD, 5
orang mengatakan tidak ingin memakai KB IUD karena belum tahu banyak tentang KB
IUD dan kelebihan dari KB IUD, 3 orang mengatakan takut sakit saat pemasangan
dan pelepasan, 3 orang diantanya menggunakan KB IUD mengatakan puas dan nyaman
menggunakan IUD karena tidak perlu bolak balik setiap bulan ke bidan untuk KB.
Di
wilayah kerja puskesmas Wanasari sendiri ada sebanyak 24 bidan desa dan bidan
puskesmas, yang mana dari 24 bidan tersebut ada 22 bidan yang telah mengikuti
pelatihan IUD dan memiliki sertifikat untuk melakukan pelayanan IUD. Dari data
di tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya motivasi menggunakan IUD
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai IUD sehingga mereka enggan dan
takut menggunakan kontrasepsi IUD.
Faktor pendukung
yang
menyebabkan terjadinya perubahan perilaku
diantaranya pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai, tradisi (Notoatmodjo, 2010). Dibutuhkan adanya KIE
efektif yang diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan menambah peserta baru program keluarga berencana. Penyuluhan dan Pendidikan
kesehatan keluarga berencana masuk kedalam pelayanan kesehatan
keluarga berencana terpadu (Hartanto, 2015).
Faktor
yang mempengaruhi dalam pendidikan kesehatan adalah faktor proses penyuluhan
dimana alat peraga dan metode yang digunakan harus sesuai dan menarik sehingga
mempermudahkan sasarna dalam memahami isi dari pendidikan kesehatan yang
disampaikan. Dalam promosi
kesehatan ada tiga jenis alat
bantu atau media yaitu media
visual (visual aids) yang berfungsi menstimulasikan
mata atau penglihatan pada saat proses penerimaan pesan, media dengar
atau
audio
aids merupakan alat
bantu untuk
menstimulasikan indra pendengaran pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran dan yang ketiga alat bantu lihat-dengar
atau audio visual aids seperti televise, video
cassette dan DVD (Notoatmodjo, 2010).
Alat
bantu atau media berupa video hampir sama
dengan rekaman (recording),
yang meliputi
rekaman gambar. Rekaman diputar ulang dan akan tampak gambar film yang disertai dengan
suara. Kelebihan yang dimiliki oleh media rekaman, radio, film dan televisi
juga dimiliki media ini.
Penggunaan media audio visual diharapkan mampu meningkatkan motivasi
menggunakan IUD sehingga mendukung program kependudukan pemerintah berupa
program Keluarga Berencana.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini ialah kuantitatif dengan desain quasy
experimental. Jenis desain
penelitian ini merupakan pengembangan dari true experimental design (Sugiyono, 2011). Pendekatan penelitian
secara one group pre test post test design. One Group pretest-posttest merupakan suatu pola yang tidak mempunyai grup bandingan (kontrol) (Notoatmodjo, 2010). Populasi penelitian
merupakan semua objek penelitian yang
dianalisis (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang ialah
semua ibu post partum calon akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Wanasari,
yaitu sejumlah 119 orang
pada bulan Agustus 2014.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1.
Analisis Univariat
a. Motivasi ibu menggunakan IUD sebelum pemberian
intervensi pendidikan kesehatan dengan
metode ceramah
Tabel 1
Distribusi frekuensi berdasarkan motivasi ibu post
partum menggunakan IUD sebelum
diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok ceramah di Wilayah Kerja Puskesmas Wanasari, 2014
Motivasi menggunakan
IUD |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Rendah Tinggi |
10 2 |
83,3 16,7 |
Jumlah |
12 |
100 |
Hasil yang ditunjukan
pada tabel
1 menyebutkan jika kelompok
dengan metode ceramah,
sebelum dilaksanakan
intervensi berupa pendidikan
kesehatan
dengan metode ceramah ibu post
partum calon akseptor
KB yang memiliki motivasi rendah lebih besar
dari ibu post partum yang memiliki motivasi tinggi. Dimana sejumlah 10 orang (83,3%) memiliki
motivasi rendah, sedangkan ibu yang memiliki motivasi tinggi dalam menggunakan
IUD sejumlah 2 orang (16,7%).
