Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 6, No. 12, Desember 2021

KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN ENTERPREURSHIP

 

Rico, Rika Aprianty Sukmana, M. Irpan, Muzahid Akbar Hayat

Universitas Islam Kalimantan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pendidikan Vokasi di Indonesia merupakan Pendidikan mempersiapkan peserta didik dalam penguatan skill dan keterampilan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya, mewujudkan cikal bakal tenaga kerja siap pakai dilapangan dunia usaha dan dunia industri, Pendidikan vokasi yang dikembangkan disekolah menengah kejuruan bermitra dengan dunia usaha dan dunia industry dalam praktik kerja lapangan, sebagai cikal bakal persiapan peserta didik di kemudian hari untuk membuka lapangan pekerjaan sebagai enterpreunersip. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptip kualitatif, dan tujuan penelitian dimaksudkan memberikan konstribusi pada sekolah menengah kejuruan dan menjadi kerangka berpikir bagi guru produktif dalam menyiapkan enterprenersip baru.

Kata Kunci: komunikasi pendidikan; enterpreunersip

 

Abstract

Vocational education in Indonesia is education that prepares students in strengthening skills and skills according to their talents and interests, realizing the embryo of a ready-to-use workforce in the business world and industrial world, vocational education developed in vocational high schools in partnership with the business world and the industrial world in practical field work, as a forerunner to the preparation of students at a later date to open up jobs as entrepreneurs. This study used a qualitative research methodology with a qualitative descriptive approach, and the aim of the study was to contribute to vocational high schools and become a framework for productive teachers in preparing new entrepreneurship.

Keywords: educational communication; enterpreunersip

 

Received: 2021-11-20; Accepted: 2021-12-05; Published: 2021-12-20

 

Pendahuluan

Abad 21 membuka persaingan kehidupan antar bangsa semakin meluas, dan berdampak langsung secara serius terhadap tuntutan peningkatan kualitas SDM melalui penyelenggaraan sistem dan model pendidikan yang bermutu, dan mampu menyiapkan SDM dalam menghadapi tantangan zaman.

Di USA, Eropa dan banyak negara-negara lainnya menempatkan pilihan model pendidikan entrepreneurship sebagai upaya untuk memersiapkan SDM yang dapat menjawab tantangan hidup di era globalisasi ini. Alasan utama di sebagian besar negara tersebut adalah akibat resesi ekonomi serta banyaknya pengangguran yang semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya lulusan sekolah setiap tahun. Selain alasan tersebut, saat ini para pengambil keputusan di banyak negara mulai menyadari peranan nyata entrepreneurship terhadap pertumbuhan ekonomi terutama di kawasan regional. Hal ini mengindikasi bahwa pertumbuhan entrepreneursip baru adalah solusi untuk menekan laju pengangguran dan sebagai upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi bagi kemakmuran masyarakat.

Apakah yang dimaksud dengan entrepreneurship? Banyak yang memberikan pengertian secara sempit, yaitu hanya sebagai ketrampilan dan pengetahuan dalam hubungannya dengan membuka lahan bisnis yang baru. Pengertian entrepreneur yang dihubungkan langsung dengan dunia bisnis akan membatasi pengertian yang asli dari entrepreneurship. Istilah entrepreneur dari padanan kata dalam bahasa Inggris, dan berasal dari bahasa Perancis ENTREPRENDRE, yang artinya menjalankan, melakukan, dan berusaha. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai WIRAUSAHA. WIRA berarti gagah berani, Usaha berarti tindakan untuk mencapai suatu hasil. Jadi WIRAUSAHA adalah orang yang gagah berani atau perkasa dalam menekuni usaha untuk mencapai hasil.

Masalah pengangguran di Indonesia sangat erat kaitannya dengan kualias SDM, dan kualitas SDM tidak dapat dipisahkan dengan kualitas pendidikan. Jadi untuk mengatasi pengangguran salah satu bentuk pendekatan yang sangat strategis adalah melalui pendidikan. Ciputra menawarkan alternatif solusi terhadap masalah lapangan kerja, pengangguran dan kemiskinan melalui pendidikan entrepreneurship pada pendidikan formal.

Sistem Informasi Satu set elemen atau komponen yang saling berrelasi, yang memiliki kemampuan �mengumpulkan� (input), memanipulasi (process), dan menyebar-luaskan (output) data dan informasi, serta menyediakan mekanisme umpan-balik (feedback) guna mencapai suatu tujuan.

Sedangkan sistem informasi yang berbasis komputer yakni Tersusun atas hardware, software, basisdata, telekomunikasi, manusia, dan prosedur yang dirancang untuk mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan, dan memproses data menjadi informasi. Jadi hubungan entrepreneurship dengan sistem informasi dan komunikasi adalah entrepreneur menyadari bahwa faktor manusia sangat penting bagi kesuksesan bisnis. Bukan hanya karyawan tapi termasuk juga customer, business partner, strategic alliances dan elemen manusia lainnyalah yang membuat bisnis sukses atau hancur berkeping-keping. Maka komunikasi menjadi kunci kesuksesan dalam menciptakan hubungan yang harmonis.

Seorang entrepreneur mau berpikiran terbuka untuk mempelajari cara berkomunikasi efektif, baik secara tulisan maupun lisan. Demi komunikasi efektif, mereka tidak segan-segan menginvestasikan uang dan waktu untuk mengambil kursus komunikasi, public speaking, computer, e-mail, neurolingusitic programming, search engine optimization yang berhubungan dengan komunikasi dengan prospek dan customer. Mereka mau mendengar, berpikiran terbuka, menjaga integritas dengan mengatakan secara jujur apa yang ada didalam pikirannya.

Komunikasi Pendidikan dan Enterpreuhership saling terintegrasi dalam penguatan skill dan keterampilan peserta didik di Sekolah Menengah Kejuruan, apalagi pemerintah sudah menetapkan kurikulum atau yang disebut KTSP Kurikulum 2013 terkait dengan Pendidikan Vokasi.

