Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 2, Februari 2021
PREVALENCE ASYMPTOMATIC URINARY TRACT INFECTION IN SCHOOL
AGE BOYS BASED ON DIPSTICK TEST AND SEDIMENT MICROSCOPY
Miftahurrahmah dan Mirna
Marhami Iskandar
Universitas Jambi, Indonesia
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
Urinary tract infection is one of the most infection desease.
Rapid screaning with urine dipstick and microscopy sediment are helpful to
early detection urinary tract infection. The purpose of this study to
identification urinary tract infection in school age boys who underwent
circumcision and not. this
is a cross sectional study, the sample are boys in
elementary school without urinary tract infection sign who underwent circumcision
and not. the criteria presumptive
UTI based on dipstick who had positive nitrit or
positive leukocyte esterase. The criteria presumptive UTI based on sediment
urinalysis who had WBC more than 3 or positive bacteria. there
are 126 boys with mean age 8.3 years old (6-12 years old). There are 90(71%)
boys underwent circumcision and 36(29%) boys not circumcision. presumtive UTI based on dipstick only one (0.8%) boy
underwent circumcised. Presumptive UTI based on sediment urinalysis are 50(40%)
boys consist of 32 (36%) boys underwent circumcision and 18 (50%) boys without circumcission.
Keywords: �UTI;
urinalysis; circumcised
Abstract
Infeksi
saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi.
Skrining cepat dengang menggunakan uji dipstick dan sedimen mikroskopis dapat
membantu dalam deteksi infeksi saluran kemih. Penelitian ini bertujuan
melakukan identifikasi infeksi saluran kemih pada anak usia sekolah yang telah
dilakukan sirkumsisi dan belum sirkumsisi. Penelitian ini merupakan study cross
sectional, sample pada penelitian ini adalah anak laki-laki usia sekolah
yang telah dilakukan sirkumsisi dan belum dilakukan sirkumsisi. Adapun kriteria
ISK berdasarkan uji dipstick adalah memiliki nitrit positif atau leukosit
esterase positif, sedangkan kriteria sedimen mikroskopis berupa WBC lebih dari
3 atau bakteri positif. Terdapat 126 anak laki-laki dengan
rerata usia 8.3 tahun (6-12 tahun). Sekitar 90 (71%) orang anak laki-laki yang
telah dilakukan sirkumsisi dan sekitar 36 (29%) orang anak laki-laki yang belum
sirkumsisi ISK berdasarkan uji dipstick ditemukan hanya 1 (0.8%) orang anak laki-laki yang
telah sirkumsisi, sedangkan sedimen mikroskopis 50 (40%) orang anak laki-laki
yang terdiri dari 32 (36%) anak laki-laki yang telah dilakukan sirkumsisi dan 18
(50%) anak laki-laki yang tidak dilakukan sirkumsisi.
Kata Kunci:
UTI; urinalysis;
circumcised
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Infeksi
Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan
adanya invasi
mikroorganisme pada saluran kemih (Purnomo, 2003). ISK salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di masyarakat termasuk di negara maju (Gusrianty, Hartinah, & Susanti, 2015). Infeksi ini ditemukan
di RS yang mengakibatkan angka
morbiditas dan mortalitas
yang signifikan (Sumolang, Porotu�o, & Soeliongan, 2013). Sejalan dengan pendapat (Barratt & Topham, 2009) ISK adalah sebuah kondisi
medis umum yang mengakibatkan angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
ISK merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak-anak di� Amerika
Serikat dengan kejadian 70.000 sampai 180.000
orang menderita infeksi saluran kemih (Habib,
2012). Insiden ISK ini pada bayi dan anak sekolah berkisar
1-2% (Arslan et al., 2002). Prevalensi penyakit ini di turki pada anak usia sekolah
perempuan 7.8% sedangkan laki-laki 1.6% (Zincir
et al., 2012). Bakteriuria asimptomatik ditemukan pada kurang dari 1% bayi cukup bulan,
3% anak usia sekolah dan 1% pada anak yang lebih tua (Stein
et al., 2015). Namun, kondisi dengan bakteriuria dan leukosituria yang bermakna dapat disertai tanpa gejala (Schmidt
& Copp, 2015). Kebanyakan kasus seperti ini
ditemukan di negara yang jarang melakukan sirkumsisi (Shaikh,
Osio, Wessel, & Jeong, 2020).
