http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v5i11.1843 1537
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia pISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 5, No. 12, Desember 2020
KEKUATAN BRAND AURA SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI
PEMENANGAN CALON PRESIDEN INDONESIA DALAM PEMILIHAN
PRESIDEN
Dono Murdiyanto
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Unisadhuguna Business School Jakarta, Indonesia
Abstract
The personal attributes possessed by a Presidential candidate such as ability,
personality, vision and mission as well as track record are the main factors
considered in electing the President. The “figure” approach can be interpretated as
the kind of aura the public likes. This study will analyze which brands are most
favored by the Indonesian public so that SBY and Jokowi will win the 2004-2019
presidential election. In addition, it will also analyze the stages of the Jokowi brand
to become a strong brand in the presidential election. The research method used is a
normative juridical research approach, which is qualitative in nature. This research
is qualitative in nature, which is to analyze deeply and holistically, from all aspects
(comprehensive). Collecting data in this research method is through literature study,
by reviewing, studying, reading literature, law books, journals, articles, law
magazines, laws and regulations related to and related to this research. The results
showed that SBY and Jokowi used an innocent archetype essence brand with different
combinations. Jokowi went through the stages of brand essence, brand consumption,
brand stability and brand ambassador to become a strong brand aura in winning the
Presidential Election.
Keywords: brand aura; aura essence; product benefit; product features; attributes.
Abstract
Atribut personal yang dimiliki calon Presiden seperti kapabilitas, kepribadian, visi dan
misi serta rekam jejak merupakan faktor utama yang dipertimbangkan dalam memilih
Presiden. Pendekatan “Sosok” dapat diinterpretasikan sebagai jenis aura yang disukai
oleh publik. Dalam penelitian akan menganalisis brand essence apa yang dominan
disukai publik di Indonesia, sehingga SBY dan Jokowi dalam memenangkan Pilpres
2004-2019. Selain itu juga akan dianalisa tahapan brand Jokowi menjadi brand yang
kuat di pilpres. Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan penelitian yuridis
normatif, yang bersifat kualitatif. Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu menganalisis
secara mendalam dan holistik, yaitu dari segala segi (komprehensif). Pengumpulan
data dalam metode penelitian ini melalui studi kepustakaan, dengan mengkaji,
mempelajari, membaca literatur, buku-buku hukum, jurnal, artikel, majalah hukum,
peraturan perundang-undangan yang terkait dan berhubungan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan SBY dan Jokowi menggunakan brand essence
archetype innocent dengan kombinasi berbeda. Jokowi melalui tahapan brand essece,
Dono Murdiyanto
1538 Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020
brand consumption, brand stability dan brand ambassador untuk menjadi brand aura
yang kuat dalam memenangkan Pilpres.
Kata kunci: brand aura; aura essence; product benefit; product features; attributes
Pendahuluan
Leader akan muncul sesuai dengan tantangan pada jamannya. Sosok leader yang
gagah berani dalam menghadapi situasi yang tidak adil, contohnya yang paling kita ingat
adalah bagaimana kondisi negara kita sebelum merdeka (Prinisia Nurul Ikasari, 2019).
Penindasan penjajahan dari mulai dari Belanda, Inggris dan Jepang, telah menimbulkan
perlawanan dimana-mana. Pahlawan bermunculan untuk melawan ketidakadilan di
berbagai daerah. Hal itu berlangsung dalam hitungan abad, sampai pada tahun 1945
akumulasi tersebut menemukan solusinya pada saat Soekarno-Hatta, memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Skenario penindasan dan ketidakadilan, telah menumbuhkan
sosok leader hero pada diri pahlawan untuk berani berkorban demi bangsa dan negaranya
(Ida, 2014). Bagaimana dengan sekarang?
Belum hilang dari ingatan kita dengan nama orde untuk membedakan rezim
pemerintahan yaitu Orde Lama pada masa Presiden Sukarno, Orde Baru pada masa
Presiden Suharto kemudian terakhir Orde Reformasi pasca kejatuhan Suharto. Keran
keterbukaan informasi telah dibuka lebar, UUD 45 sudah diamandemen sehingga
pemilihan langsung dari mulai tingkat walikota, bupati, gubernur hingga presiden di pilih
langsung oleh rakyat. Perubahan dengan dasar demokrasi yang terbuka terjadi dimana
rakyat belajar berdemokrasi dengan cara “learning by doing (Mulyana, 2002).
Pemilihan calon presiden RI Sejak 2004 hingga 2020, Sangat menarik untuk
ditelaah dari sisi pendekatan sosok (Hasyim, 2016). Para pemilih mulai didominasi oleh
pemilih pemula yang belum memiliki kedekatan atau loyalitas terhadap partai/swing
voters (Halik, 2013). Dari 180 juta pemilih, proporsi yang cukup besar dari pemilih
pemula, membuat persaingan untuk memperebutkan posisi orang nomor satu di Indonesia
menjadi menarik (Herdiansah, 2017). Mereka cenderung melihat “sosok” ketimbang
partainya, karena dianggap lebih konkrit (Suryana, 2017).
Sejalan dengan itu, temuan survei founding fathers house (Ida, 2014), menunjukkan
bahwa atribut personal yang dimiliki calon presiden seperti kapabilitas, kepribadian, visi
dan misi serta rekam jejak merupakan faktor utama yang dipertimbangkan dalam memilih
presiden (Hutagalung, 2013). Dalam buku The Power of Brand Aura, pendekatan “Sosok”
dapat diinterpretasikan sebagai jenis aura yang disukai oleh publik. Aura apa yang
dominan disukai publik di Indonesia?
Aura adalah pancaran sinar yang sangat lembut yang berasal dari dalam diri
seseorang. Para pemimpin besar memiliki pancaran yang kuat sehingga mampu
mempengaruhi para pengikutnya. Mereka terlihat lebih bijaksana, berwibawa,
berpengaruh, dibandingkan dengan kebanyakan orang (Alicca, 2012). Di dalam
melukiskan kekuatan yang dimiliki oleh seorang yang suci, biasanya digambarkan dengan
Kekuatan Brand Aura sebagai Salah Satu Strategi Pemenangan Calon Presiden
Indonesia dalam Pemilihan Presiden
Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020 1539
pancaran sinar yang mengelilingi tubuhnya dan merupakan simbolisasi dari pengaruh
yang besar di dalam komunitasnya.
Dalam sejarah, untuk menjadi orang suci dapat dipastikan melalui proses yang
berliku dan memerlukan perjalanan yang panjang. Dari berbagai perjalanan yang terjadi,
terdapat persamaan diantara orang suci, antara lain memiliki karakter kuat, konsistensi
dan persistensi dalam menyampaikan pesan-pesan, adanya loyalitas para pengikutnya
serta penyebaran pesan yang dilakukan oleh pengagumnya. Sebagai contoh, beberapa
orang suci pilihan seperti Isa AS dan Muhammad SAW memiliki pengikut yang begitu
kuat dan pesannya selalu disebarkan oleh pengikutnya, walaupun beliau sudah tidak ada
lebih dari seribu tahun. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apa ciri-ciri dari aura
yang kuat yang memiliki kemampuan untuk menarik crowd dalam jumlah besar.
Carl Jung telah mempelopori pengkajian tentang ’archetype’ yang disukai publik
yang didalam tulisan ini disebut sebagai aura seperti innocent, hero, regular guy,
inspiring, sage, dan caregiver.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan penelitian yuridis normatif,
yang bersifat kualitatif. Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu menganalisis secara
mendalam dan holistik, yaitu dari segala segi/komprehensif (Sugiyono, 2016).
Pengumpulan data dalam metode penelitian ini melalui kepustakaan ini dilakukan dengan
mengkaji, mempelajari, membaca literatur, buku-buku, jurnal, artikel, majalah, peraturan
perundang-undangan yang terkait dan berhubungan dengan penelitian ini (Kriyantono,
2010).