�����������

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yakni metode deskriptif dengan sifat data kualitatif yang mencari teori, bukan menguji teori atau bisa juga disebut sebagai hypothesis generating� Komunikasi Pendidikan Dan Interpreurship bukan hypothesis testing. Ciri lain metode deskriptif-kualitatif adalah menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (natural setting) dimana penulis bersifat sebagai pengamat (Ardianto & Tanner, 2011). Pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah pendekatan kualitatif. Denzin dan Lincoln mengungkapkan bahwa penelitian pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (Moleong, 2019). Pendekatan ini memberi kemudahan bagi peneliti untuk merekam, memantau, dan mengikuti proses suatu peristiwa atau kegiatan sebuah organisasi sebagaimana adanya dalam suatu kurun waktu tertentu dan selanjutnya diinterpretasikan untuk menjawab masalah penelitian.

Oleh Locke, Spriduso dan Silferman (Creswell & Tashakkori, 2007). �Qualitative research is interpretative research as such the blases, values and judgement of the researches become stated explicity in the research report. Such openness is considered to be useful and positive� Penelitian kualitatif adalah penelitian interpretatif dengan demikian nilai-nilai dan penilaian dari penelitian menjadi menyatakan kejelasan dalam laporan penelitian. Keterbukaan seperti itu dianggap bermanfaat dan positif.

Karakteristik penelitian kualitatif seperti yang dinyatakan oleh Bogdan dan Biklen antara lain: �(1) dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci; (2) bersifat deskriptif yang dimana data yang terkumpul berbentuk kata kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka; (3) lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome; (4) melakukan analisis data secara induktif; dan (5) lebih menekankan makna.� (Sugiyono, 2017).

 

Hasil dan Pembahasan

Pendidikan vokasi memegang peran penting pada peningkatan mutu sumber daya manusia di berbagai negara, mulai dari Eropa hingga Asia. Bukan hanya itu, sertifikasi kompetensi pada tenaga kerja yang sesuai kebutuhan industri pun memegang peran penting dalam vokasi. Atase Dikbud KBRI di Singapura Enda Wulandari mengatakan vokasi juga memiliki peran penting dalam peningkatan SDM di negara tersebut, meski semula hanya dipandang sebelah mata. Apa yang dipelajari pada pendidika vokasi yakni dengan melihat ke arah ekonomi berkembang. "Jadi perencanaan dilakukan melihat ke depan berdasarkan diskusi dengan dunia industri, sehingga mereka tahu pelatihan apa yang dibutuhkan untuk lulusannya masuk dan mempertahankan kinerjanya.

Enda mengatakan meski saat ini persaingannya sangat ketat, sudah ada dosen dan guru SMK yang menempuh pendidikan di Singapura untuk meningkatkan kompetensinya. Lulusan vokasi Indonesia pun menurutnya memiliki kesempatan mengisi posisi yang kemampuannya tidak dimiliki oleh SDM Singapura. Selain itu, ekonomi digital juga menjadi sektor yang dapat disasar karena Singapura tengah gencar mengembangkannya. Sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian di bidang IT. "Perlu diperkuat bidang IT, dan pendidikan vokasinya itu setara dengan apa yang ada di industri ketika mereka belajar tidak ada gap yang di sekolah dan dunia kerja,".

Bukan hanya Singapura, vokasi juga memiliki peran penting di India dan Filipina. Atase Dikbud KBRI di India Lestyani Yuniarsih mengatakan, serupa dengan Singapura, vokasi di India juga mulanya dipandang sebelah mata. Namun, di India vokasi telah dikembangkan sejak 1956 yang difokuskan pada berbagai bidang yang menggandeng industri dengan dunia pendidikan. Vokasi membuat semacam model yang fleksibel dengan yang dibutuhkan sektor tertentu dan daerah tertentu agar sesuai dengan kebutuhan domestik dan global. India tidak hanya mengemas pendidikan vokasi dan menjalankan bisnis as usual, tetapi juga kursus Internet Of Things, dan juga ada drone teknologi, pemerintah memperhatikan vokasi untuk ke depannya.

Pengamat Pendidikan Lili Nurlaili mengatakan yang terpenting dalam meningkatkan kualitas SDM bukan hanya menikahkan dan saling komitmen antara industri dan dunia pendidikan, melainkan juga sertifikasi. Lili yang pernah bertugas sebagai Atase Dikbud di Filipina mengatakan vokasi di negara tersebut tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dengan SMA. Sekolah-sekolah tersebut biasanya melakukan kegiatan training 1-2 tahun, yang kemudian semakin diasah dengan adanya 283 jurusan yang lebih spesifik. Filipina juga melakukan sertifikasi nasional melalui Technical Education and Skills Development Authority yang diakui di 80 negara. "Ketika kelas 10 dan 11 mereka tidak belajar pelajaran umum, tetapi mereka di SMA nya sudah menyatu dengan vokasi, dengan keterampilan dan TESDA siswa akan khusus mengambil jurusan itu. Di Filipina banyak yang mau bekerja di luar negeri, makanya TESDA sangat menarik buat mereka,".

Keterampilan yang dimiliki sekolah memfasilitasi sertifikasi tersebut sehingga para siswa bisa bekerja di negara lain, dan akan kembali dua tahun kemudian. Setelah itu, mereka akan melakukan sertifikasi tingkat selanjutnya hingga tahap ke empat.

Meningkatkan kompetensi yang dikukuhkan melalui sertifikasi memberikan jaminan kualitas tenaga kerja, dan SDM mendapatkan gaji yang semakin besar. Dari 283 jurusan yang ada pun menurut Lili selalu dinamis sesuai dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan vokasi memiliki kompetensi yang dibutuhkan. "Kalau sudah sertifikasi keempat gaji mereka bisa lebih dari Rp 70 juta, TESDA ini menangani vokasi khusus memang yang ingin bekerja setelah SMA,".

Sertifikasi kompetensi juga dilakukan di Singapura, dengan mindset transformasi pendidikan vokasinya menjadi kelas dunia. Sehingga setiap pekerjaan yang ada di negara tersebut harus memiliki sertifikat dan ada pelatihannya. Enda mencontohkan, seseorang tidak dapat membuka salon di Singapura jika tidak memiliki sertifikasi di bidang kecantikan yang sesuai aturan untuk membuka usaha tersebut. "Sertifikasi itu ada masa berlakunya, dan mereka harus memperbarui. Jadi mereka harus terus meningkatkan keterampilan sesuai bidangnya,".

