Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

��������� ������������������������e-ISSN: 2548-1398

��������� ������������������������Vol. 5, No. 11, November 2020

 


TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK DI RW IV KELURAHAN LUBUK LINTAH KECAMATAN KURANJI PADANG

 

Ramsah Ali dan Evanirosa

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Takengon Aceh, Indonesia

Email: [email protected] dan [email protected]

 

Abstract

The purpose of this research is to know the responsibility of parents to the education of children in rw IV village in the leech of kuranji padang sub-district. At this time parents generally die of child responsibilities, subdistricts in employment and other duties. Sometimes parents education their child only by way of a child to an institution/school even though the education in the household has not been carried out, so that the education of aqidah, worship, and the morality of the child is not what is expected, instead become undirected as a result of the attention of the parents. The types and methods in this study are field reserch (field reserch) and descriptive methods that feel/beautiful things are researched so where is, tourism there are more parents who have children aged 6-12 years old amounting to 150 KK, children and teachers of TPA/TPSA in rw IV. As for the sampling technique that the author is a random sampling technique that is a live sample that is one characteristic of samauh amounting to 30 KK. This study authors obtained data through observations, images, and through the spread of questionnaires to parents who are in RW IV Lubuk Lintah Village kuranji padang sub-district. The findings in this study are forms of parental responsibility for the education of aqidah, worship and moral children in RW IV Lubuk Lintah Village kuranji padang sub-district.

 

Keywords: Parental Responsibilities; Children's Religious Education

 

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan agama anak di RW IV kelurahan lubuk lintah kecamatan kuranji padang. Karena pada saat ini orang tua pada umumnya kurang menyadari akan tanggung jawab terhadap anak, disebabkan kesibukan dalam pekerjaan dan tugas lainnya. Terkadang orang tua mendidik anaknya hanya dengan memasukkan anak ke suatu lembaga/sekolah padahal pendidikan di rumah tangga belum terlaksana, sehingga pendidikan aqidah, ibadah, dan akhlak anak tidak sebaik apa yang diharapkan, malahan menjadi tidak terarah akibat kurangnya perhatian dari orang tua. Adapun jenis dan metode dalam penelitian ini ialah penelitian lapangan (field reserch) dan memakai metode deskriptif yaitu /menggambarkan hal-hal yang diteliti sebagaimana adanya, populasinya adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 6-12 tahun berjumlah 150 KK, anak dan guru TPA/TPSA di rw IV. Adapun teknik pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah teknik random sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan populasi yang memiliki satu ciri yang sama berjumlah 30 KK. penelitian ini penulis memperoleh data melalui observasi, wawancara, dan melalui penyebaran angket kepada orang tua yang berada di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang. Temuan dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan aqidah, ibadah dan akhlak anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang.

 

Kata kunci: Tanggung Jawab Orang Tua, Pendidikan Agama Anak

 

Pendahuluan

Islam menjelaskan bahwa anak merupakan amanah dan anugerah yang suci dari Allah, yang dititipkan kepada kedua orang tua untuk diasuh, dibimbing dan diajari, karena itu kewajiban serta tanggung jawab orang tua membesarkan dan memberikan edukasi awal dengan baik di dalam rumah tangga. Orang tua mempunyai peranan yang sangat prinsipil dalam mendidik anak di lingkungan rumah tangga, karena ibu yang sehari-hari tinggal di rumah. Pendidikan Islam ialah edukasi seumur hidup, sehingga harus dipisahkan antara pendidikan orang dewasa dengan pendidikan untuk anak-anak (Usman, 2017).

Keluarga ialah unit sosial dalam masyarakat, walaupun unit terkecil, namun keluarga memiliki peran besar ketika membangun masyarakat, karena kepribadian anak terbentuk sangat tergantung kepada perhatian dan keseriusan orang tua dalam memberikan pembinaan, bimbingan dan edukasi kepada anak-anaknya (Asmanita et al., 2019).

Perkembangan kepribadian anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadap dia. Kepribadian seseorang terbentuk dari usia yang sangat muda, dalam hal ini peran keluarga niscaya sangat berpengaruh (Yoga et al., 2015).

Pendidikan harus ditanggapi dengan serius sebagai bentuk pekerjaan pembinaan. Pendidikan sebetulnya adalah pembibitan bagi generasi penerus yaitu pembibitan tunas nasional, dan sebagai pemegang landasan pembentukan negara dan tanggung jawabnya akan menyebar di masyarakat pada waktunya (Partono, 2020).

Orang tua ialah pendidik pertama serta utama untuk anak-anak di dalam rumah tangga. Rumah tangga ialah lingkungan yang mempunyai peran terbentuknya kepribadian anak. Lingkungan yang baik akan bisa dikelola dengan pendidikan di dalam rumah tangga serta pengalaman kehidupan harian (Subqi, 2016).

Sebagai orang tua, mereka tidak sekadar wajib mencukupi kebutuhan fisiknya hanya anak-anak, Melainkan spiritualitasnyapun untuk kebahagiaan dunia serta masa depan itu juga harus perlu diperhatikan. Dengan membiasakan anak-anak sejak usia dini berdasarkan dengan kandungan moral serta agama, harapannya supaya akhlak serta kepribadian kelak terbentuk dengan baik, demikian juga anak-anak bisa memilah apa yang baik serta buruk (Agus, 2019).