Kondisi
umum yang mempengaruhi meningkatnya angka kejadian infeksi saluran kemih pada
anak usia sekolah berupa fasilitas sekolah yang kurang bersih, kurangnya
kebiasaan hidup bersih, kebiasaan mencuci area perineum dan genital yang salah,
cairan yang masuk tidak adekuat. 2 Hal ini mengakibatkan terjadinya ascending
infection dengan jenis bakteri
yang paling banyak ditemukan
berupa gram negative seperti Escherichia coli (Leung, Kao, &
Robson, 2005).
Adapun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat mengakibatkan terjadinya renal
scaring sedangkan berlebihan dalam mendiagnosis menyebabkan anak akan menjalani paparan radiasi, pengobatan, dan� peningkatan biaya (Robinson
et al., 2014). Leukosit esterase, nitrit, dan pemeriksaan mikroskopis dilakukan secara bersamaan memiliki sensitivitas 99% sedangkan pemeriksaan nitrit memiliki spesifitas 98% dalam mendiagnosis infeksi saluran kemih (Dahiya
& Goldman, 2018). Oleh sebab itu Penelitian
ini bertujuan melakukan identifikasi infeksi saluran kemih pada anak usia sekolah yang telah dilakukan sirkumsisi dan belum sirkumsisi.
Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan study cross sectional
secara deskriptif. Sample pada penelitian ini adalah anak laki-laki usia
sekolah baik yang telah dilakukan sirkumsisi dan belum dilakukan sirkumsisi di
SD Negeri 44 kecamatan Pelayangan. Adapun pengambilan urin yang dilakukan
menggunakan uji
midstrim kemudian dilakukan pemeriksaan dipstick urin dan mikroskopis urin di
laboratorium biomedik FKIK Universitas
Jambi.
Selain daripada itu dilakukan juga penilaian mengenai faktor-faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi saluran kemih seperti kebiasaan menahan
buang air kecil, kebiasaan kurang suka minum air putih, kebiasaan mengenai
kebersihan area genitalia setelah buang air kecil dan buang air besar.
Adapun kriteria
praduga ISK berdasarkan
dipstick dan mikroskopis. Pemeriksaan
mikroskopis digunakan untuk mendeteksi pyuria
(WBC di urin
tiga atau lebih perlapangan pandang) dan atau bakteriuria. Pemeriksaan dipstick
berdasarkan Nitrit dan atau leukosit esterase
(Lee, 2015).
Tabel 1
Prediksi Diagnosis Berdasarkan
Pemeriksaan Dipsitik
Dipstick urin |
ISK |
Nitrit
(+), LE(+) |
Bisa jadi |
Nitrit
(+), LE(-) |
Mungkin |
Nitrit
(-), LE(+) |
+/- |
Nitrit
(-), LE(-) |
- |
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Kegiatan
penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga hari pada tanggal 16-17 September 2020 dan pada tanggal 22 September 2020 di SD Negeri 44 Kecamatan Pelayangan yang merupakan salah satu
sekolah dasar di wilayah kerja puskesmas Tahtulyaman. Kegiatan ini dalam
pelaksanaannya melibatkan mahasiswa FKIK Universitas Jambi kegiatan penelitian
ini dilakukan dengan pengambilan urin midstrim pada anak dengan dibantu oleh
mahasiswa yang dilibatkan dalam kegiatan ini. Setelah dilakukan pengambilan urin maka dilakukan
pemeriksaan dipstick urin
dan mikroskopis urin di laboratorium biomedik FKIK Universitas Jambi. Selain pemeriksaan urin dipstick, dilakukan juga penilaian mengenai faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi saluran kemih seperti
sirkumsisi, kebiasaan menahan buang air kecil, kebiasaan kurang suka minum
air putih, kebiasaan mengenai kebersihan area
genitalia setelah buang air
kecil dan buang air besar.
Jumlah siswa laki-laki di sekolah tersebut 161 siswa, namun yang bersedia ikut serta
dalam pengabdian ini sebanyak 126 siswa laki-laki. Adapun sebaran usia siswa
dalam pengabdian ini berkisar dari
6 tahun � 12 tahun, dengan rerata usia
8.3 tahun.
Tabel 2
Sebaran Usia
Usia |
Frekuensi |
% |
6 tahun |
21 |
16,7 |
7 tahun |
26 |
20,6 |
8 tahun |
25 |
19,8 |
9 tahun |
18 |
14,3 |
10 tahun |
19 |
15,1 |
11 tahun |
15 |
11,9 |
12 tahun |
2 |
1,6 |
Pemeriksaan urin dilakukan kepada semua siswa
yang bersedia yaitu sebanyak 126 siswa. pemeriksaan urin dipstick dengan.
Pemeriksaan Urin
Urinalisis
|
Post sirkumsisi |
% |
Pre sirkumsisi |
% |
|||
Dipstik |
|
|
|
|
|
|
|
����� Nitrit |
|
|
|||||
Positif |
1 |
1 |
0 |
0 |
|||
Negatif |
89 |
99 |
36 |
100 |
|||
����� LE |
|
|
|||||
Positif |
0 |
0 |
0 |
0 |
|||
Negatif |
90 |
100 |
36 |
100 |
|||
Mikroskopis |
|
|
|
|
|||
����� Leukosit |
|
|
|||||
|
0-1 |
|
83 |
92 |
34 |
94 |
|
0-2 |
6 |
7 |
2 |
6 |
|||
0-3 |
1 |
1 |
0 |
0 |
|||
����� Bakteri |
|
|
|||||
Positif |
32 |
36 |
18 |
50 |
|||
Negatif |
58 |
64 |
18 |
50 |
|||
Melakukan
penilaian nitrit dan leukosit esterase sebagai penanda infeksi saluran kemih.
Seluruh urin yang di lakukan pemeriksaan secara makroskopis tampak jernih,
warna kuning, tidak terdapat grosss hematuria. Pada pemeriksaan dipstick
ditemukan satu siswa yang memberikan hasil nitrit positif pada kelompok
sirkumsisi dan tidak ada yang memiliki leukosit esterase positif. Pada
pemeriksaan mikroskopis urin didapatkan bakteri positif sebanyak 32 (36%) siswa
post sirkumsisi dan 18 (50%) siswa presirkumsisi. Namun, pada pemeriksaan urin
semua sample memiliki kristal urin.
Pemeriksaan
dipstick urin dan mikroskopis dapat digunakan sebagai prediksi dalam penegakan
diagnostic dan penatalaksanaan
berdasarkan nilai nitrit dan leukosit esterase.
Pada penelitian ini berdasarkan pemeriksaan dipstick ditemukan satu siswa diprediksikan mendarita infeksi saluran kemih asimptomatik,
kondisi ini berdasarkan� hasil
dipstick berupa positif nitrit.
Tabel 4
Prediksi Diagnosis infeksi
saluran kemih Berdasarkan Pemeriksaan Dipsitik
Dipstick Urin |
ISK |
Post
sirkumsisi |
% |
Pre
sirkumsisi |
% |
Nitrit
(+), �LE(+) |
Bisa jadi |
0 |
0 |
0 |
0 |
Nitrit
(+), �LE(-) |
Mungkin |
1 |
1 |
0 |
0 |
Nitrit
(-) ,
LE(+) |
+/- |
0 |
0 |
0 |
0 |
Nitrit
(-) ,
LE(-) |
- |
89 |
99 |
36 |
100 |
Pada
pemeriksaan mikroskopis prediksi ISK sebanyak 32 siswa (36%) pada kelompok post
sirkumsisi dengan bakteriuria dan tidak memiliki pyuria sedangkan kelompok
presirkumsisi sebanyak 18 siswa (50%).
Tabel 5
Prediksi Diagnosis infeksi
saluran kemih Berdasarkan Pemeriksaan mikroskopis
Mikroskopis Urin |
Isk |
Post sirkum |
% |
Pre sirkum |
% |
Leukosit(+), bakteri (+) |
Bisa
jadi |
0 |
0 |
0 |
0 |
Leukosit (-) Bakteri (+) |
Mungkin |
32 |
36 |
18 |
50 |
Leukosit(+), bakteri (-) |
+/- |
0 |
0 |
0 |
0 |
Leukosit(-), bakteri (-) |
- |
58 |
64 |
18 |
50 |
Pada penelitian ini selain kami melakukan deteksi
dini infeksi saluran kemih secara cepat dan mudah, kami juga mentelaah
kemungkinan faktor-faktor
lain yang dapat meningkatkan angka kejadian infeksi saluran kemih pada anak
usia sekolah. Antara lain kebiasaan menahan BAK, membersihkan genitalia, cuci tangan dan minum air. Pada penelitian ini baik kelompok post sirkum dan presirkum yang terduga ISK memiliki kebiasan hidup bersih yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan mencuci tangan pada kelompok post sirkum sebanyak 84 % dan presirkum sebanyak 100% serta Kebiasaan membersihkan genitalia dengan baik dengan
persentase 81% post sirkum
dan 100% presirkum. Namun, baik kelompok presirkum
maupun post sirkum memiliki kebiasaan kurang baik berupa
menahan BAK dan intake cairan
yang tidak adekuat. Kondisi ini ditunjukkan
dengan kebiasaan menahan BAK pada kelompok pre sirkum maupun post sirkum sebanyak 50% dan kebiasaan intake cairan yang tidak adekuat pada kelompok presirkum sebanyak 44% sedangkan post sirkum sebanyak 78%.