A.  Model Komunikasi

Model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara suatu komponen komunikasi dengan komponen lainya. Penyajian model dalam bagian ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami proses komunikasi dan melihat komponen dasar yang perlu ada dalam suatu komunikasi.

1.    Model lasswell

Model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Laswell (Forsdale 1981), seorang ahli ilmu politik dari Yale University. Dia menggunakan lima pertanyaan yang perlu ditanyakan dan dijawab dalam melihat proses komunikasi, yaitu who (siapa), says what (mengatakan apa), in which medium atau dalam media apa, to whom atau kepada siapa, dan dengan what effect atau apa efeknya.

Bila dilihat lebih lanjut maksud dari model lasswell ini akan kelihatan bahwa yang dimaksud dengan pertanyaan who tersebut adalah menunjuk kepada siapa orang yang mengambil inisiatif untuk memulai komunikasi.

Pertanyaan kedua adalah says what atau apa yang dikatakan. Pertanyaan ini adalah berhubungan isi komunikasi atau apa pesan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut. Pertanyaan ketiga adalah to whom. Pertanyaan ini maksudnya menanyakan siapa yang menjadi audience atau penerima dari komunikasi atau dengan kata lain kepada siapa komunikator berbicara atau kepada siapa pesan yang ia ingin disampaikan diberikan. Pertanyaan yang keempat adalah through what atau melalui media apa. Yang dimaksud dengan media adalah alat komunikasi, seperti berbicara, gerakan badan, kontak mata, sentuhan, radio, televisi, surat,buku dan gambar. Pertanyaan yang terakhir adalah what effect atau efeknya dari komunikasi tersebut. Misalnya sebuah sekolah swasta membuat iklan untuk mengkomunikasikan bahwa mereka akan menerima murid baru. Sesudah iklan ini disiarkan beberapa hari, sudah berapa orangkah yang telah mendaftar untuk menjadi murid. Jumlah orang yang mendaftar ini adalah merupakan efek dari komunikasi.

2.    Model Shannon

Model komunikasi lain yang banyak digunakan adalah model komunikasi dari Claude Shannon atau lebih dikenal dengan model Shannon Wever. Model ini berbeda dengan model Lasswell mengenai istilah yang digunakan bagi masing-masing komponen. Sumber informasi (Information Source). Dalam komunikasi manusia yang menjadi sumber informasi adalah otak. Pada otak ini terdapat kemungkinan pesan yang tidak terbatas jumlahnya. Tugas utama dari otak adalah menghasilkan suatu pesan dari berjuta-juta pesan yang ada.

a.    Transmitter

Langkah kedua dari medel Shannon adalah memilih transmitter. Pemilihan transmitter ini tergantung pada jenis komunikasi yang digunakan. Kita dapat membedakan dua macam komuikasi yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi menggunakan mesin.

Pada komunikasi tatap muka yang menjadi transmitternya adalah alat-alat pembentukan suara dan dihubungkan dengan otot-otot serta organ tubuh lainnya yang terlibat dalam penggunaan bahasa nonverbal. Sedangkan pada komunikasi yang menggunakan mesin-mesin alat-alat komuniaksi yang berfungsi sebagai transmitter adalah alat itu sendiri seperti, telpon,radio,televisi, foto dan film.

b.    Penyandian (Encoding) pesan

Penyandian (Ecoding) pesan diperlukan untuk mengubah ide dalam otak kedalam suatu sandi ang cocok dengan transmitter. Dalam komunikasi tatap muka signal yang cocok dengan alat-alat suara adalah berbicara. Signal yang cocok dengan otot-otot tubuh dan indera adalah anggukan kepala, sentuhan dan kontak mata.

Pada komunikasi yang menggunakan mesin, dimana alat-alat yang digunakan sebagai perluasan dari indera, penyandian pesan juga berasal dar tubuh tetapi diperluas melalui jarak jauh dengan transmitter. Misalnya radio adalah perluasan dari suara manusia, televisi perluasan dari mata dan begitu juga dengan alat komuikasi lainnya.

c.    Penerima dan decoding

Istilah Shannon mengenai penerima dan decoding atau penginterpretasian pesan seperti berlawanan dengan istilah penyadian pesan.

Pada komunikasi tatap muka kemungkinan transmitter menyandikan pesan dengan menggunakan alat-alat suara dan otot-otot tubuh. Penerima dalam hal ini alat-alat tubuh yang sederhana yang sanggup mengamati signal. Misalnya telingan menerima dan menguraikan sandi pembicaraan, mata menerima dan menguraikan sandi gerakan badan dan kepala, kilatan mata dan signal lainnya yang dapat dilihat mata.

d.    Tujuan (Destination)

Komponen terakhir dari Shannon adalah destination atau tujuan yang dimaksud oleh si komunikator. Destination ini adalah otak manusia yang menerima pesan yang berisi bermacam-macam hal, igatan ata pemikiran mengenai kemungkinan dari arti pesan. Penerima pesan telah menerima signal mungkin melalui pendengaran, penglihatan, penciuman dan sebagainya kemudian signal itu diuraikan dan diinterpretasikan dalam otak.

e.    Sumber gangguan (Noise)

Dalam model komunikasi Shannon ini terlihat adanya factor sumber gangguan pada waktu memindahkan signal dari transmitter kepada si penerima. Misalnya pada waktu anda berbicara dengan teman dijalan kedengaran suatu mobil lewat anak-anak berteriak yang semuanya itu mengganggu pmbicaraan anda sesaat dan gangguan itu dinamakan noise. Untuk menetralkan gangguan ini Shinnom mengemukakan empat cara seperti berikut:

1.    Menambahkan kekuatan dari signal

2.    Mengarahkan signal dengan tepat

3.    Menggunakan signal lain

4.    Redudansi

5.    Model Scraumn

Wilbur Scraumn memberikan model proses komunikasi yang agak berbeda sedikit dengan dua model sebelumnya. Dia memperlihatkan pentingnya peranan pengalaman dalam proses komunikasi. Bidang pengalaman akan menentukan apakah pesan yang dikirimkan diterima oleh si penerima sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim pesan.Schraumn mengatakan jika tidak ada kesamaan dalam bidang pengalaman,bahasa yang sama,latar belakang yang sama, kebudayaan yang sama, maka sedikit kemungkinan pesan yang diterima diinterpretasikan dengan benar.