b. Motivasi ibu menggunakan IUD setelah pemberian intervensi pendidikan
kesehatan dengan
metode ceramah
Tabel 2
Distribusi frekuensi berdasarkan motivasi ibu post
partum menggunakan IUD sesudah
diberikan pendidikan Kesehatan
pada kelompok ceramah di
Wilayah kerja Puskesmas Wanasari, 2014
Motivasi menggunakan
IUD |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Rendah Tinggi
|
4 8 |
33,3 66,7 |
Jumlah |
12 |
100 |
Hasil yang ditunjukan
pada tabel
2 menyebutkan jika kelompok
ceramah, setelah diberikan intervensi pendidikan kesehatan
dengan metode ceramah ibu post
partum calon akseptor
KB yang memiliki motivasi tinggi lebih besar
dari ibu post partum yang memiliki motivasi rendah. Dimana sejumlah 8 orang (66,7%) memiliki
motivasi tinggi, sedangkan ibu yang memiliki motivasi rendah dalam menggunakan
IUD sejumlah 4 orang (33,3%).
c. Motivasi ibu menggunakan IUD sebelum pemberian
pendidikan kesehatan dengan metode audio
visual
Tabel 3
Distribusi frekuensi berdasarkan motivasi ibu menggunakan
IUD sebelum dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan dengan metode audio
visual pada ibu post partum
calon akseptor KB di
Wilayah kerja Puskesmas Wanasari, 2014
Motivasi menggunakan
IUD |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Rendah Tinggi
|
10 2 |
83,3 16,7 |
Jumlah |
12 |
100 |
Hasil yang ditunjukan
pada tabel
3 menyebutkan bahwa kelompok audio visual, sebelum diberikan pendidikan kesehatan metode audio-visual ibu post partum calon akseptor KB yang memiliki motivasi rendah lebih besar dari
ibu post partum yang memiliki motivasi tinggi. Dimana sejumlah 10 orang
(83,3%) memiliki motivasi rendah, sedangkan ibu yang memiliki motivasi tinggi dalam menggunakan IUD sejumlah 2 orang (16,7%).
d. Motivasi ibu menggunakan IUD sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok audio visual
Tabel 4
Distribusi frekuensi berdasarkan motivasi ibu menggunakan
IUD sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok audio visual pada ibu post partum calon akseptor KB di Wilayah kerja Puskesmas Wanasari, 2014
Motivasi menggunakan
IUD |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Rendah Tinggi
|
1 11 |
8,3 91,7 |
Jumlah |
12 |
100 |
Hasil yang ditunjukan
pada tabel
4 menyebutkan jika pada
kelompok
dengan metode audio-visual, sesudah diberikan pendidikan kesehatan metode audio-visual ibu post partum calon akseptor KB yang memiliki motivasi tinggi lebih besar dari
ibu post partum yang memiliki motivasi rendah. Dimana sejumlah 11 orang
(91,7%) memiliki motivasi tinggi, sedangkan ibu yang memiliki motivasi rendah dalam menggunakan IUD sejumlah 1 orang (8,3%)
2. Analisis
Bivariat
a. Uji
Kesetaraan Motivasi Ibu Menggunakan KB IUD Sebelum dilaksanakan Pendidikan Kesehatan antara Kelompok metode Ceramah
dan metode audio-visual
Hasil
uji ini dikatakan setara atau homogen
apabila tidak ada perbedaan secara
bermakna motivasi ibu antara kelompok
ceramah dan audio-visual sebelum
pendidikan kesehatan (p
> 0,05), begitu juga sebaliknya.
Tabel 5
Uji Homogenitas Motivasi Menggunakan KB IUD Sebelum Dilaksanakan Intervensi Pendidikan Kesehatan antara Kelompok Metode Ceramah dan Metode Audio Visual pada
Ibu Post Partum Calon Akseptor
KB di Wilayah Kerja Puskesmas
Wanasari, 2014
Variabel |
Kelompok |
N |
Mean |
SD |
T |
p-value |
Motivasi Menggunakan IUD |
Ceramah Audio-visual |
12 12 |
28,67 28,83 |
4,438 4,174 |
-0,095 |
0,925 |
Hasil yang ditunjukan
pada tabel
5 menyebutkan jika sebelum
diilaksanakan intervensi berupa
pendidikan kesehatan, nilai rata-rata motivasi menggunakan
IUD di kelompok ceramah sebesar 28,67, sedangkan pada kelompok audio-visual sebesar
28,83.
Hasil analisa
uji independent T-Test, dihasilkan nilai
t hitung sebesar -0,095 dengan p-value 0,952. Karena kedua
p-value 0,952 > a
(0,05), sehingga
bisa dibuat simpulan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara motivasi
menggunakan IUD sebelum pendidikan kesehatan antara kelompok ceramah dengan kelompok audio-visual pada ibu post partum calon akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Wanasari. Hal ini
juga menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki motivasi yang sama sebelum diberikan
pendidikan kesehatan, dengan kata lain kedua kelompok dinyatakan homogen sebelum diberi pendidikan kesehatan.
b. Uji
Normalitas data
Tabel 6
Uji normalitas data pada ibu post partum kelompok ceramah dan kelompok audio-visual
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan
��������������������������� Kelompok |
Shapiro-Wilk |
|||
Statistic |
df |
Significance |
||
Motivasi Pretest |
Ceramah Audio-visual |
,958 |
12 |
,695 |
,957 |
12 |
,740 |
||
Motivasi Posttest |
Ceramah |
,955 |
12 |
,713 |
|
Audio-visual |
,978 |
12 |
,973 |
Hasil yang ditunjukan
pada tabel 6
dapat diketahui bahwa distribusi data pada kelompok ceramah dan kelompok audio visual baik sebelum maupun sesudah dilakukan pendidikan kesehatan memiliki distribusi data yang
normal, dimana tidak ada nilai signifikan
< α (0,05) sehingga analisis
data yang digunakan adalah
uji T dependen dan uji T independen.
c. Uji
Dependent T-Test
1. Perbedaan Motivasi Ibu Menggunakan IUD Sebelum dan Setelah
Dilaksanakan
Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah
Tabel 7
Perbedaan Motivasi Ibu Menggunakan IUD Sebelum dan Setelah Dilaksanakan Pendidikan Kesehatan Metode
Ceramah pada Ibu Post Partum
Calon Akseptor KB di Wilayah Kerja
Puskesmas Wanasari, 2014
Variabel |
Perlakuan |
n |
Mean |
SD |
T |
p-value |
Motivasi
Menggunakan IUD |
Sebelum
Sesudah |
12 12 |
28,67 35,33 |
4,438 5,087 |
-4,304 |
0,001 |
Hasil yang ditunjukan pada tabel
7 menyebutkan jika sebelum
dilaksanakan intervensi
pendidikan kesehatan metode ceramah, nilai rata-rata motivasi menggunakan IUD pada ibu post partum sebesar 28,67, kemudian meningkat menjadi 35,33 sesudah diberikan pendidikan kesehatan metode ceramah.
Hasil analisa uji dependent T-Test, dihasilkan nilai
t hitung sebesar -4,304 dengan p-value sebesar
0,001. Dapat dilihat
bahwa p-value 0,001 < a
(0,05), hal ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan motivasi menggunakan IUD sebelum dan setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan metode ceramah.
2. Perbedaan Motivasi Ibu Menggunakan IUD Sebelum dan Setelah
Dilaksanakan intervensi
Pendidikan Kesehatan Metode Audio-Visual
Tabel 8
Perbedaan Motivasi Menggunakan IUD Sebelum dan Setelah Dilaksanakan intervensi Pendidikan Kesehatan Metode Audio-Visual pada Ibu Post Partum
Calon Akseptor KB di Wilayah Kerja
Puskesmas Wanasari, 2014
Variabel |
Perlakuan |
n |
Mean |
SD |
T |
p-value |
Motivasi Menggunakan IUD |
Sebelum Sesudah |
12 12 |
28,83 39,50 |
4,174 4,642 |
-7,368 |
0,000 |
Hasil yang ditunjukan pada tabel
8 menyebutkan jika sebelum
dilaksanakan intervensi
pendidikan kesehatan metode audio-visual, nilai rata-rata motivasi menggunakan IUD sebesar 28,83, dan terjadi peningkatan meningkat
menjadi 39,50 setelah dilaksanakan intervensi pendidikan
kesehatan metode
audio-visual.
Hasil yang ditunjukan pada analisa uji dependent T-Test, diperoleh nilai
t hitung sebesar -7,368 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat
bahwa p-value 0,000 < a
(0,05), hal
ini dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan motivasi menggunakan IUD sebelum dan setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan metode audio-visual pada ibu post partum calon akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Wanasari.
d. Uji
t Independen
Tabel 9
Perbedaan Motivasi Menggunakan IUD antara Setelah dilaksanakan
intervensi Pendidikan Kesehatan Metode
Ceramah dan Metode Audio Visual pada
Ibu Post Partum Calon Akseptor
KB di Wilayah Kerja Puskesmas
Wanasari, 2014
Variabel |
Kelompok |
N |
Mean |
SD |
T |
p-value |
Motivasi Menggunakan IUD |
Ceramah Audio-Visual
|
12 12 |
35,33 39,50 |
5,087 4,642 |
-2,096 |
0,048 |
Hasil yang ditunjukan pada tabel
9 menyebutkan bahwa sesudah diberikan
pendidikan kesehatan metode ceramah rata-rata skor motivasi ibu
menggunakan IUD sebesar
35,33, ini lebih rendah dibandingkan rata-rata skor motivasi ibu
sesudah diberikan pendidikan kesehatan metode audio-visual sebesar
39,50.
Hasil analisa uji independent T-Test, diperoleh nilai
t hitung sebesar -2,096 dengan p-value 0,048. Nilai pada kedua
p-value menunjukan 0,048
< a (0,05), sehingga dapat
ditarik simpulan bahwa ada perbedaan
yang signifikan motivasi menggunakan IUD antara sesudah diberikan pendidikan metode ceramah dengan sesudah diberikan pendidikan metode audio-visual
pada Ibu Post Partum Calon Akseptor
KB di Wilayah Kerja Puskesmas
Wanasari. Ini juga berarti bahwa ada
perbedaan yang signifikan penggunaan pendidikan kesehatan IUD dengan metode ceramah dan metode audio visual terhadap
motivasi menggunakan KB IUD
pada calon akseptor KB di
wilayah kerja puskesmas Wanasari.
B.
Pembahasan
1.
Analisis Univariat
a. Motivasi calon akseptor KB sebelum dilaksanakan
intervensi pendidikan kesehatan dengan
metode
ceramah
Hasil yang ditunjukan tabel 1
bisa diuraikan jika
grup dengan metode ceramah,
sebelum dilaksanakan
intervensi pendidikan kesehatan metode ceramah ibu post
partum calon akseptor
KB yang memiliki motivasi rendah lebih besar
dari ibu post partum yang memiliki motivasi tinggi. Dimana sejumlah 10 orang (83,3%) memiliki
motivasi rendah, sedangkan ibu yang memiliki motivasi tinggi dalam menggunakan
IUD sejumlah 2 orang (16,7%).
Pendidikan jika diartikan secara general yaitu semua usaha yang direncanakan
agar dapat mempengaruhi
orang lain.
Baik
individu, keluarga maupun masyarakat
yang bertujuan agar subjek pendidikan
melaksanakan hal yang menjadi harapan pendidik. Maka
apabila individu
memiliki pendidikan
yang tinggi
sehingga pengetahuanya menjadi lebih
tinggi daripada orang yang pendidikannya rendah. Seseorang yang
berpendidikan tinggi akan dapat berfikir dengan logis sehingga lebih terbuka
dalam menerima hal baru yang dianggap bermanfaat untuk dirinya (Notoatmodjo, 2010).
Faktor instrinsik merupakan faktor yang berpengaruh
pada motivasi. Faktor intrinsik
merupakan kemauan yang datangnya
dari dalam
diri sendiri dimana keinginan tersebut timbul akibat
adanya pengetahuan dan persepsi tentang sesuatu (Alimul, A., 2012).
Berdasarkan
tabel 4.2 paling banyak responden berpendidikan SMP sejumlah 9 orang (75%). Pendidikan yang rendah mempengaruhi pemahaman responden
dalam menerima hal baru dan mempengaruhi pengetahuan mereka sehingga mereka
lebih suka melakukan atau menggunakan kontrasepsi yang kebanyakan orang
gunakan, misalnya suntik KB. Untuk
itu perlu adanya pendidikan
kesehatan dan sosialisasi
dengan metode yang sesuai sehingga tujuan dari pendidikan
kesehatan itu sendiri bisa tercapai.
b. Motivasi calon akseptor KB setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan dengan metode
ceramah
Hasil yang ditunjukan
tabel 2 bisa diuraikan
jika pada kelompok
dengan metode ceramah,
setelah
dilaksanakan intervensi
pendidikan memiliki motivasi tinggi lebih besar dari
ibu post partum yang memiliki motivasi rendah. Dimana sejumlah 8 orang
(66,7%) memiliki motivasi tinggi, sedangkan ibu yang memiliki motivasi rendah dalam menggunakan IUD sejumlah 4 orang (33,3%).
Metode
ceramah baik digunakan untuk sasaran yang pada
semua tingkatan pendidikan, baik pendidikan
tinggi maupun
rendah. Kunci dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan
kesehatan dengan metode ceramah
adalah penceramah
dapat memegang
kendali pada sasaran. Agar dapat mengendalikan sasaran,
penceramah harus berpenampilam dan bersikap percaya, suara terdengar
jelas serta lingkungan
yang mendukung supaya teraih tujuan berupa perubahan edukasi (Notoatmodjo, 2010).
Inti
penyampaian pendidikan kesehatan tentang IUD dengan metode ceramah,
sudah dilakukan dengan maksimal. Respon dari responden
terhadap penceramah dapat bekerjasama dengan baik, dimana responden
mendengarkan materi penyuluhan dengan aktif, suasana
pelaksanaan pendidikan kesehatan juga mendukung yaitu di rumah
responden serta suara penceramah bisa terdengar jernih, maka pemberian
pendidikan
kesehatan bisa meraih tujuan pengetahuan
yang ditunjukan dengan hasil pengukuran motivasi menggunakan IUD dengan metode ceramah
yaitu dari 16,7% yang memiliki motivasi tinggi meningkat menjadi 66,7%.
c. Motivasi calon akseptor KB sebelum dilaksanakan
intervensi pendidikan kesehatan dengan
metode audio-visual
Hasil yang ditunjukan pada tabel 3
dapat diuraikan jika pada kelompok
audio-visual,
sebelum dilaksanakan
intervensi pendidikan kesehatan
dengan metode
audio-visual, ibu post partum calon akseptor KB yang memiliki motivasi rendah lebih besar dari
ibu post partum yang memiliki motivasi tinggi. Dimana sejumlah 10 orang
(83,3%) memiliki motivasi rendah, sedangkan ibu yang memiliki motivasi tinggi dalam menggunakan IUD sejumlah 2 orang (16,7%).
Hasil yang ditunjukan
pada tabel
4.1 dapat diuraikan jika dari
12 responden yang diberik edukasi kesehatan menggunakan
metode ceramah mayoritas berusia 20-35 tahun sebanyak 9 orang (75,0%), adapun responden yang diberikan pendidikan metode audio-visual mayoritas
juga berusia 20-35 tahun sejumlah 10 orang (83,3%).
Usia
20-35 tahun ialah masa reproduktif,
di usia ini juga disebutkan sebagai usia reproduksi yang aman
sebab organ reproduksi masih dalam fungsi yang baik sehingga
risiko terjadi komplikasi rendah pada usia tersebut
dan juga usia yang sesuai dimana seorang
wanita melahirkan dan mengurus anak. Dengan usia
yang ideal ini diharapkan ibu
lebih siap dengan segala masalah
yang nantinya akan muncul
pada saat merawat, mendidik
anak dan
merencanakan jumlah anak yang dilahirkan.
