Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

��������� ������������������������e-ISSN: 2548-1398

��������� ������������������������Vol. 5, No. 11, November 2020

 


UJI PENETRASI FITOSOM EKSTRAK ETANOL DAUN SEMBUNG SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH

 

Nurohman Ikra, Mumpui Esti dan Rachmaniar Rachmat

Universitas Pancasila (UP) Jakarta, Indonesia���������������������������������������

Email: [email protected], [email protected], dan [email protected]

 

Abstract

Phytosome is a delivery system formed by natural active ingredients and phosphatidylcholine. Phytosomes are used to increase the bioavailability of active ingredients. The active component with a too high polarity cannot pass through the lipid barrier of the skin or digestive system, so it cannot be absorbed. Flavonoids in the Blumea balsamifera L.DC have broad therapeutic potentials, one of which it is as an antioxidant. The phenolic compounds present in flavonoids have high polarity, causing low bioavailability. This study aims to make fitosome of the ethanol extracts of Blumea balsamifera L.DC, which have better penetration and antioxidant activity than the ethanol extracts of Blumea balsamifera L.DC itself. This method used was the antioxidant activity test between the ethanol extract of Blumea balsamifera (L.) DC. and the phytosome preparation of ethanol extract Blumea balsamifera (L.) DC, as well as a penetration test by calculating the diffusion profile of the extract ethanol and phytosomes. The results of this study showed that 70% ethanol extract of Blumea balsamifera L.DC can be made into phytosomes with a ratio of 1: 1 between the extracts and soy lechitin as phosphatidylcholine by using the lyophilization method (Freeze drying). Penetration of the phytosomes from the 70% ethanol extract of Blumea balsamifera L.DC. had increased when observing the total flavonoid levels. The shape of the phytosome has a higher average value of 5.03 � 1.64 �g / g than the extract form which is 2.56 � 1.23 �g / g. The antioxidant activity of the 70% ethanol extract of Blumea balsamifera L.DC. was higher with an IC50 value of 53.01 μg / mL compared to phytosomes from the 70% ethanol extract Blumea balsamifera L.DC. with an IC50 value of 78.05�g/mL.

 

Keywords: Ethanol Extract of Blumea balsamifera L. DC; Phytosome; Penetration, Antioxidant

 

Abstrak

Fitosom merupakan suatu sistem penghantaran yang dibentuk oleh bahan aktif alami dan fosfatidilkolin. Fitosom digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif. Komponen aktif dengan polaritas terlalu tinggi tidak dapat melewati penghalang lipid (lipid barrier) pada kulit atau sistem pencernaan, sehingga tidak dapat diserap. Flavonoid dalam daun sembung memiliki potensial terapetik yang luas, salah satunya adalah sebagai antioksidan, senyawa fenolik yang ada dalam flavonoid memiliki polaritas yang tinggi sehingga menyebabkan Bioavailabilitas rendah. Penelitian ini bertujuan untuk membuat fitosom ekstrak etanol daun sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) yang memiliki penetrasi dan aktivitas antioksidan yang lebih baik dari ekstrak etanol daun sembung. Metode pengujian yang dilakukan yaitu uji aktivitas antioksidan antara ekstrak etanol daun Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC) dan sediaan phytosome ekstrak etanol daun Sembung (Blumea balsamifera (L.)� DC), Serta dilakukan uji penetrasi dengan cara menghitung profil difusi dari ekstrak etanol daun sembung dan fitosom daun sembung. Hasil dari penelitian ini didapatkan ekstrak etanol 70% daun sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) dapat di buat menjadi Fitosom dengan perbandingan 1:1 antara ekstrak dan soy lechitin sebagai fosfatidilkolin menggunakan metode liofilisasi (Freeze drying). Penetrasi dari fitosom Ekstrak etanol 70% daun sembung meningkat dengan melihat kadar flavonoid total. Bentuk fitosom memiliki nilai kadar rata-rata lebih tinggi yaitu 5,03 � 1,64 �g/g dibanding bentuk ekstrak yaitu 2,56 � 1,23 �g/g. Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol 70% daun sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) lebih tinggi dengan nilai IC50 53,01 �g/mL dibandingkan fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung dengan nilai IC50 78,05 �g/m.

