Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 11, November 2021

�

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH DASAR

 

Ika Firma Ningsih Dian Primasari, Arita Marini, Arifin Maksum

Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian bertujuan mendiskripsikan dan menganalisis implementasi nilai-nilai pendidikan multikultural di SD Jakarta Multikultural School. Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan naturalistik inquiry studi kasus. Pengambilan data menggunakan pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data dilakukan dengan konfirmasi hasil observasi, wawancara, dokumentasi. Uji kredibilitas data dilakukan dengan memperpanjang pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi data, member check, dan referensi. Analisis data menggunakan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai multikultural di SD Jakarta Multikultural School sebagai berikut 1) Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler 2) Peran kepala sekolah, guru, dan siswa memiliki perananan, pemahaman yang sama dan berpengaruh positif dalam pengembangan nilai-nilai multikultural sebagai upaya membangun karakter peserta didik. 3) Penerapan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar membuat siswa tidak asing dengan istilah bahasa Inggris kaitannya dengan penggunaan teknologi; percaya diri dalam berinteraksi dengan orang asing/WNA 4). Penerapan program kurikulum international (cambridge) dirancang untuk memberikan siswa kesempatan untuk terlibat dengan dunia secara 'langsung' dan interaktif, mendorong pendekatan pembelajaran aktif memandu siswa untuk menjadi fasih dan berpengetahuan luas dalam berbagai mata pelajaran serta untuk merangkul keragaman yang dekat di hati mereka yang menyeimbangkan potensi siswa, peluang, latar belakang etnis, keyakinan agama dan cita-cita guna menciptakan individu untuk bersosialisasi dengan budaya yang berbeda. 5). JMS adalah tempat berkumpul antara peserta didik dan guru yang berasal dari latar belakang berbeda yang memiliki ide, keyakinan dan nilai yang beragam. Festival dan acara budaya dirayakan untuk mengekspresikan keragaman multikultural. 6). Semua orang di lingkungan sekolah waspada dan berkomitmen dalam menegakkan kebijakan no bullying (bebas penindasan).

 

Kata Kunci: implementasi; multicultural; sekolah dasar

 

Abstract

The research aims to describe and analyze the implementation of multicultural educational values at SD Jakarta Multicultural School. The research method used is the naturalistic approach of inquiry into case studies. Data retrieval uses observations, interviews, and documentation. The validity of the data is carried out by confirming the results of observations, interviews, documentation. Data credibility tests are conducted by extending observations, increasing persistence, data triangulation, member check, and reference. Data analysis using interactive models. The results showed that the implementation of multicultural values in SD Jakarta Multicultural School as follows 1) Learning is carried out in an integrated manner through intraccurricular and extracurricular activities 2) The role of principals, teachers, and students has the same role, understanding and positive influence in the development of multicultural values as an effort to build the character of learners. 3) The application of English as a language of instruction makes students familiar with English terms related to the use of technology; confident in interacting with strangers / WNA 4). The application of the international curriculum program (cambridge) is designed to give students the opportunity to engage with the world 'directly' and interactively, encouraging an active learning approach guiding students to become fluent and knowledgeable in a wide range of subjects as well as to embrace the diversity close to their hearts that balances students' potential, opportunities, ethnic backgrounds, religious beliefs and ideals in order to create individuals to socialize with a different culture. 5). JMS is a gathering place between learners and teachers from different backgrounds who have diverse ideas, beliefs and values. Cultural festivals and events are celebrated to express multicultural diversity. 6). Everyone in the school environment is vigilant and committed in enforcing the no bullying policy.

 

Keywords: implementation; multicultural; primary school

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-18

 

Pendahuluan

Sekolah multikultural adalah pendidikan bertoleransi dalam menghargai perbedaan budaya antara satu siswa dengan siswa lainnya. Perbedaan budaya ini bukan semata-mata dilihat dari unsur ras, agama, atau adat semata, melainkan juga menyangkut pola hidup dan kebisaaan yang dijalankan setiap siswa sehari-hari, baik di rumah maupun luar. Termasuk pola pikir, pendapat tentang suatu hal, cara makan dan berjalan, dan sebagainya. Kehidupan masyarakat Indonesia penuh dengan keragaman suku bangsa, bahasa, budaya, ras, kepercayaan, dan agama. Indonesia merupakan negara yang majemuk (Sumarna & Yuniarto, 2016). Kemajemukan dan keragaman budaya adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari (Ibrahim, 2013). Berbagai persoalan di masyarakat terkait dengan isu perbedaan, seperti prasangka antar kelompok, kekerasan antar kelompok, tawuran antar pelajar, bullying anak sekolah pada sesama teman, menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan dalam keragaman yang telah dibangun oleh para pendahulu bangsa. Persoalan tersebut memunculkan adanya diskriminasi di antara sesama. Persoalan ini tidak bisa dibiarkan terjadi, apalagi di kalangan anak sekolah Dasar. Pendidikan merupakan media yang tepat untuk mengenalkan multicultural (Elhefni & Wahyudi, 2017).

