Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
��������� ������������������������e-ISSN:
2548-1398
��������� ������������������������Vol.
5, No. 11, November
2020
UJI PENETRASI FITOSOM EKSTRAK ETANOL DAUN
SEMBUNG SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH
Nurohman Ikra, Mumpui Esti
dan Rachmaniar Rachmat
Universitas Pancasila (UP) Jakarta, Indonesia���������������������������������������
Email: [email protected], [email protected], dan [email protected]
Abstract
Phytosome is a delivery system formed by natural active
ingredients and phosphatidylcholine. Phytosomes are
used to increase the bioavailability of active ingredients. The active
component with a too high polarity cannot pass through the lipid barrier of the
skin or digestive system, so it cannot be absorbed. Flavonoids in the Blumea balsamifera L.DC have broad therapeutic potentials,
one of which it is as an antioxidant. The phenolic compounds present in
flavonoids have high polarity, causing low bioavailability. This study aims to
make fitosome of the ethanol extracts of Blumea balsamifera L.DC, which
have better penetration and antioxidant activity than the ethanol extracts of Blumea balsamifera L.DC itself. This method used was the antioxidant activity test between the
ethanol extract of Blumea balsamifera (L.) DC. and
the phytosome preparation of ethanol extract Blumea balsamifera (L.) DC, as well as a penetration test
by calculating the diffusion profile of the extract ethanol and phytosomes. The results of this study showed that 70% ethanol
extract of Blumea balsamifera L.DC can be made into phytosomes with a ratio of 1: 1 between the extracts and
soy lechitin as phosphatidylcholine by using the
lyophilization method (Freeze drying). Penetration of the phytosomes
from the 70% ethanol extract of Blumea balsamifera L.DC. had increased when observing the total flavonoid levels.
The shape of the phytosome has a higher average value
of 5.03 � 1.64 �g / g than the extract form which is 2.56 � 1.23 �g / g. The
antioxidant activity of the 70% ethanol extract of Blumea
balsamifera L.DC. was higher with an IC50 value of
53.01 μg / mL compared to phytosomes
from the 70% ethanol extract Blumea balsamifera L.DC. with an IC50 value of 78.05�g/mL.
Keywords: Ethanol
Extract of Blumea balsamifera L. DC; Phytosome; Penetration, Antioxidant
Abstrak
Fitosom merupakan suatu sistem penghantaran yang dibentuk oleh bahan aktif alami dan fosfatidilkolin. Fitosom digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif. Komponen
aktif dengan polaritas terlalu tinggi tidak dapat
melewati penghalang lipid
(lipid barrier) pada kulit atau
sistem pencernaan, sehingga tidak dapat diserap. Flavonoid dalam daun sembung
memiliki potensial terapetik yang luas, salah satunya adalah sebagai antioksidan, senyawa fenolik yang ada dalam flavonoid memiliki polaritas yang tinggi sehingga menyebabkan Bioavailabilitas rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat fitosom ekstrak etanol daun sembung (Blumea
balsamifera (L) DC.) yang memiliki penetrasi dan aktivitas antioksidan yang lebih baik dari ekstrak
etanol daun sembung. Metode pengujian yang dilakukan yaitu uji aktivitas antioksidan antara ekstrak etanol daun Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC) dan sediaan phytosome ekstrak etanol daun Sembung
(Blumea balsamifera (L.)� DC), Serta dilakukan
uji penetrasi dengan cara menghitung profil difusi dari
ekstrak etanol daun sembung dan fitosom daun sembung.
Hasil dari penelitian ini didapatkan ekstrak etanol 70% daun sembung (Blumea
balsamifera (L) DC.) dapat di buat
menjadi Fitosom dengan perbandingan 1:1 antara ekstrak dan soy lechitin sebagai fosfatidilkolin menggunakan metode liofilisasi (Freeze
drying). Penetrasi dari fitosom Ekstrak etanol 70% daun sembung meningkat dengan melihat kadar flavonoid total. Bentuk fitosom memiliki nilai kadar rata-rata lebih tinggi yaitu
5,03 � 1,64 �g/g dibanding bentuk
ekstrak yaitu 2,56 � 1,23
�g/g. Aktivitas antioksidan
dari ekstrak etanol 70% daun sembung (Blumea balsamifera (L)
DC.) lebih tinggi dengan nilai IC50 53,01 �g/mL dibandingkan fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung dengan
nilai IC50 78,05 �g/m.
Kata kunci: Daun Sembung (Blumea Balsamifera (L) DC); Fitosom;
Penetrasi; Antioksidan
Pendahuluan
Indonesia
adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah baik hewani
maupun nabati. Tersebarnya kekayaan alam di Indonesia baik di daratan maupun lautan memberikan peluang bagi masyarakat
Indonesia untuk memafaatkan
sumber daya alam Indonesia. Penggunaan tanaman sebagai bahan yang bisa digunakan dalam bidang pengobatan dapat memberikan peluang untuk mendapatkan
obat yang terjangkau secara ekonomis. Pemanfaatan tumbuhan dalam bidang pengobatan
sudah populer dari masa ke masa, seperti halnya di Indonesia yang sudah mengenal jamu sejak zaman dahulu. Hal ini membuktikan bahwa alam, khususnya tumbuhan dapat dijadikan suatu sumber pengobatan yang alami dan mudah diperoleh (A, 2014).
Salah
satu tumbuhan yang dimanfaatan dalam pengobatan di Indonesia adalah daun Sembung (Blumea Balsamifera L. DC). daun
sembung memiliki kandungan zat aktif
yaitu minyak atsiri 0,5% (berupa sineol, borneol, landerol, dan kamper), flavanoid, tanin, damar, dan ksantoksilin (Yuan et al., 2016). Beberapa khasiat yang diketahui dari daun sembung diantaranya
untuk mengobati beri-beri, eksim, sakit pinggang, dermatitis, rematik, cedera kulit (Pang et al., 2014), antimikroba, antiinflamasi (Nessa, Ismail, & Mohamed, 2010). penyembuhan luka dan antioksidan (Saewan, Koysomboon, & Chantrapromma, 2011).
Flavonoid
memiliki potensial terapetik yang luas, senyawa fenolik yang ada dalam flavonoid memiliki polaritas yang tinggi sehingga menyebabkan Bioavailabilitas rendah (Singh, Saharan, Singh, & Bhandari, 2011). Salah
satu cara untuk memperbaiki bioavailabilitas yaitu dengan menerapkan teknologi fitosom pada ekstrak daun sembung
(Freag, Elnaggar, & Abdallah, 2013).
Fitosom merupakan suatu sistem penghantaran yang dibentuk oleh bahan aktif alami dan fosfatidilkolin (Gandhi, Dutta, Pal, & Bakshi, 2012). Fitosom digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif. Komponen aktif dengan polaritas
terlalu tinggi tidak dapat melewati
penghalang lipid (lipid barrier) pada kulit atau sistem
pencernaan, sehingga tidak dapat diserap
(Saha, Sarma, Saikia, & Chakrabarty, 2013). Fitosom membantu mengurangi polaritas zat aktif, sehingga
membuatnya lebih mudah diserap (Singh et al., 2011).
Melihat potensi Sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) sebagai
antioksidan, dan belum pernah dilakukan penelitian tentang pembuatan fitosom dari daun sembung,
maka dilakukan penelitian untuk membuat fitosom ekstrak daun sembung
yang diharapkan dapat membantu mengoptimalkan penetrasi dan bioaktivitas untuk memaksimalkan aktivitas senyawa tersebut.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
kuantitatif yaitu dengan melihat nilai IC50 dan profil difusi dari ekstrak
etanol daun sembung dan fitosom ekstrak daun sembung.
Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah Daun
Sembung muda (Blumea balsamifera (L) DC.) yang diperoleh dari area perkebunan Sukarapih, Kuningan Jawa Barat. Kemudian dilakukan determinasi di Laboratorium Identifikasi dan Determinasi ITB. pembuatan ekstrak dengan menggunakan ekstrak etanol 70%, Setelah
didapatkan ekstrak kemudian dilakukan pengujian mutu ekstrak daun sembung
meliputi kadar sari larut air, kadar abu dan kadar air. Ekstrak yang di peroleh selanjutnya dibuat fitosom, Pada saat proses pencampuran larutan ekstrak dengan larutan Soy lecithin
di lakukan secara perlahan setetes demi setetes sambil berlangsungnya proses stirring
hal ini bertujuan
untuk mendapatkan kompleks senyawa yang homogen dan stabil. Proses stirring di lakukan
dengan kecepatan 700 rpm selama 3 jam. Aquadest dipilih sebagai sebagai pelarut karena untuk memudahkan
proses liofilisasi, sebab aquadest lebih mudah mengalami proses pembekuan dengan demikian dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bumping atau terbuangnya cairan karna tekanan oleh vakum pada saat proses liofilisasi (freeze
drying). Dilakukan karakterisasi
fitosom untuk melihat fitosom yang terbentuk memenuhi standar yaitu ukuran
partikel dan indeks polidisperitas, zeta potensial, morfologi eksternal dan identifikasi senyawa. Dari fitosom yang terbentuk kemudian dilakukan uji aktivitas anti oksidan dengan uji difusi untuk melihat setelah
dibuat fitosom apakah terdapat perbedaan yang signifikan
disbanding bentuk ekstraknya
yaitu dengan melihat nilai IC50 dan profil
difusi dari ekstrak etanol daun sembung dan fitosom ekstrak daun sembung.
Hasil dan Pembahasan
A. Determinasi Tanaman
Hasil determinasi
daun sembung yang diteliti di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH-ITB) Bandung menunjukkan
bahwa tanaman yanng digunakan dalam penelitian ini adalah daun
Sembung (Blumea balsamifera
(L) DC.)
B. Pembuatan ekstrak
Hasil dapat
dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1
Pemeriksaan Ekstrak Daun Sembung
Pemeriksaan |
Hasil Pemeriksaan |
Keterangan |
Hasil rendemen (%) |
Bobot simplisia (g) |
250 |
Jumlah ekstrak
kental (g) |
8,3 |
|
DER- native |
30,12 |
|
Rendemen (%) |
3,32 |
Berdasarkan hasil maserat yang diperoleh dalam bentuk cair berwarna
hijau tua yang berbau khas daun
sembung. kemudian dari 250gram
daun sembung yang dipekatkan diperoleh ekstrak etanol kental daun
sembung sejumlah 8,3gram dengan DER-native
sejumlah 30,12 dan rendeman
sebesar 3,32%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa sebanyak 250gram simplisia daun sembung dapat menghasilkan
30,12gram ekstrak atau
3,32% dari bobot simplisia yang diekstraksi.
C.
Pengujian Mutu Ekstrak
Tabel 2
Hasil Pengujian Mutu Ekstrak
Parameter |
Hasil uji (%) |
Hasil rata-rata |
Kadar sari larut air |
17,86 |
18,68%�0,81 |
|
19,49 |
|
Kadar air |
8,02 |
8,41%�0,38 |
|
8,80 |
|
Kadar abu total |
2,06 |
1,89%�0,17 |
|
1,71 |
Hasil
pengujian parameter mutu nonspesifik di atas menunjukkan kadar air dengan menggunakan metode karl fischer
pada ekstrak daun sembung yaitu 8,41% telah memenuhi persyaratan Peraturan BPOM tentang persyaratan mutu obat tradisional
kadar air untuk ekstrak adalah ≤10%. Kadar
air dalam ekstrak harus memenuhi syarat karena kadar
air yang besar dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Hasil total kadar abu dapat menunjukkan
total mineral yang terkandung dalam
ekstrak daun sembung. Bahan-bahan organik (Hg,Pb,
Silikat, K,Mg,Ca) dalam proses pembakaran akan terbakar, tetapi komponen anorganiknya tidak terbakar dan sebab itu disebut sebagai
abu. Total kadar abu dalam ekstrak
daun sembung adalah 1,89%. Hasil uji parameter di atas
memenuhi persyaratan Depkes RI 2008 yaitu tidak lebih dari
16,6%.
D.
Karakterisasi Fitosom
Tabel 3
Hasil pengukuran partikel dan indeks polidisperitas
Sampel uji |
Pengulangan |
Ukuran Partikel (nm) |
Indeks Polidisperitas |
Ekstrak daun sembung |
1 |
1238 |
0,653 |
2 |
1284 |
0,671 |
|
3 |
1253 |
0,615 |
|
Rata-rata |
1258 |
0,646 |
|
Fitosom |
1 |
592,8 |
0,295 |
2 |
572,9 |
0,304 |
|
3 |
563,9 |
0,369 |
|
Rata-rata |
576,5 |
0,322 |
Berdasarkan hasil terlihat bahwa fitosom memiliki
ukuran partikel dan indeks polidisperitas lebih kecil yaitu
576,5 nm, 0,322 dibandingkan ekstrak
daun sembung sebesar 1258 nm, 0,646. Ukuran fitosom yang diperoleh memenuhi persyaratan nanopartikel dan termasuk kategori fine
particles (100-2500 nm) (Mishra & Tiwari, 2013).
Tabel 4
Hasil pengukuran zeta potensial
Sampel uji |
Zeta potensial (mV) |
Ekstrak etanol daun
sembung |
-12,1 |
Fitosom ekstrak
etanol daun sembung |
-51,5 |
Penelitian ini menghasilkan nilai zeta potensial negatif dari ekstrak
daun sembung dan fitosom ekstrak daun sembung yang telah dibuat yaitu
-12,1 dan -51,5. Nilai zeta potensial negatif dapat disebabkan
karena terdapat ekstrak etanol 70% memiliki muatan negatif, kemungkinan lainnya adalah karena kurangnya kecepatan pada saat pengadukan menggunakan magnetik stirer, karena semakin tinggi kecepatan pengadukan maka banyak partikel yang terpecah menjadi partikel berukuran nano, selain itu peningkatan
lama pengadukan akan memperbesar intensitas molekul pelarut untuk bersentuhan dengan soy lechitin sehingga ukuran partikel yang dihasilkan semakin kecil (Stiehl, Baran, Ho, & Marciniak-Czochra, 2014).
Nilai zeta potensial yang dihasilkan
pada penelitian ini dianggap tidak baik karena tidak
lebih dari +30 mV dan tidak kurang dari
-30 mV (Murdock, Braydich-Stolle, Schrand, Schlager, &
Hussain, 2008).
Gambar 1
Hasil pengamatan morfologi eksternal
Berdasarkan hasil pada masing-masing pembesaran
didapatkan morfologi fitosom yang kurang sferis, bentuk partikel yang kurang sferis dapat mempermudah
interaksi antarpartikel sehingga terjadi agregasi yang mengakibatkan ukuran partikel semakin besar (Prasetiowati, Prasetya, & Wardani, 2018).
Hal ini bisa disebabkan juga karena kurang besarnya kecepatan (rpm) atau kurang lamanya waktu pembentukan kompleks pada saat proses
stirring sehingga pada saat
pembentukan kompleks fitosom ukuran partikel yang terbentuk tidak seragam (Stiehl et al., 2014).
Gambar 2
Hasil identifikasi senyawa menggunakan Spektrofotometri FTIR
Tabel 5
Hasil pemeriksaan Spektrofotometri
FTIR
Sampel |
Frekuensi (cm-1) |
Rentang Frekuensi (cm-1) |
Jenis Ikatan |
Jenis Senyawa |
Fitosom ekstrak etanol
daun sembung |
3740,53 |
3750-3000 |
O-H |
Hindroksil |
2925,87 |
2853-2962 |
C-H |
Alkana |
|
1735,70 |
1750-1650 |
C=O |
Karbonil |
|
1048,98 |
1300-1000 |
C-O |
Karboksil |
Hasil spektrum IR menunjukkan
terdapat beberapa gugus fungsional pada pita-pita serapan. Pada rentang frekuensi 3000-3750 cm-1 didapatkan
pita yang tajam, rentang frekuensi tersebut merupakan karakteristik senyawa fenolik (-OH) hal ini disebabkan
karena daun sembung mengandung flavonoid,
pada rentang 2853-2962 cm-1 diperoleh adanya gugus alkana
(C-H), pada rentang 1750-1650 cm-1 diperoleh adanya gugus karbonil (C=O), dan pada rentang 1000-1300 cm-1 diperoleh
adanya gugus karboksil(C-O) (Baran N, 2014).
E. Uji Difusi
Tabel 6
Hasil serapan baku banding quarsetin
Konsentrasi
(�g/mL) |
Serapan |
0,5005 |
0,0255 |
1,0010 |
0,0575 |
2,0020 |
0,1022 |
5,0050 |
0,2558 |
10,0100 |
0,473 |
15,0150 |
0,7987 |
20,0200 |
1,0945 |
Gambar 3
Kurva kalibrasi
quarsetin
Berdasarkan hasil pengukuran BP quarsetin menggunakan spektrofotometri UV-VIS pada panjang
gelombang 373 nm, maka di dapatkan persamaan kurva baku quarsetin yaitu y = 0,0539x � 0,0116. Persamaan
regresi yang didapatkan dapat digunakan untuk menetapkan kadar flavonoid total dalam sampel.
Tabel 7
Hasil serapan sampel
uji
Sampel |
Serapan |
Konsentrasi terbaca (�g/mL) |
Kadar dalam sampel (�g/g) |
Rata-rata (�g/g) |
Ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 1 |
0,0025 |
0,2613 |
1,3162 |
2,56 � 1,23 |
Ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 2 |
0,0152 |
0,4968 |
2,5869 |
|
Ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 3 |
0,0293 |
0,7582 |
3,7790 |
|
Fitosom ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 1 |
0,0321 |
0,8101 |
4,0604 |
5,03 � 1,64 |
Fitosom ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 2 |
0,0631 |
1,3849 |
7,0185 |
|
Fitosom ekstrak etanol daun sembung ulangan ke 3 |
0,0327 |
0,8213 |
4,0997 |
�������� Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji sel difusi
franz selama 60 menit didapatkan hasil rata-rata kadar flavonoid
total pada ekstrak etanol
70% daun sembung yaitu 2,56 � 1,23 �g/g, sedangkan
pada sampel fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung diperoleh
hasil kadar rata-rata
flavonoid total yaitu 5,03 � 1,64 �g/g. Hal ini berarti fitosom
dapat meningkatkan penetrasi zat
aktif yang memiliki polaritas yang tinggi. Untuk melihat perbedaan
profil difusi maka dilakukan uji statistik menggunakan program
SPSS. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk menentukan uji yang digunakan apakah parametrik atau non parametrik, hasil uji normalitas menunjukan bahwa ekstrak etanol
70% daun sembung berdistribusi normal dengan nilai p = 0,964 (>0,05), sedangkan
pada fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung tidak berdistribusi
normal dengan nilai p =
0,022 (<0,05), karena salah satu
data tidak berdistribusi
normal maka dilakukan uji
non parametrik dengan menggunakan Mann-Whitney Test. Hasil uji menunjukan bahwa terdapat perbedaan profil difusi (kadar flavonoid total) antara kelompok perlakuan bentuk ekstrak dan kelompok perlakuan bentuk fitosom dengan nilai p = 0,05, hal ini menunjukan
bahwa fitosom mempunyai pengaruh untuk meningkatkan bioavailabilitas dengan melihat kadar flavonoid total dengan metode sel
difusi franz.
F. Uji aktivitas
antioksidan
Tabel 8
Uji aktivitas antioksidan
Hasil Uji Antioksidan |
|||
Sampel |
IC 50 (�g/mL) |
IC50 Rata-Rata (�g/mL) |
|
Vitamin C Ulangan 1 |
6,96 |
7,00�0,04 |
|
Vitamin C Ulangan 2 |
7,03 |
|
|
Ekstrak Etanol Ulangan 1 |
54,25 |
53,01�0,96 |
|
Ekstrak Etanol Ulangan 2 |
51,92 |
|
|
Ekstrak Etanol Ulangan 3 |
52,86 |
|
|
Fitosom Ulangan 1 |
79,19 |
78,05�0,94 |
|
Fitosom Ulangan 2 |
76,99 |
|
|
Fitosom Ulangan 3 |
77, 96 |
|
Hasil
menunjukkan bahwa vit C memiliki aktivita antioksidan yang sangat kuat (syarat < 50 �g/mL), fitosom ekstrak Etanol 70% daun sembung memiliki aktivitas antioksidan kuat (syarat 50-100 �g/mL) memiliki aktivitas lebih kecil bila
dibandingkan dengan hasil antioksidan ekstrak etanol 70% daun sembung, untuk
melihat perbedaan aktivitas antioksidan maka dilakukan uji statistik menggunakan program
SPSS. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk menentukan uji yang digunakan apakah parametrik atau non parametrik, hasil uji normalitas menunjukan bahwa ekstrak etanol
70% daun sembung berdistribusi normal dengan nilai p = 0,788 (>0,05), sedangkan
pada fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung tidak berdistribusi
normal dengan nilai p=0,049
(<0,05), karena salah satu
data tidak berdistribusi
normal maka dilakukan uji
non parametrik dengan menggunakan Mann-Whitney Test. Hasil uji menunjukan bahwa terdapat perbedaan antioksidan antara kelompok perlakuan bentuk ekstrak dan kelompok perlakuan bentuk fitosom dengan nilai p = 0,05. Hal ini terjadi bisa
dikarenakan kompleks yang terbentuk tidak sempurna yang mengakibatkan tidak
bisa meredam DPPH dengan maksimal.
Kesimpulan
Ekstrak etanol
70% daun sembung (Blumea balsamifera (L) DC.) dapat
di buat menjadi Fitosom menggunakan metode liofilisasi (Freeze
drying) dengan menggunakan
Soy lecithin sebagai fosfolipid.
Penetrasi dari fitosom Ekstrak etanol 70% daun sembung meningkat dengan melihat kadar flavonoid total. Bentuk fitosom memiliki nilai kadar rata-rata lebih tinggi yaitu
5,03 � 1,64 �g/g dibanding bentuk
ekstrak yaitu 2,56 � 1,23
�g/g. Aktivitas antioksidan
dari ekstrak etanol 70% daun sembung (Blumea balsamifera (L)
DC.) lebih tinggi dengan nilai IC50 53,01 �g/mL dibandingkan fitosom ekstrak etanol 70% daun sembung dengan
nilai��� IC50
78,05 �g/mL.
BIBLIOGRAFI
A, Hariana. (2014). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya
(3rd ed). Jakarta: Penebar Swadaya.
Freag, May S., Elnaggar, Yosra S. R., & Abdallah, Ossama
Y. (2013). Lyophilized phytosomal nanocarriers as platforms for enhanced
diosmin delivery: optimization and ex vivo permeation. International Journal
of Nanomedicine, 8, 2385.
Gandhi, Arijit, Dutta, Avik, Pal, Avijit, & Bakshi,
Paromita. (2012). Recent trends of phytosomes for delivering herbal extract
with improved bioavailability. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry,
1(4), 6�14.
Mishra, R. K., & Tiwari, G. N. (2013). Energy and exergy
analysis of hybrid photovoltaic thermal water collector for constant collection
temperature mode. Solar Energy, 90, 58�67.
Murdock, Richard C., Braydich-Stolle, Laura, Schrand, Amanda
M., Schlager, John J., & Hussain, Saber M. (2008). Characterization of
nanomaterial dispersion in solution prior to in vitro exposure using dynamic
light scattering technique. Toxicological Sciences, 101(2),
239�253.
Nessa, Fazilatun, Ismail, Zhari, & Mohamed, Nornisah. (2010).
Xanthine oxidase inhibitory activities of extracts and flavonoids of the leaves
of Blumea balsamifera. Pharmaceutical Biology, 48(12), 1405�1412.
Pang, Yuxin, Wang, Dan, Fan, Zuowang, Chen, Xiaolu, Yu,
Fulai, Hu, Xuan, Wang, Kai, & Yuan, Lei. (2014). Blumea balsamifera�A
phytochemical and pharmacological review. Molecules, 19(7),
9453�9477.
Prasetiowati, Andi Lana, Prasetya, Agung Tri, & Wardani,
Sri. (2018). Sintesis Nanopartikel Perak dengan Bioreduktor Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri. Indonesian
Journal of Chemical Science, 7(2), 160�166.
Saewan, N., Koysomboon, S., & Chantrapromma, K. (2011).
Anti-tyrosinase and anti-cancer activities of flavonoids from Blumea
balsamifera DC. Journal of Medicinal Plants Research, 5(6),
1018�1025.
Saha, Sanjay, Sarma, Anupam, Saikia, Pranjal, &
Chakrabarty, T. (2013). Phytosome: A brief overview. Scholars Academic
Journal of Pharmacy, 2(1), 12�20.
Singh, Anupama, Saharan, Vikas Anand, Singh, Manjeet, &
Bhandari, Anil. (2011). Phytosome: drug delivery system for polyphenolic
phytoconstituents. Iranian Journal of Pharmaceutical Sciences, 7(4),
209�219.
Stiehl, Thomas, Baran, Natalia, Ho, Anthony D., &
Marciniak-Czochra, Anna. (2014). Clonal selection and therapy resistance in
acute leukaemias: mathematical modelling explains different proliferation
patterns at diagnosis and relapse. Journal of The Royal Society Interface,
11(94), 20140079.
Yuan, Yuan, Huang, Mei, Pang, Yu Xin, Yu, Fu Lai, Chen, Ce,
Liu, Li Wei, Chen, Zhen Xia, Zhang, Ying Bo, Chen, Xiao Lu, & Hu, Xuan.
(2016). Variations in essential oil yield, composition, and antioxidant
activity of different plant organs from Blumea balsamifera (L.) DC. at
different growth times. Molecules, 21(8), 1024.