Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
��������������������������������� e-ISSN: 2548-1398
��������������������������������� Vol. 6, No. 1, Januari 2021
ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKM) DI KABUPATEN LOMBOK
TIMUR TERHADAP PENDAPATAN DAERAH
Boby Cipta Perdana, Saefuddin Baharsyah, M. Risky Syahputra dan Riski Adi Dian Danu
Pondok Aren,
Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected] dan [email protected]
Abstract
This
paper aims to analyze the implementation of community forest management (HKm) in East Lombok Regency and its impact on regional
income and to describe the factors that influence community forest management
activities in East Lombok Regency. This research method used a qualitative
descriptive method based on data from the NTB Environment and Forestry Service
and the East Lombok BPS Regency.� The
results showed that local income would increase if the community of HKm paid a provision fee for forest products in accordance
with the provisions of the law, and the success of the community in managing HKm was influenced by the factors of the suitability of
program results with the needs of the community, the target of the Community
Forest Management (HKm) program, and assistance in
managing community forests (HKm) by local
organizations.
Keywords: �forest management; community forest; regional income
Abstrak
Penelitian ini memiliki tujuan guna menganalisis pelaksanaan pengelolaan
Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Lombok Timur dan dampaknya terhadap
pendapatan daerah serta mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi aktivitas
pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang ada di Kabupaten Lombok Timur.
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
berpedoman pada data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB serta BPS
Kabupaten Lombok Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan daerah
akan bertambah apabila masyarakat pengelola HKm membayar biaya provisi atas
hasil hutan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan keberhasilan masyarakat
dalam mengelola HKm dipengaruhi oleh faktor kesesuaian hasil program dengan
kebutuhan masyarakat pengelola, sasaran program pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (HKm), dan pendampingan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
oleh organisasi setempat.
Kata
Kunci:
pengelolaan hutan; hutan kemasyarakatan (hkm); pendapatan daerah.
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel
dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Salah satu provinsi di Indonesia yang terdapat kekayaan alam potensial ada di NTB (Nusa Tenggara Barat. Terdiri
dari 8 kabupaten dan 2 kotamadya, kekayaan alam yang dimiliki provinsi NTB salah satunya adalah sumber daya
hutan. Dari delapan kabupaten tersebut, Kabupaten Lombok Timur memiliki luas lahan hutan
sebesar 680 ribu hektare, dimana 230-ribu hektare lahan kritisnya adalah hutan (DISLHK NTB, 2020). Di kabupaten tersebut, hutan adalah sumber penghasilan
masyarakat di sekitarnya dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki hutan tersebut. Salah satunya yaitu dengan
mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Ketetapan dari Menteri Kehutanan Indonesia Nomor P.88/Menhut-II/2014 perihal Hutan Kemasyarakatan,
Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan jika hutan kemasyarakatan
(HKm) ialah hutam negara dengan pemanfaatannya guna meningkatkan warga sekitar. Hutan Kemasyarakatan (HKm) murni menjadi hak
masyarakat untuk memanfaatkan potensi hutan tersebut untuk sumber mata
pencaharian (Kartila, Ichsan, & Markum, 2018). Hal yang sama juga
dijelaskan oleh Ayudanti, (2017) bahwa
tujuan dari Hutan
Kemasyarakatan (HKm) yaitu untuk mengembangkan kapasitas/kemampuan dan
memberikan akses masyarakat sekitar hutan mengelola hutan secara lestari agar
terjamin ketersediaan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar hutan
sehingga bisa mengurangi pengangguran atau mengurangi permasalahan sosial dan
ekonomi yang ada di daerah tersebut. Tentu saja hal ini
bisa menjadi upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat di sekitar
hutan. Namun pada kenyataannya pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm) masih menghadapi beberapa masalah di antaranya masih kurang ketatnya kebijakan tentang pemanfaatan hutan sehingga semakin banyak kerusakan sumber daya hutan
yang diakibatkan karena eksploitasi, serta pendapatan masyarakat yang menurun karena semakin sulit dalam
mengembangkan dan memanfaatkan
sumber daya hutan akibat eksploitasi
tersebut (Retnowathi, 2015).
Sulitnya mengembangkan potensi sumber daya
hutan juga dikarenakan rendahnya kapasitas sumber daya manusianya (rendahnya
tingkat pendidikan dan informasi) sehingga akses masyarakat terhadap pemanfaatan
ekonomi hutan juga rendah yang mana ini berkaitan dengan angka kemiskinan di
Kabupaten Lombok Timur. Data
dari BPS Kabupaten Lombok
Timur mencatat tahun 2017 tingkat warga miskin sejumlah 18,28%, selang satu tahun,
tepatnya 2018, warga miskin
sebesar 16,55%, dan pada tahun
2019 persentase penduduk
miskin di Lombok Timur sebesar 16,15%. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa pada 3 tahun terakhir persentase penduduk miskin di Kabupaten
Lombok Timur mengalami penurunan.
Namun, keadaan yang sebaliknya terjadi pada indeks pertumbuhan perekonomiannya. Pada tahun 2017 Kabupaten Lombol Timur menghasilkan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebesar 6,25%. Pada tahun 2018 menurun drastis menjadi 3,36% dan akhirnya pada tahun 2019 mengalami kenaikan menjadi 4,68% (Badan Pusat Statistik
Kabupaten Lombok Timur, 2020). Agar pendapatan daerah
terus meningkat secara dinamis dan signifikan, diperlukan adanya pengelolaan
Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang baik dan secara konsisten agar hutan dapat
terjaga dan lestari serta menghasilkan input dan output yang seimbang. Karena masyarakat sekitar hutan masih
mengandalkan hasil hutan sebagai sumber
pendapatan. Sehingga apabila terkelola dengan baik, dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan secara tidak
langsung pun bisa memaksimalkan penghasilan daerah
di wilayah tersebut
(Hadi, 2018).
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prasetyo, dkk (2017)
disebutkan bahwa sumber penerimaan daerah yang berasal dari sektor kehutanan
berasal dari pihak ketiga yang membayar retribusi dari pengelolaan hutan
tersebut. Pihak ketiga yang dimaksud adalah anggota masyarakat antara lain
orang/pribadi, kelompok/organisasi, badan usaha swasta, BUMN dan Instansi
Pemerintah yang mengelola hutan atau menjadi kontraktor dalam suatu proyek
hutan. Lain dari penelitian yang dilakukan oleh Siburian (2018)
menyebutkan bahwa kontribusi� sumber� daya hutan�
yang� diperoleh� pemerintah Kabupaten Manokwari berasal dari
bagi hasil kegiatan IUPHHK-HA (Izin�
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam) yang dalam� pemanfaatannya dibagi untuk pemerintah pusat
40% dan daerah penghasil 60% untuk kemudian digunakan untuk merehabilitasi
hutan di daerah tersebut. Besarnya penerimaan daerah� melalui kegiatan IPHHK tergantung pada jenis
kayu yang diambil dari hutan. Semakin mahal harga pasar kayu, semakin tinggi
retribusi yang dikenakan terhadap jenis kayu tersebut.
Dari dua penelitian tentang pengelolaan hutan
terhadap pendapatan daerah di atas, peneliti menemukan faktor pembeda dalam
menganalisisnya. Peneliti pertama menganalisis kontribusi pengelolaan hutan
terhadap pendapatan daerah melalui besaran retribusi dari pihak ketiga dan
peneliti kedua menganalisis melalui besaran bagi hasil kegiatan izin usaha
pemanfaatan hasil hutan. Maka, pada penelitian ini kami menganalisis sumbangsih
dari hasil pengelolaan hutan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur
dengan menghitung provisi
sumber daya hutan serta pengganti
rugi tegakan berdasarkan ketetapan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017. Manfaat
penelitian ini adalah sebagai ilustrasi hitungan pendapatan daerah yang
diterima Kabupaten Lombok Timur dari sekor kehutanan yang dihitung dari provisi
yang diterima, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan penerimaan daerah yang dapat pula membantu mengurangi tingkat
kemiskinan. Lebih lanjut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata
kelola hutan kemasyarakatan di Kabupaten Lombok Timur terhadap pendapatan
daerah beserta apa saja faktor yang mempengaruhi pengelolaannya.
Metode
Penelitian
Metodologi
penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
sebuah kajian yang berusaha untuk menjelaskan data secara natural yang
diperoleh melalui kata atau kalimat penjelasan kualitatif (Sugiyono, 2015).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
meliputi: 1) Data luas lahan hutan di Kabupaten Lombok Timur (DISLHK NTB)
tahun 2020; 2) Data Nama Kelompok dan Luas Hutan Kemasyarakatan (DISLHK NTB)
tahun 2009-2018; 3) Data persentase penduduk miskin di Kabupaten Lombok Timur (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur)
tahun 2017-2019; 4) Data indeks pertumbuhan perekonomian Kabupaten Lombok Timur
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur) tahun
2017-2019; 5) Data Penetapan harga patokan hasil hutan (Penentuan Harga Patokan
Hasil Hutan guna Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan dan Ganti Rugi Tegakan).
Hasil dan
Pembahasan
A. Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) di
Lombok Timur
Lombok Timur ialah satu
dari beberapa kabuaten yang ada di NTB dengan luas wilayahnya
sebesar 1.605,55km2 dengan populasi sebanyak 1.105.582 jiwa. Menilik topografi
yang dimiliki oleh Lombok Timur, wilayah ini terletak pada ketinggian 0-3.726 mdpl. Kemiringan lahan bervariasi mulai dari 0 sampai dengan
>40%, dengan iklim basah tropis dan kering, serta memiliki
dua musim yaitu penghujan dan kemarau. Lombok Timur juga memiliki
lahan hutan sebesar 680.620 hektare (Kabupaten Lombok Timur, Wikipedia)
dan tercatat memiliki lima Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang dikelola dan sudah memiliki ijin (terdaftar) resmi. Tiap-tiap hutan tersebut dikelola oleh lima kelompok, di antaranya Wana Lestari, Lembah Sempager, Sekaroh (Jaya dan Maju), dan Dongo Baru.
1.
Hutan Kemasyarakatan
(HKm) Desa Dara Kunci (Wana Lestari)
Desa Dara Kunci adalah satu dari beberapa
desa yang ada Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur yang luas wilayahnya
sebesar 3,52 km2 dari seluruh wilayah Kecamatan Sambelia. Desa Dara Kunci terletak
pada ketinggian 40 mdpl, terletak di dekat pantai sekaligus hutan, serta
dipengaruhi oleh 2 musim yaitu kemarau dan hujan. Sebagian besar penduduk
bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Selain itu, sebagian penduduk
juga berprofesi sebagai pedagang, pengrajin dan PNS (Jayawinangun, R., Saputro, Bayu., 2019).
Pelaksanaan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) mengacu pada Perda Nomor 6
tahun 2004 perihal ketentuan pemberlakuan dan pelaksanaan hutam masyarakat
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) bisa
tercapai apabila masyarakat yang mengelola hutan bisa melaksanakan kelola hutan
sebaik mungkin agar memberi dampak positif bagi perekonomian maupun manfaat
alam dengan terjaganya fungsi hutan hingga fungsi tata air di lingkungan hutan
tersebut. Pengelolaan hutan tentu saja harus mengetahui kondisi atau proporsi
tanaman di lahan Hutan Kemasyarakatan (HKm), dimana porsi tanaman keras
sebanyak 60%� dan tanaman pangan sebesar
40%. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Dara Kunci menerapkan tanaman multi
purpose tree species atau tanaman multi fungsi seperti jambu mete, asam,
palawija, dan srikaya. Awal pengelolaannya hasil tanaman tersebut hanya untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi lambat laun, hasil dari pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) di Desa Dara Kunci bisa digunakan untuk membayar biaya
pendidikan anak-anak mereka hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Setelah berkembangnya hasil dari
pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Dara Kunci, Dinas Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nusa Tenggara Barat memberikan pelatihan kepada warga Desa Dara
Kunci agar lebih siap dalam kemampuan, tanggung jawab, dan kemauan dalam
pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pelatihan yang telah dilakukan di Desa
Dara Kunci khususnya untuk kelompok pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) Wana
Lestari adalah pelatihan administrasi kelompok, pembibitan, dan pengelolaan
setelah panen/pasca panen (Susanti AS, Purnaweni, & Kismartini, 2018).
2.
Hutan Kemasyarakatan
(HKm) Desa Gunung Malang (Lembah Sempager)
Desa Gunung Malang ada di Kecamatan
Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur, memiliki wilayah yang luasnya sekitar 40
km2. Mayoritas penduduknya tidak bekerja, dimana masyarakat dengan pekerjaan berkebun
atau bertani memiliki persentase hampir 21% dan sisanya merupakan pegawai
negeri, karyawan swasta, pelajar dan lain-lain.
Kelompok pengelola Hutan Kemasyaratakan
(HKm) di desa Gunung Malang adalah Lembah Sempager, dengan� jumlah anggota kelompok yang 187� orang. Luas Hutan Kemasyarakatan (HKm) Lembah
Sempager adalah 360 hektare dan sudah memiliki izin mengelola sejak tahun 2013
dengan nomor� 188.45/249/Hutbun/2013
tanggal 24 Mei 2013 (DISLHK NTB, 2018).
Dengan terbitnya izin untuk mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Desa Gunung
Malang, diharapkan dapat membantu memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat sekitar
hutan atau masyarakat pengelola. Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang
baik dapat tercapai bila masyarakat melaksanakan kelola hutan dengan baik dan
berkelanjutan sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi maupun alam, yang kemudian
hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan
menyekolahkan anak-anak di Desa Gunung Malang.
Hasil Hutan Kemasyarakatan (HKm) Lembah
Sempager yang dikelola antara lain kayu (mahoni, sonokeling, klokos udang,
elar, gmelina) dan bukan kayu (padi, empon-empon, jagung, bawang, singkong, ubi
jalar, dan umbi-umbian lain). Hasil hutan ini akan sangat menguntungkan
masyarakat pengelola apabila dijual dan akan memberikan pemasukan daerah karena
masyarakat harus membayar pungutan provisi. Namun pada beberapa waktu terakhir,
terjadi pembakaran hutan untuk pembukaan lahan perkebunan atau pertanian. Pada
tahun 2019 lalu, setidaknya 100 hektare Hutan Kemasyarakatan (HKm) habis
terbakar. Terbakarnya hutan tersebut disinyalir karena warga salah mengartikan
perubahan fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau Hutan Lindung (HL) dan
malah mengalihfungsikannya menjadi perkebunan (Website Resmi Desa Gunung Malang Kecamatan Pringgabaya
Kabupaten Lombok Timur).
3.
Hutan Kemasyarakatan
(HKm) Desa Sekaroh (Sekaroh Jaya dan Sekaroh Maju)
Desa Sekaroh terletak di Kecamatan
Jerowaru Kabupaten Lombok Timur, memiliki dua kelompok pengelola Hutan
Kemasyaratakan (HKm) antara lain Sekaroh Jaya dengan luas Hutan Kemasyarakatan
(HKm) yang dikelola adalah 234,39 Ha serta sudah memiliki izin mengelola sejak
tahun 2013 dengan nomor izin pengelolaan�
188.45/231.b/Hutbun/2013 dan Sekaroh Maju dengan luas Hutan
Kemasyarakatan (HKm) yang dikelola adalah 309,69 Ha 360 serta sudah memiliki
izin mengelola sejak tahun 2012 dengan nomor izin pengelolaan 188.45/443/Hutbun/2012
(DISLHK NTB, 2018).
Tanaman kehutanan yang dipilih pada Hutan
Kemasyarakatan (HKm) di Desa Sekaroh merupakan tipe yang memang diakusi mampu
hidup serta dapat beraklimatisasi terhadap situasi biofisik Hutan Lindung
Sekaroh. Varietas tanaman itu, antara lain pohon mahoni (Swietenia macrophylla), pohon imbe/mimba (Azadirachta indica), pohon trembesi (Albizia saman) serta pohon khaya (Khaya anthotheca). Selain tanaman kehutanan, kegiatan pengelolaan
Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sekaroh Jaya dan Sekaroh Maju pun turut bercocok
tanam bermacam buah. Varietas yang umum dipilih masyarakat, terdiri atas manga,
nangka, asam, dan srikaya. Ketika kemarau tiba, pohon asam ialah varietas yang
nilai jual relatif tinggi ketimbang buah lain sehingga daerah Sekaroh dikenal
sebagai penghasil asam di kawasan Nusa Tenggara Barat.
4.
�Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Sapit (Dongo
Baru)
Desa Sapit luas wilayahnya sebesar 1.440,7
hektar dengan jumlah anggota kelompok yang mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Dongo Baru sebanyak 722 orang pada tahun 2018. Luas Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Dongo Baru sebesar 450 hektar dan sudah memiliki izin mengelola sejak tahun
2016 (DISLHK NTB, 2018).
Desa Sapit merupakan daerah yang memiliki
tingkat kemiskinan cukup signifikan karena rendahnya pendapatan masyarakat.
Salah satu penyebabnya adalah karena adanya kerusakan hutan yang tentu saja
memengaruhi totak keseluruhan sumber daya alam, khususnya hutan yang bisa
difungsikan warga sekitar. Kerusakan hutan ini disebabkan karena masih banyak
program kehutanan yang tidak terkontrol atau program kehutanan yang silih
berganti sehingga hutan menjadi tidak terurus dan masyarakat menjadi tidak bisa
mengambil manfaat yang didapat dari sumber daya hutan. Bahkan tidak jarang
terjadi pencurian kayu oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang
menyebabkan masyarakat menjadi semakin sulit memperoleh pendapatan dari hasil
hutan. Namun setelah diberikan izin mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) Dongo
Baru, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan
kesejahteraan dengan mengelola hutan. Areal pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
(HKm) Dongo Baru dibagi menjadi enam blok, di antaranya adalah blok Pidana
seluas 140 hektare, blok Serata seluas 100 hektare, blok Dupe seluas 60
hektare, blok Sakan seluas 64,5 hektare, blok Pesuse seluas 40 hektare, serta
blok Lembak dengan luas 50 hektare. Ke-enam blok tersebut dikelola oleh
Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) yang bernama Dongo Baru.
Pengelolaan hutan diawali dengan
pembentukan kelompok yang kemudian diberi nama Dongo Baru. Selanjutnya menyusun
peraturan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) atas kesepakatan bersama.
Peraturan inilah yang berhasil mengurangi dan menekan kasus pencurian kayu
serta kerusakan hutan. Selain itu, setelah disepakati peraturan pengelolaan
hutan, sistem penanaman pohon diperbaiki dengan bercocok tanam tumpang sari,
pohon tegakan, dan tanaman yang memiliki banyak kegunaan lainnya yang telah
tumbuh dengan baik dan subur. Dampak dari adanya pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Dongo Baru ini adalah betambahnya ketersediaan air melalui
beberapa mata air yang ada di desa tersebut seperti mata air Pancor Jaman,
Pesusa, Sebau, dan lain-lain. Hasil hutan yang dikelola antara lain adalah kayu
(mahoni, sonokeling, gmelina, elar, klokos udang) dan bukan kayu (jagung,
empon-empon, padi, ashitaba, ubi jalar, singkong, bawang, dan sayur mayur).
Hasil lain dari pohon serba guna, misalnya pohon rambutan, nangka, durian,
kopi, cengkeh, kakao, jeruk, jambu, pisang, hingga mangga. Dari hasil hutan tersebut,
dijual oleh masyarakat pengelola untuk memperoleh pendapatan yang bisa
digunakan untuk menyambung hidup dan menambah kesejahteraan mereka, dari
memenuhi kebutuhan primer hingga sekunder (Hadi, 2018).
B. Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Kabupaten Lombok Timur
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Lombok Timur antara lain:
1. Kesesuaian hasil program dengan kebutuhan
masyarakat pengelola
Motivasi dari masyarakat pengelola kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
adalah mereka hanya ingin mendapatkan lahan yang dapat dikelola sehingga
menghasilkan sesuatu yang bernilai jual untuk peningkatan kesejahteraan hidup.
Selain itu belum terdapat pengevaluasian agenda dari pemerintah. Perihal
peragaman tumbuhan bagi area Hutan Kemasyarakatan (HKm), bibit dari pemerintah
datangnya saat menjelang musim kemarau, sehingga saat bibit tersebut ditanam
banyak yang gagal (Susanti AS et al., 2018).
2. Sasaran Program Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
(HKm)
Program pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang bertujuan guna
meningkatkan warga sekitar hutan agar terbebas dari kemiskinan masih terdapat
beberapa yang tidak tepat sasaran sehingga malah menyebabkan pemborosan tenaga,
dana, dan waktu untuk penyuluhan, pembelian pupuk dan bibit, pelaksanaan
program pengelolaan hutan. Beberapa masyarakat juga kewalahan dalam mengelola
sumber daya hutan karena rendahnya tingkat pendidikan mereka sehingga
pengembangan potensi masyarakat tidak optimal. Faktor ini membutuhkan peran dan
keberadaan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan identifikasi
yang lebih jelas dan rinci lagi tentang kebutuhan dan keberadaan masyarakat
terhadap manfaat sumber daya hutan agar proses pengurusan izin, hak, maupun
kolaborasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan (Susanti AS et al., 2018).
3. Pendampingan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
oleh organisasi setempat
Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) sewajarnya didampingi oleh
pelaksana teknis dari organisasi setempat yang menaungi pengelolaan hutan.
Tentu saja kegiatan pendampingan ini membutuhkan sumber dana yang memadai.
Namun, pada prakteknya sumber dana untuk pendampingan masih kurang memadai jika
dibandingkan dengan luasnya areal Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten
Lombok Timur yang mengakibatkan berkurangnya motivasi sumber daya manusia
pelaksa teknis selaku yang mendapingi pelaksanaan pengelolaan hutan dan
masyarakat pengelola sebagai pelaksana program (Susanti AS et al., 2018).
C. Dampak Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kabupaten
Lombok Timur terhadap Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah dari
pengelolaan hutan berasal dari retribusi Provisi Sumber Daya
Hutan (PSDH) sebagaimana diatur dalam ketetapan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 perihal
penentuan harga hasil hutan guna
hitungan provisi sumber daya hutan
serta pengganti rugi tegakan. Pada peraturan menteri
tersebut dijelaskan bahwa PSDH (provisi sumber daya hutan),
yaitu punggutan biaya yang dijadikan pengganti atas nilai intrinsik hasil hutan negara atau terhadap hasil
hutan yang letaknya di kawasan hutan
negara yang dipercadangkan guna
alokasi pembangunan selain untuk bidang
kehutanan. Provisi tersebut tentu saja masuk ke dalam
pendapatan daerah, dalam hal ini pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur dari
sektor Hutan Kemasyarakatan (HKm) karena tujuan dari ditetapkannya harga
patokan hasil hutan adalah untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada umumnya,
dan penerimaan daerah pada khususnya, atas hasil kehutanan serta memberi jaminan
atas tata kelola hutan produksi melalui sektor lingkungan, sosial, maupun
perekonomian (Permen-LHK-No.-P.64-Tahun-2017-Harga-Patokan.pdf).
Melihat dari penetapan harga patokan hasil hutan dalam peraturan menteri
tersebut, cara menghitung provisi yaitu berdasarkan formula tarif yang dapat
diketahui di dalam lampiran peraturan menteri yang telah disebutkan,
dikalikan ke harga tolok ukur PSDH, dan dikalikan
lagi ke volume hasil hutan. Tarif yang dimaksud di dalam rumus
perhitungan provisi adalah tarif yang tercantum di
ketetapan Pemerintah No. 12 Tahun 2014 perihal
Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diberlakukan bagi Kementerian Kehutanan,
dimana tarif untuk hasil hutan kayu sebesar 10% dan tarif untuk hasil hutan
bukan kayu sebesar 6% (PP No.12 tahun 2014).
Pada studi ini memberikan contoh perhitungan
PSDH dengan menghitung volume hasil kelima Hutan Kemasyarakatan (HKm) di
Kabupaten Lombok Timur per m3 untuk hasil kayu dan per� 1 ton untuk volume hasil bukan kayu, yang
kemudian akan ditarik analisis hasil pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
terhadap pendapatan daerah melalui pembayaran provisi.
Bertolok ukur ke ketetapan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017
perihal
Penetapan Harga Patokan
Hasil Hutan guna
Perhitungan Provisi Sumber
Daya Hutan dan Ganti Rugi Tegakan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun
2014 tentang Jenis Dan Tarif Penerimaan
Negara Bukan Pajak
yang diberlakukan ke Kementerian Kehutanan, maka hitungan Provisi Sumber
Daya Hutan (PSDH) di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kabupaten Lombok Timur adalah
sebagai berikut:
Tabel 1
PSDH Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Wana Lestari (Desa Dara Kunci)
Hasil Hutan |
Tarif |
Volume Hasil Hutan |
Harga Patokan PSDH |
Jumlah |
Bukan Kayu: - Jambu mete - Asam - Palawija - Srikaya |
6% 6% 6% 6% |
1 ton 1 ton 1 ton 1 ton |
Rp500.000 Rp300.000 Rp500.000 Rp500.000 |
Rp� 30.000 Rp� 18.000 Rp� 30.000 Rp� 30.000 |
Total |
Rp108.000 |
Sumber: Permen-LHK-No.-P.64-Tahun-2017-Harga-Patokan.pdf
Dikarenakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Wana
Lestari di Desa Dara Kunci menerapkan tanaman multi purpose tree species atau tanaman multi fungsi maka di dalam
tabel terlulis hasil hutan bukan kayu. Di tabel tersebut simpulan menyatakan jika apabila Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Wana Lestari menghasilkan hasil hutan bukan kayu sebanyak
1 ton per-jenis dalam sekali panen maka Desa Dara Kunci sudah turut menyumbang
pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp108.000 sekali panen melalui
pungutan provisi sumber daya hutan tersebut, dan berlaku kelipatannya serta
telah meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pengelola itu sendiri dengan
menikmati hasil hutan tersebut.
Tabel 2
PSDH Hutan Kemasyarakatan (HKm) Lembah Sempager (Desa Gunung Malang)
Hasil Hutan |
Tarif |
Volume Hasil Hutan |
Harga Patokan PSDH |
Jumlah |
Kayu: - Mahoni - Sonokeling - Klokos udang - Elar - Gmelina |
10% 10% 10% 10% 10% |
1 m3 1 m3 1 m3 1 m3 1 m3 |
Rp�� 580.000 Rp1.200.000 Rp1.200.000 Rp1.200.000 Rp�� 105.000 |
Rp� 58.000 Rp120.000 Rp120.000 Rp120.000 RP� 10.500 |
Bukan kayu: - Padi - Empon-empon - Jagung - Bawang - Singkong, ubi jalar, dan umbi-umbian lain |
6% 6% 6% 6% 6% |
1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton |
Rp2.000.000 Rp� 500.000 Rp1.000.000 Rp� 500.000 Rp� 500.000 |
Rp120.000 Rp� 30.000 Rp� 60.000 Rp� 30.000 Rp� 30.000 |
Total |
Rp698.500 |
Berdasar penjelasan di Tabel 2 simpulan yang
didapat menyatakan apabila Hutan Kemasyarakatan (HKm) Lembah Sempager
menghasilkan hasil hutan kayu per m3 setiap jenisnya dan hasil hutan
bukan kayu sebanyak per ton setiap jenisnya maka Desa Gunung Malang sudah turut
menyumbang pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp698.500 sekali
panen melalui pungutan provisi sumber daya hutan tersebut, berlaku kelipatannya
dan tentunya kesejahteraan hidup masyarakat pengelola itu sendiri ikut
terangkat dengan menikmati hasil hutan tersebut.
Tabel 3
PSDH Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sekaroh Jaya dan Sekaroh Maju (Desa
Sekaroh)
Hasil Hutan |
Tarif |
Volume Hasil Hutan |
Harga Patokan PSDH |
Jumlah |
Kayu: - Mahoni - Mimba - Trembesi - Khaya |
10% 10% 10% 10% |
1 m3 1 m3 1 m3 1 m3 |
Rp�� 580.000 Rp1.200.000 Rp1.200.000 Rp1.200.000 |
Rp� 58.000 Rp120.000 Rp120.000 Rp120.000 |
Bukan kayu: - Srikaya - Mangga - Nangka - Asam |
6% 6% 6% 6% |
1 ton 1 ton 1 ton 1 ton |
Rp�� 500.000 Rp�� 500.000 Rp2.000.000 Rp�� 300.000 |
Rp� 30.000 Rp� 30.000 Rp120.000 Rp� 18.000 |
Total |
Rp616.000 |
Berdasar penjelasan di Tabel 3, simpulan yang
didapat menjelaskan apabila Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sekaroh Jaya dan Sekaroh
Maju menghasilkan hasil hutan kayu sekali panen per m3 tiap jenisnya
dan hasil hutan bukan kayu sebanyak 1 ton per-jenisnya maka Desa Sekaroh sudah
ikut menyumbang pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp616.000
sekali panen melalui pungutan provisi sumber daya hutan tersebut, dan berlaku
kelipatannya. Banyaknya macam sumber daya hutan yang dikelola oleh masyarakat
Desa Sekaroh menyebabkan tingginya hasil perhitungan provisi sumber daya hutan
pula. Dengan hal ini seharusnya perekonomian masyarakat pengelola mengalami
peningkatan karena memperoleh hasil dari pengelolaan hutan tersebut.
Tabel 4
PSDH Hutan Kemasyarakatan
(HKm) Dongo Baru (Desa Sapit)
Hasil Hutan |
Tarif |
Volume Hasil Hutan |
Harga Patokan PSDH |
Jumlah |
Kayu: - Mahoni - Sonokeling - Gmelina - Elar - Klokos udang |
10% 10% 10% 10% 10% |
1 m3 1 m3 1 m3 1 m3 1 m3 |
Rp�� 580.000 Rp1.200.000 Rp�� 105.000 Rp1.200.000 Rp1.200.000 |
Rp58.000 Rp120.000 Rp10.500 Rp120.000 Rp120.000 |
Bukan kayu: - Jagung - Empon-empon - Padi - Ashitaba - Bawang - Singkong, ubi jalar, dan umbi-umbian lain - Rambutan - Nangka - Durian - Kopi - Cengkeh - Kakao - Jambu |
6% 6% 6% 6% 6% 6% 6% 6% 6% 6% 6% 6% 6% |
1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton 1 ton |
Rp1.000.000 Rp�� 500.000 Rp2.000.000 Rp1.000.000 Rp�� 500.000 Rp�� 500.000 Rp�� 500.000 Rp2.000.000 Rp2.000.000 Rp�� 450.000 Rp5.000.000 Rp�� 500.000 Rp�� 500.000 |
Rp� 60.000 Rp� 30.000 Rp120.000 Rp� 60.000 Rp� 30.000 Rp� 30.000 Rp� 30.000 Rp120.000 Rp120.000 Rp� 27.000 Rp300.000 Rp� 30.000 Rp� 30.000 |
Total |
Rp987.000 |
Berdasarkan penjelasan di Tabel
4, simpulan yang didapat menyatakan apabila Hutan Kemasyarakatan (HKm) Dongo Baru
menghasilkan hasil hutan kayu sekali panen per m3 tiap jenisnya dan
hasil hutan bukan kayu sebanyak 1 ton per-jenisnya maka Desa Sapit sudah ikut
menyumbang pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp987.000 sekali
panen melalui pungutan provisi sumber daya hutan tersebut, dan berlaku
kelipatannya. Dari keseluruhan Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang ada di Lombok
Timur, Desa Sapit menyumbang provisi paling tinggi karena banyaknya macam
sumber daya hutan yang dikelola. Maka sudah pasti perekonomian masyarakat
pengelola mengalami peningkatan karena memperoleh hasil dari pengelolaan hutan
tersebut dan pendapatan daerah juga ikut meningkat.
Kesimpulan
Dari seluruh deskripsi tentang pengelolaan
Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Lombok Timur di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa HKm Wana Lestari di Desa Dara Kunci menerapkan tanaman multi
purpose tree species atau tanaman multi fungsi sehingga hanya menghasilkan
hasil hutan bukan kayu. Namun turut membantu pemasukan daerah sebesar Rp108.000 dihitung per
ton hasil panen. Kedua, HKm Lembah Sempager menghasilkan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sebesar Rp698.500 melalui hasil hutan kayu
per m3 setiap jenisnya dan hasil hutan bukan
kayu sebanyak per ton setiap jenisnya. Ketiga, Hutan Kemasyarakatan
(HKm) Sekaroh Jaya dan Sekaroh Maju membantu
menyumbang pendapatan daerah sebesar Rp616.000 dengan hasil hutan
kayu sekali panen per m3 tiap jenisnya dan hasil hutan bukan kayu
sebanyak 1 ton per-jenisnya.
Keempat, Hutan Kemasyarakatan (HKm) Dongo Baru menyumbang
pendapatan daerah sebesar Rp987.000 dari hasil hutan kayu
sekali panen per m3 tiap jenisnya dan hasil hutan bukan
kayu sebanyak 1 ton per-jenisnya. Hal ini tentu saja sangat
membantu meningkatkan perekonomian daerah melalui pendapatan daerah dari sektor
Hutan Kemasyarakatan (HKm). Sehingga berhasil atau tidaknya
selama mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Lombok Timur sangat berpengaruh terhadap banyaknya pemasukan pendapatan daerah dari sektor
Hutan Kemasyarakatan (HKm). Maka, agar kegiatan dan program pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) berjalan dengan
baik dan maksimal harus memperhatikan faktor-faktor seperti: 1) kesesuaian hasil program dengan kebutuhan masyarakat pengelola, 2) sasaran program pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan 3) pendampingan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) oleh organisasi setempat. Dengan begitu kegiatan
pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) khususnya di Kabupaten Lombok
Timur akan beroperasi secara optimal dan efisien. Tidak hanya itu,
Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang berhasil akan membantu pemerintah
dalam mengentaskan kemiskinan yang masih ada di Kabupaten Lombok Timur.
BIBLIOGRAFI
Ayudanti, Kiki. (2017). Analisis Efektivitas Hutan Kemasyarakatan
dalam Meningkatkan Pendapatan dan Tingkat Konsumsi Masyarakat Menurut
Perspektif Ekonomi Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Skripsi.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur. (2018). Retrieved January 15,
2021, from https://lomboktimurkab.bps.go.id/indicator/23/37/1/persentase-penduduk-miskin.html
DISLHK NTB � Website Resmi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi
NTB. (n.d.). Retrieved January 15, 2021, from https://dislhk.ntbprov.go.id/
Hadi, Hasrul. (2018). Analisis Dampak Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
(HKm) di Desa Sapit Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur. Geodika: Jurnal
Kajian Ilmu Dan Pendidikan Geografi, 2(1), 9�21.
Jayawinangun, R., Saputro, Bayu., Supriyanto. (2019). Hutan Kemasyarakatan
Hidup Matinya Petani Miskin. In Nurhidayat Moenir Moh. Djauhari, Aftrinal S
Lubis (Ed.), Journal of Chemical Information and Modeling (Cetakan Pe,
Vol. 53). Bandung: IPB Press Printing, Bogor - Indonesia.
Kabupaten Lombok Timur-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
(n.d.). Retrieved January 15, 2021, from: https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lombok_Timur
Kartila, Nihad, Ichsan, Andi Chairil, & Markum. (2018). Kontribusi
Hasil Hutan Bukan Kayu Kemiri Terhadap Pendapatan Petani Hkm Tangga Desa
Selengen. 1(2), 89�100.
Permen-LHK-No.-P.64-Tahun-2017-Harga-Patokan.pdf.
(n.d.).
PP No.12 tahun 2014. , 44 Journal for Research � (2019).
Prasetyo, Windu Adi., Budiani, Evi Sri., Arlita, Tuti. (2017). Kontribusi
Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Kuantan
Singingi. 4(1), 72�76.
Retnowathi, Renny. (2015). HKm Menjadi Solusi Permasalahan Kehutanan,
Diakses dari:hutankitarenny.blogspot.co.id/2015/01/hkm-menjadi-solusipermasalahan.htm
Siburian, Robert. (2018). Akses dan pengelolaan sumber daya hutan pada
masyarakat lokal di Kabupaten Manokwari. Jurnal Masyarakat Dan Budaya, 20(3),
297�312.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Susanti AS, Mey, Purnaweni, Hartuti, & Kismartini, Kismartini. (2018).
Analisis Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Desa Dara Kunci Kabupaten Lombok
Timur Provinsi NTB. Jurnal Ilmiah Tata Sejuta STIA Mataram, 4(1),
1�12. https://doi.org/10.32666/tatasejuta.v4i1.48
Website Resmi Desa Gunung Malang Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok
Timur. (2021).
Retrieved January 15, 2021, from https://www.gunungmalang-pringgabaya.desa.id/