Usia
adalah umur individu yang dihitung saat dilahirkan hingga ketika berulang
tahun (Alimul, A., 2012). Semakin
bertambahnya usia maka
taraf kematangan serta power seseorang menjadi lebih baik dalam
berfikir serta bekerja. Sedangkan dalam kaitannya dengan motivasi adalah motivasi
seseorang akan
sangat didukung oleh tingkat kematangan atau usia.
Diantara
faktor yang berpengaruh
pada motivasi ialah kematangan umur, dimana lebih matang
usia seseorang maka ia lebih matang dalam memikirkan baik dan buruk dari suatu hal atau tindakan. Sebaliknya usia yang belum matang akan
mudah dipengaruhi oleh persepsi yang salah.
d. Motivasi calon akseptor KB setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan dengan metode
audio-visual
Hasil yang ditunjukan pada tabel
4 bisa diuraikan jika pada grup
audio-visual,
setelah dilaksanakan intervensi
pendidikan kesehatan metode audio-visual ibu post partum calon akseptor KB yang memiliki motivasi tinggi lebih besar dari
ibu post partum yang memiliki motivasi rendah. Dimana sejumlah 11 orang
(91,7%) memiliki motivasi tinggi, sedangkan ibu yang memiliki motivasi rendah dalam menggunakan IUD sejumlah 1 orang (8,3%)
Media audio visual merupakan bentukan media baik software ataupun hardware yang berisikan message atau informasi secara auditif serta
visual, yang mana informasi tadi diberikan
melalui indra pendengaran serta penglihatan sekaligus (Kustiono, 2010).
Faktor
media ialah diantara faktor yang berpengaruh pada informasi yang diperoleh individu sehingga
dapat mempengaruhi
motivasinya. Oleh karenanya, dengan diberikan pendidikan
kesehatan metode audio-visual untuk menyampaikan informasi tentang
kontrasepsi IUD diharapkan dapat meningkatkan motivasi penggunaan IUD agar
terjadi peningkatan, karena dengan adanya peningkatan motivasi penggunaan IUD
akan meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki
keefektifan lebih tinggi sehingga secara tidak langsung akan menurunkan angka
pertumbuhan penduduk Indonesia.
2.
Analisis Bivariat
a.
Uji T Dependen
1.
Perbedaan motivasi penggunaan IUD sebelum dengan setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan
tentang IUD dengan metode ceramah
Interpretasi hasil pada tabel
7 menunjukan rata-rata motivasi ibu
post partum sebelum dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan
tentang IUD dengan metode ceramah yaitu 28,67 dengan standar deviasi 4,438. Sedangkan untuk motivasi setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan tentang IUD dengan metode
ceramah yaitu 35,33 dan standar dev 5,087. Hasil uji statistik diperoleh p = 0,001 < α (0,05) sehingga
kesimpulannya �terdapat perbedaan signifikan diantara motivasi menggunakan IUD pada ibu post partum sebelum serta sesudah diberikan
pendidikan kesehatan terkait IUD pada grup metode ceramah di Wilayah kerja puskesmas Wanasari�.
Selain itu, terdapat perubahan motivasi pada responden, hal ini ditunjukan dengan
mean sebelum dengan sesudah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan dengan metode ceramah
yakni 28,67 menjadi 35,33. Berdasarkan hasil uji dependent T-Test
dapat ditarik simpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada motivasi
ibu post partum sebelum dan setelah dilaksanakan intervensi pendidikan
kesehatan dengan metode ceramah, perubahan ini disebabkan karena pengetahuan
ibu tentang IUD yang juga meningkat sehingga meningkatkan motivasi menggunakan
IUD pada kelompok ceramah.