Model ini sama dengan model-model sebelumnya yaitu memperlihatkan proses komunikasi yang satu arah dan tidak dua arah. Oleh karena Schraumn menyadari pentingnya balikan dalam komunikasi, akhirnya menyempurnakan model ini menjadi model dua arah.

3.    Model Berlo

Model yang dikembangkan oleh David Berlo pada tahun 1960 hanya memperlihatkan proses komunikasi satu arah dn hanya terdiri dari empat komponen yaitu sumber,pesan,saluran dan penerima atau receiver. Akan tetapi pada masing-masing komponen tersebut ada sejumlah factor kontrol.

Faktor ketrampilan,sikap,pengetahuan,kebudayaan,dan sistem sosial dari sumber atau orang yang mengirim pesan merupakan factor penting dalam menentukkan isi pesan,perlakuan,atau treatment dan penyandian pesan.

Model komunikasi Berlo disamping menekankan komunikasi sebagai suatu proses, juga menekankan ide bahwa arti pesan yang dikirimkan pada orang yang menerima pesan bukan pada kata-kata pesan itu sendiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa interpretasi pesan terutama tergantung kepada arti dari kata atau pesan yang ditafsirkan oleh si pengirim atau si penerima pesan dan bukan pada apa yang ada dalam komponen pesan itu sendiri.

4.    Model Seiler

(Seiler, 1988) memberikan model komunikasi dua arah dan bersifat lebih universal.

Menurut Seiler source atau pengirim pesan mempunyai empat peranan yaitu menentukan arti apa yang akan dikomunikasikan,menyandikan arti kedalam suatu pesan, mengirimkan pesan dan mengamati, dan bereaksi terhadap respon dari penerima pesan.

Model Seiler ini disamping menekankan pentingnya balikan juga menekankan pentingnya factor lingkungan dalam proses komunikasi yang dapat mempengaruhi hakikat dan kualitas dari komunikasi. Misalnya adalah mudah melakukan pembicaraan secara rutin atau pribadi pada lingkungan yang menyenangkan dari pada lingkungan yang hiruk pikuk dan tidak menyenangkan. Beberapa lingkungan kadang-kadang mempercepat proses komunikasi dan beberapa lingkungan seakan menghambat proses komunikasi.��

B.  Komunikasi Pendidikan

Dewasa ini istilah komunikasi sepertinya telah menjalar di segala sendi kehidupan. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian berita dari suatu sumber berita kepada orang lain (Arikunto, 2019). Komunikasi menjadi bagian yang terintegrasi� dan seolah tak bisa dipisahkan begitu saja di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini wajar mengingat hakikat manusia sendiri merupakan makhluk sosial yang dimana dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Komunikasi pendidikan atau sering disebut dengan humas pendidikan, dalam hal ini tentu saja pengertiannya berbeda.

Dalam bidang pendidikan komunikasi memegang peranan yang sangat penting sekali. Bisa dibayangkan sebuah lembaga atau institusi pendidikan yang tidak bisa menerapkan komunikasi yang baik maka akan mustahil akan dicapai hasil atau output yang maksimal. Komunikasi mempunyai fungsi sebagai penyampai pesan berupa� ilmu pengetahuan, teknologi maupun strategi untuk memecahkan sebuah permasalahan. Dalam prakteknya komunikasi yang dilakukan tidak selalu berjalan lancar, hal ini dikarenakan kemampuan tiap orang untuk� menerima dan memahami isi pesan tidak sama.�

Begitu banyaknya pakar dan sarjana yang mendefinisikan komunikasi itu sendiri, maka akan membingungkan kita dalam memaknai komunikasi itu yang sebenarnya. Ada baiknya kita memahami hakikat komunikasi antar manusia yang sebenarnya. Istilah komunikasi pertama kali lahir dari bahasa latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antar dua orang atau lebih. Maka lahirlah beberapa definisi dari pakar antara lain: (Kincaid, 2002) yang melahirkan definisi baru yang menyatakan bahwa, Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam�. Sementara itu, ada definisi lain mengenai komunikasi misalnya pendapat� (Dance, 1967) mendefinisikan komunikasi dalam kerangka kerja psikologi perilaku manusia yang luas melalui pendefinisian komunikasi manusia sebagai �pengungkapan respon melalui simbol-simbol verbal�, dimana simbol-simbol verbal itu bertindak sebagai perangsang (stimuli) bagi respon yang terungkap tadi. Pakar komunikasi lain, Edwin Newman pun (1948) telah juga mendefinisikan komunikasi sebagai �suatu proses ketika sejumlah orang diubah menjadi kelompok yang berfungsi�.

Setelah mengkaji definisi beberapa pendapat para ahli diatas, setidaknya dapat kita tarik benang merah bahwa komunikasi merupakan sebuah proses komunikasi yang dilakukan oleh dua manusia atau lebih yang terjadi secara dua arah. Komunikasi yang demikian dinamakan komunikasi interaksi. Jika interaksi tersebut dikaitkan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, maka dinamakan interaksi educative. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, komunikasi pendidikan adalah komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan. Di sini komunikasi tidak lagi bebas, tetapi dikendalikan dan dikondisikan untuk tujuan-tujuan pendidikan.