 

Kata kunci: Daun Sembung (Blumea Balsamifera (L) DC); Fitosom; Penetrasi; Antioksidan

 

Pendahuluan

Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah baik hewani maupun nabati. Tersebarnya kekayaan alam di Indonesia baik di daratan maupun lautan memberikan peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memafaatkan sumber daya alam Indonesia. Penggunaan tanaman sebagai bahan yang bisa digunakan dalam bidang pengobatan dapat memberikan peluang untuk mendapatkan obat yang terjangkau secara ekonomis. Pemanfaatan tumbuhan dalam bidang pengobatan sudah populer dari masa ke masa, seperti halnya di Indonesia yang sudah mengenal jamu sejak zaman dahulu. Hal ini membuktikan bahwa alam, khususnya tumbuhan dapat dijadikan suatu sumber pengobatan yang alami dan mudah diperoleh (A, 2014).

Salah satu tumbuhan yang dimanfaatan dalam pengobatan di Indonesia adalah daun Sembung (Blumea Balsamifera L. DC). daun sembung memiliki kandungan zat aktif yaitu minyak atsiri 0,5% (berupa sineol, borneol, landerol, dan kamper), flavanoid, tanin, damar, dan ksantoksilin (Yuan et al., 2016). Beberapa khasiat yang diketahui dari daun sembung diantaranya untuk mengobati beri-beri, eksim, sakit pinggang, dermatitis, rematik, cedera kulit (Pang et al., 2014), antimikroba, antiinflamasi (Nessa, Ismail, & Mohamed, 2010). penyembuhan luka dan antioksidan (Saewan, Koysomboon, & Chantrapromma, 2011).

Flavonoid memiliki potensial terapetik yang luas, senyawa fenolik yang ada dalam flavonoid memiliki polaritas yang tinggi sehingga menyebabkan Bioavailabilitas rendah (Singh, Saharan, Singh, & Bhandari, 2011). Salah satu cara untuk memperbaiki bioavailabilitas yaitu dengan menerapkan teknologi fitosom pada ekstrak daun sembung (Freag, Elnaggar, & Abdallah, 2013).

Fitosom merupakan suatu sistem penghantaran yang dibentuk oleh bahan aktif alami dan fosfatidilkolin (Gandhi, Dutta, Pal, & Bakshi, 2012). Fitosom digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif. Komponen aktif dengan polaritas terlalu tinggi tidak dapat melewati penghalang lipid (lipid barrier) pada kulit atau sistem pencernaan, sehingga tidak dapat diserap (Saha, Sarma, Saikia, & Chakrabarty, 2013). Fitosom membantu mengurangi polaritas zat aktif, sehingga membuatnya lebih mudah diserap (Singh et al., 2011).

Melihat potensi Sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) sebagai antioksidan, dan belum pernah dilakukan penelitian tentang pembuatan fitosom dari daun sembung, maka dilakukan penelitian untuk membuat fitosom ekstrak daun sembung yang diharapkan dapat membantu mengoptimalkan penetrasi dan bioaktivitas untuk memaksimalkan aktivitas senyawa tersebut.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan melihat nilai IC50 dan profil difusi dari ekstrak etanol daun sembung dan fitosom ekstrak daun sembung. Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah Daun Sembung muda (Blumea balsamifera (L) DC.) yang diperoleh dari area perkebunan Sukarapih, Kuningan Jawa Barat. Kemudian dilakukan determinasi di Laboratorium Identifikasi dan Determinasi ITB. pembuatan ekstrak dengan menggunakan ekstrak etanol 70%, Setelah didapatkan ekstrak kemudian dilakukan pengujian mutu ekstrak daun sembung meliputi kadar sari larut air, kadar abu dan kadar air. Ekstrak yang di peroleh selanjutnya dibuat fitosom, Pada saat proses pencampuran larutan ekstrak dengan larutan Soy lecithin di lakukan secara perlahan setetes demi setetes sambil berlangsungnya proses stirring hal ini bertujuan untuk mendapatkan kompleks senyawa yang homogen dan stabil. Proses stirring di lakukan dengan kecepatan 700 rpm selama 3 jam. Aquadest dipilih sebagai sebagai pelarut karena untuk memudahkan proses liofilisasi, sebab aquadest lebih mudah mengalami proses pembekuan dengan demikian dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bumping atau terbuangnya cairan karna tekanan oleh vakum pada saat proses liofilisasi (freeze drying). Dilakukan karakterisasi fitosom untuk melihat fitosom yang terbentuk memenuhi standar yaitu ukuran partikel dan indeks polidisperitas, zeta potensial, morfologi eksternal dan identifikasi senyawa. Dari fitosom yang terbentuk kemudian dilakukan uji aktivitas anti oksidan dengan uji difusi untuk melihat setelah dibuat fitosom apakah terdapat perbedaan yang signifikan disbanding bentuk ekstraknya yaitu dengan melihat nilai IC50 dan profil difusi dari ekstrak etanol daun sembung dan fitosom ekstrak daun sembung.

 

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Determinasi Tanaman

Hasil determinasi daun sembung yang diteliti di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH-ITB) Bandung menunjukkan bahwa tanaman yanng digunakan dalam penelitian ini adalah daun Sembung (Blumea balsamifera (L) DC.)

B.     Pembuatan ekstrak

Hasil dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1

Pemeriksaan Ekstrak Daun Sembung

Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Keterangan

Hasil rendemen (%)

Bobot simplisia (g)

250

Jumlah ekstrak kental (g)

8,3

DER- native

30,12

Rendemen (%)

3,32

 

Berdasarkan hasil maserat yang diperoleh dalam bentuk cair berwarna hijau tua yang berbau khas daun sembung. kemudian dari 250gram daun sembung yang dipekatkan diperoleh ekstrak etanol kental daun sembung sejumlah 8,3gram dengan DER-native sejumlah 30,12 dan rendeman sebesar 3,32%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa sebanyak 250gram simplisia daun sembung dapat menghasilkan 30,12gram ekstrak atau 3,32% dari bobot simplisia yang diekstraksi.

C.    Pengujian Mutu Ekstrak

Tabel 2

Hasil Pengujian Mutu Ekstrak

Parameter

Hasil uji (%)

Hasil rata-rata

Kadar sari larut air

17,86

18,68%�0,81

 

19,49

Kadar air

8,02

8,41%�0,38

 

8,80

Kadar abu total

2,06

1,89%�0,17

 

1,71

 

Hasil pengujian parameter mutu nonspesifik di atas menunjukkan kadar air dengan menggunakan metode karl fischer pada ekstrak daun sembung yaitu 8,41% telah memenuhi persyaratan Peraturan BPOM tentang persyaratan mutu obat tradisional kadar air untuk ekstrak adalah ≤10%. Kadar air dalam ekstrak harus memenuhi syarat karena kadar air yang besar dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Hasil total kadar abu dapat menunjukkan total mineral yang terkandung dalam ekstrak daun sembung. Bahan-bahan organik (Hg,Pb, Silikat, K,Mg,Ca) dalam proses pembakaran akan terbakar, tetapi komponen anorganiknya tidak terbakar dan sebab itu disebut sebagai abu. Total kadar abu dalam ekstrak daun sembung adalah 1,89%. Hasil uji parameter di atas memenuhi persyaratan Depkes RI 2008 yaitu tidak lebih dari 16,6%.

D.    Karakterisasi Fitosom

Tabel 3

Hasil pengukuran partikel dan indeks polidisperitas

Sampel uji

Pengulangan

Ukuran Partikel (nm)

Indeks Polidisperitas

Ekstrak daun sembung

1

1238

0,653

2

1284

0,671

3

1253

0,615

Rata-rata

1258

0,646

Fitosom

1

592,8

0,295

2

572,9

0,304

3

563,9

0,369

Rata-rata

576,5

0,322

 

Berdasarkan hasil terlihat bahwa fitosom memiliki ukuran partikel dan indeks polidisperitas lebih kecil yaitu 576,5 nm, 0,322 dibandingkan ekstrak daun sembung sebesar 1258 nm, 0,646. Ukuran fitosom yang diperoleh memenuhi persyaratan nanopartikel dan termasuk kategori fine particles (100-2500 nm) (Mishra & Tiwari, 2013).