Kelebihan dari metode ceramah
antara lain bisa digunakan pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi
maupun rendah dan responden bisa ikut berperan serta
dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan sehingga tujuan dari pendidikan kesehatan yaitu bertambahnya pengetahuan dan persepsi seseorang dapat tercapai dan dengan meningkatnya pengatahuan ini pula akan meningkatkan motivasi menggunakan IUD.
2.
Perbedaan motivasi penggunaan IUD sebelum dan setelah diberikan
pendidikan kesehatan tentang IUD dengan metode
audio-visual
Interpretasi hasil pada tabel 8 menunjukan
rata-rata motivasi ibu post partum sebelum dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan
terkait IUD dengan metode audio-visual yaitu 28,83 dengan standar deviasi 4,174. Sedangkan untuk motivasi setelah dilaksanakan intervensi edukasi kesehatan terkait
IUD dengan metode audio-visual yaitu 39,50 dengan standar deviasi 4,642. Hasil uji dependent T-test, diperoleh nilai t hitung
sejumlah -7,368 p-value yakni
0,000. Dapat
dilihat bahwa
p-value 0,000 < α (0,05), �menunjukan jika �mengandung perbedaan yang bermakna antara motivasi
menggunakan IUD pada ibu post partum sebelum serta sesudah dilaksanakan
intervensi pendidikan
kesehatan tentang IUD pada grup audio visual di Wilayah kerja
puskesmas Wanasari�.
Motivasi
responden pada penelitian
ini mengalami perubahan,
yang ditunjukan dengan nilai rata-rata sebelum serta
sesudah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan pada grup metode audio-visual yaitu 28,83 menjadi 39,50. Hasil yang ditunjukan pada uji signifikan
disimpulkan jika terdapat perbedaan yang berarti ketika sebelum serta setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan
dengan metode audio-visual, adanya perubahan motivasi tersebut dapat disebakan faktor
media yang dipakai pada pendidikan kesehatan
tentang IUD.
Kelebihan
dari metode audio visual adalah informasi yang diberikan
lebih cepat serta mudah dihapal,
begitu kuat berdampak pada emosi seseorang serta memperjelas hal-hal yang abstrak serta memberikan
gambaran yang nyata.
Manusia
mendapatkan pengetahuan paling banyak disalurkan oleh organ mata, yakni sebesar 83%. Peningkatan motivasi
pada grup metode audio-visual didukung oleh gambaran tentang keuntungan dan pemasangan IUD yang membuat responden menjadi tertarik dan memperhatikan dengan seksama. Selain itu responden dapat memahami dengan
lebih jelas serta tidak sukar maka tujuan yang diharapkan dari pendidikan
kesehatan berupa peningkatan motivasi ibu post partum terhadap penggunaan IUD
menjadi tercapai.
b.
Uji t independen
Hasil analisa yang
ditunjukan pada tabel
9 dapat
ditarik simpulan bahwa
setelah dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan metode ceramah nilai rata-rata motivasi menggunakan IUD sebesar 35,33, ini lebih rendah dibandingkan
rata-rata skor motivasi ibu sesudah diberikan
pendidikan kesehatan metode audio-visual sebesar
39,50.
Hasil analisa
uji independent T-Test, diperoleh nilai
t hitung sejumlah -2,096 serta p-value 0,048. Sebab kedua p value
0,048 < a (0,05), sehingga bisa
ditarik simpulan terdapat
perbedaan yang bermakna pada motivasi menggunakan IUD setelah
dilaksanakan
pendidikan dengan metode
ceramah dengan kelompok metode audio visual
pada Ibu Post Partum Calon Akseptor
KB di Wilayah Kerja Puskesmas
Wanasari. Ini juga berarti bahwa ada
perbedaan yang signifikan penggunaan pendidikan kesehatan IUD dengan metode ceramah serta metode audio visual terhadap
motivasi menggunakan. KB IUD pada calon
akseptor KB di wilayah kerja
puskesmas Wanasari.
Mata merupakan indra yang paling banyak
menyampaikan pengetahuan kedalam otak yaitu
sebesar 83%. Sedangkan indra pendengaran
hanya menyumbang masuk nya pemahaman pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut menunjukan jika pendidikan kesehatan dengan metode audio-visual lebih baik dibandingkan dengan metode. ceramah yang sekadar mengandalkan indra pendengaran
(Notoatmodjo,
2010a).