Di dalam ajaran Islam orang tua memiliki tanggung jawab sepenuhnya bagi pendidikan anak-anaknya. Hal-hal yang dilalui anak dalam rumah tangga, entah itu melalui penglihatan, pendengaran dan perlakuan yang diterima dari orang tua ikut menjadi bagian yang dapat membentuk kepribadian anak. Keluarga merupakan tempat terpenting dalam kehidupan sebagaimana yang diungkapkan oleh Agus Sujanto yang mengatakan:

Keluarga merupakan tempat prinsipil untuk terbangunnya pribadi anak dengan menyeluruh yang akan melekat sepanjang hidupnya, keluarga jualah yang membentuk sifat anak, pemberi rasa keagamaan, penanaman sifat dan kebiasaan yang baik� (Ekasari, 2013).

Berjalannya hal itu Islam membawa suatu konsep bahwa anak yang lahir dengan fitrah maupun potensi, sehingga di sinilah peran orang tua dilihat untuk memupuk serta mengembangkan fitrah maupun potensi itu ke arah yang lebih baik. Hal tersebut dipertegas oleh Zakiah Daradjat yang mengemukakan sebagai berikut:

Menurut Pendapat Zakiah, Anak sejak lahirnya telah mempunyai potensi yakni ibadah-ibadah maupun unsur yang diisi beragam kecakapan serta keterampilannya, yang bisa berkembang berdasarkan kedudukannya sebagai makhluk baik serta mulia� (Mu�in, 2017).

Di dalam hal ini orang tua tidak hanya berperan sebagai tenaga pengajar, akan tetapi lebih ditekankan pada pendidikan dan pembimbing serta keteladanan. Dalam hal ini ditegaskan oleh Nurcholis Majid dalam bukunya Masyarakat Relegius sebagai berikut, Peranan orang tua tidak perlu peran pengajaran yang notabenya dapat diwakilkan kepada pihak lain, peran orang tua ialah peranan tingkah laku, keteladanan serta pola hubungan dengan anak yang menjiwai serta disemangati oleh nilai-nilai keagamaan secara keseluruhan. �(Rizqiah, 2017).

Dalam perkembangannya, lingkungan pertama yang dikenal anak adalah rumah tangganya, dalam rumah tanggalah anak dapat dibentuk watak dan kepribadiannya, kalaulah pembinaan keagamaan anak baik dalam lingkungan keluarga, maka anak akan terpelihara dari siksaan api neraka, sebagaimana yang tertera dalam firman Allah QS at-Tahrim ayat 6:�����

 

. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ� ٦ [ الـتحريم:6]

 

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (penterjemah Al-Qur�an, 1989).

Berdasarkan ayat di atas membina anak belajar agama tidak dirangsang oleh guru saja, tetapi orang tua dapat memberi rangsangan kepada anak agar bisa belajar sukses serta menerapkan ajaran Islam dengan baik dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terhindar dari api neraka. yang seharusnya dipahamkan serta diajarkan oleh kedua orang tua kepada anak diantaranya:

1.      Memberikan pelajaran, pendidikan serta bimbingan terkait pengetahuan untuk bekal hidup di dunia serta akhirat.

2.      Supaya sang dapat menerapkan ilmu-ilmu itu secara nyata dalam aktivitasnya �sesuai ajaran Islam (Ansori, 2017).

3.                  Dengan demikian, orang tua diwajibkan untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan agama pada anak sejak dini serta hal tersebut perlu memperoleh perhatian penuh dari kedua orang tua. Dalam hal ini pendidikan agama anak meliputi: Pendidikan aqidah (keimanan) anak, Pendidikan ibadah anak dan Pendidikan akhlak anak.

 

Metode Penelitian

Adapun jenis dan metode yang penelitian ini adalah ialah lapangan (field research) serta memakai metode deskriptif yaitu memaparkan/menggambarkan hal-hal yang diteliti sebagaimana adanya, populasinya adalah seluruh orang tua yang memiliki anak usia 6-12 tahun berjumlah 150 KK, anak serta guru TPA/TPSA di RW IV. Sedangkan teknik pengambilan sampel ialah teknik random sampling yakni sampel dipilih berdasarkan populasi yang memiliki satu ciri yang sama berjumlah 30 KK. Dalam penelitian ini penulis memperoleh data melalui observasi, wawancara, dan melalui penyebaran angket kepada orang tua yang berada di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Hasil Penelitian

1.      Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Aqidah Anak (Usia 6-12) tahun Di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang

Untuk mengetahui tanggung jawab orang tua dalam pendidikan akidah anak. Penulis menyebarkan angket dan melakukan wawancara kepada beberapa orang tua. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan orang tua wali murid yaitu Bapak Trinovastia SE, mengatakan bahwa cara menanamkan akidah pada anak terlebih dahulu diterapkan pada diri sendiri, kemudian baru pada anak serta memperkenalkan kepada anak tentang ke Esaan Allah, tanda-tanda kebesaran Allah dan mengajarkan tauhid kemudian memasukkan anak ke sekolah agama, mengajak anak Sholat berjemaah ke masjid, membangunkan anak-anak waktu subuh untuk Sholat berjemaah baik di rumah maupun di masjid dan sering membaca al-Qur�an di depan anak-anak. Adapun cara penerapannya dilakukan dengan disiplin, keteladanan dan memberikan contoh yang baik pada anak-anak.

�Selanjutnya menurut Ibu Meli mengatakan bahwa cara menanamkan akidah pada anak mulai dari dalam kandungan dengan menjauhi segala macam makanan yang haram dan sering membaca al-Qur�an serta menjauhi dari perkataan kotor, setelah anak lahir dan berumur 6-12 tahun dikenalkan dengan tauhid seperti kebesaran Allah, mengajak dan membiasakan anak Sholat ke masjid dan mematikan tv ketika adzan berkumandang lalu menyuruhnya anak melaksanakan Sholat serta mengajarkan cara bersyukur kepada Allah atas semua nikmat-nikmat yang telah diberikannya dengan membaca lapadz hamdallah. Adapun cara penerapannya pada anak-anak adalah melalui contoh, teladan, pembiasaan dan latihan yang terlaksana dalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Selanjutnya yang terakhir� wawancara� dari orang tua wali murid yaitu Bapak Ridwan mengatakan bahwa cara menerapkan pendidikan dan menanamkan akidah pada anak adalah dengan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang Islami mulai anak dalam kandungan dan setelah anak lahir seperti membiasakan anak membaca basmallah sebelum makan dan memulai setiap pekerjaan, menjauhkan dari hal-hal yang syirik, memperbanyak membaca al-Qur�an di depan anak, mengajarkan mencintai Allah melalui zikir, beristigfar, bertahlil, bertasbih, bertahmid dan berselawat kepada Nabi Muhammad setelah selesai melaksanakan shalat dan ketika menidurkan anak-anak dengan syair-syair dan nasyid yang Islami. Adapun cara penerapannya dilakukan dengan keteladanan, kebiasaan dan contoh-contoh yang baik yang ditanamkan pada diri sendiri dan anak.

�� Sehubungan dengan itu Guru TPA/TPSA juga memberikan tanggapan bahwa, �keberadaan pendidikan agama terhadap anak dalam hal ini tergantung pada orang tua, apabila orang tua tersebut kurang memperhatikan dan acuh dalam memberikan pembinaan pendidikan Islam dalam rumah tangga, maka akan berakibat fatal dan buruk bagi anaknya.

2.      Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Ibadah Anak (Usia 6-12) tahun, Di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang

Dalam hal ini untuk mendapatkan data, penulis melakukan wawancara kepada guru TPA/TPSA dan menyebarkan angket kepada orang tua di RW IV, Kel. Lubuk Lintah, Kec. Kuranji Padang. Sebagaimana diketahui menurut Alamsah, bahwa cara mendidik ibadah anak seharusnya dilakukan dengan mengikuti perintah Nabi dan Rasul serta sesuai dengan ajaran al-Qur�an dan Sunah. Jadi didikan ibadah Sholat pada anak dapat dilakukan dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam shalatnya, yang mana dapat diketahui melalui hadis Nabi yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan.

Selanjutnya Alamsah juga menambahkan bahwa cara mendidik ibadah shalat dapat dilakukan dengan dua cara : pertama dengan menjelaskan teori-teori shalat seperti pengertian Sholat, syarat, rukun Sholat dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Sholat, kedua dengan praktik langsung yaitu dengan memperagakan gerakan Sholat pada anak kemudian disuruh anak memperagakan kembali (Alamsah, 2007).

Sehubungan dengan itu Guru TPA/TPSA di RT I dan RT II juga mengatakan bahwa cara mendidik anak dalam ibadah Sholat, sebenarnya pokok utamanya adalah tergantung pada pendidikan orang tuanya, kalau orang tuanya saja tidak Sholat bagaimana anaknya bisa Sholat dengan baik dan benar. Jadi guru TPA/TPSA hanya dapat meluruskan dan membantu orang tua murid dalam mendidik anak mereka, akan tetapi kalau orang tua kurang bijak dan diam saja, bagaimana anak mereka dapat melaksanakan Sholat dengan sempurna. Oleh sebab itu apa yang diberikan orang tua merupakan cikal bakal atau dasar dari pendidikan di sekolah dan masyarakat. Pendidikan ibadah tersebut dapat diberikan melalui nasihat, kalau nasihat tidak diterima boleh lebih keras lagi seperti yang dilakukan oleh Rasulullah kalau anak berumur 10 tahun tidak mau juga melaksanakan Sholat maka pukulan mereka, apabila belum berhasil, maka orang tua memberikan pendidikan yang baik kepadanya, baik secara formal maupun non formal.

Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan guru TPA/TPSA mengenai apakah orang tua mengajarkan ibadah Sholat kepada anak, guru TPA/TPSA mengatakan ya, sebahagian besar orang tua mengajarkan ibadah Sholat di masjid, kadang-kadang menyuruh anak-anaknya membaca bacaan Sholat di rumah, dengan tujuan kalau ada bacaan anak yang salah dibetulkan dan diperbaiki sampai benar bacaannya. Selanjutnya orang tua memasukkan anak-anaknya belajar di TPA/TPSA, kalau anak-anak di TPA/TPSA selalu dibimbing dan dikontrol oleh gurunya untuk melaksanakan Sholat berjamaah yaitu Sholat Magrib dan Isya kemudian pada hari Minggu sebelum melaksanakan didikan subuh anak-anak terlebih dahulu Sholat Subuh berjamaah dan kalau Sholat Zuhur anak-anak melaksanakannya di sekolah dan Sholat Asar di rumah atas pengawasan orang tuanya. sedangkan perhatian orang tua terhadap TPA/TPSA kurang, ini dapat terlihat bahwa orang tua tidak ada yang melakukan pengawasan terhadap kegiatan belajar anak-anak di TPA/TPSA dan sedikit sekali orang tua yang� bertanya apakah anaknya Sholat dan mengaji dengan baik atau sampai dimana perkembangan belajarnya� dan yang terakhir orang tua rutin membayar SPP meskipun masih ada yang terlambat membayarnya (Alamsah, 2007).�������

3.      Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Akhlak Anak (Usia 6-12) tahun Di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang

Untuk mengetahui tanggung jawab orang tua dalam pendidikan akhlak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang. Penulis melakukan observasi dan menyebarkan angket kepada orang tua.

