Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
��������� ������������������������e-ISSN:
2548-1398
��������� ������������������������Vol.
5, No. 11, November
2020
TANGGUNG JAWAB
ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK DI RW IV KELURAHAN LUBUK LINTAH
KECAMATAN KURANJI PADANG
Ramsah Ali dan Evanirosa
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Takengon Aceh, Indonesia
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
The purpose of this research is to know the
responsibility of parents to the education of children in rw
IV village in the leech of kuranji padang sub-district. At this time parents generally die of
child responsibilities, subdistricts in employment and other duties. Sometimes parents education their child only by way of a child to an
institution/school even though the education in the household has not been
carried out, so that the education of aqidah,
worship, and the morality of the child is not what is expected, instead become
undirected as a result of the attention of the parents. The types and methods
in this study are field reserch (field reserch) and descriptive methods that feel/beautiful things
are researched so where is, tourism there are more parents who have children
aged 6-12 years old amounting to 150 KK, children and teachers of TPA/TPSA in rw IV. As for the sampling technique that the author is a
random sampling technique that is a live sample that is one characteristic of samauh amounting to 30 KK. This study authors obtained data
through observations, images, and through the spread of questionnaires to
parents who are in RW IV Lubuk Lintah
Village kuranji padang sub-district.
The findings in this study are forms of parental responsibility for the
education of aqidah, worship and moral children in RW
IV Lubuk Lintah Village kuranji padang sub-district.
Keywords: Parental Responsibilities;
Children's Religious Education
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui
tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan
agama anak di RW IV kelurahan
lubuk lintah kecamatan kuranji padang. Karena pada saat ini orang tua pada umumnya kurang menyadari akan tanggung jawab terhadap anak, disebabkan kesibukan dalam pekerjaan dan tugas lainnya. Terkadang orang tua mendidik anaknya hanya dengan memasukkan
anak ke suatu
lembaga/sekolah padahal pendidikan di rumah tangga belum
terlaksana, sehingga pendidikan aqidah, ibadah, dan akhlak anak tidak
sebaik apa yang diharapkan, malahan menjadi tidak terarah
akibat kurangnya perhatian dari orang tua. Adapun jenis dan metode dalam penelitian
ini ialah penelitian lapangan (field reserch) dan memakai metode deskriptif yaitu /menggambarkan hal-hal yang diteliti sebagaimana adanya, populasinya adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 6-12 tahun berjumlah 150 KK, anak dan guru
TPA/TPSA di rw IV. Adapun teknik
pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah teknik random sampling
yaitu sampel dipilih berdasarkan populasi yang memiliki satu ciri yang sama berjumlah 30 KK. penelitian ini penulis memperoleh data melalui observasi, wawancara, dan melalui penyebaran angket kepada orang tua yang berada di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan
Kuranji Padang. Temuan dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk
tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan
aqidah, ibadah dan akhlak anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan
Kuranji Padang.
Kata kunci: Tanggung Jawab
Orang Tua, Pendidikan Agama Anak
Pendahuluan
Islam menjelaskan bahwa anak merupakan
amanah dan anugerah yang suci dari Allah, yang dititipkan kepada kedua orang tua untuk diasuh, dibimbing
dan diajari, karena itu kewajiban serta
tanggung jawab orang tua membesarkan dan memberikan edukasi awal dengan baik
di dalam rumah tangga. Orang tua mempunyai peranan yang sangat prinsipil dalam mendidik anak di lingkungan rumah tangga, karena
ibu yang sehari-hari tinggal di rumah. Pendidikan
Islam ialah edukasi seumur hidup, sehingga
harus dipisahkan antara pendidikan orang dewasa dengan pendidikan
untuk anak-anak (Usman, 2017).
Keluarga ialah unit sosial dalam masyarakat, walaupun unit terkecil, namun keluarga memiliki peran besar ketika membangun
masyarakat, karena kepribadian anak terbentuk sangat tergantung kepada perhatian dan keseriusan orang tua dalam memberikan
pembinaan, bimbingan dan edukasi kepada anak-anaknya (Asmanita et al., 2019).
Perkembangan kepribadian anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadap dia. Kepribadian seseorang terbentuk dari usia yang sangat muda, dalam
hal ini peran
keluarga niscaya sangat berpengaruh (Yoga
et al., 2015).
Pendidikan
harus ditanggapi dengan serius sebagai
bentuk pekerjaan pembinaan. Pendidikan sebetulnya adalah pembibitan bagi generasi penerus
yaitu pembibitan tunas nasional, dan sebagai pemegang landasan pembentukan negara dan tanggung jawabnya akan menyebar
di masyarakat pada waktunya
(Partono, 2020).
Orang tua ialah
pendidik pertama serta utama untuk
anak-anak di dalam rumah tangga. Rumah
tangga ialah lingkungan yang mempunyai peran terbentuknya kepribadian anak. Lingkungan yang baik akan bisa dikelola
dengan pendidikan di dalam rumah tangga
serta pengalaman kehidupan harian (Subqi,
2016).
Sebagai orang tua, mereka tidak sekadar
wajib mencukupi kebutuhan fisiknya hanya anak-anak, Melainkan spiritualitasnyapun untuk kebahagiaan dunia serta masa depan itu juga harus perlu diperhatikan. Dengan membiasakan anak-anak sejak usia dini berdasarkan
dengan kandungan moral serta agama, harapannya supaya akhlak serta
kepribadian kelak terbentuk dengan baik, demikian juga anak-anak bisa memilah apa yang baik serta buruk
(Agus,
2019).
Di dalam ajaran
Islam orang tua memiliki tanggung jawab sepenuhnya bagi pendidikan anak-anaknya. Hal-hal yang dilalui anak dalam rumah
tangga, entah itu melalui penglihatan,
pendengaran dan perlakuan
yang diterima dari orang tua ikut menjadi
bagian yang dapat membentuk kepribadian anak. Keluarga merupakan tempat terpenting dalam kehidupan sebagaimana yang diungkapkan oleh Agus Sujanto yang mengatakan:
Keluarga merupakan tempat prinsipil untuk terbangunnya pribadi anak dengan menyeluruh
yang akan melekat sepanjang hidupnya, keluarga jualah yang membentuk sifat anak, pemberi rasa keagamaan, penanaman sifat dan kebiasaan yang baik� (Ekasari,
2013).
Berjalannya hal itu
Islam membawa suatu konsep bahwa anak
yang lahir dengan fitrah maupun potensi, sehingga di sinilah peran orang tua dilihat untuk memupuk
serta mengembangkan fitrah maupun potensi itu ke arah
yang lebih baik. Hal tersebut dipertegas oleh Zakiah Daradjat yang mengemukakan sebagai berikut:
Menurut Pendapat Zakiah, Anak
sejak lahirnya telah mempunyai potensi yakni ibadah-ibadah maupun unsur yang diisi beragam kecakapan
serta keterampilannya, yang
bisa berkembang berdasarkan kedudukannya sebagai makhluk baik serta mulia�
(Mu�in,
2017).
Di dalam hal
ini orang tua tidak hanya berperan
sebagai tenaga pengajar, akan tetapi lebih ditekankan
pada pendidikan dan pembimbing
serta keteladanan. Dalam hal ini
ditegaskan oleh Nurcholis
Majid dalam bukunya
Masyarakat Relegius sebagai
berikut, Peranan orang tua tidak perlu
peran pengajaran yang notabenya dapat diwakilkan kepada pihak lain, peran
orang tua ialah peranan tingkah laku, keteladanan serta pola hubungan
dengan anak yang menjiwai serta disemangati oleh nilai-nilai keagamaan secara keseluruhan. �(Rizqiah,
2017).
Dalam perkembangannya, lingkungan
pertama yang dikenal anak adalah rumah
tangganya, dalam rumah tanggalah anak dapat dibentuk
watak dan kepribadiannya, kalaulah pembinaan keagamaan anak baik dalam lingkungan
keluarga, maka anak akan terpelihara
dari siksaan api neraka, sebagaimana
yang tertera dalam firman Allah QS at-Tahrim ayat 6:�����
.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ
قُوٓاْ
أَنفُسَكُمۡ
وَأَهۡلِيكُمۡ
نَارٗا
وَقُودُهَا
ٱلنَّاسُ
وَٱلۡحِجَارَةُ
عَلَيۡهَا
مَلَٰٓئِكَةٌ
غِلَاظٞ
شِدَادٞ
لَّا
يَعۡصُونَ
ٱللَّهَ مَآ
أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ
مَا
يُؤۡمَرُونَ� ٦ [ الـتحريم:6]
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (penterjemah Al-Qur�an, 1989).
Berdasarkan
ayat di atas membina anak belajar
agama tidak dirangsang oleh
guru saja, tetapi orang tua dapat memberi
rangsangan kepada anak agar bisa belajar sukses serta menerapkan ajaran Islam dengan baik dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga terhindar dari api neraka. yang seharusnya dipahamkan serta diajarkan oleh kedua orang tua kepada anak diantaranya:
1. Memberikan pelajaran, pendidikan serta bimbingan terkait pengetahuan untuk bekal hidup
di dunia serta akhirat.
2.
Supaya
sang dapat menerapkan ilmu-ilmu itu secara
nyata dalam aktivitasnya �sesuai ajaran Islam (Ansori, 2017).
3.
Dengan
demikian, orang tua diwajibkan untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan agama pada anak sejak dini serta
hal tersebut perlu memperoleh perhatian penuh dari kedua orang tua. Dalam hal
ini pendidikan agama anak meliputi: Pendidikan aqidah (keimanan) anak, Pendidikan ibadah
anak dan Pendidikan akhlak anak.
Metode Penelitian
Adapun jenis dan metode
yang penelitian ini adalah ialah lapangan
(field research) serta
memakai metode deskriptif yaitu memaparkan/menggambarkan hal-hal yang diteliti sebagaimana adanya, populasinya adalah seluruh orang tua yang memiliki anak usia
6-12 tahun berjumlah 150
KK, anak serta guru
TPA/TPSA di RW IV. Sedangkan teknik
pengambilan sampel ialah teknik random sampling yakni sampel dipilih
berdasarkan populasi yang memiliki satu ciri
yang sama berjumlah 30 KK. Dalam penelitian ini penulis memperoleh
data melalui observasi, wawancara, dan melalui penyebaran angket kepada orang tua yang berada di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan
Kuranji Padang
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Penelitian
1. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Aqidah Anak (Usia 6-12) tahun Di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang
Untuk mengetahui tanggung jawab orang tua dalam pendidikan
akidah anak. Penulis menyebarkan angket dan melakukan wawancara kepada beberapa orang tua. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan orang tua wali murid yaitu Bapak Trinovastia SE, mengatakan bahwa cara menanamkan
akidah pada anak terlebih dahulu diterapkan pada diri sendiri, kemudian baru pada anak serta memperkenalkan kepada anak tentang
ke Esaan Allah, tanda-tanda kebesaran Allah dan mengajarkan tauhid kemudian memasukkan anak ke sekolah agama, mengajak anak Sholat
berjemaah ke masjid, membangunkan anak-anak waktu subuh untuk
Sholat berjemaah baik di rumah maupun
di masjid dan sering membaca
al-Qur�an di depan anak-anak.
Adapun cara penerapannya dilakukan dengan disiplin, keteladanan dan memberikan contoh yang baik pada anak-anak.
�Selanjutnya menurut Ibu Meli mengatakan bahwa cara menanamkan akidah pada anak mulai dari dalam
kandungan dengan menjauhi segala macam makanan yang haram dan sering membaca al-Qur�an serta menjauhi dari perkataan kotor, setelah anak lahir dan berumur 6-12 tahun dikenalkan dengan tauhid seperti kebesaran Allah, mengajak dan membiasakan anak Sholat ke
masjid dan mematikan tv ketika
adzan berkumandang lalu menyuruhnya anak melaksanakan Sholat serta mengajarkan
cara bersyukur kepada Allah atas semua nikmat-nikmat yang telah diberikannya dengan membaca lapadz hamdallah. Adapun cara penerapannya pada anak-anak adalah melalui contoh, teladan, pembiasaan dan latihan yang terlaksana dalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Selanjutnya yang terakhir� wawancara� dari orang tua wali murid yaitu Bapak Ridwan mengatakan bahwa cara menerapkan
pendidikan dan menanamkan akidah pada anak adalah dengan menanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang Islami
mulai anak dalam kandungan dan setelah anak lahir
seperti membiasakan anak membaca basmallah
sebelum makan dan memulai setiap pekerjaan, menjauhkan dari hal-hal yang syirik, memperbanyak membaca al-Qur�an di depan anak, mengajarkan mencintai Allah melalui zikir, beristigfar, bertahlil, bertasbih, bertahmid dan berselawat kepada Nabi Muhammad setelah selesai melaksanakan shalat dan ketika menidurkan anak-anak dengan syair-syair dan nasyid yang Islami. Adapun cara penerapannya dilakukan dengan keteladanan, kebiasaan dan contoh-contoh yang baik yang ditanamkan pada diri sendiri dan anak.
�� Sehubungan dengan itu Guru TPA/TPSA juga memberikan
tanggapan bahwa, �keberadaan pendidikan agama terhadap anak dalam
hal ini tergantung
pada orang tua, apabila
orang tua tersebut kurang memperhatikan dan acuh dalam memberikan
pembinaan pendidikan Islam dalam rumah tangga,
maka akan berakibat fatal dan buruk bagi anaknya.
2. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Ibadah Anak (Usia
6-12) tahun, Di RW IV Kelurahan
Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang
Dalam hal ini untuk mendapatkan
data, penulis melakukan wawancara kepada guru TPA/TPSA
dan menyebarkan angket kepada orang tua di RW IV, Kel. Lubuk Lintah,
Kec. Kuranji Padang. Sebagaimana diketahui menurut Alamsah, bahwa cara mendidik
ibadah anak seharusnya dilakukan dengan mengikuti perintah Nabi dan Rasul
serta sesuai dengan ajaran al-Qur�an dan Sunah. Jadi didikan ibadah Sholat pada anak dapat dilakukan dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam shalatnya, yang mana dapat diketahui melalui hadis Nabi yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan.
Selanjutnya Alamsah juga menambahkan bahwa cara mendidik ibadah shalat dapat dilakukan
dengan dua cara : pertama dengan menjelaskan teori-teori shalat seperti pengertian Sholat, syarat, rukun Sholat dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Sholat, kedua dengan praktik
langsung yaitu dengan memperagakan gerakan Sholat pada anak kemudian disuruh
anak memperagakan kembali (Alamsah, 2007).
Sehubungan dengan itu Guru TPA/TPSA di RT I dan RT II juga mengatakan bahwa cara mendidik anak
dalam ibadah Sholat, sebenarnya pokok utamanya adalah tergantung pada pendidikan orang tuanya, kalau orang tuanya saja tidak
Sholat bagaimana anaknya bisa Sholat
dengan baik dan benar. Jadi guru TPA/TPSA hanya dapat meluruskan dan membantu orang tua murid dalam mendidik anak mereka, akan
tetapi kalau orang tua kurang bijak
dan diam saja, bagaimana anak mereka dapat
melaksanakan Sholat dengan sempurna. Oleh sebab itu apa
yang diberikan orang tua merupakan cikal bakal atau dasar
dari pendidikan di sekolah dan masyarakat.
Pendidikan ibadah tersebut dapat
diberikan melalui nasihat, kalau nasihat tidak diterima
boleh lebih keras lagi seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah
kalau anak berumur 10 tahun tidak mau juga melaksanakan Sholat maka pukulan mereka,
apabila belum berhasil, maka orang tua memberikan pendidikan yang baik kepadanya, baik secara formal maupun non formal.
Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan guru TPA/TPSA mengenai apakah orang tua mengajarkan ibadah Sholat kepada anak, guru TPA/TPSA mengatakan ya, sebahagian besar orang tua mengajarkan ibadah Sholat di masjid, kadang-kadang menyuruh anak-anaknya membaca bacaan Sholat di rumah, dengan tujuan kalau
ada bacaan anak yang salah dibetulkan dan diperbaiki sampai benar bacaannya. Selanjutnya orang tua memasukkan anak-anaknya belajar di TPA/TPSA, kalau anak-anak di TPA/TPSA selalu dibimbing dan dikontrol oleh gurunya untuk melaksanakan
Sholat berjamaah yaitu Sholat Magrib
dan Isya kemudian pada hari Minggu sebelum
melaksanakan didikan subuh anak-anak terlebih dahulu Sholat Subuh berjamaah
dan kalau Sholat Zuhur anak-anak melaksanakannya di sekolah dan Sholat Asar di rumah atas pengawasan
orang tuanya. sedangkan perhatian orang tua terhadap TPA/TPSA kurang, ini dapat terlihat
bahwa orang tua tidak ada yang melakukan pengawasan terhadap kegiatan belajar anak-anak di TPA/TPSA dan
sedikit sekali orang tua yang� bertanya apakah anaknya Sholat dan mengaji dengan baik atau sampai
dimana perkembangan belajarnya� dan yang terakhir orang tua rutin membayar SPP meskipun masih ada yang terlambat membayarnya (Alamsah, 2007).�������
3. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Akhlak Anak (Usia 6-12) tahun Di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang
Untuk mengetahui tanggung jawab orang tua dalam pendidikan
akhlak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan
Kuranji Padang. Penulis melakukan observasi dan menyebarkan angket kepada orang tua.
Dalam hal meningkatkan akhlak anak Guru TPA/TPSA Masjid Muthatahirin
yaitu Alamsah memberikan tanggapan bahwa dalam meningkatkan
akhlak anak ke arah yang lebih
baik, yang perlu dilakukan adalah dengan mencontoh (meneladani) akhlak Rasulullah dalam kehidupan (Alamsah, 2007).
Selanjutnya Anwar Fuadi menambahkan bahwa pendidikan akhlak anak perlu dilakukan
oleh orang tuanya adalah dengan mempraktekkan akhlak yang baik di depan anak-anaknya, dan dapat juga dilakukan dengan mencontoh (meneladani) yang baik, karena pada umumnya anak-anak cenderung mencontoh perbuatan, sikap dan perkataan orang tuanya, kalau orang tuanya baik maka
kemungkinan besar anaknya akan baik,
apabila sebaliknya maka dapat berakibat
fatal bagi anak-anaknya.
Sehubungan dengan itu Guru TPA/TPSA memberikan tanggapannya bahwa akhlak anak di TPA/TPSA maupun di lingkungan masyarakat belum mencerminkan nilai-nilai Islami, karena masih banyak anak-anak
yang berperilaku tidak sopan seperti perkataan
kotor, suka berkelahi, melawan orang tua serta kurang
menghargai guru dan lain-lain. Adapun faktor penyebabnya adalah faktor lingkungan
yang mengarah kepada kenakalan, kebiasaan berkata kotor dan tingkat pendidikan orang tua yang kebanyakan rendah dan pemahaman keagamaannya minim serta kurangnya pengawasan dan pengontrolan dari orang tua tentang perilaku
yang baik (Alamsah, 2007).
Berdasarkan observasi penulis orang tua di RW IV, Kel. Lubuk Lintah
Padang memang ada memberikan bimbingan terhadap anaknya dari segi baca
al-Qur'an, ibadah Sholat serta
pembinaan akhlak anak, namun bimbingan
yang diberikan kepada anak belum sepenuhnya
terlaksana sebahagian orang
tua.
Selanjutnya dari hasil penyebaran angket di atas, jelaslah bahwa pada umumnya pendidikan orang tua di RW IV, adalah SLTP dan
SLTA, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memberikan pendidikan dan pembinaan yang baik terhadap anak-anaknya,
baik pendidikan di bidang akidah, Ibadah, maupun pendidikan akhlak.
Sebagaimana diketahui menurut guru TPA/TPSA mengatakan respons dari orang tua wali murid terhadap perkembangan pendidikan anaknya di TPA/TPSA adalah bahwa sebahagian
ada respons, dikarenakan adanya anjuran dari Pemda,
bahwa kalau anaknya tidak punya sertifikat TPA/TPSA maka tidak bisa melanjutkan
ke sekolah / ke jenjang SLTP. Walaupun dalam hal ini orang tua
beranggapan bahwa kalau sudah menyerahkan
anaknya ke TPA/TPSA berarti lepaslah tanggung jawab pendidikan agama yang dibebankan kepada orang tua
Adapun tanggapan dan dukungan orang tua berupa pemberian
fasilitas untuk anak yang belajar di TPA/TPSA seperti penyediaan sarana prasarana dalam proses mengajar seperti menyediakan buku paket untuk
anak dan menyumbang untuk membeli dan membuat meja belajar
di TPA tersebut.
Mengenai masalah lingkungan masyarakat tersebut guru TPA/TPSA mengatakan
juga bahwa masalah yang terjadi adalah sebahagian orang tua (masyarakat) kurang memahami dan mendalami ilmu agama, keadaan masyarakat yang kurang respons terhadap pemerintah, walaupun ada dari wali
kota yang cukup antusias, tetapi orang tua merasa keterpaksaan
dalam� melakukan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pemerintah kota Padang tersebut (Alamsah, 2007).
B. Pembahasan
1. Anak
dalam Pandangan Islam
a. Pengertian Anak
Anak merupakan amanat dari Allah SWT, sebagai amanat ia harus
dipelihara, diberi bekal hidup dan dididik agar kelak menjadi manusia dewasa secara fisik
dan mental.
Anak shaleh adalah anak
yang tumbuh, bahkan setelah menjadi manusia dewasa, mengetahui dan mengamalkan kewajiban-kewajibannya terhadap
Allah, orang tuanya, dan masyarakat
di lingkungan hidupnya.
Dalam ilmu fiqih,
anak belum termasuk ke dalam
kategori mukallaf yaitu manusia dewasa
yang diberi kewajiban-kewajiban
agama seperti shalat dan puasa (Azyumardi, 2001).
Anak adalah buah langsung
dari hubungan antara ibu dan ayah, yang� merupakan sebentuk kemuliaan yang telah diberikan Tuhan dengan kebaikan
dan kasih sayang yang memperkaya jiwa (A. Abdurrahman, 1986).
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa anak-anak adalah amanah Allah kepada kedua orang tuanya, yang harus dipelihara dan mendidiknya, sehingga ia dapat melaksanakan
tujuan Allah penciptaan-Nya
yaitu sebagai hamba Allah
SWT.
b. Kedudukan Anak Sebagai Amanah Allah SWT
Anak merupakan buah dari kasih sayang
orang tua dalam kehidupan bersuami istri, karena anaklah
yang menyambung sejarah
orang tuanya dan yang akan melanjutkan silsilah kehidupan orang tuanya. Hakikat anak dalam
syariat Islam dipandang sebagai amanat Allah selama dalam asuhan
Ibu / Bapaknya. Disebabkan anak itu adalah
amanah Allah, maka kedua orang tuanya berkewajiban membimbing, mengarahkan dan menuntunnya, jika tidak menunaikan
amanah, maka orang tua yang akan menanggung
dosa sehingga membawa derita di akhirat kelak. Mengingat hal di atas maka membimbing
anak agar menjadi anak yang shaleh adalah suatu amanah
dari Allah kepada orang tua.
Anak sebagai titipan dari Allah, membentuk tiga dimensi hubungan
yaitu:
Pertama Hubungan kedua
orang tuanya dengan Allah
yang dilatar belakangi dengan adanya
anak.
Kedua Hubungan anak (yang masih memerlukan bimbingan) dengan Allah melalui orang tuanya.
Ketiga Hubungan anak
dengan kedua orang tuanya di bawah bimbingan dan tuntunan dari Allah (Hasyim, 1983).
1)
Hubungan
kedua orang tua dengan Allah yang dilatar belakangi oleh adanya anak
Sebagai
makhluk ciptaan Allah maka tugas kita
adalah mensyukuri-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Kesadaran manusia akan aturan dan keteraturan yang ditemuinya di
dunia ini menyadarkan pula akan kemampuan dan ketidakmampuannya serta bagaimana kedudukannya di dunia.
yang mana ia tidak dapat berbuat sekehendak
hatinya, ada aturan dan kekuatan yang menata dan mengawasinya. Begitu juga halnya orang tua, mereka di samping tugasnya mengabdi kepada Allah SWT, mereka punya tugas dan amanat disebabkan karena keberadaan anaknya. Melaksanakan amanah dan beribadah kepada Allah SWT adalah tugas manusia tertinggi
dan terpenting
2)
Hubungan anak (yang masih memerlukan banyak bimbingan) dengan Allah melalui orang tuanya.
Untuk mempersiapkan seorang anak agar dapat menjadi insan
yang beriman dan berakhlak mahmudah, haruslah dimulai atau diawali
sedini mungkin, artinya orang tua hendaknya menjadi
manifestasi (pencerminan) atau suri teladan
bagi anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Pada waktu usia anak masih
kecil haruslah ditanamkan suatu keyakinan yang kuat, bahwa agama yang diridhai dan diakui oleh Allah SWT satu-satunya
adalah agama Islam. Pendidikan ini
dimulai dari rumah tangga yaitu
dalam keluarga melalui orang tuanya. Orang tua harus melibatkan
ajaran-ajaran agama yang harus
dihayati dan diamalkan oleh
anak itu untuk masa selanjutnya. Rasulullah menerangkan hal tersebut dalam
sebuah hadisnya yaitu:
عن أنسى رضي الله
عنه قال:
قال رسول
الله صلى
الله عليه
وسلم أكرموا أولادكم وأحسنوا أدبهم) رواه
ابن ماجه(
Artinya: �Dari Anas RA, berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka�. (HR. Ibnu Majah) (J. Abdurrahman, 1983).
3) Hubungan anak dengan kedua
orang tuanya di bawah bimbingan dan tuntunan dari Allah
Orang yang paling dekat
hubungannya dengan anak adalah orang tua. Oleh sebab itu semua tindakan
orang tua menjadi perhatian bagi anak. Jadi orang tua harus hati-hati dalam berbuat, sebab orang tua (Ibu dan Bapak) itu merupakan pendidik
langsung, maka pendidikan yang diberikan itu harus berpegang
dari tuntunan ajaran agama. Karena apa-apa yang
dilakukan orang tua akan menjadi panutan
dan contoh bagi anak dalam menjalani
kehidupannya. Sebagaimana Zakiah Darajat berpendapat:
�Agar anak terbiasa melakukan yang baik, orang tua hendaklah memberikan keteladanan kepada anak. Tanpa keteladanan
orang tua, yang membiasakan
yang baik sukar terwujud, sifat anak adalah meniru
ucapan dan perbuatan seseorang, dan orang yang paling dekat
dengan orang tua adalah anak� (penterjemah Al-Qur�an, 1989).
Berdasarkan
pendapat di atas dapat dipahami bahwa karena anak
paling dekat hubungannya dengan orang tua, maka pendidikan yang diberikan itu tidak
boleh terlepas dari petunjuk agama, sebab semua tindakan
akan dijadikan contoh bagi anak
dalam menempuh kehidupan
c. Anak
dalam Islam
Zakiah
Daradzat, membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok
yang masing-masing dapat dibagi
kepada dimensi-dimensi kecil. Ketujuh dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Dimensi Fisik (Jasmani)
Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda
dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar ia membagi
manusia pada dua dimensi yaitu dimensi
fisik dan rohani. Secara rohani manusia
mempunyai potensi-potensi tersebut tampak dalam bentuk memahami
sesuatu, dapat berfikir/merenung, mempergunakan akal, dapat beriman, bertakwa, mengingat dan mengambil pelajaran, mendengar kebenaran firman Tuhan, dapat
berilmu, berkesenian, dapat menguasai teknologi tepat guna dan terakhir manusia lahir ke
dunia telah membawa fitrah (Ramayulis & Revisi, 2010).
2)
Dimensi
Akal
Al-Isfahmi, membagi akal manusia
kepada dua macam yaitu:
a)
Aql
al-Maibbu�, yaitu
akal yang merupakan pancaran dari Allah sebagai fitrah Ilahi. Akal ini menduduki posisi
yang sangat tinggi, namun demikian akal ini tidak
dapat bisa berkembang dengan baik secara optimal, bila tidak dibarengi
dengan kekuatan akal lainnya, yaitu
aql al-Masmu
b)
Aql
al-Masmu�, yaitu
akal yang merupakan kemampuan menerima, yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat proses perinderaan secara bebas (Ramayulis & Revisi, 2010).
Tentang
pendidikan akal juga, Allah
menjelaskan dalam firman-Nya bahwa orang yang berilmu pengetahuan memiliki kelebihan di sisi Allah yaitu surat Al-Mujaddalah ayat 11
...يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَات......��� )المجدلة :۱۱(
Artinya: �Allah mengangkat derajat orang-orang beriman dan orang-orang yang berilmu
pengetahuan beberapa derajat� (Departemen Agama, 2009).
Berdasarkan
dari ayat di atas jelaslah bahwa
anak harus dididik menjadi orang yang berilmu. Jika anak mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan kelak dapat membantu
dirinya dalam menjalankan kehidupan selanjutnya. Dan orang tua sendiri telah melaksanakan
kewajibannya terhadap anaknya
3)
Dimensi Agama
Anak pada dasarnya telah memiliki potensi yang fitri berupa sifat-sifat
untuk menurut perintah dan petunjuk Tuhan, potensi dasar tersebut berupa keagamaan,
dan sebagai potensi dasar sifat-sifat tersebut perlu dibimbing secara terarah dan teratur melalui pendidikan. Maka yang berperan sekali dalam hal
ini adalah orang tua yang berusaha memberikan dan mengarahkan dalam rangka potensi
tersebut.
Sebagaimana ini dijelaskan
dalam Hadis Rasulullah SAW:
عن أبى هريرة رضيى الله عنه قال: قال رس ل الله صلى الله عليه وسلم.كل مولود على الفطرة فأبواه يهود انه او ينصرا نه اويمجسانه) رواه البخاري(
Artinya: �Dari Abu Hurairah r.a berkata Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai Yahudi atau Nasrani, atau Majusi�. (Al-Bukhari, 1981).
Dalam hal ini
menurut pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah Rahikumullah, bahwa setiap bayi
yang lahir itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Tetapi dengan pernyataan
ini Beliau melihat bahwa hal
itu bukan berarti bahwa sang bayi mengetahui tentang berbagai masalah din dengan terperinci. Tetapi yang benar adalah bahwa
fitrah itu akan menuntunnya menuju din
(Islam) karena kecintaan
dan kedekatannya kepada Rabbynya. Karena fitrah mengharuskan
manusia untuk mengakui dan mencintai Penciptanya, serta mengikhlaskan din hanya kepada-Nya. Sedangkan tuntunan dan dorongan
fitrah itu sendiri akan diraih manusia
secara bertahap seiring dengan kesempurnaan fitrah tersebut jika memang benar-benar
selamat dari godaan dan gangguan yang menyebabkannya menyimpang dari naluri suci
(Al-Hijazy, 2001).
4)
Dimensi Akhlak
Pendidikan agama terkait
rapat dengan pendidikan akhlak, sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh
agama, oleh sebab itu salah
satu tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlakul karimah (Ramayulis & Revisi, 2010).
5)
Dimensi Rohani (Kejiwaaan)
Dimensi kejiwaan merupakan
suatu dimensi yang sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat,
tenteram dan bahagia
6)
Dimensi
Seni (Keindahan)
Seni
adalah bagian dari hidup manusia.
Allah telah menganugerahkan
kepada manusia berbagai potensi rohani maupun indrawi
(mata, telinga dan lain sebagainya). Seni sebagai salah satu potensi rohani, maka nilai
seni dapat diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecendrungannya,
atau oleh sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan
yang ketat kecuali yang digariskan Allah
7)
Dimensi
Sosial
Seorang manusia adalah
makhluk individual dan secara
bersamaan adalah makhluk sosial. Keserasian antar individu dan masyarakat tidak mempunyai kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan individu.
Dalam Islam tanggung jawab tidak terbatas
pada perorangan, tapi juga sosial sekaligus. Tanggung jawab perorangan pada pribadi merupakan asas, tapi ia tidak
mengabaikan tanggung jawab sosial yang merupakan dasar pembentuk masyarakat (Ramayulis & Revisi, 2010).
2. Tanggung
Jawab Orang Tua terhadap
Pendidikan Agama Anak
a. Pendidikan
akidah (keimanan) anak
Pendidikan keimanan
adalah mengikat anak dengan dasar-dasar
iman, rukun Islam dan dasar syariat, sejak anak mulai
mengerti dan dapat memahami sesuatu.
Kewajiban
orang tua dalam hal ini adalah
menumbuhkan anak atas dasar pemahaman
dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam, sejak masa pertumbuhannya, sehingga anak akan
terikat dengan Islam baik akidah, ibadah maupun akhlak di samping penerapan metode maupun peraturan.
Dalam hal ini orang tua
harus terus memperhatikan dan menanamkan pendidikan akidah anak semenjak dalam
kandungan sampai anak remaja bahkan
dewasa, dalam hal ini meliputi:
1)
Membina anak-anak agar beriman
kepada Allah, kekuasaan-Nya,
dan ciptaan-Nya dengan cara tafakur akan kebesaran-Nya. Bimbingan ini diberikan
ketika anak-anak sudah dapat mengenal
dan membedakan sesuatu. Dalam pembinaan ini orang tua menggunakan
metode sosialisasi
berjenjang, yaitu dari hal yang dapat
dicerna dengan menggunakan indra kemudian meningkat kepada hal-hal yang bersifat umum dan tersusun secara teratur.
2)
Menanamkan jiwa yang khusyuk,
takwa dan ubudiyah
kepada Allah SWT, dengan cara melatih dan membiasakan anak sejak usia dini
agar selalu khusyuk di dalam Sholat serta
bersedih atau menangis jika mendengar
bacaan ayat-ayat suci al-Qur'an.
3)
Orang tua
selalu menanamkan perasaan selalu ingat kepada Allah SWT pada diri anak-anak dalam setiap tindakan
dan perilaku mereka setiap waktu dengan
cara anak dilatih untuk selalu
ikhlas kepada Allah pada setiap perkataan, perbuatan atau tindakannya (Ulwan, 2007).
b. Pendidikan ibadah anak
Pembinaan anak dalam
beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pembinaan akidah. Karena semakin tinggi nilai ibadah yang ia miliki, akan
semakin tinggi pula keamanannya. Maka bentuk ibadah yang dilakukan anak bisa dikatakan
sebagai cerminan atau bukti nyata
dari akidahnya. Dalam hal ini
yang harus dilakukan orang tua adalah sebagai
berikut:
1)
Pembinaan
Sholat
Pembinaan
ibadah salat ini terdiri dari lima tahap: pada tahap pertama orang tua memperkenalkan bentuk kewajiban dalam syariat Islam yaitu melaksanakan ibadah salat, dengan cara mengajaknya
salat berjama�ah. Kedua setelah anak mulai
dikenalkan adanya kewajiban dalam melaksanakan salat baru mengajarkan praktik dan tata cara salat itu sendiri. Ketiga setelah anak berusia
sepuluh tahun, maka di mulailah pembinaan ibadah anak yang lebih khusus lagi.
Keempat membiasakan anak menghadiri salat jum�at dan mengikat anak dengan masjid. Terakhir membiasakan melaksanakan salat Sunah seperti salat Sunah malam, melaksanakan salat Sunah istikharah dan shalat Sunah lainnya
(Hafidz, 2007).
2)
Pembinaan ibadah puasa
Puasa merupakan ibadah ritual yang berhubungan erat dengan proses peningkatan roh dan jasad, di dalam ibadah ini, anak akan diajak
untuk mengenal semakin dalam makna
sebenarnya dari bentuk keikhlasan dihadapan Allah SWT. Merasakan kehadiran-Nya walaupun tidak diketahui wujud-Nya, yaitu dengan mentaati apa yang telah diperintahkannya untuk menjauhi makanan walaupun dalam keadaan menahan lapar dan haus. Selain itu juga dia dilatih untuk
selalu bersikap sabar dan tabah (Hafidz, 2007).
c. Pendidikan akhlak anak
Pendidikan akhlak merupakan prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat)
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga ia
menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi kehidupan (Ulwan, 2007).
Pendidikan akhlak harus dilakukan
melalui keteladanan atau kebiasaan orang tua terhadap anaknya
dalam kehidupan sehari-hari, karena anak-anak pada usia ini suka meniru
perbuatan dan perkataan atau apa yang dilihatnya
dari orang lain baik itu bersifat buruk
maupun bersifat baik.
Jadi pendidikan utama menurut pandangan Islam adalah bergantung pada kekuatan perhatian dan pengawasan, maka selayaknya orang tua bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan dan moral untuk menghindarkan anak-anak dari empat fenomena
berikut ini, yang merupakan perbuatan terburuk, moral terendah dan sifatnya yang hina. Fenomena-fenomena tersebut adalah : suka berbohong,
suka mencuri, suka mencela, kenakalan
dan penyimpangan (Ulwan, 2007).
Dilihat dari paparan
di atas jelaslah bahwa orang tua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak terlihat dari
perhatian dan bentuk pembinaan yang dilakukan baik terhadap akidah,
ibadah maupun akhlak
d. Tanggung jawab pemeliharaan kesehatan anak
Tanggung
jawab ini berkaitan dengan pengembangan, pembinaan fisik anak agar anak menjadi anak
yang sehat, cerdas, tangguh dan pemberani. Oleh karena itu, orang tua berkewajiban untuk memberi makan
dengan makanan yang halal
dan baik (halalan thayyiban), menjaga kesehatan fisik, membiasakan anak makan dan minum dengan makanan dan minuman yang dibolehkan dan bergizi.
Kemudian
lebih lanjut dalam Islam juga telah menjabarkan bagaimana peran orang tua yang diatur dalam pengimplementasian
kewajiban juga pemberian haknya pada anak misalnya, sejak dalam kandungan sampai menjelang dewasa memiliki hak perawatan dan pemeliharaan (alhadanah)
yang wajib dilaksanakan oleh
orang tuanya. Hadanah
memiliki arti sebagai pemeliharaan secara menyeluruh, baik dari segi kesehatan
fisik, mental, sosial, maupun dari segi
pendidikan dan perkembangannya
(A�yun et al., 2016).
e. Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan intelektual
Tanggung
jawab ini dimaksudkan untuk pembentukan serta pembinaan pemikiran anak dengan seluruh
hal bermanfaat serta kesadaran berpikir juga berbudaya. Tanggung jawab intelektual ini berpusat pada tiga hal, yaitu: kewajiban
mengajar, penyadaran berpikir dan kesehatan berpikir
f.
Tanggung
jawab kepribadian dan sosial anak
Tanggung
jawab artinya kewajiban orang tua untuk menanamkan anak sejak kecil
supaya terbiasa menerapkan adab sosial serta pergaulan
sesamanya. Saat anak yang masih suci, orang-orang dewasa memiliki perhatian yang besar padanya, sehingga jiwa sosial
serta perhatian yang benar bagi orang lain itulah yang akan tumbuh kuat di dalam jiwanya. Pembentukan kepribadian terjadi dalam masa yang panjang, sejak dalam kandungan sampai umur 21 tahun. Pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan pembinaan
iman dan akhlak. Secara umum pakar
kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang (Syahraeni, 2015).
Faktor
lingkungan dimana anak itu tinggal
serta dibesarkan berpengaruh. Sebagai orang tua yang bijak, maka ia perlu
mempertimbangkan lingkungan
mana anak tinggal serta dibesarkan. Sebab lingkungan yang baik mempunyai potensi membentuk karakter yang baik pada anak. Sebaliknya, lingkungan yang buruk pemicu pembentukan karakter yang buruk (Umroh, 2019).