Hovland, jenis dan Kelley seperti yang dikemukakan oleh (Forsdale & Casselman, 1981) adalah ahli sosiologi Amerika, mengatakan bahwa komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain, mereka mengganggap bahwa komunikasi merupakan suatu proses. (Kim & Ruben, 1988) memberikan definisi mengenai komunikasi manusia yang lebih komprehensif sebagai berikut: komunikasi manusia adalah suatu proses melalui individu dalam hubunganya, dalam kelompok,dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkunganya dengan orang lain. Disini komunikasi pendidikan dalam pembelajaran pada siswa tentunya dilakukan dengan pendekatan-pendekatan, agar lebih mudah dipahami oleh mereka, pendekatan tersebut bagian dari model pembelajaran berkomunikasi. Dalam penyampaian materi pembelajaran kepada peserta didik, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, diantaranya adalah peserta didik, ruangan kelas, metode, dan materi itu sendiri. Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada suatu kegiatan pembelajaran, metode pembelajaran dan komunikasi harus mendapat perhatian khusus dalam setiap proses pembelajaran.

Kata komunikasi menurut Wilbur Sechramm (bahwa kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu �Comunicatio� , yang diterjemahkan dengan pemberitahuan, pemberi bagian, pertukaran, pergaulan, persatuan atau kerjasama yang dilakukan dengan berunding bermusyawarah yang bertujuan untuk mencapai suatu kesepakatan (Rosmawati, 2010). Sedangkan menurut para ahli komunikasi, seperti Claude Shannon dan Warren Wever (Salim & Pranata, 2017) memaknai komunikasi sebagai proses penyampaian informasi, ide, perasaan, dan keahlian melalui simbol-simbol, seperti kata-kata, gambar, bentuk, grafik dan simbol-simbol lainnya. Dari proses tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah sebuah proses interaksi hubungan seseorang 137 B. Andrian Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 11(1) (2017) 133-150 dengan orang lain yang terjadi dalam ruang tertentu. Sedangkan entrepreneur atau kewirausahaan (entrepreneurship) sering diistilahkan dengan wiraswasta atau wirausaha. Secara etimologis kata wirausaha entrepreneur berasal dari bahasa kata entre, pre dan neur. Kata entre artinya masuk, kata pre berarti sebelum dan kata neur berarti pusat syarat. Jika diartikan secara bahasa mengandung pengertian sebagai sebuah proses berpikir untuk melakukan sesuatu mengatasi persoalan (Salim & Pranata, 2017). Jadi dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan (entrepreneurship) adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, dalam mengelola sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, proses dalam menghadapi tantangan hidup

Komunikasi Pendidikan Komunikasi pendidikan merupakan proses komunikasi yang unik karena didalamnya ada dimensi edukatif selain menyampaikan pesan yang berupa materi pembelajaran. Komunikasi pendidikan bukan sekedar komunikasi yang berlangsung dengan latar pembelajaran atau pendidikan melainkan didalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan. Dalam proses pembelajaran pasti didalamnya ada komunikasi dalam setiap interaksi edukasi akan berlangsung proses komunikasi. Komunikasi antara anak dan orang tua dalam pembelajaran di rumah atau guru dan siswa di sekolah serta dosen dan peserta didik Sekolah Menengah Kejuruandi Sekolah Menengah Kejuruan.

Proses pembelajaran akan menghasilkan model pembelajaran yang bergerak dari ranah yang sama. Model ini berupaya memberi perhatian yang khusus dan mengoptimalkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan psikologi belajar, teori belajar, komunikasi pembelajaran dan rekayasa hasil inovasi teknologi komunikasi dan informasi (Indawati, Setyanto, & Kaswandani, 2016).

Komunikasi pendidikan adalah �aspek komunikasi dalam dunia pendidikan atau komunikasi yang terjadi pada bidang pendidikan�. Dengan demikian, posisi komunikasi hanya sebagai �alat� yang berfungsi bisa diupayakan untuk membantu memecahkan masalah-masalah pendidikan. Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting kedudukannya. Bahkan mempunyai peranan dalam menentukan keberhasilan suatu pendidikan. Orang sering mengatakan bahwa tinggi rendahnya suatu capaian mutu pendidikan dipengaruhi pula oleh faktor komunikasi (Yusup, 2018).

Kondisi ideal dalam pembelajaran perlu melalui proses yang baik dan terencana. Dengan demikian perlu dilakukan sebuah pendalaman dalam melakukan perencanaan pembelajaran. Hal tersebut ditujukan agar kompetensi dapat terwujud dengan proses yang tepat serta dapat dipetakan dengan pemetaan yang jelas (Bunyamin, Purnomo, & Taofik, 2017). Kemudian dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan formal dan non formal, peranan komunikasi menjadi unsur yang dominan. Adapun bentuk komunikasi pendidikan dalam konteks ini yaitu kegiatan instruksional dalam proses pendidikan. (Yusup, 2018) lebih lanjut, menjelaskan bahwa proses instruksional itu sendiri merupakan peristiwa komunikasi yang dirancang khusus untuk tujuan perubahan perilaku pada pihak sasaran (peserta didik) secara tuntas sesuai dengan kemampuan, minat, dan nilai-nilai yang dianutnya. Di dalam proses pengubah perilaku individu, faktor komunikasi ini sama-sama mempunyai kedudukan yang amat menentukan.

�Efek yang terjadi akan dapat terlihat pada setiap individu, apakah mengalami perubahan sikap dan perilaku atau tidak. Sikap memiliki tiga komponen, yaitu: (1) Komponen kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide dan konsep. Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah yang kontroversial; (2) Komponen afeksi yang menyangkut emosional seseorang. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang; dan (3) Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.

Komponen konatif atau komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara- cara tertentu. Komponen ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk- bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Sikap juga dapat diartikan sebagai reaksi seseorang atas stimulus yang datang (Umniyati, Hadisiwi, & Suminar, 2017).

Beberapa orang menganggap bahwa sikap terdiri dari kognitif, afektif dan behavioral.dalam buku psikologi komunikasi Jalaludin Rahmat mengemukakan bahwa sikap dipandang dalam komponen afekifnya karena komponen kognitif dimasukan dalam konsep kepercayaan, komponen behavioral dimasukan dalam faktor sosiopsikologis konatif yang terdiri dari kebiasaan dan kemauan (Rakhmat & Fakih, 2019).