Implementasi kurikulum pendidikan multi-kultural yang sarat dengan pengalaman social dan situasi kehidupan multikultural beserta kedekatan pada� modernisasi� budaya� yang didesain masyarakat sekolah, berada pada posisi utama untuk menentukan cara hidup kelompok- kelompok lainnya, dalam hal afiliasi pada tradisi agama� dan� sosial-budaya (Sutjipto, 2017). (Desmita, 2016) menjelaskan bahwa anak usia sekolah dasar 7 sampai 11 tahun berada pada tahap mythic- literal faith. Tahap perkembangan kognitifnya, berada pada perkembangan operasional konkret yakni memikirkan segala sesuatunya secara konkret; anak secara sistematis mulai mengambil makna tradisi masyarakatnya. Guru harus memahami karakteristik dan keberagaman peserta didik di sekolah, agar mampu mengelola kesetaraan guna meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasarkan pasal 4 (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 2016) maka pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik perlu mendapatkan perhatian serius. Langkah strategisnya, yakni melalui pendidikan multikultural di Sekolah. Pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk budaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Pendidikan multikultural menurut (Zamroni, 2011) suatu bentuk reformasi pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara kepada siswa tanpa memandang latar belakangnya, sehingga semua siswa dapat meningkatkan kemampuan yang setara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat dan bakat yang dimiliki. (Aeni & Astuti, 2020) menyatakan tujuan utama pendikan multikultural mengubah pendekatan pelajarandan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama pada setiap anak, yakni: 1) tidak ada yang dikorbankan demi persatuan; 2) siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman; 3) keunikan itu dihargai. Hal ini berarti harus ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai khususnya sivitas akademika sekolah. Penekanan pendidikan multikultural lebih difokuskan pada pendidikannya. Siswa seharusnya dilatih dan dibiasakan untuk memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan dan interpretasi.

Penelitian mengenai pelaksanaan pendidikan multikultural telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain oleh (Lincoln, 2015), (Ismaya & Romadlon, 2017), (Sudrajat, 2014) dan (Najmina, 2018). Riset (Lincoln, 2015) menunjukkan kesetaraan pendidikan selalu relatif dan pada proses menuju tingkat yang lebih tinggi baik secara kuantitas dan kualitas tergantung pada sejarah dan sosial tertentu; pemerataan pendidikan adalah cita-cita yang sulit dijangkau karena varietas masing-masing siswa, dalam hal latar belakang bahasa dan budaya, tingkat kognitif, kemampuan, dan gaya belajar, dan keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan profesionalisme guru, Lebih lanjut riset (Ismaya & Romadlon, 2017) menemukan bahwa belum ada praktek pendidikan multikultural di tiga sekolah yang diteliti. Praktek pendidikan multikultural tidak dilaksanakan karena tidak ada aturan atau kurikulum khusus yang mengharuskan praktek pendidikan multikultural. Akan tetapi yang terjadi adalah praktek multikulturalisme, dimana praktek multikulturalisme terjadi secara alami karena masing-masing pihakmenyadari akan eksistensi orang lain dengan latar belakang suku, agama, etnis, budaya, gender, status sosial, dan tata nilai yang berbeda. Praktek multikulturalisme yang terjadi adalah pembelajaran multikultural yang dilakukan guru serta interaksi sosial dan pergaulan multikultural yang dilakukan siswa dalam lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil wawancara menurut Ms. Arpita Majumdar "Ada siswa yang di rumah terbiasa makan dengan tangan, ada yang terbiasa dengan pisau dan garpu. Itu bagian dari budaya. Setiap siswa dan guru harus menghargai perbedaan-perbedaan itu, tidak boleh saling memaksakan. Masing-masing siswa, kan, punya kebiasaan yang berbeda di rumah," Siswa tidak diajarkan bahwa kebiasaan yang berbeda dari kebiasaannya adalah buruk, dan yang sama dengannya adalah baik, melainkan lebih ke soal kebiasaan yang dipilih.