B.
Pembahasan
Kavitha J, dkk dalam penelitian
prospektif didapatkan tidak dilakukan sirkumsisi merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih sebanyak 86.7% (Kavitha,
Aravind, Jayachandran, & Priya, 2017). Pada skrining yang dilakukan ini,
dikarenakan besar siswa telah dilakukan sirkumsisi dan didapatkan angka
kemungkinan infeksi saluran kemih berdasarkan mikroskopis urin sebesar 36%,
namun pada siswa yang presirkumsisi sebesar 50%.
Table 6
Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih pada siswa terduga ISK
Faktor resiko |
Post sirkum |
% |
Pre sirkum |
% |
||
Menahan BAK |
|
|
||||
Ya |
16 |
50 |
9 |
50 |
||
Tidak |
16 |
50 |
9 |
50 |
||
Membersihkan
Genitalia |
|
|
||||
Ya |
25 |
78 |
18 |
100 |
||
Tidak |
7 |
22 |
0 |
0 |
||
Cuci Tangan |
|
|
||||
Ya |
30 |
94 |
18 |
100 |
||
Tidak |
2 |
6 |
0 |
0 |
||
Minum Air |
|
|
||||
< 8 gelas |
24 |
75 |
8 |
44 |
||
≥ 8
gelas |
8 |
25 |
10 |
56 |
(Zincir et al., 2012) menyatakan bahwa anak yang minum air
tidak adekuat dan memiliki riwayat keluarga menderita infeksi saluran kemih
memiliki prevalensi tinggi terhadap kejadian infeksi saluran kemih, selain dari
pada itu� kebiasaan mencuci tangan
setelah dari toilet dan mencuci daerah genitalia memiliki hubungan yang
bermakna terhadap kejadian infeksi saluran kemih. Adapun penelitian lainnya
berupa penelitian prospektif yang dilakukan oleh Kavitha dkk bahwa minum yang
tidak adekuat dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih sebanyak 34.6%. Pada
penelitian ini ditemukan kebiasaan minum yang tidak adekuat baik kelompok
presirkumsisi dan post sirkumsisi dengan terduga ISK sangat tinggi yaitu 78%
pada kelompok post sirkumsisi dan 44% pada kelompok presirkumsisi. Kebiasaan
mencuci area genitalia dan mencuci tangan merupakan kebiasaan yang telah
dilakukan oleh Seluruh siswa terduga ISK pada kelompok presirkumsisi (100%)
sedangkan pada kelompok post sirkumsisi 81% siswa mencuci tangan dan 84% siswa
membersihkan genitalia (Kavitha
et al., 2017).
Berdasarkan penelitian yang menyatakan bahwa jika terdapat
bacteriuria namun tanpa disertai dengan gejala klinis maka sebaiknya dilakukan
evaluasi hal ini dikarenakan kejadian infeksi saluran kemih dengan bacteriuria
positif tanpa disertai demam sedikit sekali (Shaikh
et al., 2020). Oleh sebab itu peneliti
menganjurkan siswa yang terduga infeksi saluran kemih sebaiknya dilakukan
evaluasi kembali dan diberikan edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat
serta menghindari kebiasaan buruk menahan BAK serta mencukupi asupan cairan perhari.
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa prevalensi infeksi saluran kemih asimptomatik
pada anak laki-laki usia sekolah yang presirkumsisi lebih banyak bila dibandingkan
dengan post sirkumsisi. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan angka kejadian infeksi saluran kemih pada anak usia sekolah
yaitu kebiasaan menahan BAK, membersihkan
genitalia, cuci tangan dan minum air.
Kelompok post sirkum dan presirkum yang terduga ISK memiliki kebiasan hidup bersih yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan mencuci tangan pada kelompok post sirkum sebanyak 84% dan presirkum sebanyak 100% serta Kebiasaan membersihkan genitalia dengan baik dengan
persentase 81% post sirkum
dan 100% presirkum. Namun, kelompok presirkum maupun post sirkum juga memiliki kebiasaan kurang baik berupa
menahan BAK dan intake cairan
yang tidak adekuat. Kondisi ini ditunjukkan
dengan kebiasaan menahan BAK pada kelompok pre sirkum maupun post sirkum sebanyak 50% dan kebiasaan intake cairan yang tidak adekuat pada kelompok presirkum sebanyak 44% sedangkan post sirkum sebanyak 78%.
BIBLIOGRAFI
Arslan, S�kr�, Caksen, H�seyin, Rastgeldi, Levent, Uner, Abdurrahman,
Oner, Ahmet Faik, & Odabaş, Dursun. (2002). Use of urinary gram stain
for detection of urinary tract infection in childhood. The Yale Journal of
Biology and Medicine, 75(2), 73.
Barratt, Jonathan, & Topham, Peter. (2009). Oxford Desk Reference:
Nephrology. Oxford Medical Publications.
Dahiya, Anita, & Goldman, Ran D. (2018). Management of asymptomatic
bacteriuria in children. Canadian Family Physician, 64(11),
821�824.
Gusrianty, Alvie Rizky, Hartinah, Hartinah, & Susanti, Ari Indra.
(2015). Angka Kejadian Gejala Infeksi Saluran Kemih pada Ibu Hamil di Desa
Mekargalih Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Tahun 2014. Jurnal Sistem
Kesehatan, 1(2).
Habib, Sabeen. (2012). Highlights for management of a child with a urinary
tract infection. International Journal of Pediatrics, 2012.
Kavitha, J., Aravind, M. A., Jayachandran, G., & Priya, S. (2017).
Risk factors for urinary tract infection in pediatric patients. International
Journal of Contemporary Pediatrics, 5(1), 184�189.
Lee, Seung Joo. (2015). Clinical guideline for childhood urinary tract
infection (second revision). Childhood Kidney Diseases, 19(2),
56�64.
Leung, Alexander K. C., Kao, C. Pion, & Robson, William Lane M. (2005).
Urinary tract infection due to Salmonella stanleyville in an otherwise healthy
child. Journal of the National Medical Association, 97(2), 281.
Purnomo, B. (2003). Dasar-dasar Urology (2nd editio). Jakarta.
Robinson, Joan L., Finlay, Jane C., Lang, Mia Eileen, Bortolussi, Robert,
Society, Canadian Paediatric, Committee, Community Paediatrics, &
Committee, Infectious Diseases and Immunization. (2014). Urinary tract
infection in infants and children: Diagnosis and management. Paediatrics
& Child Health, 19(6), 315�319.
Schmidt, Bogdana, & Copp, Hillary L. (2015). Work-up of pediatric
urinary tract infection. Urologic Clinics, 42(4), 519�526.
Shaikh, Nader, Osio, Victor A., Wessel, Charles B., & Jeong, Jong H.
(2020). Prevalence of asymptomatic bacteriuria in children: a meta-analysis. The
Journal of Pediatrics, 217, 110�117.
Stein, Raimund, Dogan, Hasan S., Hoebeke, Piet, Kočvara, Radim, Nijman,
Rien J. M., Radmayr, Christian, & Tekg�l, Serdar. (2015). Urinary tract
infections in children: EAU/ESPU guidelines. European Urology, 67(3),
546�558.
Sumolang, Shirby A. Ch, Porotu�o, John, & Soeliongan, Standy. (2013).
Pola bakteri pada penderita infeksi saluran kemih di blu RSUP Prof. Dr. RD
Kandou Manado. EBiomedik, 1(1).
Zincir, Handan, Erten, Zeliha Kaya, �zkan, Filiz, Seviğ, �mit,
Başer, M�r�vvet, & Elmalı, Ferhan. (2012). Prevalence of urinary
tract infections and its risk factors in elementary school students. Urologia
Internationalis, 88(2), 194�197.