Kewirausahaan Kewirausahaan adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang pengembangan dan pembangunan semangat kreativitas serta berani menanggung resiko terhadap pekerjaan yang dilakukan demi mewujudkan hasil karya tersebut (Iqbal, 2015). Kewirausahaan adalah kemampuan untuk melihat, dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumbersumber data yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna dan sukses (Daryanto, Eldridge, & Koen, 2012). Wirausaha dijelaskan oleh para ahli melalui berbagai definisi. Wirausaha adalah wadah bagi kemandirian, wadah belajar sekaligus wadah mengeksplorasi berbagai hal terkait kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk menghadirkan kemajuan bagi diri dan lingkungannya (Halim Purnomo, Mansir, Tumin, & Suliswiyadi, 2020). Berwirausaha mampu mengubah perilaku, namun ia tidak akan bisa bertahan lama kalau tidak ada ekosistem yang membina, menggerakkan dan mengarahkannya (Setianti, Subekti, Permana, & Budiana, 2020). Dari sisi pembentukan karakter seorang wirausaha/enterpreneur, Sekolah Menengah Kejuruan sudah seharusnya menciptakan atmosfer yang dapat mendorong sikap mandiri bagi sivitas akademika. Hal ini dapat dicapai melalui; 1) Mengembangkan dan membiasakan unjuk kerja yang mengedepankan ide kreatif dalam berpikir dan sikap mandiri bagi peserta didik Sekolah Menengah Kejuruandalam proses pembelajaran (menekankan model latihan, tugas mandiri, problem solving, cara mengambil keputusan, menemukan peluang, dan seterusnya); 2) Menanamkan sikap dan perilaku jujur dalam komunikasi dan bertindak dalam setiap kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pembelajaran sebagai modal dasar dalam membangun mental entrepreneur pada diri mahasiswa; dan 3) Para praktisi pendidikan juga perlu sharing dan memberi support atas komitmen pendidikan mental entrepreneurship ini kepada lembaga-lembaga terkait dengan pelayanan bidang usaha yang muncul di masyarakat agar benarbenar berfungsi dan benar- benar menyiapkan kebijakan untuk mempermudah dan melayani masyarakat (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2013). Identitas baru sebagai wirausaha yang memiliki dampak manfaat bagi masyarakat banyak menjadi ukuran hal baru yang keren bagi generasi milenial. Generasi muda saat ini akan memilih untuk berperan bagi masyarakat dengan idealismenya melalui beragam bisnis yang mereka selenggarakan (Kuntarto Purnomo, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan maka harus diketahui dulu pengetahuan peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan tentang kewirausahaan seperti apa. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan belum mengetahui pengertian dari kewirausahaan karena mayoritas peserta didik Sekolah Menengah Kejuruantidak mendapatkan matakuliah kewirausahaan di kampusnya. Setelah mengikuti pelatihan kewirausahaan sebagian besar peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan menjadi tahu dan mengerti apa yang dimaksud dengan kewirausahaan, bagaimana cara menggali potensi usaha yang ada di daerah tempat tinggal mereka. Peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan mampu memahami pentingnya karakter wirausaha dan secara spontan dan otomatis dapat bersikap seperti wirausahawan dan berdasarkan pemahamannya menjadikan karakter tersebut sebagai pola hidup dalam kesehariannya. Sebelum berbicara mengenai wirausaha, ada baiknya peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan diperkenalkan dan disadarkan tentang pentingnya mereka memiliki tujuan hidup atau impian. Hal ini sangat penting ditekankan di awal pelatihan agar peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan memiliki semangat untuk berprestasi dan bersungguh sungguh meraih impiannya. Sangat disayangkan bila seorang peserta didik Sekolah Menengah dan baru menyadari untuk apa mereka sebenarnya kuliah, dan lain-lain setelah mereka lulus. Kebanyakan lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran adalah akibat mereka tidak memiliki impian dan tidak bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Oleh karena itu kegiatan awal adalah penekanan mengenai urgensi impian dalam hidup. (Syaefuddin, 2003) mengatakan bahwa seharusnya para lulusan melihat kenyataan bahwa lapangan kerja yang ada tidak memungkinkan untuk menyerap seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi mulai memilih berwirausaha sebagai pilihan karirnya, mengingat potensi yang ada di negeri ini sangat kondusif untuk melakukan wirausaha. (Ilik, 2010) mengatakan bahwa, untuk memulai menjadi seorang wirausaha, setiap peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan harus memiliki impian yang kokoh yang dibangun tidak dalam waktu singkat. Urgensi impian ini semakin penting mengingat resiko dari wirausaha ini tidaklah kecil, bila peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan tidak memiliki impian yang kokoh maka sangat mungkin baginya untuk cepat dirumuskan, maka kita akan merujuk kepada sebuah konsep yang bernama SMART (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2013). Sukses itu bukanlah sebuah kebetulan, namun sukses adalah by Design. Oleh karena itu impian yang kita buat harus SMART �Cerdas�, Apakah impian yang SMART itu? Impian yang SMART adalah Impian yang: Specific artinya Anda harus jelas mengenai apa yang anda inginkan, dengan demikian anda akan lebih mudah dalam membuat perencanaan. Dengan demikian, istilah �Saya memiliki impian menjadi orang sukses� diganti dengan misalnya; �Saya memiliki impian untuk menjadi seorang manajer pemasaran di PT X dengan penghasilan Rp X� atau �Saya ingin menjadi seorang wirausahawan di bidang X dengan penghasilan sebesar Rp X dan lainnya. Measurable artinya impian haruslah terukur. Dengan demikian, anda akan tahu kapan impian anda telah tercapai. Achieveble artinya Impian anda harus dapat anda raih. Jika impian itu terlalu besar, anda perlu memecah impian itu menjadi impian yang lebih kecil dulu sebagai langkah awal atau bagian dalam pencapaian impian besar. Realistic artinya, impian Anda harus masuk akal. Makna masuk akal ini biasanya dikaitkan dengan kemampuan/ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Time Bond, Impian haruslah memiliki garis waktu yang jelas kapan impian tersebut ingin Anda raih. Misalnya: �Saya memiliki impian mendirikan sekolah bagi anak-anak yang tidak mampu 10 tahun dari sekarang� (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2013). Sikap dasar yang harus disadari terlebih dahulu adalah, sukses itu bukanlah sebuah kebetulan, namun sukses adalah by Design. Sikap memiliki tiga komponen, yaitu: (1) Komponen kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide dan konsep. Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah yang kontroversial; (2) Komponen afeksi yang menyangkut emosional seseorang. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang; dan (3) Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Komponen konatif atau komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara- cara tertentu. Komponen ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk- bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Sikap juga dapat diartikan sebagai reaksi seseorang atas stimulus yang datang (Umniyati et al., 2017). Beberapa orang menganggap bahwa sikap terdiri dari kognitif, afektif dan behavioral. Dalam buku psikologi komunikasi Jalaludin rahmat mengemukakan bahwa sikap dipandanf dalam komponen afekifnya karena komponen kognitif dimasukan dalam konsep kepercayaan, komponen behavioral dimasukan dalam faktor sosiopsikologis konatif yang terdiri dari kebiasaan dan kemauan. (Rakhmat & Fakih, 2019) Sebagian besar informan setelah mengikuti pelatihan kewirausahaan menjadi paham dan mengerti bagaimana mereka harus membuat perencanaan terlebih dahulu sebelum mereka membuat sebuah produk untuk usaha. Proses kewirausahaan dari beberapa konsep yang ada, setidaknya terdapat enam hakekat penting kewirausahaan. Di antaranya: 1) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis; 2) Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different); 3) Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan; 4) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth); 5) Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (creative), dan sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat memberi nilai lebih; dan 6) Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumbersumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2013). Berdasarkan keenam konsep diatas, secara ringkas kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai sesuatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko. Sebelum peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan memulai berwirausaha maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan diantaranya adalah Pilih bidang usaha yang harus diminati oleh peserta didik Sekolah Menengah Kejuruandan memiliki hasrat dan pengetahuan di dalamnya. Kemudian perluas dan perbanyak jaringan bisnis dan pertemanan. Pilihlah keunikan dan nilai unggul dalam produk atau jasa anda. Tentukan, apakah ingin bersaing berdarah-darah di usaha web murah meriah, atau akan spesifik kepada desainnya, atau akan spesifik kepada faktor keamanannya atau kepada tingkat kesulitan dan kompleksitas pengelolaan databasenya. Jaga kredibilitas dan brand image. Setelah mengikuti pelatihan kewirausahaan hampir semua peserta didik Sekolah Menengah Kejuruanmau melakukan wirausaha untuk mendapatkan keuntungan baik secara materil maupun secara moril dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di tempat tinggal masing-masing. Ada yang akan memulai usaha membuat keripik dari singkong, ada yang akan membuat usaha membuat keripik dari pisang dengan berbagai rasa ada yang akan memulai lagi usaha membuat kue yang sebelumnya pernah dilakukan ketika mereka sedang kuliah. Semua peserta didik Sekolah Menengah Kejuruantampak bersemangat dan antusias mewujudkan keinginan mereka untuk mulai dan melanjutkan berwirausaha dengan mengikuti ketentuanketentuan yang harus diperhatikan ketika akan memulai wirausaha. Hendra karunia sebagai founder destinasibandung.id mengungkapkan Intinya, pada masa pandemi ini, kita tidak perlu khawatir dan takut untuk memulai usaha, justru sekarang bisa dijadikan sebagai momen yang tepat bagi kita untuk mulai berwirausaha (Fadhila et al., 2020). Kiat memulai wirausaha juga dapat diadopsi menurut seorang pakar bisnis sekaligus motivator yaitu Tum Desem Waringin. Berikut ini adalah langkah- langkah teknis yang dapat dilakukan untuk memulai bisnis : 1) Bangun Ide bisnis dengan menulis Impian dan hobby kita. Tuliskan sepuluh mimpi dan hobby kita, lalu seleksi menjadi tiga yang paling membuat kita sangat ambisius dan enjoy untuk menjalankannya. Seleksi lagi menjadi satu mimpi yang membuat kita menjadi harus untuk mewujudkannya. Sehingga satu mimpi tersebut benar-benar dijadikan sebagai Visi/Goal/Target yang harus diraih; 2). Berikan alasan yang sangat kuat untuk mewujudkan mimpi tersebut. Bayangkan kenikmatan apa yang akan kita dapat apabila mimpi tersebut terwujud dan kesengsaraan apa yang akan kita terima kalau mimpi tersebut tidak terwujud; 3) Mulai lah untuk mewujudkan mimpi tersebut dengan bertindak dan cari tema yang tepat dan tulis misi / Langkah pencapaian dan tuangkan menjadi konsep usaha yang jelas; 4) Lakukan riset baik di internet maupun di kenyataan sehari-hari, Visi dan Misi yang kita tulis harus terdefinisi dengan jelas, specific dan marketabel sesuai bidangnya; 5) Tuliskan dan rancang strategi yang akan dijalankan; 6) gunakan faktor pengungkit OPM (Other People�s Money), OPE (Other People�s Experience), OPI (Other People Idea), OPT (Other People�s Time), OPW (other People�s Work); 7) Cari pembimbing (pilih yang sudah sukses di bidang tersebut), untuk pembanding dan mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan langkah- langkah pencapaian tujuan tersebut; 8) Buatlah sebuah TEAM yang kompak untuk membantu mewujudkan goal tersebut T = Together E = Everybody A = Achieve M = Miracle; 9) Optimalkan jaringan, relasi dan network yang kita punya untuk mencapai tujuan/visi kita tersebut; 10) Buat jaringan baru yang tak terhingga dengan membuat relasi dan silaturahmi sebanyak-banyaknya; 11) Gunakan alat bantu untuk mempercepat pencapaian misal website, jejaring sosial, advertisement, promosi; dan 12). Buat sistem yang ideal untuk bisnis tersebut. S= Save, Y= Your, S= Self, T= Timing, E= Energy, M= Money (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2013).