Sementara itu penelitian (Sudrajat, 2014) menunjukkan melalui sekolah, guru dapat menanamkan hakikat dan praktik pluralistis bagi peserta didik; guru perlu bertindak secara kreatif dalam menjembatani pluralitas menuju budaya yang plural dan damai; sebagai ujung tombak pendidikan multikultural, guru harus mempunyai pemahaman yang memadai tentang multikulturalisme dan pendidikan multikultural. Dalam kegiatan pembelajaran, guru mengembangkan iklim yang multicultureoriented yang mengedepankan keadilan sosial dan budaya bagi siswa, sehingga guru perlu melakukan transformasi diri menuju pribadi yang multikultur dan mempunyai desain pembelajaran yang berbasis multikultur yang tidak berorientasi pada kognitif semata. Lebih lanjut riset (Najmina, 2018) menunjukkan pendidikan multikulturalisme harus diterapkan dalam proses pembelajaran melalui proses pembiasaan, pembelajaran multikultural dilakukan dengan pembentukan pola pikir, sikap, tindakan, dan pembiasaan sehingga muncul kesadaran nasional keindonesiaan. Karakter keindonesiaan tersebut meliputi: kesadaran kebanggaan sebagai bangsa, kemandiriaan dan keberanian sebagai bangsa, kesadaran kehormatan sebagai bangsa, kesadaran melawan penjajahan, kesadaran berkorban demi bangsa, kesadaran nasionalisme bangsa lain, dan kesadaran kedaerahan menuju kebangsaan. Terwujudnya karakter keindonesiaan tersebut menjadi landasan kuat sebagai ciri khas manusia Indonesia yang kuat. Kekuatan keindonesiaan ini menjadi energi besar untuk menjadi Indonesia sebagai bangsa besar di tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia. Bangsa besar hanya dapat diwujudkan melalui karakter manusia yang kuat. Karakter keindonesiaan melalui pendidikan multikulturalisme inilah salah satu harapan menuju Indonesia besar di masa depan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis implementasi penerapan nilai-nilai pendidikan multikultural di SD Jakarta Multikultural School (JMS).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan naturalistik inquiry. Berdasarkan kondisi dan lingkungan objek penelitian yang berbeda, peneliti menggali data melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan partisipan atau observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik observasi partisipasi dilakukan dengan cara terlibat langsung secara aktif bersama objek yang diteliti. Wawancara terbuka dilaksanakan berdasarkan pedoman wawancara, sumber data penelitian juga dikumpulkan melalui kajian dokumen yang relevan. Untuk menguji validitas data, maka data yang terkumpul diverifikasi terlebih dahulu keabsahan data dilakukan melalui konfirmasi hasil observasi, wawancara dengan informan, dan konfirmasi dokumen dengan hasil wawancara. Uji kredibilitas data dilakukan dengan memperpanjang waktu pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi data, member chek, dan menggunakan bahan referensi.

Tahap analisis data menggunakan model interaktif �(Miles, M.B. and Hubermen, 1992) yakni dilakukan secara berlanjut, berulang dan terus menerus di dalam melaksanakan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan mengambil kesimpulan.

 

Hasil Dan Pembahasan

Praktik pendidikan multikultural dalam kehidupan di sekolah dasar Jakarta Multikultural School (JMS) dilaksanakan secara terpadu melalui kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ini sangat beragam, disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik. Kegiatan ekstra kulikuler dilakukan tanpa paksaan siapapun, sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak bosan. Berikut ini adalah salah satu contoh jenis kegiatan ekstrakulikuler di JMS: Salah satu ekxtrakulikuler di JMS adalah berenang. Di JMS kolam renang tertutup. JMS memiliki satu kolam anak-anak untuk tahun-tahun awal dan satu untuk siswa yang lebih besar. Kegiatan kelas renang sedang dilakukan di sini seperti kompetisi polo air, kompetisi estafet renang, dan lain-lain.

 

Gambar 1

Ekstrakurikuler renang

 

Fokus utama sekolah multikultural adalah pendidikan bertoleransi dalam menghargai perbedaan budaya antara satu siswa dengan siswa lainnya. Perbedaan budaya ini bukan semata-mata dilihat dari unsur ras, agama, atau adat semata, melainkan juga menyangkut pola hidup dan kebisaaan yang dijalankan setiap siswa sehari-hari, baik di rumah maupun luar. Termasuk pola pikir, pendapat tentang suatu hal, cara makan dan berjalan, dan sebagainya. Menurut Ms. Arpita Majumdar "Ada siswa yang di rumah terbiasa makan dengan tangan, ada yang terbiasa dengan pisau dan garpu. Itu bagian dari budaya. Setiap siswa dan guru harus menghargai perbedaan-perbedaan itu, tidak boleh saling memaksakan. Masing-masing siswa, kan, punya kebiasaan yang berbeda di rumah," Siswa tidak diajarkan bahwa kebiasaan yang berbeda dari kebiasaannya adalah buruk, dan yang sama dengannya adalah baik, melainkan lebih ke soal kebiasaan yang dipilih. Selain itu, siswa juga diajarkan menerima perbedaan sebagai hal yang positif dan mengambil manfaat positif dari perbedaan itu. Misalnya, tutur perempuan berdarah India ini, ada siswa yang terbiasa melihat orangtuanya merokok di rumah, sedangkan siswa lain tidak menemukan kebiasaan itu di rumahnya. Maka, sekolah akan mengajak siswa untuk saling menghargai kebiasaan orang lain.

Dengan mengutamakan pendidikan multibudaya, ketika datang siswa baru, guru biasanya akan bertanya lebih dulu apa saja kebiasaan dalam keluarga siswa yang boleh dan tidak untuk dilakukan, dan kebiasaan yang disukai atau tidak oleh siswa. Sehingga, kesalahan dalam mengenalkan kebudayaan dan kebiasaan siswa yang bersangkutan di kelas bisa dihindari. Di Sekolah Jakarta Multikultural School (JMS) siswa� berasal dari berbagai negara dengan membawa budaya yang berbeda-beda. "Perbedaan ini justru memperkaya materi pendidikan di sekolah dan pengalaman para siswa. Mereka harus menyadari bahwa memang berbeda, tapi itu harus diterima dengan baik. Siswa yang beragama Islam, misalnya, diberi kesempatan salat Jumat, siswa beragama lain juga diberi kesempatan beribadah," Ms. Arpita yang berpendapat pendidikan multikultural sebaiknya dimulai sejak anak masih dikandung ibunya. Untuk bisa menerima budaya satu sama lain, siswa juga mempelajari sejarah dan budaya negara teman-teman sekelasnya dengan cara yang menyenangkan. Di samping pelajaran utama, karena berada di Indonesia, siswa diberi pelajaran tentang Indonesia, mulai dari sejarah, pemerintahan, dan sebagainya. Selain itu, sekolah seringkali mengadakan acara-acara yang bertujuan lebih mengenalkan budaya para siswanya sepanjang tahun.

Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan secara menyeluruh membongkar kekurangan,kegagalan dan praktek diskriminasi dalam proses pendidikan (Supriatin & Nasution, 2017). Pengembangan nilai-nilai multikultural dalam kegiatan intrakurikuler melalui pembelajaran di kelas memiliki peran yang strategis dalam upaya tercapainya tujuan pendidikan multikultural pada siswa di kedua sekolah tersebut. Pendidikan multikultural tidak diselenggarakan secara sistematis pada mata pelajaran yang berdiri sendiri. Pendidikan multikultural di Indonesia diajarkan secara terintegrasi dengan beberapa mata pelajaran tertentu (Prastyawati & Hanum, 2015). Implementasi nilai-nilai multikultural secara substansial sudah tampak dalam kegiatan di dalam kelas, seperti guru mengaitkan materi pelajaran dengan pengembangan nilai-nilai multikultural pada peserta didik; guru dalam memberikan tugas kelompok; serta kegiatan diskusi kelas. Peserta didik pada jenjang sekolah dasar harus dibekali dengan konsep wawasan pengetahuan secara jelas, supaya tidak ada pengaburan pengetahuan di jenjang selanjutnya (Retnasari & Hidayat, 2018). Berikut ini gambar mengenai proses pembelajaran Seni di kelas.

�

Gambar 2

Aktivitas pembelajaran seni di Sekolah JMS

 

Pendidikan pada masyarakat pluralitas senantiasa bertumpu pada tiga pilar yaitu orang tua, sekolah, dan masyarakat (Wijayanti & Indriyanti, 2017). Pengembangan sikap saling menghormati antar sesama di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran memotivasi peserta didik dalam belajar merupakan bagian dari pengembangan nilai-nilai multikultural guna membangun kualitas belajar peserta didik.

Berdasarkan hasil observasi, beberapa nilai multikultural yang ditanamkan pada peserta didik dalam kegiatan intrakurikuler sebagai berikut di sekolah Jakarta Multikultural School (JMS) a) pada jam pertama siswa di luar kelas kemudian masuk satu persatu dengan tertib; b) pada jam pertama guru kelas masuk sebentar memberikan pendampingan dengan menginformasikan pelajaran apa saja yang akan siswa pelajari sebagaimana yang ada dalam buku agenda, serta memberi arahan-arahan; c) pada jam terakhir, setelah pelajaran usai guru kelas masuk lagi untuk memulangkan siswa; d) kegiatan pembelajaran dilaksanakan oleh guru bidang studi; e) pada jam pertama diawali dengan do�a bersama; f) demikian juga pada jam terakhir. Pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru mengintegrasikan pada sub tema yang sesuai dengan nilai multikultural, pengaturan piket kelas, penerapan aturan tata tertib kelas dan sangsinya, penanaman nilai multikultural saling menghormati, saling menghargai perbedaan, kebersamaan, tenggang rasa, dan no bulling. �Semua orang di lingkungan sekolah JMS waspada dan berkomitmen dalam menegakkan Kebijakan No Bullying (Bebas Penindasan).

Kegiatan ekstrakurikuler memiliki peranan yang strategis sebagai upaya pengembangan nilai-nilai multikultural peserta didik dalam pembelajaran di luar kelas, sepertikegiatan keagamaan, keolahragaan, kemasyarakatan. Beberapa kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dasar Jakarta Multikultural School (JMS) merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan pengembangan nilai-nilai multikultural meskipun secara eksplisit tidak dijelaskan. Secara implisit tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler merupakan bagian dari pengembangan nilai-nilai multikultural peserta didik. Hal tersebut didasarkan pada hasil wawancara dengan kepala sekolah Jakarta Multikultural School (JMS). Beliau menyampaikan bahwa �di dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat proses penanaman dan pengembangan nilai multikultural�

Berdasarkan hasil observasi, pelaksanaan pengembangan nilai-nilai multikultural melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan peserta didik di Jakarta Multikultural School (JMS), meliputi: Arts & Crafts, Archery, Boxing Cooking Club, Clay Making, Creative Writing, Dance � Ballet, Dance - Hip Hop, Dance - Traditional Dances, Karate, Languages � ESL, Soccer Club, Swimming, Yoga, Futsal, Basketball (Seni & Kerajinan, Panahan,� Memasa,� Tinju, Pembuatan Tanah Liat, Penulisan Kreatif, Tari - Balet, Tari - Hip Hop, Tari - Tarian Tradisional, Karate, Bahasa - ESL, Klub Sepak Bola, Renang, Yoga, Futsal, Bola basket) . Nilai-nilai multikultural melalui kegiatan ekstrakurikuler ini adalah toleransi; menerima perbedaan; memahami persepsi orang lain; mencegah terjadinya stereotipe; menjalin komunikasi; kerjasama; empati; keselarasan; keadilan; demokratis. Hal tersebut peneliti lihat ketika proses observasi berlangsung. Ketika siswa sedang melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya, nilai tersebut nampak diantara para siswa. Mereka selalu bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Berikut adalah dokumentasi siswa.

 

Gambar 3

Aktivitas Futsal

 

Gambar 4

Aktivitas Karate

 

Aktivitas pendidikan jasmani JMS diikuti oleh seluruh siswa di sekolah, sejalan dengan persyaratan Kurikulum JMS dengan tujuan utama agar siswa mengasah kemampuan mobilitasnya dan mendorong kesadaran diri sendiri dan orang lain, untuk memahami pemahaman tentang pentingnya pendidikan jasmani secara seimbang dan seimbang. Pengembangan pribadi yang sehat dan untuk mengasah berbagai keterampilan fisik dan sosial mereka dengan mengikuti kegiatan olahraga. Tujuan JMS adalah agar semua orang menikmati aktivitas fisik dan memandang olahraga sebagai bagian integral dari gaya sehat.

 

 

Gambar 5

Aktivitas Art dan Crafts

 

Aktivitas Seni dan Kerajinan melalui eksplorasi kreatif, siswa JMS mampu mengasah kemampuan motorik dan mengekspresikan ide serta imajinasinya dengan lebih baik. Siswa juga melakukan penelitian ekstensif tentang karya seni, desainer, dan arsitek untuk menginspirasi dan mendukung karya mereka sendiri.

Pelaksanaan pengembangan nilai-nilai multikultural melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan peserta didik di Jakarta Multikultural School (JMS), meliputi:� Arts & Crafts, Archery, Boxing Cooking Club, Clay Making, Creative Writing, Dance � Ballet, Dance - Hip Hop, Dance - Traditional Dances, Karate, Languages � ESL, Soccer Club, Swimming, Yoga, Futsal, Basketball (Seni & Kerajinan, Panahan,� Memasa,� Tinju, Pembuatan Tanah Liat, Penulisan Kreatif, Tari - Balet, Tari - Hip Hop, Tari - Tarian Tradisional, Karate, Bahasa - ESL, Klub Sepak Bola, Renang, Yoga, Futsal, Bola basket). Nilai-nilai multikultural melalui kegiatan ekstrakurikuler ini adalah toleransi; menerima perbedaan; memahami persepsi orang lain; mencegah terjadinya stereotipe; menjalin komunikasi; kerjasama; empati; keselarasan; keadilan; demokratis. Hal tersebut peneliti lihat ketika proses observasi berlangsung. Ketika siswa sedang berkemah (camping) misalnya, nilai tersebut nampak diantara para siswa. Mereka selalu bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

�

Gambar 6

Aktivitas Camping

 

Pada saat pelaksanaan kegiatan ini, kepala sekolah, guru, dan siswa memiliki pemahaman yang sama dan berpengaruh positif dalam pengembangan nilai-nilai multikultural sebagai upaya membangun karakter peserta didik. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan di lembaga Sekolah Jakarta Internasional School, mempunyai peranan yang sangat penting dan positif dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultural di sekolah. Berbagai peran sangat dominan ditunjukkan oleh kepala sekolah Jakarta Multikultural School (JMS), yakni sebagai: a) supervisor; b) inisiator; c) teladan; d) motivator; e) pelindung; f) penggerak kegiatan sekolah; g) pembimbing. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ms. Endriana, Beliau menyampaikan bahwa �saya selalu memberikan dukungan nyata pada guru dan siswa atas kegiatan yang mereka lakukan di sekolah dalam rangka penanaman nilai karakter�.

Peran supervisor bahwa kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk selalu memberikan pengawasan pada semua warga sekolah agar selalu mengimplementasikan nilai multikultural sesuai dengan sosio kultural bangsa yang bersumber dari falsafah Pancasila; Kepala sekolah memberi teladan pada semua warga sekolah di kedua sekolah misalnya datang ke sekolah tepat waktu, menjaga kebersihan lingkungan sekolah, kerjasama dalam melaksanakan kegiatan. Kepala sekolah sebagai inisiator, penggagas ide bersama dengan wakil kepala sekolah, dewan guru, juga komite sekolah;

Kepala sekolah sebagai motivator, bahwa kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan merasa berkewajiban memberikan dorongan pada semua sivitas akademika agar membiasakan diri mengimplementasikan nilai-nilai multikultural yang dilandasi falsafah Pancasila. Peran Kepala sekolah sebagai pelindung yakni melindungi sivitas akademika dalam mewujudkan program-program sekolah supaya terarah, mengayomi sivitas akademika tanpa membeda-bedakannya. Pelaksanannya seperti pada saat ada warga yang kena musibah tanpa membeda-bedakan mereka mengunjunginya, saat warga sakit, warga meninggal dunia, punya hajat lainnya. Kepala sekolah sebagai penggerak kegiatan sekolah, yakni menunjukkan keikutsertaannya dalam setiapkegiatan bersama-sama dengan sivitas akademika yang lain. Hal tersebut menunjukkan adanya kebersamaan dalam perbedaan. Kepala sekolah sebagai pengarah ditunjukkan dengan peran memberi arahan secara adil dan setara tanpa memandang agama, bangsa, ras, etnis. Multikultural adalah kenyataan yang harus diterima oleh manusia, kenyataan tersebut tidak harus membuat manusia yang berasal dari luar kultur yang berbeda menjadikan perpecaham (Nanda, 2019).

Guru mempunyai pengaruh positif dalam proses transformasi baik ilmu pengetahuan, sikap maupun perilaku siswanya dalam upaya mengembangkan nilai-nilai multikultural. Peran guru di JMS tunjukkan sebagai: a) supervisor; b) advisor yakni memberi nasehat, mengarahkan pada siswa ke hal-hal yang lebih baik yang seharusnya dilakukan; c) pembimbing; d) contoh teladan dalam mempraktikkan nilainilai multikultural; e) psikolog bagi siswa yang bermasalah; f) fasilitator; g) komunikator lintas budaya.

�Siswa sebagai subjek didik sekaligus pelaku aktivitas atau kegiatan di sekolah berperan positif terhadap proses implementasi nilai-nilai multikultural di Jakarta Multikultural School. Siswa adalah insan manusia yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sebagai pribadi yang sangat unik (Warpala, 2019). Melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler siswa selaku subjek didik mendapatkan bahan atau materi pelajaran, mendapat nasehat dari guru, melaksanakan tata tertib sekolah dengan penuh tanggung jawab, disiplin dalam menerima tugas dari guru, serta berperilaku baik.

Di Jakarta Multikultural School, Festival dan acara budaya dirayakan untuk mengekspresikan keragaman multikultural misalnya, ada acara UN Day. Di setiap booth, para orangtua siswa yang berasal dari satu negara tertentu akan menggelar beragam acara menarik. Misalnya, booth Jepang diisi oleh para ibu dari Jepang yang mengenakan yukata sambil mengajari cara membuat sushi. Rombongan para siswa yang masing-masing mengenakan pakaian adatnya akan mendatangi dari satu booth ke booth lain untuk mempelajari beragam budaya yang digelar. Dengan dibekali pendidikan bertoleransi yang tinggi, siswa bisa menerima hal baru atau berbeda dengan mudah karena pola pikir mereka lebih terbuka. Mereka juga mudah hidup dan beradaptasi dengan baik dengan budaya mana pun di dunia. Sehingga, ketika mereka pindah tempat tinggal ke negara lain, budaya yang berlaku di negara baru bisa diterimanya dengan mudah. Tak heran, ketika kelas mendapat siswa baru, para siswa menyambut dengan semangat dan tak sabar untuk mengetahui budayanya.

Hasil penelitian yang dilaksanakan memiliki persamaan dengan riset (Fakhriyah, 2014), penelitian (Purbasari & Fajrie, 2015), penelitian (Ismaya & Romadlon, 2017), riset (Rachman, Masrukhi, Munandar, & Suhardiyanto, 2017), penelitian (Perdana, 2018), riset (Kusumadewi, 2019), serta penelitian (Pratiwi & Kuryanto, 2019). Persamaan yang dimaksud yaitu adanya penekanan pada karakter peserta didik yang dibentuk. Adapun perbedaannya pada fokus penelitian yang dilakukan.

Implementasi nilai-nilai multikultural di SD Jakarta Multikultural School sebagai berikut 1) Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler 2) Peran kepala sekolah, guru, dan siswa� memiliki perananan, pemahaman yang sama dan berpengaruh positif dalam pengembangan nilai-nilai multikultural sebagai upaya membangun karakter peserta didik. 3) Penerapan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar membuat siswa tidak asing dengan istilah bahasa Inggris kaitannya dengan penggunaan teknologi; percaya diri dalam berinteraksi dengan orang asing/WNA 4) Program kurikulum internasional. Kurikulum internasional, Program Diploma (DP) Organisasi Baccalaureate Internasional (IBO) serta Ujian Internasional Universitas Cambridge (CIE). The curriculum, based on the International Baccalaureate (IB) Primary Years Programme (PYP), is an inquiry-based approach. The International Baccalaureate Primary Years Programme (IB PYP) is designed to provide students with the opportunity to engage with the world in a �hands-on� and interactive manner, encouraging an active learning approach. (Program Kurikulum Sekolah Dasar International Baccalaureate adalah pendekatan berbasis penyelidikan. Program Sekolah Dasar Baccalaureate Internasional dirancang untuk memberikan siswa kesempatan untuk terlibat dengan dunia secara 'langsung' dan interaktif, mendorong pendekatan pembelajaran aktif) memandu siswa untuk menjadi fasih dan berpengetahuan luas dalam berbagai mata pelajaran serta untuk merangkul keragaman yang dekat di hati mereka yang menyeimbangkan potensi siswa, peluang, latar belakang etnis, keyakinan agama dan cita-cita guna menciptakan individu untuk bersosialisasi dengan budaya yang berbeda. 5). JMS adalah tempat berkumpul antara peserta didik dan guru yang berasal dari latar belakang berbeda yang memiliki ide, keyakinan dan nilai yang beragam. Tujuannya adalah untuk belajar menghormati satu sama lain dan menghargai serta merangkul perbedaan. Festival dan acara budaya dirayakan untuk mengekspresikan keragaman multikultural. 6). Semua orang di lingkungan sekolah waspada dan berkomitmen dalam menegakkan kebijakan no bullying (bebas penindasan).