Individu yang mempunyai pengetahuan yang baik biasanya
juga mempunyai tujuan yang baik, hal ini diperkuat bahwa tujuan bisa dicapai
karena pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan dapat diperoleh dari penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Perbedaan pengetahuan
masing-masing ibu akan menentukan tercapai tidaknya tujuan dari pendidikan kesehatan. Diharapkan pemberian pendidikan kesehatan dengan media yang
modern bisa mencapai tujuan dengan tepat
sasaran dan mampu menumbuhkan motivasi pada diri ibu (Sunaryo,
2013).
Dari
hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang diberikan pendidikan kesehatan IUD dengan metode audio visual lebih meningkatkan motivasi dibandingkan responden dengan metode ceramah. Hal ini berdasarkan pada teori bahwa pengetahuan. yang didapatkan
dari audio visual akan lebih mudah dipahami
oleh responden dan dengan adanya pengetahuan yang meningkat juga akan meningkatkan pula motivasi menggunakan IUD.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan metode ceramah serta metode
audio-visual pada pendidikan kesehatan tentang IUD terhadap motivasi memakai IUD pada ibu post partum di Wilayah kerja Puskesmas Wanasari Kabupaten Brebes dapat disimpulkan bahwa motivasi ibu post partum sebelum diberi pendidikan kesehatan ceramah maupun audiovisual masuk kedalam kategori motivasi rendah. Selain itu, diperoleh kesimpulan lain bahwa motivasi ibu post
partum sesudah diberikan
pendidikan kesehatan audio
visual lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi ibu post partum yang
dilaksanakan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah. Adapun dengan metode audio visual lebih meningkatkan motivasi menggunakan IUD di bandingkan metode ceramah
karena kelebihan dari metode audio-visual mampu menjelaskan bagian yang abstrak serta memberi
visualisasi yang faktual sehingga bisa memikat
perhatian sepenuhnya dari responden yang kemudian menumbuhkan minat dan motivasi seseorang.
BIBLIOGRAFI
Alimul, A., &. Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
BKKBN. (2011). Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2011.
Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Direktorat
Pelaporan dan Statistik.
Depkes, R. I. (2010). Standar pelayanan kebidanan. Jakarta:
Kemenkes RI.
Febriyanti, Siti Nur Umariyah, Yustina, Endang Wahyati, &
Hardjono, Hartanto. (2018). Peran Bidan Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Berdasarka
Permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
(Studi Kasus Di Kota Semarang). SOEPRA, 1(1), 91�105.
Hartanto, Hanafi. (2015). Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan.
Kustiono. (2010). Media Pembelajaran: Konsep, Nilai Edukatif,
Klasifiasi, Praktek Pemanfaatan dan Pengembangan. Semarang: Unnes Press.
Manuaba, Ida Bagus Gde. (2010). Ilmu kebidanan, penyakit
kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 15, 157.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu perilaku kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta, 200, 26�35.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: rineka cipta.
Purba, Ledis Pebriani, Windarto, Agus Perdana, & Wanto,
Anjar. (2018). Faktor Terbesar Rendahnya Minat Ber-KB (Keluarga Berencana)
dengan Metode ELECTRE II. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Informasi
(SENSASI), 1(1).
Rahmayeni, Zulwida. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Fertilitas Pasangan Usia Subur Peserta Kb Di Kelurahan Aur Kuning Kecamatan Aur
Birugo Tigo Baleh. Majalah Ilmiah UPI YPTK, 23(2).
Rohim, Sabrur. (2016). Argumen program keluarga berencana
(kb) dalam islam. Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari�ah Dan Hukum, 2(2).
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunaryo. (2013). Psikologi untuk keperawatan (Ed.2.).
Jakarta: EGC.
Toemon, Angeline Novia. (2014). Gambaran Pengaruh Budaya
Akseptor KB terhadap penggunaan Kontrasepsi. Journal Ilmu Sosial, Politik &
Pemerintahan, 3(1), 1�5.