 

Kesimpulan

Berdasarkan tinjauan dari dimensi Faktor Individual, penelitian ini menyimpulkan bahwa DJP telah memiliki kesiapan dalam melakukan pemungutan pajak digital di Indonesia. Kesimpulan ini diperolah dengan berlandaskan hasil penelitian bahwa pemahaman akan adanya perubahan lingkungan bisnis yang mengarah pada digitalisasi ekonomi telah disadari oleh aparatur pajak di kantor pusat DJP. Aparatur pajak memahami bahwa transformasi digital telah semakin berkembang, di mana hal ini akan berimplikasi terhadap munculnya model bisnis baru yang berbasis teknologi dan meningkatnya potensi penerimaan pajak dari sektor digital. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan atau penyesuaian kebijakan perpajakan yang berlaku saat ini agar dapat melindungi basis penerimaan pajak dari sektor digital, baik itu ketentuan untuk PPMSE dalam negeri ataupun PPMSE luar negeri.

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Ardianto, Danny, & Tanner, Kerry. (2011). Knowledge Management Governance In Multinational Companies: A Case Study Of Siemens. Pacis, 18. Google Scholar

 

Arikunto, Suharsimi. (2019). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Google Scholar

 

Bunyamin, Anas, Purnomo, Dwi, & Taofik, Salamun. (2017). Metode Replikasi Kewirausahaan Sosial Untuk Peningkatan Motivasi Wirausaha Berbasis Komoditas Lokal Di Kecamatan Banyuresmi, Kabupapen Garut. Jurnal Agroteknologi, 10(02), 137�143. Google Scholar

 

Creswell, John W., & Tashakkori, Abbas. (2007). Differing Perspectives On Mixed Methods Research. Sage Publications Sage Ca: Los Angeles, Ca. Google Scholar

 

Dance, Frank E. X. (1967). Human Communication Theory: Original Essays. Google Scholar

 

Daryanto, Stefani, Eldridge, David J., & Koen, Terry B. (2012). Soil Nutrients Under Shrub Hummocks And Debris Mounds Two Decades After Ploughing. Plant And Soil, 351(1), 405�419. Google Scholar

 

Fadhila, Chairina, Lal, Aamir, Vo, Thuy T. B., Ho, Phuong T., Hidayat, Sri H., Lee, Jangha, Kil, Eui Joon, & Lee, Sukchan. (2020). The Threat Of Seed-Transmissible Pepper Yellow Leaf Curl Indonesia Virus In Chili Pepper. Microbial Pathogenesis, 143, 104132. Google Scholar

 

Forsdale, Louis, & Casselman, Jane A. (1981). Perspectives On Communication. Addison-Wesley. Google Scholar

 

Ilik, Danko. (2010). Constructive Completeness Proofs And Delimited Control. Ecole Polytechnique X. Google Scholar

 

Indawati, Wahyuni, Setyanto, Darmawan B., & Kaswandani, Nastiti. (2016). Infeksi Influenza A Dan B Pada Anak Dengan Influenza Like Illness (Ili) Atau Pneumonia Di Jakarta. Sari Pediatri, 16(2), 136�142. Google Scholar

 

Iqbal, Fahmi Maulana. (2015). Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan Pagi Dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Google Scholar

 

Kim, Young Yun, & Ruben, Brent D. (1988). Intercultural Transformation: A Systems Theory. Theories In Intercultural Communication, 299�321. Google Scholar

 

Kincaid, D. Lawrence. (2002). Drama, Emotion, And Cultural Convergence. Communication Theory, 12(2), 136�152. Google Scholar

 

Moleong, Lexy J. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif. Google Scholar

 

Purnomo, Halim, Mansir, Firman, Tumin, Tumin, & Suliswiyadi, Suliswiyadi. (2020). Pendidikan Karakter Islami Pada Online Class Management Di Sma Muhammadiyah 7 Yogyakarta Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Tarbiyatuna, 11(1), 91�100. Google Scholar

 

Purnomo, Kuntarto. (2010). Estimasi Underground Economy Di Indonesia Periode 2000-2009 Melalui Pendekatan Moneter. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Google Scholar

 

Rakhmat, Rakhmat, & Fakih, Firdaus. (2019). Dinamika Implementasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi Dan Studi Kebijakan (Jiask), 1(2), 33�38. Google Scholar

 

Rosmawati, N. N. (2010). The Usage And Knowledge Of Mammogram Among Women In Sub-Urban Area In Terengganu, Malaysia. Asian Pac J Cancer Prev, 11, 767�771. Google Scholar

 

Salim, Zamroni, & Pranata, Nika. (2017). Maritime Logistics Sector In Asean: Exploring Opportunities And Addressing Key Challenges. Asean Briefs. Google Scholar

 

Seiler, William J. (1988). Introduction To Speech Communication. Scott Foresman. Google Scholar

 

Setianti, Yanti, Subekti, Priyo, Permana, Rangga Saptya Mohamad, & Budiana, Heru Ryanto. (2020). Komunikasi Pendidikan Melalui Pelatihan Kewirausahaan Di Wilayah Tinggal Mahasiswa Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmu Komunikasi Acta Diurna, 16(2). Google Scholar

 

Sugiyono, P. D. (2017). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, Dan R&D. Penerbit Cv. Alfabeta: Bandung. Google Scholar

 

Syaefuddin, Achmad. (2003). Kisah-Kisah Isra �Iliyyat Dalam Tafasir Al-Ibriz Karya Kh. Bisri Musthofa (Studi Kisah Umat-Umat Dan Para Nabi Dalam Kitab Tafsir Al-Ibriz). Skripsi, Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga. Google Scholar

 

Umniyati, Noorfiya, Hadisiwi, Purwanti, & Suminar, Jenny Ratna. (2017). Pengaruh Terpaan Informasi Riset Melalui Website Www. Ppet. Lipi. Go. Id Terhadap Sikap Mahasiswa Mengenai Penelitian. Jurnal Kajian Komunikasi, 5(1), 111�120. Google Scholar

 

Yusup, Febrinawati. (2018). Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Kuantitatif. Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(1). Google Scholar

 

Copyright holder:

Rico, Rika Aprianty Sukmana, M. Irpan, Muzahid Akbar Hayat (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: