Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
��������� ������������������������e-ISSN:
2548-1398
��������� ������������������������Vol.
5, No. 11, November
2020
PERENCANAAN OBAT PASIEN BPJS RAWAT JALAN DENGAN METODE KONSUMSI DI
INSTALASI FARMASI RSUD KABUPATEN BANDUNG
Kamelia Agustini, Akhmad Priyadi dan Nurul Fauziah
Akademi
Farmasi Bumi Siliwangi Bandung Jawa Barat,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected] dan
Abstract
The purpose of
this study was to determine the suitability of the process of drug availability
planning with the method of consumption and factors that affect the discrepancy
of the drug plan for the patient BPJS Outpatient Health in Pharmacy
Installation one of the Regional General Hospital in Bandung district. This
method of research is a descriptive research with retrospective retrieval data
to report the amount of usage and the remaining drug BPJS in Pharmacy
Installation one of the Regional General Hospital in Bandung District. By using
the consumption method, the results showed that from 88 drug samples, the
result of the matching of drug procurement in October, November and December
2017 were 56.82%, 54,55% and 80,68% respectively. Factors that affect the
mismatch of planning include: pending, empty distributors, not impressive and
the product is not in the e-catalog list.
Keywords: Drug
Planning, Methods of Consumption, Pharmaceutical Installation.
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian proses perencanaan ketersediaan obat dengan metode konsumsi
dan faktor yang mempengaruhi
ketidaksesuaian perencanaan
obat tersebut untuk pasien BPJS Kesehatan rawat jalan di Instalasi Farmasi salah satu Rumah Sakit
Umum Daerah di Kabupaten
Bandung. Metode Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif terhadap laporan jumlah pemakaian dan sisa obat BPJS di Instalasi Farmasi salah satu Rumah Sakit Umum
Daerah di Kabupaten Bandung. Dengan menggunakan metode konsumsi, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 88 sampel
obat, didapatkan hasil kesesuaian pengadaan obat pada bulan Oktober, November dan Desember 2017 berturut-turut adalah 56,82%, 54,55% dan 80,68%. Faktor
yang mempengaruhi ketidaksesuaian
perencanaan diantaranya:
pending, kosong distributor, belum
terpesankan dan produk sudah tidak masuk
daftar e-catalog.
Kata kunci: Instalasi Farmasi, Metode Konsumsi, Perencanaan Obat.
Pendahuluan
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, menyebutkan bahwa rumah sakit yaitu institusi pelayanan kesehatan,
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan juga gawat darurat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014) .
Perbaikan
sistem mutu dan keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan dapat membantu rumah sakit dalam
menyusun kebijakan berkaitan dengan manajemen penggunaan obat yang efektif, yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
����� ����� Hasil penelitian dengan metode konsumsi
menunjukkan bahwa 166 item pengadaan dan 48 item tidak diadakan. Buffer stock yang
digunakan sebesar 30%, sedangkan lead time selama 7
hari. Pemakaian rata-rata terbesar adalah RL sebanyak 16.321 plabot.
Perbandingan dengan perencanaan RSUD Tidar Kota Magelang 61% sesuai dengan perencanaan, dan 39% tidak sesuai dengan perencanaan
penelitian. Analisa konsumsi dapat digunakan sebagai Penetapan kebutuhan obat�
yang dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek dalam perencanaan
obat di rumah sakit yaitu pemakaian periode sebelumnya, anggaran, standarisasi
obat atau formularium, kapasitas gudang �dan stok akhir, lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan pola penyakit
serta standar terapi (Murtafi, Yuliastuti,
& Hidayat, 2014).
Salah satu Rumah Sakit �X� memiliki visi yaitu menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
terdepan dan rujukan utama di Jawa Barat�
tahun 2018, sejak 1 Januari 2014 telah melaksanakan pelayanan untuk
pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), yang merupakan pemindahan
dari pasien Askes (Asuransi Kesehatan).
Sejak dibuka pelayanan BPJS di RSUD tersebut,
penerimaan pasien mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2014 sampai 2015,
data menunjukkan peningkatan sampai 57% di rawat jalan dan 63% di rawat inap
(data laporan tahunan� di salah satu RSUD
di Kabupaten Bandung pada tahun 2014-2015). Karena semakin banyaknya pasien BPJS, maka penggunaan obat
mengalami peningkatan. (Mendrofa & Suryawati, 2016)
Pelaksanaan
yang tidak baik dalam metode pencatatan,
penyimpanan dan perencanaan
serta pelaporan terhadap pengelolaan persediaan obat rumah sakit dapat
mempengaruhi efektifitas kegiatan pengelolaan persediaan obat Rumah sakit (Febreani & Chalidyanto, 2016).
Pengendalian persediaan sangat perlu untuk
diperhatikan, karena ada kaitan langsung dengan biaya yang ditanggung suatu
perusahaan akibat adanya persediaan, yang seharusnya dapat seimbang dengan
kebutuhan. Persediaan tinggi mengakibatkan perusahaan harus menanggung resiko
kerusakan dan biaya penyimpanan yang cukup tinggi dan biaya investasi yang
besar (Ristono, 2018).
Data menunjukkan rata-rata kunjungan pasien BPJS untuk
rawat jalan ke Rumah Sakit mencapai 1.331 pasien per hari, menyebabkan jumlah
resep yang diterima pun mencapai angka seribu. Hal ini mengakibatkan perlunya
stok yang memadai agar resep yang ditulis oleh dokter, dapat terpenuhi. Karena,
jika tidak terpenuhi akan menyebabkan kerugian bagi Rumah Sakit.
Berdasarkan UU
RI Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, menyebutkan
bahwa sistem jaminan sosial nasional adalah program negara yang mempunyai
tujuan memberikan kepastian perlindungan dan juga kesejahteraan sosial untuk
seluruh rakyat (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011).
Menghitung jumlah kebutuhan setiap perbekalan farmasi, pengelompokan dan penjumlahan masing-masing perbekalan
farmasi, melakukan penghitungan jumlah masing-masing
perbekalan farmasi yang diperlukan per penyakit, jumlah
kebutuhan perbekalan farmasi yang akan datang dihitung dengan mempertimbangkan peningkatan kunjungan
dan kemungkinan hilang, rusak dan kadaluarsa, kebutuhan
periode yang akan datang dihitung dengan mempertimbangkan lead time
dan stok pengaman merupakan
langkah-langkah untuk menghitung kebutuhan
perbekalan farmasi (Febriawati,
2013).
Menghitung kebutuhan perbekalan farmasi dapat menggunakan
metode konsumsi yang
didasarkan atas analisis data konsumsi perbekalan farmasi periode sebelumnya melalui
penyesuaian dan koreksi (Febriawati, 2013). Penggunaan metode konsumsi dapat menggunakan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut yaitu: langkah
evaluasi yang terdiri
dari evaluasi rasionalitas pola pengobatan periode lalu, evaluasi
suplai obat periode lalu, evaluasi data stok, distribusi, dan
penggunaan obat periode lalu, pengamatan kerusakan serta kehilangan obat. Setelah itu jumlah kebutuhan obat periode mendatang dilakukan estimasi dengan memperhatikan perubahan populasi
cakupan pelayanan, perubahan pola morbiditas, perubahan
fasilitas pelayanan. Kemudian
lakukan penerapan perhitungan dengan cara menetapkan periode konsumsi, menghitung penggunaan tiap jenis obat
periode lalu, melakukan koreksi terhadap kecelakaan dan kehilangan, dan melakukan koreksi terhadap stock out serta
menghitung lead
time untuk menentukan safety stock (Febriawati, 2013).
Rumus perencanaan perbekalan farmasi
berdasarkan metode konsumsi (Febriawati,
2013):
CT = (CA x T) + SS � Sisa Stok
Keterangan :
CT = Kebutuhan per periode waktu
CA = Kebutuhan rata-rata waktu (bulan)
T�� =
Lama kebutuhan (bulan/tahun)
SS = Safety
Stock, dimana cara menghitung SS adalah :
SS
=
Penggunaan metode konsumsi memiliki
kelebihan dalam perencanaan perbekalan farmasi yaitu data
konsumsi akurat (metode paling mudah), jika data
konsumsi dicatat dengan baik, pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan
relatif konstan serta tidak membutuhkan data epidemiologi maupun
standar pengobatan. (Febriawati,
2013).
Kekurangan metode konsumsi dalam perencanaan perbekalan farmasi �yaitu, data
konsumsi, data obat dan jumlah kontak pasien kemungkinan sulit untuk
didapatkan, tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan
stok obat lebih dari tiga bulan, tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji
penggunaan obat dan perbaikan pola preskripsi, pada obat yang berlebih atau ada
obat yang hilang, pencatatan data morbiditas yang baik tidak
diperlukan (Febriawati,
2013).
Penelitian
ini bertujuan untuk Mengetahui kesesuaian
proses perencanaan ketersediaan
obat dengan metode konsumsi serta mengetahui lead
time, buffer stock, sisa stok dan pemakaian rata-rata,
dan Faktor yang mempengaruhi
ketidaksesuaian perencanaan
obat tersebut untuk pasien BPJS Kesehatan rawat jalan di Instalasi Farmasi salah satu Rumah Sakit
Umum Daerah di Kabupaten
Bandung serta kesesuaian
proses perencanaan ketersediaan
obat dan mengetahui faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perencanaan obat untuk pasien
BPJS Kesehatan rawat jalan
di Instalasi Farmasi salah satu Rumah Sakit
Umum Daerah di Kabupaten
Bandung dengan metode konsumsi.
Proses perencanaan yaitu bagian dari daur
kegiatan manajemen yang terutama berhubungan dengan pengambilan keputusan (decision making) untuk
masa depan, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. (Harahap & Amanah, 2018)
Penelitian
ini dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi
dalam pembuatan kebijakan perencanaan obat untuk pasien
BPJS Kesehatan Rawat Jalan
di Instalasi Farmasi.
����� �����
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pengambilan data secara retrospektif terhadap laporan jumlah pemakaian dan sisa
obat BPJS di� Instalasi Farmasi salah
satu Rumah Sakit Umum Daerah di Kabupaten Bandung. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian observasional
non-eksperimental dengan rancangan deskriptif kuantitatif. �(Rachmat Hidayat, Firdaus, &
Lesmini, 2018)
Data penelitian yang digunakan
yaitu laporan awal stok obat
periode bulan Oktober - Desember 2017, laporan sisa stok obat periode bulan Oktober
� Desember 2017, laporan pemakaian rata-rata selama tiga bulan, formularium
Rumah Sakit 2017, daftar obat e-catalog 2017, permintaan harian dari depo farmasi BPJS, surat pesanan, faktur, berita acara penerimaan
obat di Instalasi
Farmasi salah satu Rumah Sakit Umum
Daerah di Kabupaten Bandung. (Malinggas, Posangi, & Soleman,
2015).
Populasi pada penelitian ini adalah semua
data pemakaian obat untuk pasien BPJS Kesehatan Rawat Jalan di Instalasi
Farmasi salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di Kabupaten Bandung selama kurun
waktu tiga bulan (Oktober � Desember 2017). �Adapun Sampel pada penelitian ini adalah populasi
yang diambil dari Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit mengenai data
pemakaian obat untuk pasien BPJS Kesehatan Rawat Jalan di Instalasi Farmasi
salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di Kabupaten Bandung selama kurun waktu tiga
bulan (Oktober � Desember 2017) yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampel pada penelitian ini menggunakan
perhitungan dengan rumus Slovin (Notoatmodjo,
2015)
Keterangan : n =
ukuran sampel
N =
jumlah populasi
e =
tingkat kesalahan
�����
Berdasarkan jumlah populasi obat bulan Oktober � Desember 2017
didapatkan hasil jumlah obat untuk pasien BPJS Kesehatan Rawat Jalan sebanyak
759 item obat. Maka untuk menentukan ukuran sampel adalah :
�����
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus slovin, maka diperoleh jumlah
sampel yang digunakan adalah 88 item obat/bulan.
Langkah-langkah yang digunakan untuk
melakukan penelitian adalah mengurutkan pengeluaran obat ke pasien BPJS
Kesehatan rawat jalan dari yang paling banyak hingga yang paling sedikit
pengeluarannya. Maka akan diperoleh populasi, menentukan sampel yang akan digunakan dari
populasi obat, menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, menentukan kebutuhan rata-rata sampel tiap
bulan, menghitung safety
stock masing-masing sampel, menentukan sisa stok masing-masing sampel, melakukan pengolahan data untuk mendapatkan kebutuhan
obat per periode waktu, menganalisa data dengan membandingkan antara hasil dari kebutuhan obat per
periode waktu dengan obat yang tersedia selama periode tersebut untuk informasi
dan evaluasi.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan
data perhitungan perencanaan
obat untuk pasien BPJS Kesehatan rawat jalan dengan metode
konsumsi di Instalasi Farmasi salah satu Rumah Sakit Umum
Daerah di kabupaten Bandung didapatkan
hasil yaitu dari keseluruhan obat yang digunakan, terdapat beberapa obat yang mempunyai nilai pemakaian terbesar, peringkat pemakaian rata-rata perbulan yang
paling besar, dan ditampilkan
dalam tabel 1,2,3 sebagai berikut:
Tabel 1
Peringkat pemakaian terbesar bulan Oktober 2017
No |
Nama Obat |
Sediaan |
Jumlah |
1 |
Ask.Neurodex Tabl |
Tablet |
60.852 |
2 |
Ask.Amlodipin 10 Tab |
Tablet |
60.554 |
3 |
Ask.Furosemid Tabl |
Tablet |
50.712 |
4 |
Ask.Acarbose 50mg Tab |
Tablet |
32.317 |
5 |
Ask.Concor 2,5 |
Tablet |
31.895 |
Tabel 2
Peringkat pemakaian terbesar bulan November 2017
No |
Nama Obat |
Sediaan |
Jumlah |
1 |
Ask.Amlodipin 10 Tab |
Tablet |
60.575 |
2 |
Ask.Furosemid Tabl |
Tablet |
53.022 |
3 |
Ask.Neurodex Tabl |
Tablet |
47.195 |
4 |
Ask.Lansoprazol |
Kapsul |
43.055 |
5 |
Ask.Alpentin 100 |
Kapsul |
37.754 |
Tabel 3
Peringkat pemakaian terbesar bulan Desember 2017
No |
Nama Obat |
Sediaan |
Jumlah |
1 |
Ask.Lansoprazol |
Kapsul |
55.606 |
2 |
Ask.Alpentin 100 |
Kapsul |
39.735 |
3 |
Ask.Neurodex Tabl |
Tablet |
38.172 |
4 |
Mecobalamin 500mg Caps |
Kapsul |
36.195 |
5 |
Ask.Concor 2,5 |
Tablet |
29.930 |
Perhitungan
perencanaan dengan metode konsumsi dilakukan per bulan selama tiga bulan
yaitu pada bulan Oktober � Desember 2017. Sampel yang digunakan sebanyak 88 item obat dengan ketelitian 10%. Untuk menghitung kebutuhan per periode waktu, sebelumnya harus dihitung terlebih dahulu safety stock. Setelah diketahui safety
stock masing-masing obat, maka
dapat dihitung kebutuhan obat per periode waktu kemudian
dilakukan analisa data dengan membandingkan antara hasil dari
kebutuhan obat dengan obat yang tersedia selama periode tersebut. (Siregar, 2013).
Pada tabel 4 menunjukkan jumlah obat yang sesuai dan tidak sesuai untuk dilakukan
pengadaan terhadap penelitian perencanaan yang di lakukan.
Tabel 4
Persentase kesesuaian ketersediaan obat dengan metode konsumsi
Bulan |
Jumlah |
Sesuai |
Tidak sesuai |
Persentase |
Oktober 2017 |
88 |
50 |
38 |
56,82 |
November 2017 |
88 |
48 |
40 |
54,55 |
Desember 2017 |
88 |
71 |
17 |
80,68 |
Gambar
1
Persentase kesesuaian ketersediaan obat dengan metode konsumsi
B.
Pembahasan
Menghitung kebutuhan perbekalan
farmasi dapat menggunakan metode konsumsi yang didasarkan atas analisis data konsumsi perbekalan
farmasi periode sebelumnya melalui penyesuaian dan koreksi (Febriawati, 2013).� Kebutuhan
periode yang akan datang dihitung dengan mempertimbangkan lead time
dan stok pengaman merupakan
langkah-langkah untuk menghitung kebutuhan
perbekalan farmasi (Febriawati,
2013).
�Lead time yang ditentukan berkisar 30 hari untuk obat e-catalog karena menunggu persetujuan
dari pusat dan stok obat yang ada di Perusahaan Besar Farmasi Daerah dan 15
hari untuk obat reguler, sedangkan buffer
stock yang digunakan adalah 25%. Daftar obat yang digunakan oleh depo farmasi rawat jalan
BPJS Kesehatan di salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di Kabupaten Bandung
selama periode Oktober � Desember 2017, terdapat 759 obat yang termasuk dalam
daftar obat e-catalog dan formularium
Rumah Sakit 2017. Berdasarkan hasil penelitian jumlah sampel obat yang diambil
yaitu 88 item obat/bulan dengan batas ketelitian 10%. Dimana sampel tersebut
terdiri dari 57 item obat yang masuk daftar e-catalog
atau sekitar 64,77% dan 31 item obat reguler yang masuk daftar formularium
Rumah Sakit 2017 atau sekitar 35,23%. Data yang digunakan untuk analisis perencanaan obat
berdasarkan metode konsumsi adalah data periode Oktober � Desember 2017 khusus
obat � obatan yang digunakan oleh pasien rawat jalan di depo farmasi� BPJS Kesehatan. Perhitungan perencanaan obat
berdasarkan metode konsumsi dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus
yang ditentukan oleh faktor-faktor antara lain : pemakaian rata-rata perbulan, lead
time, buffer stock, dan sisa stok
pada bulan tersebut. Dari tabel 1, 2 dan 3 didapatkan hasil peringkat konsumsi
obat pada bulan Oktober-Desember 2017. Pada bulan Oktober, obat yang paling
banyak digunakan adalah Ask. Neurodex dengan jumlah pemakaian 60.852 tablet.
Pada bulan November 2017, obat yang paling banyak digunakan adalah Ask.
Amlodipin 10 tab dengan jumlah pemakaian sebesar 60.575 tablet. Dan pada bulan
Desember 2017, obat yang paling banyak digunakan adalah ask. Lansoprazol dengan
jumlah pemakaian sebesar 55.606 kapsul. Ternyata hasil yang didapat tingkat
konsumsi penggunaan obat tersebut berbeda setiap bulannya. Hal ini disebabkan
karena peresepan dokter tiap bulannya berbeda. Rencana kebutuhan obat BPJS Kesehatan dihitung dengan
cara mengkalikan kebutuhan rata � rata perbulan dengan lama kebutuhan perbulan
ditambah safety stock� dikurangi sisa stok. Safety stock terbanyak pada bulan Oktober 2017 adalah Ask. Amlodipin 10 Tab dengan jumlah 69.870, pada bulan
November 2017 adalah Ask. Amlodipin 10 Tab dengan jumlah 69.894 dan pada bulan
Desember 2017 adalah Ask. Lansoprazol dengan jumlah 72.530.
Hasil dari
perhitungan pemakaian periode bulan Oktober-Desember 2017 didapatkan bahwa dari 88 sampel yang
diambil tiap bulan, pada bulan Oktober 2017 yang sesuai untuk diadakan
pengadaan adalah 50 item dan 38 item tidak sesuai untuk diadakan pengadaan.
Pada bulan November 2017 yang sesuai untuk diadakan pengadaan adalah 48 item
dan yang tidak sesuai untuk diadakan pengadan adalah 40 item. Pada bulan
Desember 2017, yang sesuai untuk diadakan pengadaan adalah 71 item dan yang
tidak sesuai untuk diadakan pengadaan adalah 17 item. Hal ini dapat dilihat
dari jumlah kebutuhan barang per periode waktu lebih besar dibandingkan dengan
jumlah barang yang datang ditambah stok barang di awal bulan. Ini merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan pelayanan resep untuk pasien BPJS Kesehatan
rawat jalan di Instalasi Farmasi salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di
Kabupaten Bandung terhambat. Perbandingan yang didapatkan dari hasil penelitian pada
perencanaan RSUD Tidar Kota Magelang bahwa 61% sesuai dengan perencanaan dan 39% tidak sesuai dengan
perencanaan penelitian. Penetapan kebutuhan obat menggunakan analisa konsumsi dengan
mempertimbangkan beberapa aspek dalam perencanaan obat di rumah sakit yaitu
pemakaian periode sebelumnya, anggaran, standarisasi obat atau formularium,
kapasitas gudang dan stok akhir, lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan
dan pola penyakit serta standar terapi (Murtafi et al., 2014).
Pada gambar 1 menunjukkan, pada bulan Desember 2017 mengalami
kesesuaian pengadaan dengan persentasi yang cukup tinggi, yaitu 80,68%.� Ini terjadi karena, pengadaan obat untuk
bulan Desember 2017 dilakukan 2 kali lipat. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari kekosongan obat di bulan Januari 2018. Karena setiap pergantian
tahun, maka kontrak pengadaan pun mengalami perubahan dan memakan waktu yang
lama, sehingga akan menghambat pada proses pengadaan yang menyebabkan
terkendalanya pada pelayanan resep. Pada bulan Oktober dan November 2017
mengalami kesesuaian pengadaan terhadap perencanan� dengan persentase 56,82% dan 54,55% ini menunjukkan
adanya faktor� yang mempengaruhi
ketidaksesuaian perencanaan dan pengadaan obat BPJS Kesehatan dengan� terjadi diantaranya disebabkan:
a)
Pending
(ditunda pengiriman oleh distributor) merupakan alasan terbanyak untuk
kekosongan gudang. Hal ini disebabkan rumah sakit belum menyelesaikan kewajiban
pembayaran kepada pihak distributor, sehingga produk tidak dapat dikirim.
Keterlambatan pembayaran ini salah satu sebabnya adalah pembayaran dari pihak
BPJS yang juga terlambat, yang juga disebabkan berkas klaim dari pihak rumah
sakit juga tidak tepat waktu.
b)
Kosong
distributor. Ini menjadi masalah tersendiri bila terjadi kekosongan dipihak
distributor, karena distributor tidak bertanggung jawab untuk mengadakan barang
yang kosong tersebut, tetapi harus ditanggulangi sendiri oleh bagian pengadaan
untuk mencari di distributor lain, ataupun diganti dengan generik yang sama.
Perlu penekanan dalam perjanjian kerjasama, bahwa rekanan atau distributor harus
bertanggung jawab dalam pengadaan produk yang itemnya sudah tercantum dalam
perjanjian. (Romauli, 2016)
c)
Belum
terpesankan. Hal ini memerlukan perencanaan waktu yang tepat untuk menyampaikan
pesanan kepada distributor agar stok yang ada masih dapat memenuhi kebutuhan
pasien ketika menunggu masa pengiriman, dengan memperhitungkan kondisi pending
rumah sakit, juga lead time nya
(waktu tunggu) pengiriman.
d)
Produk
sudah tidak masuk daftar e-catalog.� Untuk yang sudah tidak masuk e-catalog, memang seharusnya tidak
dipesankan kembali karena untuk pelayanan obat BPJS pembelian obat e-catalog dapat meminimalkan biaya dengan
harga yang cukup ekonomis, dibandingkan dengan harga reguler. Perlu adanya stok
pengaman (safety stock) untuk
mengantisipasi kebutuhan produk agar pelayanan dapat tetap berjalan lancar (Febriawati, 2013).
Hasil penelitian
ini memiliki kebaruan sebagai dasar penyusunan kebijakan perencanaan obat dan dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi
dalam pembuatan kebijakan perencanaan obat serta menjamin
ketersediaan obat untuk meningkatkan kepuasan pelayanan bagi pasien BPJS Kesehatan Rawat Jalan
di Instalasi Farmasi.
Kesimpulan
Hasil penelitian di Instalasi
Farmasi salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di Kabupaten Bandung mengenai
perencanaan obat untuk pasien BPJS Kesehatan rawat jalan dengan metode
konsumsi, memberikan hasil kesesuaian perencanaan dengan menggunakan metode konsumsi,
didapatkan hasil kesesuaian pengadaan obat pada bulan Oktober, November dan
Desember 2017 berturut-turut adalah 56,82%, 54,55% dan 80,68%. Faktor yang
mempengaruhi ketidaksesuaian perencanaan obat diantaranya: pending, kosong
distributor, belum terpesankan dan produk sudah tidak masuk daftar e-catalog. Perlunya pelatihan bagi
karyawan instalasi farmasi terutama yang bertugas untuk mengelola perbekalan
farmasi, pengawasan perlu dilakukan dengan rutin, kelancaran pembayaran,
perluasan ruangan terutama di gudang farmasi dan depo rawat jalan, serta
perencanaan yang memprioritaskan obat yang paling banyak digunakan untuk
diadakan secara penuh, dan dapat menggunakan metode konsumsi dalam melakukan
perencanaan.
BIBLIOGRAFI
Febreani, Stella Herliantine, & Chalidyanto, Djazuly.
(2016). Pengelolaan Sediaan Obat Pada Logistik Farmasi Rumah Sakit Umum Tipe B
di Jawa Timur. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 4(2), 136. https://doi.org/10.20473/jaki.v4i2.2016.136-145
Febriawati, Henni. (2013). Manajemen Logistik Farmasi
Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen.
Harahap, Dedy Ansari, & Amanah, Dita. (2018). Pengantar
Manajemen. Bandung: Alfabeta. https://doi.org/10.31227/osf.io/3ub4t
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Undang-undang
Republik Indonesia No.24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Malinggas, Novianne E. R., Posangi, J., & Soleman, T.
(2015). Analysis of Logistics Management Drugs In Pharmacy Installation
District General Hospital Dr . Sam Ratulangi Tondano kesehatan bagi masyarakat
dengan merupakan salah satu kegiatan di rumah satu unit di rumah sakit yang
bertugas dan merupakan salah satu se. Analisis Manajemen Logistik, 5,
448�460.
Mendrofa, Devina Eirene, & Suryawati, Chriswardani.
(2016). Analisis Pengelolaan Obat Pasien BPJS Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Panti Wilasa Citarum Semarang. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 4(3),
214�221. https://doi.org/10.14710/jmki.4.3.2016.214-221
Murtafi, Lailatul, Yuliastuti, Fitriana, & Hidayat, Imron
Wahyu. (2014). Di Instalasi Farmasi Rsud Tidar Kota Magelang Periode
Juni-Agustus 2014 Analysis of Drug Planning Based on Consumption Method in
Pharmacy Unit Tidar Magelang Hospital Period June-August of 2014. I(2),
22�29.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2015). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rachmat Hidayat, Raden Didiet, Firdaus, Mohammad Iqbal, &
Lesmini, Lis. (2018). Pengelolaan Gudang Logistik Kemanusiaan Bnpb. Jurnal
Manajemen Industri Dan Logistik, 1(2), 75�90.
https://doi.org/10.30988/jmil.v1i2.8
Ristono, A. (2018). Manajemen Persedian. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Romauli. (2016). Perencanaan Pengadaan Obat di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kepulauan Meranti. JOM Fisip, 3 (1).
Rumbay, Inggrid N., et all. (2015). Analisis Perencanaan Obat
di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat Unsrat, 2b (5).
Siregar, Charles J. .. (2013). Farmasi Rumah Sakit Teori
dan Terapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������