Dalam hal meningkatkan akhlak anak Guru TPA/TPSA Masjid Muthatahirin yaitu Alamsah memberikan tanggapan bahwa dalam meningkatkan akhlak anak ke arah yang lebih baik, yang perlu dilakukan adalah dengan mencontoh (meneladani) akhlak Rasulullah dalam kehidupan (Alamsah, 2007).

Selanjutnya Anwar Fuadi menambahkan bahwa pendidikan akhlak anak perlu dilakukan oleh orang tuanya adalah dengan mempraktekkan akhlak yang baik di depan anak-anaknya, dan dapat juga dilakukan dengan mencontoh (meneladani) yang baik, karena pada umumnya anak-anak cenderung mencontoh perbuatan, sikap dan perkataan orang tuanya, kalau orang tuanya baik maka kemungkinan besar anaknya akan baik, apabila sebaliknya maka dapat berakibat fatal bagi anak-anaknya.

Sehubungan dengan itu Guru TPA/TPSA memberikan tanggapannya bahwa akhlak anak di TPA/TPSA maupun di lingkungan masyarakat belum mencerminkan nilai-nilai Islami, karena masih banyak anak-anak yang berperilaku tidak sopan seperti perkataan kotor, suka berkelahi, melawan orang tua serta kurang menghargai guru dan lain-lain. Adapun faktor penyebabnya adalah faktor lingkungan yang mengarah kepada kenakalan, kebiasaan berkata kotor dan tingkat pendidikan orang tua yang kebanyakan rendah dan pemahaman keagamaannya minim serta kurangnya pengawasan dan pengontrolan dari orang tua tentang perilaku yang baik (Alamsah, 2007).

Berdasarkan observasi penulis orang tua di RW IV, Kel. Lubuk Lintah Padang memang ada memberikan bimbingan terhadap anaknya dari segi baca al-Qur'an, ibadah Sholat serta pembinaan akhlak anak, namun bimbingan yang diberikan kepada anak belum sepenuhnya terlaksana sebahagian orang tua.

Selanjutnya dari hasil penyebaran angket di atas, jelaslah bahwa pada umumnya pendidikan orang tua di RW IV, adalah SLTP dan SLTA, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memberikan pendidikan dan pembinaan yang baik terhadap anak-anaknya, baik pendidikan di bidang akidah, Ibadah, maupun pendidikan akhlak.

Sebagaimana diketahui menurut guru TPA/TPSA mengatakan respons dari orang tua wali murid terhadap perkembangan pendidikan anaknya di TPA/TPSA adalah bahwa sebahagian ada respons, dikarenakan adanya anjuran dari Pemda, bahwa kalau anaknya tidak punya sertifikat TPA/TPSA maka tidak bisa melanjutkan ke sekolah / ke jenjang SLTP. Walaupun dalam hal ini orang tua beranggapan bahwa kalau sudah menyerahkan anaknya ke TPA/TPSA berarti lepaslah tanggung jawab pendidikan agama yang dibebankan kepada orang tua

Adapun tanggapan dan dukungan orang tua berupa pemberian fasilitas untuk anak yang belajar di TPA/TPSA seperti penyediaan sarana prasarana dalam proses mengajar seperti menyediakan buku paket untuk anak dan menyumbang untuk membeli dan membuat meja belajar di TPA tersebut.

Mengenai masalah lingkungan masyarakat tersebut guru TPA/TPSA mengatakan juga bahwa masalah yang terjadi adalah sebahagian orang tua (masyarakat) kurang memahami dan mendalami ilmu agama, keadaan masyarakat yang kurang respons terhadap pemerintah, walaupun ada dari wali kota yang cukup antusias, tetapi orang tua merasa keterpaksaan dalam� melakukan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pemerintah kota Padang tersebut (Alamsah, 2007).

 

 

B.     Pembahasan

1.      Anak dalam Pandangan Islam

a.       Pengertian Anak

Anak merupakan amanat dari Allah SWT, sebagai amanat ia harus dipelihara, diberi bekal hidup dan dididik agar kelak menjadi manusia dewasa secara fisik dan mental.

Anak shaleh adalah anak yang tumbuh, bahkan setelah menjadi manusia dewasa, mengetahui dan mengamalkan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah, orang tuanya, dan masyarakat di lingkungan hidupnya.

Dalam ilmu fiqih, anak belum termasuk ke dalam kategori mukallaf yaitu manusia dewasa yang diberi kewajiban-kewajiban agama seperti shalat dan puasa (Azyumardi, 2001).

Anak adalah buah langsung dari hubungan antara ibu dan ayah, yang� merupakan sebentuk kemuliaan yang telah diberikan Tuhan dengan kebaikan dan kasih sayang yang memperkaya jiwa (A. Abdurrahman, 1986).

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak-anak adalah amanah Allah kepada kedua orang tuanya, yang harus dipelihara dan mendidiknya, sehingga ia dapat melaksanakan tujuan Allah penciptaan-Nya yaitu sebagai hamba Allah SWT.

b.      Kedudukan Anak Sebagai Amanah Allah SWT

Anak merupakan buah dari kasih sayang orang tua dalam kehidupan bersuami istri, karena anaklah yang menyambung sejarah orang tuanya dan yang akan melanjutkan silsilah kehidupan orang tuanya. Hakikat anak dalam syariat Islam dipandang sebagai amanat Allah selama dalam asuhan Ibu / Bapaknya. Disebabkan anak itu adalah amanah Allah, maka kedua orang tuanya berkewajiban membimbing, mengarahkan dan menuntunnya, jika tidak menunaikan amanah, maka orang tua yang akan menanggung dosa sehingga membawa derita di akhirat kelak. Mengingat hal di atas maka membimbing anak agar menjadi anak yang shaleh adalah suatu amanah dari Allah kepada orang tua.

Anak sebagai titipan dari Allah, membentuk tiga dimensi hubungan yaitu:

Pertama Hubungan kedua orang tuanya dengan Allah yang dilatar belakangi dengan adanya anak.

Kedua Hubungan anak (yang masih memerlukan bimbingan) dengan Allah melalui orang tuanya.

Ketiga Hubungan anak dengan kedua orang tuanya di bawah bimbingan dan tuntunan dari Allah (Hasyim, 1983).

1)      Hubungan kedua orang tua dengan Allah yang dilatar belakangi oleh adanya anak

Sebagai makhluk ciptaan Allah maka tugas kita adalah mensyukuri-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Kesadaran manusia akan aturan dan keteraturan yang ditemuinya di dunia ini menyadarkan pula akan kemampuan dan ketidakmampuannya serta bagaimana kedudukannya di dunia. yang mana ia tidak dapat berbuat sekehendak hatinya, ada aturan dan kekuatan yang menata dan mengawasinya. Begitu juga halnya orang tua, mereka di samping tugasnya mengabdi kepada Allah SWT, mereka punya tugas dan amanat disebabkan karena keberadaan anaknya. Melaksanakan amanah dan beribadah kepada Allah SWT adalah tugas manusia tertinggi dan terpenting

2)      Hubungan anak (yang masih memerlukan banyak bimbingan) dengan Allah melalui orang tuanya.

Untuk mempersiapkan seorang anak agar dapat menjadi insan yang beriman dan berakhlak mahmudah, haruslah dimulai atau diawali sedini mungkin, artinya orang tua hendaknya menjadi manifestasi (pencerminan) atau suri teladan bagi anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Pada waktu usia anak masih kecil haruslah ditanamkan suatu keyakinan yang kuat, bahwa agama yang diridhai dan diakui oleh Allah SWT satu-satunya adalah agama Islam. Pendidikan ini dimulai dari rumah tangga yaitu dalam keluarga melalui orang tuanya. Orang tua harus melibatkan ajaran-ajaran agama yang harus dihayati dan diamalkan oleh anak itu untuk masa selanjutnya. Rasulullah menerangkan hal tersebut dalam sebuah hadisnya yaitu:

عن أنسى رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أكرموا أولادكم وأحسنوا أدبهم) رواه ابن ماجه(

Artinya: �Dari Anas RA, berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka�. (HR. Ibnu Majah) (J. Abdurrahman, 1983).

3)      Hubungan anak dengan kedua orang tuanya di bawah bimbingan dan tuntunan dari Allah

Orang yang paling dekat hubungannya dengan anak adalah orang tua. Oleh sebab itu semua tindakan orang tua menjadi perhatian bagi anak. Jadi orang tua harus hati-hati dalam berbuat, sebab orang tua (Ibu dan Bapak) itu merupakan pendidik langsung, maka pendidikan yang diberikan itu harus berpegang dari tuntunan ajaran agama. Karena apa-apa yang dilakukan orang tua akan menjadi panutan dan contoh bagi anak dalam menjalani kehidupannya. Sebagaimana Zakiah Darajat berpendapat:

�Agar anak terbiasa melakukan yang baik, orang tua hendaklah memberikan keteladanan kepada anak. Tanpa keteladanan orang tua, yang membiasakan yang baik sukar terwujud, sifat anak adalah meniru ucapan dan perbuatan seseorang, dan orang yang paling dekat dengan orang tua adalah anak� (penterjemah Al-Qur�an, 1989).

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa karena anak paling dekat hubungannya dengan orang tua, maka pendidikan yang diberikan itu tidak boleh terlepas dari petunjuk agama, sebab semua tindakan akan dijadikan contoh bagi anak dalam menempuh kehidupan

c.       Anak dalam Islam

Zakiah Daradzat, membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok yang masing-masing dapat dibagi kepada dimensi-dimensi kecil. Ketujuh dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1)      Dimensi Fisik (Jasmani)

Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar ia membagi manusia pada dua dimensi yaitu dimensi fisik dan rohani. Secara rohani manusia mempunyai potensi-potensi tersebut tampak dalam bentuk memahami sesuatu, dapat berfikir/merenung, mempergunakan akal, dapat beriman, bertakwa, mengingat dan mengambil pelajaran, mendengar kebenaran firman Tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat menguasai teknologi tepat guna dan terakhir manusia lahir ke dunia telah membawa fitrah (Ramayulis & Revisi, 2010).

2)      Dimensi Akal

Al-Isfahmi, membagi akal manusia kepada dua macam yaitu:

a)      Aql al-Maibbu�, yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah sebagai fitrah Ilahi. Akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi, namun demikian akal ini tidak dapat bisa berkembang dengan baik secara optimal, bila tidak dibarengi dengan kekuatan akal lainnya, yaitu aql al-Masmu

b)      Aql al-Masmu�, yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima, yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat proses perinderaan secara bebas (Ramayulis & Revisi, 2010).

Tentang pendidikan akal juga, Allah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa orang yang berilmu pengetahuan memiliki kelebihan di sisi Allah yaitu surat Al-Mujaddalah ayat 11

...يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَات......��� )المجدلة :۱۱(

Artinya: �Allah mengangkat derajat orang-orang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat� (Departemen Agama, 2009).

Berdasarkan dari ayat di atas jelaslah bahwa anak harus dididik menjadi orang yang berilmu. Jika anak mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan kelak dapat membantu dirinya dalam menjalankan kehidupan selanjutnya. Dan orang tua sendiri telah melaksanakan kewajibannya terhadap anaknya

3)      Dimensi Agama

Anak pada dasarnya telah memiliki potensi yang fitri berupa sifat-sifat untuk menurut perintah dan petunjuk Tuhan, potensi dasar tersebut berupa keagamaan, dan sebagai potensi dasar sifat-sifat tersebut perlu dibimbing secara terarah dan teratur melalui pendidikan. Maka yang berperan sekali dalam hal ini adalah orang tua yang berusaha memberikan dan mengarahkan dalam rangka potensi tersebut.

Sebagaimana ini dijelaskan dalam Hadis Rasulullah SAW:

عن أبى هريرة رضيى الله عنه قال: قال رس ل الله صلى الله عليه وسلم.كل مولود على الفطرة فأبواه يهود انه او ينصرا نه اويمجسانه) رواه البخاري(

Artinya: �Dari Abu Hurairah r.a berkata Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai Yahudi atau Nasrani, atau Majusi�. (Al-Bukhari, 1981).

Dalam hal ini menurut pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah Rahikumullah, bahwa setiap bayi yang lahir itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Tetapi dengan pernyataan ini Beliau melihat bahwa hal itu bukan berarti bahwa sang bayi mengetahui tentang berbagai masalah din dengan terperinci. Tetapi yang benar adalah bahwa fitrah itu akan menuntunnya menuju din (Islam) karena kecintaan dan kedekatannya kepada Rabbynya. Karena fitrah mengharuskan manusia untuk mengakui dan mencintai Penciptanya, serta mengikhlaskan din hanya kepada-Nya. Sedangkan tuntunan dan dorongan fitrah itu sendiri akan diraih manusia secara bertahap seiring dengan kesempurnaan fitrah tersebut jika memang benar-benar selamat dari godaan dan gangguan yang menyebabkannya menyimpang dari naluri suci (Al-Hijazy, 2001).

4)      Dimensi Akhlak

Pendidikan agama terkait rapat dengan pendidikan akhlak, sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama, oleh sebab itu salah satu tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlakul karimah (Ramayulis & Revisi, 2010).

5)      Dimensi Rohani (Kejiwaaan)

Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tenteram dan bahagia

6)      Dimensi Seni (Keindahan)

Seni adalah bagian dari hidup manusia. Allah telah menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi rohani maupun indrawi (mata, telinga dan lain sebagainya). Seni sebagai salah satu potensi rohani, maka nilai seni dapat diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecendrungannya, atau oleh sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan yang ketat kecuali yang digariskan Allah

7)      Dimensi Sosial

Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial. Keserasian antar individu dan masyarakat tidak mempunyai kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan individu.

Dalam Islam tanggung jawab tidak terbatas pada perorangan, tapi juga sosial sekaligus. Tanggung jawab perorangan pada pribadi merupakan asas, tapi ia tidak mengabaikan tanggung jawab sosial yang merupakan dasar pembentuk masyarakat (Ramayulis & Revisi, 2010).

2.      Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Agama Anak

a.       Pendidikan akidah (keimanan) anak

Pendidikan keimanan adalah mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar syariat, sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu.

Kewajiban orang tua dalam hal ini adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam, sejak masa pertumbuhannya, sehingga anak akan terikat dengan Islam baik akidah, ibadah maupun akhlak di samping penerapan metode maupun peraturan.

Dalam hal ini orang tua harus terus memperhatikan dan menanamkan pendidikan akidah anak semenjak dalam kandungan sampai anak remaja bahkan dewasa, dalam hal ini meliputi:

1)      Membina anak-anak agar beriman kepada Allah, kekuasaan-Nya, dan ciptaan-Nya dengan cara tafakur akan kebesaran-Nya. Bimbingan ini diberikan ketika anak-anak sudah dapat mengenal dan membedakan sesuatu. Dalam pembinaan ini orang tua menggunakan metode sosialisasi berjenjang, yaitu dari hal yang dapat dicerna dengan menggunakan indra kemudian meningkat kepada hal-hal yang bersifat umum dan tersusun secara teratur.

2)      Menanamkan jiwa yang khusyuk, takwa dan ubudiyah kepada Allah SWT, dengan cara melatih dan membiasakan anak sejak usia dini agar selalu khusyuk di dalam Sholat serta bersedih atau menangis jika mendengar bacaan ayat-ayat suci al-Qur'an.