Hasil dan Pembahasan
A. Aura Innocent
Aura innocent menurut buku The Power of Brand aura (Soehadi & Murdiyanto,
2014), berorientasi individu yang independen dan selalu berusaha mencari
kebahagiaan. Seperti keinginan orang tua terhadap anaknya, yang ingin anaknya
berhasil dan mencapai kehidupan yang ideal. Parameter “hidup ideal” merupakan
kunci dari tipe aura innocent, sehingga bila terjadi sesuatu yang menyimpang dari
parameter tersebut maka individu innocent akan merasa tidak nyaman. Individu ini
dalam mengambil keputusan umumnya menggunakan pendekatan yang sederhana
dan berorientasi kepada nilai normatif kehidupan. Tipe aura innocent adalah individu
ideal dan polos dalam menjalani kehidupan. Lebih tepat seperti hidup di surga, semua
orang baik dan tidak ada orang jahatnya. Secara realitas di kehidupan nyata, tidak
ada kehidupan ideal seperti itu. Sehingga potensi gesekan individu innocent terhadap
realitas kehidupan akan membuatnya stress dan ketidakpuasan yang tidak berujung.
Orang-orang polos akan selalu berpikir positif, sehingga punya peluang mudah
dimanipulasi dan dapat dikatakan cenderung bersifat naif. Karena mempunyai
tujuan hidup yang bahagia dan damai, maka semangat hidupnya selalu tinggi.
Dono Murdiyanto
1540 Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020
SBY dan Jokowi pada dasarnya mempunyai Esensi aura yang sama yang sama
yaitu aura innocent. Dalam 4 (empat) periode berturut-turut, pemilih Indonesia
memilih Presiden yang beraura innocent, tentunya masing-masing SBY dan Jokowi
mempunyai kombinasi aura yang berbeda dalam pesan yang disampaikan ke publik.
Bagaimana dengan Pilpres 2024?
B. Esensi Aura
Gambar 1
Brand pyramid
Dalam piramida brand, aura essence ditempatkan pada level yang tertinggi.
Sedangkan di bawahnya adalah brand yang menonjolkan benefit serta level terendah
adalah brand yang menonjolkan features dan attributes. Esensi aura dapat membuat
sebuah brand menjadi lebih hidup, menarik dan mudah diingat. Bahkan mampu
menjadi alat untuk mengekspresi identitas dari si pelanggan. Dengan demikian brand
yang memiliki esensi aura yang kuat umumnya memiliki pelanggan yang tidak hanya
loyal tetapi juga antusiasme yang tinggi.
Bagaimana membangun brand yang memiliki esensi aura kuat? Membangun
suatu esensi aura sama seperti saat kita membangun hubungan dengan seseorang.
Mari kita ibaratkan sebuah brand seperti anak kita. Dia berumur sekitar 4-5 tahun,
memiliki tubuh yang gempal dan sangat lucu. Hal ini dapat dikatakan sebagai product
features. Jika anda mengetahui lebih sedikit tentang karakteristik dia (sedikit nakal),
maka mungkin hubungan anda dengan dia dapat lebih dalam, anda merasa sangat
bergembira ketika bermain dengan dia dan bahkan merasa kangen ketika dia tidak ada
disekitar kita. Dia sangat menyenangkan dan anda sangat tertarik dengan nilai dan
perhatian yang dia miliki. Aura yang dicerminkan oleh anak tersebut membuat kita
Product
Features and Attributes
Product
Benefit
Aura
Essence
Kekuatan Brand Aura sebagai Salah Satu Strategi Pemenangan Calon Presiden
Indonesia dalam Pemilihan Presiden
Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020 1541
nyaman dan membuat ingin lebih dekat lagi dengan dia. Kita merasa terkoneksikan
dengan anak tersebut. Emosi ini merupakan perumpamaan ketika pelanggan merasa
bahwa brand merupakan bagian dari dirinya.
Aktivitas yang perlu diperhatikan dalam membangun esensi aura adalah
pemilihan tipe aura yang akan ditampilkan. Lebih dari 20 tipe aura yang dapat
diidentifikasi, tetapi hanya beberapa yang disukai (Mark & Pearson, 2001). Sebagai
contoh adalah lover, caregiver, sage, hero, innocent, regular guy, magician, outlow,
ruler, explorer dan innovator. Untuk memilih aura yang tepat, langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah:
1. Tentukan target audience/voters
2. Identifikasi kebutuhan, keinginan dan kesukaan dari mereka
3. Susun profil aura dari target audience/voters
4. Rumuskan esensi aura yang cocok dengn profil tersebut
SBY dan Jokowi mempunya tipe aura yang sama yaitu tipe aura yaitu innocent.
Partai yang mendukung mereka maju menjadi Capres tentunya sudah melakukan
survey dan diskusi panjang dalam penentuannya. Mengapa yang mempunyai tipe aura
innocent dicalonkan mempunyai peluang menang yang tinggi dan pada akhirnya
memenangkan pertarungan. Dalam menentukan target audience atau lebih tepatnya
pemilih di Indonesia di kurang lebih 34 provinsi. Jumlah penduduk Indonesia
mayoritas berada di pulau Jawa dengan jumlah penduduk 65% dari seluruh Indonesia.
Tipe aura innocent mayoritas mewakili karakter suku jawa. Apakah aura innocent
dapat diterima oleh pemilih di 34 provinsi Indonesia? Dari kemenangan SBY dan
Jokowi pada 4 pilpres yang telah berlangsung, sebaran provinsinya berbeda. Yang
paling signifikan berbeda adalah kemenangan SBY di pulau Sumatera dan justru
Jokowi kalah di wilayah tersebut. Pasti ada kombinasi aura yang berbeda yang
digunakan SBY dan Jokowi dalam kampanyenya, sehingga dapat menghasilkan
sebaran provinsi kemenangan yang berbeda. Pada tahun 2004, SBY melakukan
kombinasi aura dengan aura sage dan hero. Tipe aura The sage, di citrakan SBY
dengan sidang disertasi gelar Doktor di bidang ilmu pertanian di IPB. The sage adalah
tipikal aura yang menggambarkan kaum terpelajar dan berpengetahuan tinggi. Bidang
pertanian berkorelasi dengan sebagian besar pemilih Indonesia yang berprofesi
petani.
SBY yang berlatar belakang militer secara tidak langsung mempunyai
kombinasi tipe aura hero. Tipikal heronya akan berbeda dengan Soeharto yang sama
Jenderalnya. SBY lebih memposisikan dirinya sebagai pemikir militer ataupun
konseptor. Indonesia selama di masa Soekarno dan Soeharto, dipimpin oleh Presiden
dengan tipe aura hero dan pada saat kedua presiden itu berkuasa, suasana kebatinan
rakyat Indonesia membutuhkan tipe aura hero untuk melindungi dari kondisi yang
tidak adil. SBY dengan kombinasi tipe aura innocent, the sage dan hero, dalam 2 (dua)
periode pemilihan dapat memenangkan pertarungan Pilpres.
Jokowi mempunyai tipe aura innocent dengan kombinasi yang berbeda dengan
SBY. Jokowi mempunyai tipe aura secara tidak langsung karena berlatar belakang
Dono Murdiyanto
1542 Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020
orang biasa. Tipe aura regular guy melekat dalam diri Jokowi dan dengan aktivasi
“blusukan”nya. Berbeda dengan SBY, Jokowi lebih dapat berinteraksi langsung
dengan pemilihnya tanpa jarak. Ada satu tipe aura lagi yang didapati di diri Jokowi,
yaitu tipe aura inspiring. Nama Jokowi moncer di jagat politik Indonesia dari mulai
walikota Solo dengan pendekatan humanis pada saat penggusuran dan
memperjuangkan mobil nasional esemka, kemudian memutuskan program MRT di
mulai pada saat menjadi gubernur di Jakarta. Inspiring adalah individu dengan
karakter pekerja keras. Mereka merasa tidak punya kelebihan, sehingga untuk berhasil
harus fokus, konsisten, kerja keras serta memiliki passion” yang tinggi setiap
menghadapi permasalahan (Miller, 2017). Ini membuat aura inspiring sebagai
motivator yang kuat bagi masyarakat pada umumnya. Mereka punya keyakinan
bahwa setiap permasalahan selalu ada pemecahannya jika dikerjakan secara sungguh-
sungguh. Seperti air, walaupun sifatnya cair, tetapi dapat melubangi batu yang keras.
Aura ini sangat menonjol ketika masyarakat menganggap permasalahan yang
dihadapi begitu “akut” sehingga tidak ada jalan keluarnya. Perubahan menjadi kata
kunci yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Politisi atau produk yang menawarkan perubahan akan ditunggu-tunggu oleh
mereka. Salah satu kekuatan Jokowi (orang Solo) dapat menaklukkan Jakarta dan
Indonesia dengan kompleksitas yang sangat tinggi. Kesederhanaan, keberanian untuk
melakukan perubahan, dan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memecahkan
persoalan merupakan vibrasi yang memperkuat aura inspiring. Aura inspiring
bagaikan obor di tengah malam, yang dapat menerangi kegelapan.
Habis gelap terbitlah terang merupakan buku kumpulan surat yang ditulis oleh
Kartini. Kumpulan surat tersebut dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul Door
Duisternis Tot Licht. Kartini menjadi inspirasi wanita Indonesia untuk kesetaraan
gender. Telah banyak wanita Indonesia sekarang di pucuk-pucuk pimpinan lembaga
maupun perusahaan. Pandangan Kartini pada masanya merupakan sesuatu pandangan
yang jauh kedepan, dan ibarat menjadi lilin di tengah kegelapan dimana pada masa
itu kesetaraan gender masih jauh dari harapan.
Untuk memunculkan aura inspiring, berarti perlu dikontraskan dengan suatu
skenario menstimulir adanya masalah yang kompleks. Vibrasi inspiring akan semakin
kuat ketika produk atau politisi dapat melewati ujian ketika berhasil menghadapi
permasalahan kompleks. Pada masa lalu ajaran agamalah menjadi lilin penuntun, dari
kesulitan kesulitan hidup. Pada masa sekarang sangat banyak bermunculan motivator
motivator seperti Mario Teguh, Ary Ginanjar dengan ESQ nya diluar penceramah
agama, yang menjadi pencerah dalam kondisi masa kini dengan berbagai
permasalahannya.
Menjawab pertanyaan mengapa Jokowi tidak bisa memenangkan Sumatera,
sedangkan SBY yang bertipe aura dasar yang sama? SBY mempunyai tipe aura hero
yang beririsan dengan karakter orang Sumatera kebanyakan yang tegas, menyatakan
yang ada di pikiran secara langsung dan egaliter. Seharusnya kalau Jokowi
Kekuatan Brand Aura sebagai Salah Satu Strategi Pemenangan Calon Presiden
Indonesia dalam Pemilihan Presiden
Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020 1543
mempunyai pasangan wapres yang bertipe aura hero, mempunyai peluang menang
yang tinggi di daerah Sumatera.
C. Membangun Aura Innocent dan kombinasinya
Ada beberapa tahapan dalam membangun aura yang kuat. Tahap pertama,
merumuskan esensi aura (aura essence). Tahap ke dua, aura tersebut menjadi pilihan
dan dikonsumsi oleh aura sejenis (aura consumption). Tahap ke tiga, aura yang
dikembangkan menjadi semakin kuat, walaupun aura dikonsumsi dan berinteraksi
dengan berbagai tipe aura, esensi auranya tetap akan bersinar dan tidak berubah (aura
stability). Tahap ke empat, tahapan yang paling tinggi dimana aura tersebut mampu
menarik para pencintanya untuk bergabung dalam komunitas dan mempromosikan
serta membela pemimpinnya (aura ambassador).
Gambar 2
Proses Membangun Brand Aura yang kuat
D. Panggung Politik
Kekuasaan merupakan tujuan dari politik dan di alam demokrasi pemilihan
pejabat publik seperti presiden, gubernur, bupati, wali kota dan lain-lain secara
langsung, merupakan instrumen demokrasi. Pejabat publik yang terpilih akan
memegang kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintahan dan terutama
menentukan dan menjalankan anggaran. Tugas terakhir inilah yang sangat menarik
bagi kandidat pemilu. Adanya kuasa atas anggaran memungkinkan
memperjuangkan idealisme sebagai negarawan atau tergoda untuk menumpuk
harta atau darma baktinya kepada partai. Keragaman daya tarik yang sangat kuat
ini yang menyebabkan perebutan kekuasaan menjadi menarik. Pendekatan
Brand
Aura
Ambassador
Aura
Consumption
Aura
Essence
Aura
Stability
Dono Murdiyanto
1544 Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020
marketing akhir-akhir ini banyak dibicarakan sebagai salah satu solusi untuk
mendapatkan jumlah pemilih (voters) yang besar. Pendekatan ini sering disebut
sebagai political marketing.
Indonesia menyelenggarakan pemilu secara demokratis di tahun 2004.
Billboard dan spanduk penuh dengan foto kandidat dengan berbagai slogannya,
dan setelah pemilu pun pejabat-pejabat publik masih masih rajin memasang foto
wajahnya. Diingat oleh publik, menjadi modal penting bagi kandidat untuk
mengikuti ajang pemilu. “Serangan fajar” pun menjadi fenomena pada saat
pencoblosan, untuk merayu rakyat memilih. Tidak sedikit modal yang dirogoh para
kandidat pemilu. Bahkan ”artis” pun laku sebagai kandidat pasangan wali kota
sampai gubernur dan anggota parlemen. Artis sudah memiliki modal yaitu
“diingat” oleh publik.
Tidak hanya itu Quick Count”, penelitian elektabilitas calon, konsultan
politik dan manuver-manuver politik kandidat di media cetak dan elektronik
menjadi pemandangan yang jamak. Menjadi populis merupakan tujuan, agar saat
pemilu publik ingat dengan kandidat. Semakin banyaknya calon dan partai
membuat biaya politik untuk menjadi pejabat publik menjadi sangat mahal.
Politik di berbagai negarapun yang lebih matang demokrasinya diwarnai
dengan pergulatan yang sama. Tapi paling tidak pengalaman hasil pemilihan bisa
dijadikan bahan kajian political marketing, sehingga menjadi suatu formula yang
menarik. Masa pemilih yang menjadi penentu pemenang pemilu, apalagi
jumlahnya jutaan dan demografisnya cukup luas merupakan tantangan yang perlu
dipahami.
Memilih pemimpin atau wakil rakyat, secara sederhana sebenarnya sama
dengan memilih orang di lingkungan sendiri untuk menjadi pemimpin. Tentunya
akan memilih yang sudah merasa kenal dengan karakternya, disukai dan dipilih.
“Disukai dan dipilih” adalah sesuatu yang dikejar oleh para kandidat untuk
memenangkan pertarungan. Bila dilingkungan yang kecil maka akan mudah
mengenal, karena lebih banyak bersama dan ketemunya. Tetapi bila dalam
lingkungan yang lebih besar, tentu penguatan brand menjadi penting. Brand yang
memiliki aura yang disukai oleh publik akan memiliki potensi untuk memenangi
pertarungan. Dalam pengertian bahwa aura tersebut akan menyentuh emosi publik,
sehingga pemilih merasa dekat dengan politisi tersebut. Selanjutnya akan kita
bahas contoh sukses Obama dan Jokowi dalam menggunakan aura yang
menyentuh emosi dan disukai oleh para pemilih.
E. Brand Aura JOKOWI
Tidak jauh berbeda dengan kejadian di Amerika Serikat, Jokowi
memenangkan pemilihan gubernur DKI di 2012 secara dramatis berhasil
mengalahkan Foke incumbent yang mempunyai jumlah partai pendukung yang
jauh lebih banyak dan secara hasil pooling juga di atas angin. Masyarakat Jakarta
sudah jenuh menghadapi problem banjir, macet dan ruwetnya penataan kota yang
sudah menahun dan seolah sudah tidak bisa di perbaiki lagi. Masyarakat Jakarta
Kekuatan Brand Aura sebagai Salah Satu Strategi Pemenangan Calon Presiden
Indonesia dalam Pemilihan Presiden
Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020 1545
butuh jalan keluar untuk masalah-masalahnya yang dianggap sudah kronis. Jokowi
si pencerah “dengan gaya penyampaian yang lugas dan sederhana, blusukan masuk
dan keluar kampung, mendatangi sumber-sumber masalah yang terjadi di Jakarta.
Dari titik masalahmasalah itu Jokowi mengkomunikasikan masalah-masalah
yang terjadi di sekitarnya beserta solusinya. Vibrasi aura soul inspiring bekerja
maksimal dengan pola-pola penyampaiannya.
Dari dua contoh di atas, terlihat bahwa aura inspiring akan dapat tervibrasi
dengan baik apabila memang secara kondisi lingkungan sudah pada tahapan yang
kusut dan gelap sehingga, butuh lilin penerang untuk mengurai kekusutan itu. Aura
soul inspiring akan bekerja dengan baik, apabila orangnya dapat memberikan
solusi yang jelas dan terlihat mampu melaksanakannya.
Kondisi politik di Indonesia pra 2014, walaupun secara ekonomi Indonesia
sudah membaik tetapi kekusutan politik dengan terlibatnya kader-kader politik
dalam korupsi di berbagai departemen. Diperkirakan kekusutan ini semakin
meningkat, karena 2014 SBY sudah tidak dapat mencalonkan diri. Lebih lanjut
belum ada calon yang begitu menonjol terlihat di pentas nasional. Kekusutan
politik dan hukum, itu menyebabkan Indonesia butuh seorang calon yang
mempunyai aura soul inspiring yang mumpuni. Ketulusan dalam bertutur juga
merupakan faktor pendukung dalam vibrasi aura soul ini. Halhal tersebut yang
akan menyempurnakan terbentuknya aura soul inspiring secara sempurna.
F. Aura Essence
Aura essence Jokowi tidak terlepas dari track record perjalanan hidup dan
politiknya, dan soul aura yang digunakan dalam vibrasinya. Persamaan dari
keduanya adalah menggunakan aura inspiring dalam menghadapi masalah yang
sudah seperti benang kusut.
Sejarah mencatat Bibit, Bebet dan Bobot” dari calon pemilu, merupakan
salah satu elemen penting untuk terpilih dalam era pemilu demokratis. Banyak
kandidat runtuh karena masa lalu buruk yang ditutupi terbongkar, bahkan yang
sedang menjabatpun harus mundur karena hal tersebut. Politik bagi rakyat masih
dalam dalam persepsi “hitam” dan “putih”. Yang putih selalu menang melawan
yang hitam. Bila hitamnya kelihatan dalam prilaku politiknya, maka pemilih tidak
akan memilihnya lagi. Sehingga pencitraan “putihselalu menjadi pakem dalam
political marketing (Hur, Ahn, & Kim, 2011). Dalam realitas dunia politik, menjadi
si “putih” tidaklah mudah.
G. Aura Consumption
Setelah menganalisa kombinasi aura sebagai aura essence yang digunakan,
berikut analisa aura consumption yang digunakan oleh keduanya. Dalam memilih,
publik menginginkan kandidat yang sudah menunjukkan track record yang baik
serta rencana program yang akan dilaksanakan jika terpilih. Bila Jokowi lebih
mudah menunjukkan hasil karya dari program hingga implementasinya. Jokowi
yang telah dua periode penjabat Walikota Solo dengan hasil yang memuaskan buat
publik Solo. Indikator dapat dilihat pada pemilihan walikota periode keduanya.
Dono Murdiyanto
1546 Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020
Jokowi meraup 96 % suara publik Solo, yang pada pemilihan pertama meraih 60%
suara. Indikasi ini membuktikan brand consumption Jokowi sangat tinggi, antara
ekspektasi dan realitasnya. Sehingga modal yang dibawa dalam pilkada Gubernur,
cukup signifikan karena mempunyai track record yang baik.
H. Aura Stabilty
Dalam tahapan aura stability, Jokowi dengan kombinasi aura masing-masing
harus dapat meyakinkan aura lainnya. Pada tahapan aura consumption, maka
publik yang memiliki aura yang mirip dengan kandidat akan menjadi pemilih
utama, karena ada kecenderungan aura yang sama akan berinteraksi lebih cepat
(Wright, 2019). Jokowi dengan aura innocent-nya akan lebih cepat diterima oleh
kalangan menengah ke bawah yang rata-rata mempunyai aura innocent (lugu,
polos dan idealis). Salah satu yang menjadi tantangan dari kandidat adalah para
pemilih tidak semuanya memiliki aura yang sama. Ketika mereka berinteraksi
dengan aura yang berbeda, seberapa jauh daya tarik aura mereka semakin terlihat
sehingga pemilih dengan aura yang berbeda tertarik untuk memilih kandidat
tersebut.
Dalam hal ini Jokowi secara konsisten dan berulangulang menyatakan,
bahwa rencana sebagus apapun bila tidak ada komitmen dan kerja keras pejabat
bersangkutan maka tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Ajakan
ajakan untuk melakukan kerjasama dalam mencari solusi ditambah dengan
argumentasi yang masuk akal serta komitmen yang kuat membuat Jokowi menjadi
menarik bagi para pemilih dari aura yang berbeda.
Aura inspiring-lah yang menjadi penentu keberhasilan keduanya. Kekuatan
yang dapat menembus batas multiple aura pada situasi gelap yang butuh cahaya
penerang.
I. Aura Ambassador
Pada saat kampanye pemilihan berlangsung, Jokowi sudah masuk dalam
tahapan aura ambassador. Tahapan ini memperlihatkan bahwa Jokowi, secara tidak
langsung sudah membuat panggung bagi fansnya untuk mengajak pemilih lain
untuk mendukung. Slogan kampanye Putih adalah kita. Aktivasi dari program ini
adalah mangajak memakai baju putih lengan panjang dan dengan pesan untuk
melawan Hitam. Hitam dikonotasikan dengan berita hoax ataupun prilaku yang
tidak sesuai dengan keinginan mayoritas masyarakat. Di panggung ini, sudah pada
tahapan pendukung Jokowi yang membawa publik untuk memilih Jokowi karena
Putih adalah kita.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa baik SBY maupun Jokowi
sama-sama menggunakan brand essence archetype innocent dengan kombinasi berbeda.
Jokowi melalui tahapan brand essece, brand consumption, brand stability dan brand
ambassador untuk menjadikan brand aura yang kuat dalam Pilpres.
Kekuatan Brand Aura sebagai Salah Satu Strategi Pemenangan Calon Presiden
Indonesia dalam Pemilihan Presiden
Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020 1547
BIBLIOGRAFI
Alicca, Maureen. (2012). Reiki Manual Level 1 Workshop: Metaphysical Therapies.
CRMT, HHCPT.
Halik, Abdul. (2013). Komunikasi Massa. Makassar: Alauddin University Press.
Hasyim, Nanang Mizwar. (2016). Konstruksi Citra Maskulinitas Calon Presiden (Study
Analisis Framing Model Gamson dan Modigliani pada Pemberitaan Koran Harian
Kompas dan Jawa Pos Edisi Juni 2014). Profetik: Jurnal Komunikasi, 9(1).
Herdiansah, Ari Ganjar. (2017). Politisasi Identitas dalam Kompetisi Pemilu di Indonesia
Pasca 2014. Jurnal Bawaslu, 3(2), 169183.
Hur, Won‐Moo, Ahn, Kwang‐Ho, & Kim, Minsung. (2011). Building Brand Loyalty
Through Managing Brand Community Commitment. Management Decision.
Hutagalung, Inge. (2013). Dinamika Sistem Pers di Indonesia. Interaksi: Jurnal Ilmu
Komunikasi, 2(2), 156163.
Ida, Rachma. (2014). Metode Penelitian: Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta:
Kencana.
Kriyantono, Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Perdana Media Group.
Mark, Margaret, & Pearson, Carol S. (2001). The Hero and The Outlaw: Building
Extraordinary Brands Through the Power of Archetypes. Newyork: McGraw Hill
Professional.
Miller, Donald. (2017). Building a StoryBrand: Clarify Your Message so Customers Will
Listen. Newyork: HarperCollins Leadership.
Mulyana, D. R. Deddy. (2002). Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik
Media. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara.
Prinisia Nurul Ikasari, Anisa Setya Arifina. (2019). Framing Joko Widodo dan Prabowo
Subianto Di Harian Kompas dalam Pemilihan Presiden 2019. Jurnal Untidar, 4(1),
73-83.
Soehadi, Agus W., & Murdiyanto, Dono. (2014). The Power of Brand Aura. Jakarta:
Prasetiya Mulya Publishing.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suryana, A’an. (2017). Analisis Isi Pemberitaan Media tentang Kebebasan Beragama
Dono Murdiyanto
1548 Syntax Literate, Vol. 5, No. 12, Desember 2020
dan Toleransi Antar Umat Beragam di Indonesia. Search for Common Ground.
Wright, Kai D. (2019). Follow the Feeling: Brand Building in a Noisy World. John Wiley
& Sons.