Tabel 4

Hasil pengukuran zeta potensial

Sampel uji

Zeta potensial (mV)

Ekstrak etanol daun sembung

-12,1

Fitosom ekstrak etanol daun sembung

-51,5

 

Penelitian ini menghasilkan nilai zeta potensial negatif dari ekstrak daun sembung dan fitosom ekstrak daun sembung yang telah dibuat yaitu -12,1 dan -51,5. Nilai zeta potensial negatif dapat disebabkan karena terdapat ekstrak etanol 70% memiliki muatan negatif, kemungkinan lainnya adalah karena kurangnya kecepatan pada saat pengadukan menggunakan magnetik stirer, karena semakin tinggi kecepatan pengadukan maka banyak partikel yang terpecah menjadi partikel berukuran nano, selain itu peningkatan lama pengadukan akan memperbesar intensitas molekul pelarut untuk bersentuhan dengan soy lechitin sehingga ukuran partikel yang dihasilkan semakin kecil (Stiehl, Baran, Ho, & Marciniak-Czochra, 2014). Nilai zeta potensial yang dihasilkan pada penelitian ini dianggap tidak baik karena tidak lebih dari +30 mV dan tidak kurang dari -30 mV (Murdock, Braydich-Stolle, Schrand, Schlager, & Hussain, 2008).

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Hasil pengamatan morfologi eksternal

 

Berdasarkan hasil pada masing-masing pembesaran didapatkan morfologi fitosom yang kurang sferis, bentuk partikel yang kurang sferis dapat mempermudah interaksi antarpartikel sehingga terjadi agregasi yang mengakibatkan ukuran partikel semakin besar (Prasetiowati, Prasetya, & Wardani, 2018). Hal ini bisa disebabkan juga karena kurang besarnya kecepatan (rpm) atau kurang lamanya waktu pembentukan kompleks pada saat proses stirring sehingga pada saat pembentukan kompleks fitosom ukuran partikel yang terbentuk tidak seragam (Stiehl et al., 2014).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2

Hasil identifikasi senyawa menggunakan Spektrofotometri FTIR

 

 

 

 

 

Tabel 5

Hasil pemeriksaan Spektrofotometri FTIR

Sampel

Frekuensi (cm-1)

Rentang Frekuensi (cm-1)

Jenis Ikatan

Jenis Senyawa

Fitosom ekstrak etanol daun sembung

3740,53

3750-3000

O-H

Hindroksil

2925,87

2853-2962

C-H

Alkana

1735,70

1750-1650

C=O

Karbonil

1048,98

1300-1000

C-O

Karboksil

 

Hasil spektrum IR menunjukkan terdapat beberapa gugus fungsional pada pita-pita serapan. Pada rentang frekuensi 3000-3750 cm-1 didapatkan pita yang tajam, rentang frekuensi tersebut merupakan karakteristik senyawa fenolik (-OH) hal ini disebabkan karena daun sembung mengandung flavonoid, pada rentang 2853-2962 cm-1 diperoleh adanya gugus alkana (C-H), pada rentang 1750-1650 cm-1 diperoleh adanya gugus karbonil (C=O), dan pada rentang 1000-1300 cm-1 diperoleh adanya gugus karboksil(C-O) (Baran N, 2014).

E.     Uji Difusi

Tabel 6

Hasil serapan baku banding quarsetin

Konsentrasi (�g/mL)

Serapan

0,5005

0,0255

1,0010

0,0575

2,0020

0,1022

5,0050

0,2558

10,0100

0,473

15,0150

0,7987

20,0200

1,0945

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3

Kurva kalibrasi quarsetin

 

Berdasarkan hasil pengukuran BP quarsetin menggunakan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 373 nm, maka di dapatkan persamaan kurva baku quarsetin yaitu y = 0,0539x � 0,0116. Persamaan regresi yang didapatkan dapat digunakan untuk menetapkan kadar flavonoid total dalam sampel.

Tabel 7

Hasil serapan sampel uji

Sampel

Serapan

Konsentrasi terbaca (�g/mL)

Kadar dalam sampel (�g/g)

Rata-rata (�g/g)

Ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 1

0,0025

0,2613

1,3162

2,56 � 1,23

Ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 2

0,0152

0,4968

2,5869

Ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 3

0,0293

0,7582

3,7790

Fitosom ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 1

0,0321

0,8101

4,0604

5,03 � 1,64

Fitosom ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 2

0,0631

1,3849

7,0185

Fitosom ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 3

0,0327

0,8213

4,0997

 

�������� Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji sel difusi franz selama 60 menit didapatkan hasil rata-rata kadar flavonoid total pada ekstrak etanol 70% daun sembung yaitu 2,56 � 1,23 �g/g, sedangkan pada sampel fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung diperoleh hasil kadar rata-rata flavonoid total yaitu 5,03 � 1,64 �g/g. Hal ini berarti fitosom dapat meningkatkan penetrasi zat aktif yang memiliki polaritas yang tinggi. Untuk melihat perbedaan profil difusi maka dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk menentukan uji yang digunakan apakah parametrik atau non parametrik, hasil uji normalitas menunjukan bahwa ekstrak etanol 70% daun sembung berdistribusi normal dengan nilai p = 0,964 (>0,05), sedangkan pada fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung tidak berdistribusi normal dengan nilai p = 0,022 (<0,05), karena salah satu data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji non parametrik dengan menggunakan Mann-Whitney Test. Hasil uji menunjukan bahwa terdapat perbedaan profil difusi (kadar flavonoid total) antara kelompok perlakuan bentuk ekstrak dan kelompok perlakuan bentuk fitosom dengan nilai p = 0,05, hal ini menunjukan bahwa fitosom mempunyai pengaruh untuk meningkatkan bioavailabilitas dengan melihat kadar flavonoid total dengan metode sel difusi franz.

 

 

 

F.     Uji aktivitas antioksidan

Tabel 8

Uji aktivitas antioksidan

Hasil Uji Antioksidan

Sampel

IC 50 (�g/mL)

IC50 Rata-Rata (�g/mL)

 

Vitamin C Ulangan 1

6,96

7,00�0,04

 

Vitamin C Ulangan 2

7,03

 

Ekstrak Etanol Ulangan 1

54,25

53,01�0,96

 

Ekstrak Etanol Ulangan 2

51,92

 

Ekstrak Etanol Ulangan 3

52,86

 

Fitosom Ulangan 1

79,19

78,05�0,94

 

Fitosom Ulangan 2

76,99

 

Fitosom Ulangan 3

77, 96

 

 

Hasil menunjukkan bahwa vit C memiliki aktivita antioksidan yang sangat kuat (syarat < 50 �g/mL), fitosom ekstrak Etanol 70% daun sembung memiliki aktivitas antioksidan kuat (syarat 50-100 �g/mL) memiliki aktivitas lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil antioksidan ekstrak etanol 70% daun sembung, untuk melihat perbedaan aktivitas antioksidan maka dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk menentukan uji yang digunakan apakah parametrik atau non parametrik, hasil uji normalitas menunjukan bahwa ekstrak etanol 70% daun sembung berdistribusi normal dengan nilai p = 0,788 (>0,05), sedangkan pada fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung tidak berdistribusi normal dengan nilai p=0,049 (<0,05), karena salah satu data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji non parametrik dengan menggunakan Mann-Whitney Test. Hasil uji menunjukan bahwa terdapat perbedaan antioksidan antara kelompok perlakuan bentuk ekstrak dan kelompok perlakuan bentuk fitosom dengan nilai p = 0,05. Hal ini terjadi bisa dikarenakan kompleks yang terbentuk tidak sempurna yang mengakibatkan tidak bisa meredam DPPH dengan maksimal.

 

Kesimpulan

Ekstrak etanol 70% daun sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) dapat di buat menjadi Fitosom menggunakan metode liofilisasi (Freeze drying) dengan menggunakan Soy lecithin sebagai fosfolipid. Penetrasi dari fitosom Ekstrak etanol 70% daun sembung meningkat dengan melihat kadar flavonoid total. Bentuk fitosom memiliki nilai kadar rata-rata lebih tinggi yaitu 5,03 � 1,64 �g/g dibanding bentuk ekstrak yaitu 2,56 � 1,23 �g/g. Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol 70% daun sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) lebih tinggi dengan nilai IC50 53,01 �g/mL dibandingkan fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung dengan nilai��� IC50 78,05 �g/mL.

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

A, Hariana. (2014). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya (3rd ed). Jakarta: Penebar Swadaya.

Freag, May S., Elnaggar, Yosra S. R., & Abdallah, Ossama Y. (2013). Lyophilized phytosomal nanocarriers as platforms for enhanced diosmin delivery: optimization and ex vivo permeation. International Journal of Nanomedicine, 8, 2385.

Gandhi, Arijit, Dutta, Avik, Pal, Avijit, & Bakshi, Paromita. (2012). Recent trends of phytosomes for delivering herbal extract with improved bioavailability. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 1(4), 6�14.

Mishra, R. K., & Tiwari, G. N. (2013). Energy and exergy analysis of hybrid photovoltaic thermal water collector for constant collection temperature mode. Solar Energy, 90, 58�67.

Murdock, Richard C., Braydich-Stolle, Laura, Schrand, Amanda M., Schlager, John J., & Hussain, Saber M. (2008). Characterization of nanomaterial dispersion in solution prior to in vitro exposure using dynamic light scattering technique. Toxicological Sciences, 101(2), 239�253.

Nessa, Fazilatun, Ismail, Zhari, & Mohamed, Nornisah. (2010). Xanthine oxidase inhibitory activities of extracts and flavonoids of the leaves of Blumea balsamifera. Pharmaceutical Biology, 48(12), 1405�1412.

Pang, Yuxin, Wang, Dan, Fan, Zuowang, Chen, Xiaolu, Yu, Fulai, Hu, Xuan, Wang, Kai, & Yuan, Lei. (2014). Blumea balsamifera�A phytochemical and pharmacological review. Molecules, 19(7), 9453�9477.

Prasetiowati, Andi Lana, Prasetya, Agung Tri, & Wardani, Sri. (2018). Sintesis Nanopartikel Perak dengan Bioreduktor Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri. Indonesian Journal of Chemical Science, 7(2), 160�166.

Saewan, N., Koysomboon, S., & Chantrapromma, K. (2011). Anti-tyrosinase and anti-cancer activities of flavonoids from Blumea balsamifera DC. Journal of Medicinal Plants Research, 5(6), 1018�1025.

Saha, Sanjay, Sarma, Anupam, Saikia, Pranjal, & Chakrabarty, T. (2013). Phytosome: A brief overview. Scholars Academic Journal of Pharmacy, 2(1), 12�20.

Singh, Anupama, Saharan, Vikas Anand, Singh, Manjeet, & Bhandari, Anil. (2011). Phytosome: drug delivery system for polyphenolic phytoconstituents. Iranian Journal of Pharmaceutical Sciences, 7(4), 209�219.

Stiehl, Thomas, Baran, Natalia, Ho, Anthony D., & Marciniak-Czochra, Anna. (2014). Clonal selection and therapy resistance in acute leukaemias: mathematical modelling explains different proliferation patterns at diagnosis and relapse. Journal of The Royal Society Interface, 11(94), 20140079.

Yuan, Yuan, Huang, Mei, Pang, Yu Xin, Yu, Fu Lai, Chen, Ce, Liu, Li Wei, Chen, Zhen Xia, Zhang, Ying Bo, Chen, Xiao Lu, & Hu, Xuan. (2016). Variations in essential oil yield, composition, and antioxidant activity of different plant organs from Blumea balsamifera (L.) DC. at different growth times. Molecules, 21(8), 1024.