3)      Orang tua selalu menanamkan perasaan selalu ingat kepada Allah SWT pada diri anak-anak dalam setiap tindakan dan perilaku mereka setiap waktu dengan cara anak dilatih untuk selalu ikhlas kepada Allah pada setiap perkataan, perbuatan atau tindakannya (Ulwan, 2007).

b.      Pendidikan ibadah anak

Pembinaan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pembinaan akidah. Karena semakin tinggi nilai ibadah yang ia miliki, akan semakin tinggi pula keamanannya. Maka bentuk ibadah yang dilakukan anak bisa dikatakan sebagai cerminan atau bukti nyata dari akidahnya. Dalam hal ini yang harus dilakukan orang tua adalah sebagai berikut:

1)      Pembinaan Sholat

Pembinaan ibadah salat ini terdiri dari lima tahap: pada tahap pertama orang tua memperkenalkan bentuk kewajiban dalam syariat Islam yaitu melaksanakan ibadah salat, dengan cara mengajaknya salat berjama�ah. Kedua setelah anak mulai dikenalkan adanya kewajiban dalam melaksanakan salat baru mengajarkan praktik dan tata cara salat itu sendiri. Ketiga setelah anak berusia sepuluh tahun, maka di mulailah pembinaan ibadah anak yang lebih khusus lagi. Keempat membiasakan anak menghadiri salat jum�at dan mengikat anak dengan masjid. Terakhir membiasakan melaksanakan salat Sunah seperti salat Sunah malam, melaksanakan salat Sunah istikharah dan shalat Sunah lainnya (Hafidz, 2007).

2)      Pembinaan ibadah puasa

Puasa merupakan ibadah ritual yang berhubungan erat dengan proses peningkatan roh dan jasad, di dalam ibadah ini, anak akan diajak untuk mengenal semakin dalam makna sebenarnya dari bentuk keikhlasan dihadapan Allah SWT. Merasakan kehadiran-Nya walaupun tidak diketahui wujud-Nya, yaitu dengan mentaati apa yang telah diperintahkannya untuk menjauhi makanan walaupun dalam keadaan menahan lapar dan haus. Selain itu juga dia dilatih untuk selalu bersikap sabar dan tabah (Hafidz, 2007).

c.       Pendidikan akhlak anak

Pendidikan akhlak merupakan prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga ia menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi kehidupan (Ulwan, 2007).

Pendidikan akhlak harus dilakukan melalui keteladanan atau kebiasaan orang tua terhadap anaknya dalam kehidupan sehari-hari, karena anak-anak pada usia ini suka meniru perbuatan dan perkataan atau apa yang dilihatnya dari orang lain baik itu bersifat buruk maupun bersifat baik.

Jadi pendidikan utama menurut pandangan Islam adalah bergantung pada kekuatan perhatian dan pengawasan, maka selayaknya orang tua bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan dan moral untuk menghindarkan anak-anak dari empat fenomena berikut ini, yang merupakan perbuatan terburuk, moral terendah dan sifatnya yang hina. Fenomena-fenomena tersebut adalah : suka berbohong, suka mencuri, suka mencela, kenakalan dan penyimpangan (Ulwan, 2007).

Dilihat dari paparan di atas jelaslah bahwa orang tua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak terlihat dari perhatian dan bentuk pembinaan yang dilakukan baik terhadap akidah, ibadah maupun akhlak

d.      Tanggung jawab pemeliharaan kesehatan anak

Tanggung jawab ini berkaitan dengan pengembangan, pembinaan fisik anak agar anak menjadi anak yang sehat, cerdas, tangguh dan pemberani. Oleh karena itu, orang tua berkewajiban untuk memberi makan dengan makanan yang halal dan baik (halalan thayyiban), menjaga kesehatan fisik, membiasakan anak makan dan minum dengan makanan dan minuman yang dibolehkan dan bergizi.

Kemudian lebih lanjut dalam Islam juga telah menjabarkan bagaimana peran orang tua yang diatur dalam pengimplementasian kewajiban juga pemberian haknya pada anak misalnya, sejak dalam kandungan sampai menjelang dewasa memiliki hak perawatan dan pemeliharaan (alhadanah) yang wajib dilaksanakan oleh orang tuanya. Hadanah memiliki arti sebagai pemeliharaan secara menyeluruh, baik dari segi kesehatan fisik, mental, sosial, maupun dari segi pendidikan dan perkembangannya (A�yun et al., 2016).

e.       Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan intelektual

Tanggung jawab ini dimaksudkan untuk pembentukan serta pembinaan pemikiran anak dengan seluruh hal bermanfaat serta kesadaran berpikir juga berbudaya. Tanggung jawab intelektual ini berpusat pada tiga hal, yaitu: kewajiban mengajar, penyadaran berpikir dan kesehatan berpikir

f.        Tanggung jawab kepribadian dan sosial anak

Tanggung jawab artinya kewajiban orang tua untuk menanamkan anak sejak kecil supaya terbiasa menerapkan adab sosial serta pergaulan sesamanya. Saat anak yang masih suci, orang-orang dewasa memiliki perhatian yang besar padanya, sehingga jiwa sosial serta perhatian yang benar bagi orang lain itulah yang akan tumbuh kuat di dalam jiwanya. Pembentukan kepribadian terjadi dalam masa yang panjang, sejak dalam kandungan sampai umur 21 tahun. Pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan pembinaan iman dan akhlak. Secara umum pakar kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang (Syahraeni, 2015).

Faktor lingkungan dimana anak itu tinggal serta dibesarkan berpengaruh. Sebagai orang tua yang bijak, maka ia perlu mempertimbangkan lingkungan mana anak tinggal serta dibesarkan. Sebab lingkungan yang baik mempunyai potensi membentuk karakter yang baik pada anak. Sebaliknya, lingkungan yang buruk pemicu pembentukan karakter yang buruk (Umroh, 2019).

 

Kesimpulan

Bentuk-bentuk tanggung jawab orang tua pada pendidikan akidah anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang tersebut sebahagian kecil melaksanakannya dengan mengajarkan pada anak melalui cerita, membaca sejarah tentang iman, memperlihatkan ciptaan Allah, Asmaul Husna, dan sifat-sifat-Nya, mencintai Allah melalui zikir, beristigfar dan berselawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta mengajarkan al-Qur'an itu sebagai pedoman hidup bagi manusia.

Bentuk-bentuk tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan ibadah anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang tersebut sebahagian kecil orang tua mengajarkan anak untuk melaksanakan salat di rumah dan mengajaknya salat berjamaah di masjid, menyediakan perlengkapan salat, membelikan al-Qur�an, dan mengajarkan anak membaca basmallah setiap memulai pekerjaan serta melatih anak untuk melaksanakan puasa wajib Ramadan

Bentuk-bentuk tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang tersebut sebahagian kecil orang tua mengajarkannya melalui keteladanan, perilaku yang baik dan nasehat serta menghukum anak apabila melanggar peraturan di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Pendidikan akhlak belum sepenuhnya terlaksana oleh orang tua, ini dapat dilihat dengan rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman agama orang tua dan ketika memarahi anaknya sering mengeluarkan kata-kata yang tidak Islami dan kurang mendidik, akibatnya orang tua mengalami kesulitan dalam membina aqidah, ibadah, dan akhlak terhadap anak-anaknya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

A�yun, Q., Prihartanti, N., & Chusniatun, C. (2016). Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Studi Kasus pada Keluarga Muslim Pelaksana Homeschooling). Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 13(2).

 

Abdurrahman, A. (1986). Ajaran Islam Tentang Perawatan Anak. Bandung: Al-Bayin.

 

Abdurrahman, J. (1983). Al-Mashalih al-Mursalah wa Makanatuha fi al-Tasyri�. Mesir, Matba�ah Al-Sa�adah, Cetakan Pertama, Tt.

 

Agus, Z. (2019). Peranan Orang Tua Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam Keluarga. Raudhah Proud To Be Professionals: Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 4(2), 27�42.

 

Al-Bukhari, I. A. A. M. (1981). Ibnu Isma�il ibnu Ibrahim. Shahih Al-Bukhari, Beirut: Dar Al-Fikr.

 

Al-Hijazy, H. B. A. (2001). Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, terj. Muzaidi Hasbullah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

 

Ansori, R. A. M. (2017). Strategi Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam Pada Peserta Didik. Jurnal Pusaka, 4(2), 14�32.

 

Asmanita, M., Madjid, N., & Maspika, S. (2019). Peran Orang Tua Dalam Membentuk Kemandirian Anak Usia Dini Di Desa Tanjung Berugo Kecamatan Lembah Masurai Kabupaten Merangin. Uin Sulthan Thaha Saifuddinjambi.

 

Azyumardi, A. (2001). Ensiklopedi Islam. PT Ichtiar Baru van Hoeve, Cetakan kesembilan, Jakarta.

 

Departemen Agama, R. I. (2009). Al-Qur�an dan terjemahan. In Jakarta: PT Syaamil Cipta Media.

 

Ekasari, N. I. M. (2013). Peran Keluarga Dalam Membentuk Jiwa Keagamaan Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Universitas Muhammadiyah Palembang.

 

Hafidz, M. N. A. (2007). Mendidik Anak Bersama Rasulullah, penterjemah Kuswah Dani, judul asli Manhajul al-tarbiyah al-Nabawiyah Lil-al Thifl. Bandung: Albayan.

 

Hasyim, U. (1983). Anak shaleh: cara mendidik anak dalam Islam. PT. Bina Ilmu.

 

Mu�in, F. (2017). Strategi Guru Madrasah Diniyah Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di Madrasah Diniyah Hidayatul Mutholibin Tanggung Blitar.

 

Partono, P. (2020). Pendidikan Akhlak Remaja Dalam Keluarga Muslim Di Era Industri 4.0. Jurnal Teladan: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Pembelajaran, 5(1), 55�64.

 

Penterjemah Al-Qur�an, Y. P. (1989). Al-qur‟ an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI.

 

Ramayulis, I. P. I., & Revisi, E. (2010). Cet. 8. Jakarta: Kalam Mulia.

 

Rizqiah, U. (2017). Analisis kematangan beragama orang tua yang berusia 40-49 tahun dalam pembinaan akhlaq anak: studi kasus di lingkungan masyarakat Desa Grogol Kec. Dukuhturi Kab. Tegal. UIN Walisongo.

 

Subqi, I. (2016). Pola Komunikasi Keagamaan dalam Membentuk Kepribadian Anak. INJECT (Interdisciplinary Journal of Communication), 1(2), 165�180.

 

Syahraeni, A. (2015). Tanggung Jawab Keluarga dalam Pendidikan Anak. Al-Irsyad Al-Nafs: Jurnal Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 2(1).

 

Ulwan, A. N. (2007). Pendidikan anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.

 

Umroh, I. L. (2019). Peran Orang Tua Dalam Mendidik Anak Sejak Dini Secara Islami Di Era Milenial 4.0. Ta�lim: Jurnal Studi Pendidikan Islam, 2(2), 208�225.

 

Usman, A. S. (2017). Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak dalam Perspektif Islam. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 1(2), 112�127.

 

Yoga, D. S., Suarmini, N. W., & Prabowo, S. (2015). Peran keluarga sangat penting dalam pendidikan mental, karakter anak serta budi pekerti anak. Jurnal Sosial Humaniora (JSH), 8(1), 46�54.