Kesimpulan
Bentuk-bentuk tanggung jawab
orang tua pada pendidikan akidah anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang tersebut sebahagian kecil melaksanakannya dengan mengajarkan pada anak melalui cerita, membaca sejarah tentang iman, memperlihatkan
ciptaan Allah, Asmaul
Husna, dan sifat-sifat-Nya,
mencintai Allah melalui zikir, beristigfar dan berselawat kepada Nabi Muhammad
SAW, serta mengajarkan
al-Qur'an itu sebagai pedoman hidup bagi
manusia.
Bentuk-bentuk tanggung jawab
orang tua terhadap pendidikan ibadah anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Padang tersebut sebahagian kecil orang tua mengajarkan anak untuk melaksanakan
salat di rumah dan mengajaknya
salat berjamaah di masjid, menyediakan
perlengkapan salat, membelikan
al-Qur�an, dan mengajarkan anak
membaca basmallah setiap memulai pekerjaan serta melatih anak untuk
melaksanakan puasa wajib Ramadan
Bentuk-bentuk tanggung jawab
orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di RW IV Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan
Kuranji Padang tersebut sebahagian kecil orang tua mengajarkannya melalui keteladanan, perilaku yang baik dan nasehat serta menghukum
anak apabila melanggar peraturan di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Pendidikan
akhlak belum sepenuhnya terlaksana oleh orang tua, ini dapat
dilihat dengan rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman agama
orang tua dan ketika memarahi anaknya sering mengeluarkan kata-kata
yang tidak Islami dan kurang mendidik, akibatnya orang tua mengalami kesulitan dalam membina aqidah,
ibadah, dan akhlak terhadap
anak-anaknya.
BIBLIOGRAFI
A�yun, Q., Prihartanti, N., & Chusniatun, C.
(2016). Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Studi Kasus pada
Keluarga Muslim Pelaksana Homeschooling). Indigenous: Jurnal Ilmiah
Psikologi, 13(2).
Abdurrahman, A. (1986). Ajaran Islam Tentang Perawatan
Anak. Bandung: Al-Bayin.
Abdurrahman, J. (1983). Al-Mashalih al-Mursalah wa Makanatuha
fi al-Tasyri�. Mesir, Matba�ah Al-Sa�adah, Cetakan Pertama, Tt.
Agus, Z. (2019). Peranan Orang Tua Dalam Membina Kecerdasan
Spiritual Anak Dalam Keluarga. Raudhah Proud To Be Professionals: Jurnal
Tarbiyah Islamiyah, 4(2), 27�42.
Al-Bukhari, I. A. A. M. (1981). Ibnu Isma�il ibnu Ibrahim. Shahih
Al-Bukhari, Beirut: Dar Al-Fikr.
Al-Hijazy, H. B. A. (2001). Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim,
terj. Muzaidi Hasbullah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Ansori, R. A. M. (2017). Strategi Penanaman Nilai-Nilai
Pendidikan Islam Pada Peserta Didik. Jurnal Pusaka, 4(2), 14�32.
Asmanita, M., Madjid, N., & Maspika, S. (2019). Peran
Orang Tua Dalam Membentuk Kemandirian Anak Usia Dini Di Desa Tanjung Berugo
Kecamatan Lembah Masurai Kabupaten Merangin. Uin Sulthan Thaha
Saifuddinjambi.
Azyumardi, A. (2001). Ensiklopedi Islam. PT Ichtiar
Baru van Hoeve, Cetakan kesembilan, Jakarta.
Departemen Agama, R. I. (2009). Al-Qur�an dan terjemahan. In Jakarta:
PT Syaamil Cipta Media.
Ekasari, N. I. M. (2013). Peran Keluarga Dalam Membentuk
Jiwa Keagamaan Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Hafidz, M. N. A. (2007). Mendidik Anak Bersama Rasulullah,
penterjemah Kuswah Dani, judul asli Manhajul al-tarbiyah al-Nabawiyah Lil-al
Thifl. Bandung: Albayan.
Hasyim, U. (1983). Anak shaleh: cara mendidik anak dalam
Islam. PT. Bina Ilmu.
Mu�in, F. (2017). Strategi Guru Madrasah Diniyah Dalam
Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di Madrasah Diniyah Hidayatul Mutholibin
Tanggung Blitar.
Partono, P. (2020). Pendidikan Akhlak Remaja Dalam Keluarga
Muslim Di Era Industri 4.0. Jurnal Teladan: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan
Pembelajaran, 5(1), 55�64.
Penterjemah Al-Qur�an, Y. P. (1989). Al-qur‟ an dan
Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI.
Ramayulis, I. P. I., & Revisi, E. (2010). Cet. 8. Jakarta:
Kalam Mulia.
Rizqiah, U. (2017). Analisis kematangan beragama orang tua
yang berusia 40-49 tahun dalam pembinaan akhlaq anak: studi kasus di lingkungan
masyarakat Desa Grogol Kec. Dukuhturi Kab. Tegal. UIN Walisongo.
Subqi, I. (2016). Pola Komunikasi Keagamaan dalam Membentuk
Kepribadian Anak. INJECT (Interdisciplinary Journal of Communication), 1(2),
165�180.
Syahraeni, A. (2015). Tanggung Jawab Keluarga dalam
Pendidikan Anak. Al-Irsyad Al-Nafs: Jurnal Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
2(1).
Ulwan, A. N. (2007). Pendidikan anak dalam Islam. Jakarta:
Pustaka Amani.
Umroh, I. L. (2019). Peran Orang Tua Dalam Mendidik Anak
Sejak Dini Secara Islami Di Era Milenial 4.0. Ta�lim: Jurnal Studi
Pendidikan Islam, 2(2), 208�225.
Usman, A. S. (2017). Tanggung Jawab Orang Tua terhadap
Pendidikan Anak dalam Perspektif Islam. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak,
1(2), 112�127.
Yoga, D. S., Suarmini, N. W., & Prabowo, S. (2015). Peran
keluarga sangat penting dalam pendidikan mental, karakter anak serta budi
pekerti anak. Jurnal Sosial Humaniora (JSH), 8(1), 46�54.