Pendidikan multikultural dipahami sebagai konsep pendidikan yang memberikan kesempatan sama kepada semua peserta didik tanpa memandang gender, kelas sosial, kelompok etnik, ras, karakteristik kultural mereka, untuk mendapatkan kesempatan sama di sekolah. Sekolah Jakarta Multikultural School menunjukkan pengembangan nilainilai multikultural terkait dengan keberagaman, yakni: 1) upaya mengembangkan Rasa Keadilan ditunjukkan oleh sekolah Jakarta Multikultural School yakni tidak membeda-bedakan di dalam pelayanan pendidikan dan sarana prasarana pada sivitas akademika. Siswa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam mengikuti kegiatan di sekolah baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Di sekolah JMS dalam pemanfaatan sarana dan prasarana ditunjukkan bahwa semua siswa memperoleh kesempatan yang setara baik pada kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.sekolah tidak membatasi kelompok tertentu untuk menjadi siswa di sekolah ini.sekolah lebih mengembangkan rasa keadilan kepada siswa melalui berbagai kegiatan seperti bakti sosial baik secara internal maupun eksternal (di masyarakat); 2) Kemampuan Budaya ditunjukkan oleh sekolah JMS yakni adanya kesadaranakan keberagaman yang didorong oleh visi misi sekolah masing-masing. Keberagaman dalam kehidupan di sekolah tersebut membantu siswa mempunyai kemampuan berbudaya. 3) Kesetaraan Pendidikan ditunjukkan oleh sekolah JMS dengan memberi kesempatan pada masyarakat yang ingin mendaftar menjadi siswa di sekolah tersebut. Tidak membeda-bedakan agama, suku, bangsa, status sosial ekonomi keluarga. Semua siswa diberikan pelayanan yang sama sesuai kebutuhan masing-masing. Zamroni (2011: 140), menyatakan bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu bentuk reformasi pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara kepada siswa tanpa memandang latar belakangnya, sehingga semua siswa dapat meningkatkan kemampuan yang setara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat dan bakat yang dimiliki. Nilai-nilai tersebut seperti, nilai saling menghargai dan menghormati atau toleransi; tidak membeda-bedakan atau diskriminasi; tenggang rasa; empati; tolong menolong; kesetaraan; keadilan; komunikasi; kekompakan. Nilai-nilai multikultural yang telah dimiliki tersebut diyakini kebenarannya dan dilakukan oleh sivitas akademika tersebut didorong oleh prinsip dan tujuan yang dikembangkan oleh sekolah sesuai visi misinya.

 

 

 

Kesimpulan

Implementasi nilai-nilai multikultural di SD Jakarta Multikultural School sebagai berikut 1) Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler 2) Peran kepala sekolah, guru, dan siswa memiliki perananan, pemahaman yang sama dan berpengaruh positif dalam pengembangan nilai-nilai multikultural sebagai upaya membangun karakter peserta didik. 3) Penerapan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar membuat siswa tidak asing dengan istilah bahasa Inggris kaitannya dengan penggunaan teknologi; percaya diri dalam berinteraksi dengan orang asing/WNA 4) Program kurikulum internasional (cambridge). Kurikulum internasional, Program Diploma (DP) Organisasi Baccalaureate Internasional (IBO) serta Ujian Internasional Universitas Cambridge (CIE). The curriculum, based on the International Baccalaureate (IB) Primary Years Programme (PYP), is an inquiry-based approach. The International Baccalaureate Primary Years Programme ( IB PYP) is designed to provide students with the opportunity to engage with the world in a �hands-on� and interactive manner, encouraging an active learning approach. (Program Kurikulum Sekolah Dasar International Baccalaureate adalah pendekatan berbasis penyelidikan. Program Sekolah Dasar Baccalaureate Internasional dirancang untuk memberikan siswa kesempatan untuk terlibat dengan dunia secara 'langsung' dan interaktif, mendorong pendekatan pembelajaran aktif) memandu siswa untuk menjadi fasih dan berpengetahuan luas dalam berbagai mata pelajaran serta untuk merangkul keragaman yang dekat di hati mereka yang menyeimbangkan potensi siswa, peluang, latar belakang etnis, keyakinan agama dan cita-cita guna menciptakan individu untuk bersosialisasi dengan budaya yang berbeda. 5). JMS adalah tempat berkumpul antara peserta didik dan guru yang berasal dari latar belakang berbeda yang memiliki ide, keyakinan dan nilai yang beragam. Tujuannya adalah untuk belajar menghormati satu sama lain dan menghargai serta merangkul perbedaan. Festival dan acara budaya dirayakan untuk mengekspresikan keragaman multikultural. 6). Semua orang di lingkungan sekolah waspada dan berkomitmen dalam menegakkan kebijakan no bullying (bebas penindasan).

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Aeni, Kurotul, & Astuti, Tri. (2020). Implementasi Nilai-Nilai Multikultural Di Sekolah Dasar. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 10(2), 178�186. Google Scholar

 

Desmita. (2016). Psikologi Perkembangan Peerta Didik. Bandung: Remaja Rosda Karya.

 

Elhefni, Elhefni, & Wahyudi, Apri. (2017). Strategi Pengembangan Pendidikan Multikultural Di Indonesia. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 3(1), 53�60. Google Scholar

 

Fakhriyah, Fina. (2014). Penerapan Pembelajaran Tematik berwawasan multiple intellegence dalam upaya membentuk karakter siswa di SD IT AL Islam Kudus. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 4(1). Google Scholar

 

Ibrahim, Rustam. (2013). Pendidikan Multikultural : Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam. Addin, 7(1), 1�26. Google Scholar

 

Ismaya, Erik Aditia, & Romadlon, Farid Noor. (2017). Anggota Ambalan Kyai Mojo Dan Nyi Ageng Serang. Refleksi Edutika : Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(2), 140�144. Google Scholar

 

Kusumadewi, Subekti. (2019). Pengembangan Model Manajemen Kurikulum Berbasis Penguatan Pendidikan Karakter Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 10(1), 87�96. Google Scholar

 

Lincoln, PingPing Zhu. (2015). Educational equality or educational equity. NUCB Journal of Economics and Information Science. 60(1), 187�203. Google Scholar

 

Miles, M.B. and Hubermen, A. .. (1992). Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohadi). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Google Scholar

 

Najmina, Nana. (2018). Pendidikan Multikultural Dalam Membentuk Karakter Bangsa Indonesia. JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10(1), 52�56. Google Scholar

 

Nanda, Maulidan. (2019). Strategi Guuru Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Multikultural di SMA Negeri 07 Kota Medan. Jurnal Observasi, 2(2). Google Scholar

 

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.

 

Perdana, Novrian Satria. (2018). Implementasi peranan ekosistem pendidikan dalam penguatan pendidikan karakter peserta didik. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 8(2). Google Scholar

 

Prastyawati, Lia, & Hanum, Farida. (2015). Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Multikultural Berbasis Proyek di SMA. Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS, 2(1), 21�29. Google Scholar

 

Pratiwi, Ika Ari, & Kuryanto, Mohammad Syaffruddin. (2019). Correlation Betengan Traditional Games On Locomotor Movements And Characters. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 10(1), 71�75. Google Scholar

 

Purbasari, Imaniar, & Fajrie, Nur. (2015). Revitalisasi Budaya Lokal Kota Kudus Dalam Pengembangan Bahan Ajar Di Sekolah Dasar. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 5(1). Google Scholar

 

Rachman, Maman, Masrukhi, Masrukhi, Munandar, Aris, & Suhardiyanto, Andi. (2017). Pengembangan Model Manajemen Pelatihan Dan Pengembangan Pendidikan Karakter Berlokus Padepokan Karakter. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 8(1). Google Scholar

 

Retnasari, Lisa, & Hidayat, Muhamad Taufik. (2018). Pendidikan Multikultural dengan Pendekatan Aditif di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 28(1), 16�21. Google Scholar

 

Sudrajat, Sudrajat. (2014). Pendidikan multikultural untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di sekolah dasar. JIPSINDO, 1(1), 1�19. Google Scholar

 

Sumarna, Cecep, & Yuniarto, Bambang. (2016). Pengaruh Penanaman Nilai-nilai Multikultural Terhadap Pembentukan Sikap Pluralis Siswa di MTsN Babakan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Jurnal Edueksos, (1), 115�126. Google Scholar

 

Supriatin, Atin, & Nasution, Aida Rahmi. (2017). Implementasi pendidikan multikultural dalam praktik pendidikan di Indonesia. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 3(1), 1�13. Google Scholar

 

Sutjipto, Sutjipto. (2017). Implementasi Kurikulum Multikultural Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 2(1), 1�21. Google Scholar

 

Warpala, I. Wayan Sukra. (2019). Pembelajaran Kontekstual : Sebuah Inovasi Penerapan Pendidikan Multikultural dan Belajar Untuk Penemuan. Media Edukasi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(1), 21�27.

 

Wijayanti, Dwi, & Indriyanti, Poppy. (2017). Pendidikan Multikultural Berbasis Seni Budaya Di Sd Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Sosiohumaniora: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Dan Humaniora, 2(1). https://doi.org/10.30738/sosio.v2i1.493 Google Scholar

 

Zamroni. (2011). Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Surya Sarana Grafika.

 

 

Copyright holder:

Ika Firma Ningsih Dian Primasari, Arita Marini, Arifin Maksum (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: