Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
��������������������������������� e-ISSN: 2548-1398
�������������������������������� �Vol. 6, No. 2, Februari 2021
ALTERNATIF KEBIJAKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ATAS
TANAH KOSONG DI PROVINSI DKI JAKARTA
Chandra Maradona
dan Inayati
Universitas Indonesia, Depok
Jawa Barat, Indonesia.
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
This study aims to analyze alternative
tax policies on idle land
in DKI jakarta. This research approach uses
descriptive qualitative methods, based on the results of interviews. The
background of this writing is because all off taxpayers (company) of land and
building on idle land do not take advantage of the incentives. This indicates
that the tax policy on idle land is not optimal. The incentive scheme does not
provide a solution for companies owning idle land, while the disincentive
scheme benefits corporate taxpayers on idle land as a deduction factor in
collecting income tax for corporate taxpayers who own idle land. This is
because the policy formulation only uses direct orders from the governor.
Obstacles experienced by corporate taxpayers who own idle land, namely not
obtaining clear information on development costs and when to use idle land to
build green open spaces, raises concerns that ownership of idle land rights can
be transferred to the government. Efforts made by the DKI government to
optimize the use of land that are left idle on protocol roads are through the
governor's regulation on land and building tax for rural and urban areas. Based on
the results of the analysis, the authors suggest that an alternative tax policy
on idle land is by applying the best highest and used principles and increasing
the accuracy of land valuations to meet green open space.
Keywords: �idle land; tax incentives;
policy alternatives
Abstract
Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis alternatif kebijakan pajak atas tanah kosong
di DKI Jakarta. Pendekatan penelitian
ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, bersumberkan hasil wawancara. Latar belakang penulisan ini karena
semua jumlah wajib pajak bumi
dan bangunan perdesaan dan perkotaan badan (perusahaan) atas tanah kosong
tidak memanfaatkan insentifnya. Hal ini menandakan ketidakoptimalan merancang kebijakan pajak atas tanah
kosong. Pada skema insentif tidak memberikan solusi bagi perusahaan pemilik tanah kosong,
sedangkan skema disinsentif menguntungkan wajib pajak badan atas tanah kosong
sebagai faktor pengurang dalam pemungutan pajak penghasilan wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong.
Hal ini disebabkan karena perumusan kebijakan hanya menggunakan metode perintah langsung dari gubernur. Kendala yang dialami oleh wajib pajak badan pemilik tanah kosong yaitu
tidak memperoleh kejelasan informasi biaya pembangunan dan waktu pemanfatan tanah kosong dibangun
ruang terbuka hijau memunculkan kekhawatiran kepemilikan hak tanah kosong
dapat beralih pada pemerintah. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI untuk optimalisasi penggunaan lahan yang dibiarkan kosong di jalan protokol melalui peraturan gubernur tentang pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan. Berdasarkan hasil analisis, penulis menyarankan bahwa alternatif kebijakan pajak atas tanah kosong
yaitu dengan cara menerapkan prinsip best highest and used dan meningkatkan akurasi penilaian atas tanah untuk memenuhi
ruang terbuka hijau.
Kata Kunci: tanah kosong; insentif pajak; alternatif kebijakan
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Optimalisasi penggunaan tanah kosong di sepanjang jalan protokol di jalan M.H. Thamrin, jalan jenderal gatot subroto, jalan jenderal sudirman, jalan H.R. Rasuna said dan jalan M.T. Haryono selama ini tidak
sesuai peruntukannya sebagai kawasan bisnis di ibukota. Keberadaan tanah kosong tersebut oleh perusahaan sebagai pemiliknya dihadapkan pada sulitnya perizinan membangun bangunan dari pemerintah terhadap rencana bisnis perusahaan untuk membangun tanah kosong yang dimilikinya. Menurut anies baswedan, gubernur DKI, tanah kosong tersebut
telah membawa masalah sebagai sarang nyamuk sehingga
diterbitkan peraturan gubernur dengan skema disinsentif dan insentif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan bagi wajib pajak
badan pemilik tanah kosong di jalan protokol di tahun 2019. Pajak atas tanah
kosong bermanfaat dari perspektif perencanaan dan berpengaruh pada penggunaan lahan di kota sebagai bentuk
pajak yang paling efisien
dan disukai banyak ekonomi (Hass
& Kopanyi, 2017). Kebijakan perundang-undangan mengenai pajak dan retribusi daerah bertujuan memperkuat local taxing power bagi
daerah sebagai ujung tombak penyediaan
layanan publik (Rosdiana, Sardjono, & Juwono, 2018).
Berdasarkan ketentuan dari peraturan gubenur terkait dengan dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) adalah nilai jual objek pajak (NJOP) yang
ditetapkan oleh pemerintah
DKI dengan cara penilaian menggunakan pendekatan harga pasar (market approach), dilihat
dari penetapan NJOP tahun 2017 di kawasan zonasi jalan jenderal sudirman sebesar Rp. 73.943.000/m2, kemudian
pada penetapan NJOP di tahun
2019 meningkat menjadi Rp.
110.000.000/m2. Kenaikannya dilihat dari selisih
selama tiga tahun tersebut sebesar Rp. 36.057.000/m2. Kenaikan
NJOP tersebut telah berpengaruh terhadap kenaikan harga tanah. Hal ini menjadikan tanah sebagai komoditi investasi menggiurkan yang sering dimanfaatkan para spekulan tanah dengan cara membiarkan
tanahnya menganggur (unimproved land). Dasar pemikiran pemajakan tanah idle agar pemiliknya layak dikenakan denda (Rosdiana
et al., 2018) Pemajakan tanah kosong di kota jeddah dan damman, arab saudi telah diterapkan sejak tahun 2017 dengan pengenaan tarif pajak sebesar
2,5% dari total tanah dikenakan kepada tanah kosong dengan
luas 10.000 m2 atau
lebih ditujukan untuk penggunaan komersial perumahan atau perumahan dalam pertumbuhan kota telah berhasil
dalam mencapai keseimbangan pertumbuhan kota dan menghilangkan aksi para spekulan (Alzamil,
2019).
Pada tahun 2019, tanah kosong di DKI jakarta telah terdata oleh badan pajak dan retribusi daerah DKI sebanyak 178.780 objek pajak dengan nilai
PBB-P2 mencapai Rp. 1,6 triliun,
realisasinya sebesar Rp.
1,1 triliun. Objek pajak PBB-P2 atas tanah kosong di jalan jenderal sudirman, jalan M.H. Thamrin, jalan jenderal gatot subroto, jalan H.R. Rasuna said dan jalan M.T. Haryono keberadaannya tersebar dalam 9 (sembilan) wilayah kecamatan dengan luasnya mencapai 234.419 m2 dan terindikasi
sebagai lahan yang dibiarkan menganggur.
Pemerintah DKI mengalami kesulitan dalam menyediakan ruang terbuka hijau
dari target penambahannya sebesar 0,2 persen sebagaimana ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah DKI tahun 2017-2022 dengan proyeksi anggaran mencapai Rp. 10,6 triliun, sedangkan ketersediaan ruang terbuka hijau
hingga tahun 2017 hanya mencapai 4,6 persen dari 20 persen yang harus dipenuhi dalam menyediakan ruang terbuka hijau. Kondisi tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar terhadap
tuntutan pemenuhan ruang terbuka hijau
sehingga pemerintah DKI memilih instrumen pajak yang ditetapkan melalui peraturan PBB-P2 berupa tanah kosong
tahun 2019. Hasil pengimplementasiannya,
menunjukkan dari 19 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) telah diperoleh pembayaran disinsentif mencapai Rp. 33,4 miliar, sedangkan insentif tidak dimanfaatkan oleh satu pun perusahaan pemilik tanah kosong
sebagaimana telah ditentukan dalam pergub DKI No.
41/2019.
Rumusan masalah dari penelitian
ini didasarkan dari latar belakang
tersebut di atas, telah diuraikan bahwa optimalisasi lahan kosong di jalan protokol ibukota tidak sesuai
dengan peruntukannya sebagai kawasan bisnis sehingga dipilih instrumen pajak dengan penerapan
skema disinsentif dan insentif pajak atas tanah kosong
atas adanya kewajiban ruang terbuka hijau yang belum dipenuhi oleh pemerintah DKI. Awal tahun 2019, luas ruang terbuka
hijau di DKI hanya mencapai 14,9%, dan hanya 7% yang
dikuasai oleh pemerintah
DKI. Pemerintah DKI kesulitan
untuk penganggaran dalam membangun ruang terbuka hijau.
Instrumen pajak PBB-P2 atas tanah kosong
di jalan protokol menjadi pilihan yang ditetapkan sebagai kebijakan optimalisasi lahan dalam menjalankan
fungsi regullerend dengan didasarkan pada penetapan NJOP tahun 2019.
DKI dengan pertumbuhan kotanya dihadapkan persoalan pada penyediaan ruang terbuka hijau yang memerlukan pembiayaan yang sangat besar. Insentif
pajak dapat diberikan bagi pemilik lahan kosong
setelah divalidasi oleh tim khusus dari
dinas kehutanan (Subarudi
& Samsoedin, 2012). Pertumbuhan kota jakarta yang tidak terencana telah menimbulkan dampak antara lain adalah meningkatnya spekulasi permintaan atas kepemilikan property (Nasir,
Buhaerah, & Nurhaedah, 2018).
Pajak atas tanah kosong
di kota-kota di negara-negara berkembang
belum dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai sumber utama pendapatan
asli daerahnya. Pajak ini dapat
mendukung pasar tanah pada
margin dibandingkan mendistorsi
kekuatan pasar (Hass & Kopanyi, 2017). Kebijakan pajak tanah idle harus didesain dari hulu ke
hilir, mulai dari hukum pajak
materiil hingga hukum pajak formal agar dapat terimplementasikan serta harus didukung
dengan politik kebijakan anggaran belanja sehingga perumusan kebijakan earmarking menjadi
sangat signifikan (Rosdiana
et al., 2018).
Untuk mencapai keberhasilan implementasi kebijakan perpajakan pada perumusannya harus difokuskan pengukuran dalam memperbaiki administrasi pajak yang lebih efektif (Shome,1995). Hal tersebut harus didukung dengan (1) kesederhanaan sistem perpajakan (simplification
of the tax system), (2) strategi (strategy),
dan (3) komitmen yang kuat
(a strong commitment) memiliki keterkaitan dan saling berpengaruh dalam pengimplementasiannya terhadap lingkungan administrasi dan hukum (Bird
& de Jantscher, 1992). Kebijakan pajak secara yuridis dan ekonomi harus mencakup
pada tujuan, pengusulan,
program
dengan fungsi budgetair dan regullerend (Rahayu,
2010). Saat merumuskan kebijakan pajak terdapat beberapa model, yaitu (1) model kelembagaan yang dihasilkan dari lembaga pemerintahan; (2) model
proses yang dihasilkan dari
identifikasi masalah, perumusan kebijakan, dan evaluasi atas pelaksanaan
kebijakan; dan (3) model inkrementalis
yang dihasilkan dari kelanjutan kebijakan yang diterapkan sebelumnya dengan melakukan berbagai modifikasi (Suryani, 2016).
Pajak properti sebagai bagian dari tata kelola lahan secara
luas mencakup pada kebijakan, proses, dan institusi dimana tanah, bangunan,
dan sumberdaya alam dikelola. Potensi dari pajak properti
dapat berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah, bergantung pada sejumlah proses administrasi pertanahan secara spesifik, seperti pasar properti, legalitas hukum atas pendaftaran
tanah, asosiasi yang menilai keakurasian properti, pengawasan penggunaan lahan (McCluskey
& Plimmer, 2016). Pendekatan pemerintah dalam menilai tanah
kosong di kota dapat dilakukan melalui cara: (1) menentukan letak keberadaan dan luas tanah kosong; dan (2) menentukan alasan pemilik lahan yang membiarkan tanahnya kosong. Kedua pendekatan
ini dapat mempengaruhi cara pemungutan pajak atas tanah kosong
dan mempengaruhi pembangunan
kota secara keseluruhan (Hass
& Kopanyi, 2017). Kendala lain yang perlu diperhatikan dari keberadaan tanah kosong adalah aspek
legalitas dimana lahan kosong tersebut
berada di kawasan sengketa atau terjadi
perselisihan perebutan hak atas tanah (Rosdiana
et al., 2018).
Implementasi kebijakan pajak atas tanah kosong
yang diterapkan di kota riyadh, arab saudi melalui pengenaan pajak nilai tanah (land value tax) dapat menghilangkan spekulasi di pasar tanah yang menganggur bagi para spekulan dalam menghindari pajak (Alzamil, 2019). Praktik pajak atas
tanah kosong di kota gaborone, bostwana melalui penetapan tarif pajak sebesar
empat kali lipat lebih tinggi dari
tanah yang berdiri bangunan, telah berhasil mencegah terjadinya aksi spekulan sehingga mampu mendorong pembangunan kota (Mosha,
2015). Pengimplementasian pajak atas tanah kosong
di chili menerapkan
tarif progresif pajak bumi dan bangunan atas lahan kosong
(vacant land) dengan
penambahan pungutan pajak sebesar 100% dari jumlah pajak
terutang melalui peraturan daerah yang mensyaratkan pemilik tanah untuk mengembangkan
atau menggunakan lahan kosongnya (Tobing,
Ganda C, dan Farman, 2015).
Penerapan kebijakan pajak tanah idle yang sedang dikaji oleh pemerintah indonesia memiliki fungsi regullerend. Fungsi ini dimaksudkan
untuk meningkatkan produktivitas melalui optimalisasi pemanfaatan tanah, bukan sekadar
menghimpun penerimaan pajak dari masyarakat
sebagai fungsi budgetair (Rosdiana
et al., 2018). Fungsi regulerrend diimplementasikan
oleh pemerintah DKI melalui
peraturan gubernur dengan skema disinsentif
dan insentif pajak atas tanah kosong
guna optimalisasi tanah kosong di jalan protokol yang tidak sesuai peruntukannya
sebagai kawasan bisnis di ibukota. Peraturan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus benar-benar didasarkan pada kewenangan daerah, bersifat aspiratif, tidak duplikatif, dan secara legal drafting benar
dan efektif bagi aparatur pelaksana serta masyarakat (Hidayat,
2017). Kerangka legal
drafting diterapkan melalui
metode Roccipi yaitu rule, opportunity, capacity, communication, interest, process, dan ideology (Seidman, Seidman, & Abeyserkere, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana alternatif kebijakan pajak atas tanah
kosong dilihat dari faktor-faktor penyebab tidak dimanfaatkannya insentif pajak oleh pemilik tanah kosong. Untuk
memperoleh data penelitian ini telah dilakukan
observasi secara langsung berkaitan dengan permasalahan dihadapi oleh wajib pajak badan yang membiarkan lahan miliknya menganggur. Oleh karena itu, penelitian
ini dapat dijadikan solusi sebagai alternatif kebijakan pajak atas tanah kosong
di DKI jakarta.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penulisan ini adalah
metode kualitatif bersifat deskriptif. Jenis penelitian deskriptif digunakan oleh peneliti untuk mementingkan proses, makna dan pemahaman melalui proses induktif untuk membangun kesimpulan melalui data yang dapat diperoleh. Untuk itu, peneliti menggunakan
paradigma post-positivism
dengan menekankan pada temuan dan pembuktian teori dan konseptual dalam menggali permasalahan pajak atas tanah kosong
di DKI jakarta dimana peneliti mengambil posisi objektif dari adanya
interaksi antara peneliti dengan informan di dalam menganalisis permasalahan.
Untuk memperoleh data primer, peneliti telah melakukan wawancara secara mendalam dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara terhadap permasalahan kebijakan pajak PBB-P2 berupa tanah kosong di DKI jakarta. Selama proses penelitian ini, peneliti telah melakukan wawancara kepada beberapa informan, yaitu 1) tim perumus kebijakan,
2) ahli/pakar di bidang perpajakan, dan 3) wajib pajak badan atas tanah
kosong yang berlokasi di
lima jalan protokol sebagaimana telah ditentukan dalam pergub No. 41/2019.
Saat proses menganalisis data, teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
komparatif konstan dengan cara membandingkan
penerapan pajak atas tanah kosong
yang diimplementasikan di DKI jakarta dengan beberapa
kota-kota di negara lain guna
menentukan kategorisasi penentuan basis pajak, pendefinisian pajak tanah kosong dan penentuan tingkat tarif pajak atas
tanah kosong, dianalisis secara teoritis dari beberapa
literatur yang bersumber
pada buku-buku, dokumen,
dan peraturan perundangan mengenai pajak daerah, pajak properti
dan pajak atas tanah kosong, melalui
teknik legal
drafting menggunakan metode
Roccipi, sebagai upaya peneliti
dalam menemukan alternatif kebijakan pajak atas tanah
kosong di DKI jakarta.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan ketentuan pasal dalam Pergub DKI No. 41/2019 pada
definisi tanah kosong disebutkan dalam pasal 1 angka
13, bahwa �tanah kosong adalah hamparan
tanah yang tidak dimanfaatkan atau tidak diusahakan oleh pemiliknya dan tidak terdapat bangunan tetap/permanen diatasnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.�
DKI No. 41/2019 pada pasal 3, disebutkan: (1) pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dikecualikan terhadap obyek pajak berupa
tanah kosong; (2) terhadap tanah kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pengenaan PBB-P2 sebesar 2 (dua) kali lipat dari PBB-P2 yang terutang pada tahun berkenaan; (3) tanah kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang beralamat di sepanjang: a) Jalan M.H. Thamrin,
b) Jalan Jenderal Sudirman, c) Jalan H.R. Rasuna Said, d) Jalan Jenderal Gatot Subroto, dan e) Jalan M.T. Haryono.
4) dalam hal tanah kosong yang oleh wajib pajak dijadikan
sebagai ruang terbuka hijau yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan,
maka berlaku pengenaan PBB-P2 sebesar 50%
(lima puluh persen) dari PBB-P2 yang terutang pada tahun berkenaan; (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menaati ketentuan dari perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan dan pertamanan.
A.
Ketidakefektifan Pengimplementasian Kebijakan Pajak atas Tanah Kosong di DKI Jakarta
Definisi tanah kosong yang ditegaskan dalam pergub DKI Nomor 41 tahun 2019 adalah tanah yang tidak memiliki bangunan, baik permanen maupun tidak permanen secara keseluruhan maupun sebagian. Definisi tanah kosong yang diformulasikan dalam aturan gubernur
tersebut hanya sebagai indikasi awal sehingga mengandung
multi-interpretasi, sebagaimana
keterangan yang diberikan
oleh ahli/pakar di bidang perpajakan, mengatakan bahwa:
��jika melihat peta di lapangan, tanah kosong itu saja,
belum menyelesaikan masalah, hanya sebagai indikasi awal, tidak bisa
serta merta menyatakan tanah itu kosong, tergantung
pada aspeknya, salah satunya
aspek hukum karena sengketa atau kesalahan masa lalu.� (hasil wawancara dengan bapak machfud sidik, ahli/pakar perpajakan,
28 juli 2020).
Dari sisi istilah yang digunakan adalah tanah kosong adalah
tidak tepat, sebagaimana keterangan yang diberikan oleh ahli/pakar di bidang perpajakan, mengatakan bahwa:
�Pengistilahan yang tepat bukan tanah kosong
tetapi diistilahkan sebagai tanah idle yang tidak
dimanfaatkan sesuai fungsi, tidak mudah
dibatalkan oleh pihak-pihak
yang bersifat oportunitis, memiliki kejelasan batasan unsur tanah
yang tidak produktif yaitu unsur bisnis
agar tidak sampai terkena pada wajib pajak individu. Analisisnya menggunakan zoning, peta daerah
untuk sentra bisnis seperti diterapkan di negara eropa dan amerika.� (Hasil wawancara dengan bapak Hasan Rachmany, ahli/pakar perpajakan, 28 Juli 2020).
Kedua pernyataan yang diberikan oleh ahli/pakar perpajakan
tersebut dapat mendeskripsikan bahwa tanah kosong yang didefinisikan hanya sebagai indikasi awal, tidak menggunakan
istilah yang tepat untuk tanah kosong
karena definisi tanah kosong yang disebutkan dalam pergub DKI tersebut tidak merumuskan aspek hukum, tidak merumuskan
pada alasan ketidaksesuaian
fungsi atas tanah kosong, tidak
memiliki kejelasan batasan unsur bisnis
yang melekat pada tanah
yang tidak produktif, ketiadaan analisis dengan menggunakan pemetaan (zoning)
yang berimplikasi pada multi-interpretasi
dalam pengimplementasiannya.
Penentuan objek pajak yang di
golongkan sebagai tanah kososng menurut pergub 41 /2019 tanah kosong
yang ditentukan berdasarkan
lokasi keberadaan tanah kosong pada lima jalan protokol di DKI jakarta, �ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1
Objek
PBB-P2 Tanah Kosong di Jalan M.H. Thamrin Tahun 2019
No |
Lokasi Objek Pajak |
Luas Bumi |
NJOP Bumi |
Wajib Pajak |
1 |
Kavling 22, Gondangdia, Menteng |
4.041 |
442.166.220.000 |
Badan Hukum |
2 |
Kavling 22, Gondangdia, Menteng |
3.887 |
425.315.540.000 |
Badan Hukum |
3 |
Kavling 10, Kebon Sirih, Menteng |
8.433 |
922.738.860.000 |
Badan Hukum |
4 |
Kavling 4, Kebon Sirih, Menteng |
684 |
74.843.280.000 |
Badan Hukum |
Jumlah
= |
17.045 |
1.865.063.900.000 |
|
Sumber:
BPRD DKI 2020, diolah oleh Penulis, 2020
Tabel 1 menunjukkan objek PBB-P2 berupa tanah kosong
di jalan M.H. Thamrin terdapat 4 (empat) objek yang berada di kelurahan gondangdiah dan kebon sirih kecamatan menteng dengan total luas tanah kosong seluas
17.045 m2, dan total nilai jual objek pajak (NJOP) bumi sebesar Rp. 1.865.063.900.000,-
Tabel 2
Objek PBB-P2 Tanah Kosong
di Jalan M.T. Haryono Tahun
2019
No |
Lokasi Objek Pajak |
Luas Bumi |
NJOP Bumi |
Wajib Pajak |
1 |
Kavling 21, Tebet Barat, Tebet |
458 |
18.577.854.000 |
Badan Hukum |
2 |
Kavling 20, Kebon Baru, Tebet |
3.880 |
157.384.440.000 |
Badan Hukum |
3 |
Kavling 1,2,3, Kebon Baru, Tebet |
7.955 |
295.313.465.000 |
Badan Hukum |
4 |
Kavling 5-6, Kebon Baru, Tebet |
825 |
30.626.475.000 |
Badan Hukum |
5 |
Kavling 4-7, Kebon Baru, Tebet |
590 |
21.902.570.00 |
Perorangan |
6 |
Kavling 26, Cawang, Kramat Jati |
3.088 |
90.240.624.000 |
Badan Hukum |
7 |
Kavling 26, Cawang, Kramat Jati |
9.140 |
267.098.220.000 |
Badan Hukum |
8 |
Cawang, Kramat Jati |
5.400 |
157.804.200.000 |
Perorangan |
9 |
Cawang, Kramat Jati |
2.649 |
77.411.727.000 |
Perorangan |
10 |
Cawang, Kramat Jati |
240 |
7.013.520.000 |
Perorangan |
11 |
Bidara Cina, Jatinegara |
2.522 |
73.700.406.000 |
Perorangan |
12 |
Bidara Cina, Jatinegara |
4.782 |
139.744.386.000 |
Perorangan |
13 |
No. 58/59 Pancoran, Pancoran |
4.075 |
165.294.225.000 |
Badan Hukum |
14 |
No. 58/59 Pancoran, Pancoran |
1.772 |
71.877.636.000 |
Badan Hukum |
15 |
No. 58/59 Pancoran, Pancoran |
1.765 |
71.593.695.000 |
Badan Hukum |
Jumlah
= |
49.141 |
1.623.680.873.000 |
|
Sumber: BPRD DKI
2020, diolah oleh Penulis,
2020.
Tabel 2 menunjukkan objek PBB-P2 berupa tanah kosong
di jalan M.T. Haryono terdapat 15 (lima belas) objek yang berada di empat kecamatan, yaitu kecamatan ebet, Kramat Jati,
Jatinegara dan Pancoran dengan total luas tanah kosong seluas
49.141 m2, dan total nilai jual objek pajak (NJOP) bumi sebesar Rp. 1.623.680.873.000,-.
Tabel 3
Objek PBB-P2 Tanah Kosong di Jalan
Jenderal Gatot Subroto Tahun 2019
No |
Lokasi Objek Pajak |
Luas Bumi |
NJOP Bumi |
Wajib Pajak |
1 |
Kuningan Barat, Mampang Prapatan |
6.200 |
450.740.000.000 |
Perorangan |
2 |
Kav. 38, Kuningan Barat, Mampang Prapatan |
19.098 |
1.108.123.254.000 |
Badan Hukum |
3 |
Kuningan Barat, Mampang Prapatan |
22.358 |
1.625.426.600.000 |
Badan Hukum |
4 |
Kuningan Barat, Mampang Prapatan |
1.698 |
112.500.990.000 |
Badan Hukum |
5 |
Kav. 93 No. 2 Pancoran, Pancoran |
7.063 |
352.182.369.000 |
Badan Hukum |
6 |
Kav. 93 No. 2 Pancoran, Pancoran |
478 |
23.834.514.000 |
Badan Hukum |
7 |
Kav. 29-30, Kuningan Timur, Setia Budi |
9.271 |
786.023.193.000 |
Badan Hukum |
8 |
Menteng Dalam, Tebet |
221 |
11.019.723.000 |
Badan Hukum |
9 |
Menteng Dalam, Tebet |
1.481 |
73.847.103.000 |
Badan Hukum |
10 |
Menteng Dalam, Tebet |
228 |
11.368.764.000 |
Badan Hukum |
11 |
Kav. 76, Menteng Dalam, Tebet |
2.495 |
84.438.285.000 |
Badan Hukum |
Jumlah
= |
70.591 |
4.639.504.795.000 |
|
Sumber: BPRD DKI 2020, diolah
oleh Penulis, 2020.
Tabel 3 menunjukkan objek PBB-P2 berupa tanah kosong
yang terletak di jalan Jenderal Gatot Subroto terdapat 11 (sebelas) objek yang berada di empat kecamatan, yaitu kecamatan mampang prapatan, pancoran, setia budi dan tebet dengan total luas tanah kosong seluas
70.591 m2, dan total nilai jual objek pajak (NJOP) bumi sebesar Rp. 4.639.504.795.000,-.
Tabel 4
Objek PBB-P2 Tanah Kosong
di Jalan Jenderal Sudirman Tahun
2019
No |
Lokasi Objek Pajak |
Luas Bumi |
NJOP Bumi |
Wajib Pajak |
1 |
(LOT-01),
Senayan, Kebayoran Baru |
16.625 |
1.819.107.500.000 |
Badan Hukum |
2 |
Kav. 68,
Senayan, Kebayoran Baru |
3.651 |
399.492.420.000 |
Badan Hukum |
3 |
Senayan, Kebayoran
Baru |
10.320 |
1.129.214.400.000 |
Perorangan |
4 |
Kav.52-53/LOT,
Senayan, Kebayoran Baru |
256 |
28.011.520.000 |
Badan Hukum |
5 |
72-73, Setia
Budi, Setia Budi |
9.296 |
1.017.168.320.000 |
Badan Hukum |
6 |
73, Setia Budi,
Setia Budi |
400 |
43.768.000.000 |
Badan Hukum |
7 |
74, Setia Budi,
Setia Budi |
4.648 |
508.584.160.000 |
Badan Hukum |
8 |
40-41, Benhil,
Tanah Abang |
8.088 |
884.988.960.000 |
Badan Hukum |
9 |
34-35, Karet
Tengsin, Tanah Abang |
6.983 |
764.079.860.000 |
Badan Hukum |
10 |
Karet Tengsin,
Tanah Abang (belakang) |
7.309 |
799.750.780.000 |
Badan Hukum |
Jumlah = |
67.576 |
7.394.165.920.000 |
|
Sumber: BPRD DKI 2020, diolah
oleh Penulis, 2020.
Tabel 4 menunjukkan objek PBB-P2 berupa tanah kosong
di jalan Jenderal Sudirman terdapat 10 (sepuluh) objek yang berada di tiga kecamatan, yaitu kecamatan Kebayoan Baru, Setia Budi, dan
Tanah Abang dengan total luas tanah kosong
seluas 67.576 km2, dan total nilai jual objek pajak (NJOP) bumi sebesar Rp. 7.394.165.920.000,-.
Tabel 5
Objek PBB-P2
Tanah Kosong di Jalan H.R. Rasuna
Said Tahun 2019
No |
Lokasi Objek Pajak |
Luas Bumi |
NJOP Bumi |
Wajib Pajak |
1 |
Blok X/1, Kuningan Timur, Setia Budi |
11.968 |
870.073.600.000 |
Badan Hukum |
2 |
X1/04, Kuningan Timur, Setia Budi |
4.270 |
310.429.000.000 |
Perorangan |
3 |
Setia Budi, Setia Budi |
5.294 |
126.309.169.000 |
Badan Hukum |
4 |
Kav. 3,4, Kuningan Timur, Setia Budi |
4.330 |
314.791.000.000 |
Badan Hukum |
5 |
Kav. 3,4, Kuningan Timur, Setia Budi |
4.195 |
304.976.500.000 |
Badan Hukum |
Jumlah
= |
30.057 |
1.926.579.269.000 |
|
� Sumber: BPRD DKI 2020, diolah
oleh Penulis, 2020.
Tabel 5 menunjukkan objek PBB-P2 berupa tanah kosong
di jalan H.R. Rasuna Said terdapat 5 (lima) objek yang berada di Kecamatan Setia Budi terletak di dua kelurahan yaitu kelurahan Kuningan Timur, dan
Setia Budi dengan total luas
tanah kosong seluas 67.576 m2, dan total nilai jual objek pajak (NJOP) Bumi sebesar Rp. 7.394.165.920.000,-.
Penentuan objek pajak hanya berdasarkan
lokasi keberadaan tanah kosong menunjukkan
ketidakjelasan sasaran yang
dituju dari kebijakan sehingga dalam mengimplementasikannya dapat memunculkan ketidakadilan, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh ahli/pakar di bidang perpajakan mengatakan bahwa:
��dilihat dari implementasinya dari adanya tanah
kosong, begitu ada masalah, enforcement, tanah yang tadinya kosong malah dibangun rumah, dibangun bangunan supaya tidak memenuhi syarat tanah kosong.
Implementasinya tidak mudah dan pada akhirnya tidak adil. Yang mau dituju itu
sebenarnya tanah kosong milik developer yang dikosongkan sebagai unsur spekulasi.�
(hasil wawancara dengan bapak Hasan Rachmany, ahli/pakar perpajakan, 28 Juli 2020).
Untuk menentukan basis pajak dengan menggunakan nilai jual objek pajak di perkotaan memiliki banyak isu yang dinamis sehingga perlu digunakan teknik khusus yang mendukung keakurasian data, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh ahli/pakar di bidang perpajakan, mengatakan bahwa:
��. untuk menentukan tax base, NJOP
untuk isu-isu perkotaan itu sangat
dinamis. Landasannya sudah ada, seperti
market, cost, kemudian
teknik-teknik dan sebagainya,
belum lagi mengenai akurasi datanya. Walaupun pemda DKI meyakini datanya telah akurat.� (Hasil wawancara dengan bapak Machfud
Sidik, ahli/pakar perpajakan, 28 Juli 2020).
Kedua pernyataan yang diberikan oleh ahli/pakar di bidang
perpajakan tersebut dapat mendeskripsikan bahwa basis pajak atas tanah kosong
yang ditentukan hanya berdasarkan lokasi memiliki ketidakjelasan sasaran kebijakan yang dituju dapat berdampak
adanya ketidakadilan bagi pemilik tanah
kosong yang tidak termasuk unsur spekulasi sehingga diperlukan perbaikan untuk menentukan basis pajak atas tanah
kosong sesuai dengan kriteria yang dituju dari kebijakan
dengan menggunakan teknik khusus yang mendukung keakurasian data pada penetapan nilai jual objek pajak di kota yang memiliki isu dinamis.
Berdasarkan penentuan tingkat tarif pajak atas
tanah kosong sebagaimana disebutkan dalam pergub DKI No.
41/2019 pada pasal 3, sebagai
berikut: (1) Pengenaan PBB-P2
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dikecualikan terhadap obyek pajak berupa
tanah kosong; (2) Terhadap tanah kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pengenaan PBB-P2 sebesar 2 (dua) kali lipat dari PBB-P2 yang terutang pada tahun berkenaan; (3) Tanah Kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang beralamat di sepanjang: a) Jalan
M.H. Thamrin, b) Jalan Jenderal
Sudirman, c) Jalan H.R. Rasuna Said, d) Jalan Jenderal Gatot Subroto, dan e) Jalan
M.T. Haryono. 4) Dalam hal tanah kosong yang oleh wajib pajak dijadikan
sebagai ruang terbuka hijau yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan,
maka berlaku pengenaan PBB-P2 sebesar 50%
(lima puluh persen) dari PBB-P2 yang terutang pada tahun berkenaan; (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menaati ketentuan dari perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan dan pertamanan.
Pembebanan disinsentif pajak atas tanah kosong
tersebut tidak diperbolehkan menambahkan beban diluar undang-undang, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh ahli/pakar di bidang perpajakan, mengatakan bahwa:
�Pajak secara
best practice, tidak
boleh menambah beban diluar undang-undang. Kalau dari konsep
ekonomi tidak salah. Usul saya untuk
tarifnya itu 0,6%. PBB kita itu on average diluar pertambangan,
perhutanan, perkebunan
(P3), itu tax
rate�-nya cuma 0,2% seluruh indonesia. Di negara maju, seperti amerika serikat, kanada, perancis, tarifnya 3%, berarti indonesia itu seper limabelas
nya masih dapat kita tingkatkan.
Tetapi kalau dinaikkan sedikit saja, maka rakyat
menjadi �ramai� karena solusinya tidak utuh.� (hasil wawancara dengan bapak Machfud
Sidik, ahli/pakar perpajakan, 28 Juli 2020).
Formulasi penentuan tingkat tarif pajak atas
tanah kosong dengan skema insentif
dan disinsentif tidak memiliki manfaat dan tidak efektif, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh ahli/pakar di bidang perpajakan, mengatakan bahwa:
�... tidak adanya manfaatnya dengan adanya pengurangan
atau insentif dalam pergub tersebut, apalagi dengan 200% malah makin senang, disitu
ada pengurangan penghasilan bruto dalam pengurangan PBB maka mereka akan
untung dua kali lipat di PPh. Di PPh tarifnya tinggi.
Semakin besar PBB, maka semakin untung
PPh-nya. Kalau mau merumuskan sesuatu tetapi tidak lengkap pengetahuannya,
tidak mengetahui hubungannya kemana, bisa-bisa hambar�� (hasil wawancara dengan bapak Hasan Rachmany, ahli/pakar perpajakan, 28 Juli 2020).
Kedua pernyataan yang diberikan oleh ahli/pakar di bidang
perpajakan tersebut dapat mendeskripsikan bahwa penentuan tingkat tarif pajak
atas tanah kosong dengan skema
disinsentif dan insentif secara praktik perpajakan yang terbaik adalah tidak boleh
melanggar aturan perundang-undangan. Pembebanan disinsentif pajak atas tanah kosong
menjadi solusi yang tidak utuh karena
didalam merumuskannya tidak memiliki pengetahuan secara lengkap terkait perpajakan, khususnya pada disinsentif pajak atas tanah kosong
menjadi faktor pengurang penghasilan bruto di PPh badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
sehingga mereka diuntungkan. Penentuan disinsentif dan insentif tersebut pada akhirnya tidak bermanfaat dan tidak efektif.
Pada tataran implementasi kebijakan dari peraturan gubernur DKI mengenai PBB-P2 berupa tanah kosong
bagi wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
di jalan protokol di tahun 2019, peneliti telah menggali permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak badan (perusahaan) tersebut sehingga dapat diperoleh keterangan sebagai berikut.
Keterangan yang diberikan oleh PT. Global award infinity, pemilik tanah kosong
di jalan Jenderal Gatot Subroto, memberikan keterangan dengan mengatakan bahwa:
�Kalau atas
nama award global infinity sebenarnya baru di tahun 2018. Untuk perencanaan kita akan membangun apartemen sudah direncanakan dan sedang tahap realisasi� Program pemerintah selalu kita dukung tetapi
perlakuan khusus itu saja tadi,
kalau memang tujuannya untuk RTH, kenapa tidak berbentuk
realisasi saja sekalian jadi implikasinya
bukan pada pajaknya. Kenapa tidak didorong
dari aspek lain selain pajak. Kalau
memang lahan kosongnya sudah direncanakan untuk pembangunan yang lain kenapa diotak atik, kenapa
tidak ambil lahan yang lain yang belum ada perencanaan.� (hasil wawancara dengan bapak Said, General Affair
Manager, 28 Juli 2020).
Keterangan yang diberikan oleh PT. Harapan jaya bumi pertiwi, pemilik tanah kosong
di jalan Jenderal Gatot Subroto, mengatakan bahwa: �Tanah tersebut kita miliki sejak
2004, kita biarkan kosong karena memang
perusahaan belum ada dana untuk membangun. Selama ini, kita cari-cari
investor untuk kerjasama namun sampai sekarang
belum ada yang deal.� (hasil wawancara dengan bapak Bayu,
General Affair Manager, 28 Juli 2020).
Keterangan yang diberikan oleh PT TCP internusa, pemilik tanah kosong
di jalan H.R. Rasuna Said, mengatakan bahwa: �perusahaan membeli tanah tersebut
tahun 2015 dan sampai saat ini masih
terus dirundingkan planning atas tanah tersebut mau dibangun apa.
Saat ini kita sedang menggali
informasi mengenai tata ruang dan perizinan untuk menentukan best using
untuk tanah tersebut.� (hasil wawancara dengan ibu Yanti,
staf General Affair, 28 Juli
2020).
Keterangan yang diberikan oleh PT. Metropolitan development, pemilik tanah kosong
di jalan M.T. Haryono, mengatakan bahwa: �tanah dimiliki sejak 2009, tahun 2011 sebenarnya kita bikin siteplan untuk
dijadikan apartement, sudah sempat dibuat
tiang pancang tetapi karena perizinan
dan AMDAL jadinya berhenti.
Harusnya pemerintah menggali dulu masalahnya
kenapa tanah itu kosong. Kita bukan nggak mau
pengurangan tapi tanah kita dijadikan
RTH (ruang terbuka hijau) jangka panjang,
kita mau bangun susah jadinya.�
(hasil wawancara dengan bapak Ardi,
staf umum, 28 Juli 2020).
Berdasarkan keterangan yang telah diberikan oleh para wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
di jalan protokol tersebut dapat mendeskripsikan bahwa implementasi kebijakan PBB-P2 berupa tanah kosong
di tahun 2019 mengandung
multi-interpretasi terhadap
definisi tanah kosong bagi perusahaan
karena tidak mempertimbangkan aspek bisnis yang direncanakan oleh perusahaan untuk membangun tanah kosong miliknya terhadap adanya kesulitan perizinan sehingga skema insentif tidak memberikan solusi disebabkan ketidakjelasan petunjuk dan proses pembangunan tanah kosong untuk
dijadikan ruang terbuka hijau dalam
menjalankan fungsi regullerend sebagai tujuan dari kebijakan tersebut.
Dilihat dari penerapan skema insentif pajak atas tanah
kosong melalui peraturan gubernur mengenai PBB-P2 berupa tanah kosong yang diberikan bagi wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
di jalan protokol di tahun 2019, peneliti telah menggali permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak badan (perusahaan) tersebut sehingga dapat diperoleh keterangan sebagai berikut.
Keterangan yang diberikan oleh PT. Harapan jaya bumi pertiwi, pemilik tanah kosong di jalan Jenderal Gatot Subroto, mengatakan bahwa: �kita pernah menanyakan informasi pengurangan ke kantor UPDRD namun tidak memperoleh
jawaban yang jelas, kita tidak tahu
RTH seperti apa yang dimaksud, berapa lama tanah kita harus
dijadikan RTH dan bagaimana
proses pembuatan RTH nya apakah biaya dibebankan
kepada kita juga untuk pembuatannya dan perawatannya.� (hasil wawancara dengan bapak Bayu,
General Affair Manager, 28 Juli 2020).
Keterangan yang diberikan oleh PT TCP Internusa, pemilik tanah kosong
di jalan H.R. Rasuna Said, mengatakan bahwa: �manajemen memutuskan untuk tidak memberikan lahan untuk dijadikan
ruang terbuka hijau karena khawatir tanah tersebut akan dikuasai pemerintah
dalam waktu lama.� (hasil wawancara dengan ibu Yanti,
staf General Affair, 28 Juli
2020).
Keterangan yang diberikan oleh PT. Global award infinity, pemilik tanah kosong
di jalan Jenderal Gatot Subroto, mengatakan bahwa: �kalau di lokasi tanah kosong
yang sama, kita ada kekhawatirkan akan menjadi hak
milik selamanya untuk kepentingan umum. Jadi dalam prosesnya juga kita mengerjakan hal itu. Sudah diparimeter
juga, untuk dibangun di tahun depan.� (hasil wawancara dengan bapak Said, General Affair
Manager, 28 Juli 2020).
Berdasarkan keterangan yang telah diberikan oleh para wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
di jalan protokol tersebut dapat mendeskripsikan bahwa skema insentif pajak atas tanah
kosong tidak dimanfaatkan oleh perusahaan pemilik tanah kosong
tersebut disebabkan karena ketidakjelasan sasaran tujuan dari kebijakan menggunakan instrumen pajak dalam membangun
ruang terbuka hijau mengandung ketidakpastian hukum dari adanya ketidakjelasan
informasi mengenai prosedur pembiayaan dan jangka waktu pemanfatan
tanah kosong berpotensi adanya pengambil-alihan hak atas tanah kosong
oleh pemerintah.
Jika ditinjau dari formulasi kebijakan pajak atas tanah kosong
yang diberlakukan melalui pergub DKI No. 41/2019
tidak tepat dalam memformulasikan penentuan basis pajak hanya didasarkan lokasi keberadaan tanah kosong, definisi
tanah kosong yang mengandung multi-interpretasi karena tidak memenuhi
kriteria dalam mendefinisikan tanah idle dalam mempertimbangkan unsur bisnis yang melekat pada tanah yang tidak produktif, dan penentuan tingkat tarif melalui
skema insentif dan disinsentif pajak atas tanah kosong
tidak bermanfaat dan tidak efektif karena
solusi yang diberikan tidak utuh dan tidak memiliki pengetahun yang lengkap tentang perpajakan sehingga berdampak pada tataran implementasi kebijakan dari pergub DKI tersebut tidak optimal dalam menjalankan fungsi regullerend disebabkan tidak ada kejelasan
sasaran yang dituju dari kebijakan pajak atas tanah
kosong tersebut.
B. Alternatif Kebijakan
Pajak atas Tanah Kosong Ditinjau dari Legal Drafting
Kebijakan pajak atas tanah
kosong yang diberlakukan melalui pergub nomor 41/2019 ditetapkan didasarkan pada beberapa landasan hukum yaitu undang-undang nomor 29/2007 tentang pemerintahan provinsi DKI jakarta sebagai ibukota negara kesatuan republik indonesia, undang-undang nomor 28//2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, undang-undang Nomor 1/2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, undang-undang nomor 9/2015 tentang pemerintahan daerah, peraturan pemerintah nomor 5/2016 tentang ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak daerah, peraturan daerah nomor 6/2010 tentang ketentuan umum pajak daerah,
peraturan daerah nomor 16/2011 tentang PBB-P2, dan peraturan gubernur nomor 37/2019 tentang penetapan NJOP PBB-P2 Tahun 2019.
Dalam hal ketentuan sebagaimana
yang diatur dalam pasal 3 dari pergub DKI nomor 41/2019
pada pasal 4 disebutkan
dinyatakan berlaku sampai dengan tanggal
31 desember 2019. Pada ketentuan penutup dari pasal 5 dinyatakan bahwa peraturan ini berlaku
sejak tanggal diundangkan pada tanggal 12 April
2019, dan berlaku surut terhitung sejak 1 Januari 2019.
Pemberlakuan kebijakan pajak atas tanah kosong
di DKI jakarta yang telah
dirumuskan oleh tim perumus pergub DKI nomor 41/2019 terkandung adanya perilaku bermasalah pada objek tanah kosong
yang berada di sepanjang jalan protokol yang ditentukan dalam peraturan tersebut untuk diberikan pengenaan pajak atas tanah kosong
melalui pemberian insentif dan disinsentif pada pengenaan PBB-P2 Tahun 2019.
Secara hierarki peraturan perundang-undangan di dalam penyusunan kebijakan pajak atas tanah
kosong yang ditetapkan dalam pergub DKI nomor 41/2019 telah mengikuti definisi terhadap objek PBB-P2 dan dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP
PBB-P2 yang telah ditetapkan
melalui pergub nomor 37/2019. Permasalahan subtantif atas desain kebijakan
pajak atas tanah kosong yang dikenakan sebagai objek PBB-P2 dilihat dari pendefinisian tanah kosong.
Jika ditinjau dari teori
legal drafting melalui
metode Roccipi yang dikembangkan oleh (Seidman
et al., 2001), dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rule, ditinjau dari definisi
tanah kosong yang disebutkan dalam pergub DKI No
41/2019 mengandung kerancuan
atau ketidakjelasan sasaran tujuan kebijakan dalam memberikan kepastian hukum bagi perusahaan
pemilik tanah kosong di kawasan jalan protokol yang tidak mampu bekerja
secara efektif untuk kepentingan kelompok sasaran kebijakan yaitu wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
sehingga regulasi tersebut tidak optimal dalam menjalankan fungsi regullerend untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau
di kawasan bisnis ibukota.
2. Opportunity, ditinjau dari lingkungan
kebijakan pajak atas tanah kosong
di DKI tidak memberikan kesempatan bagi wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
oleh pemerintah dalam memberikan kemudahan perizinan untuk membangun tanah kosong milik perusahaan
sehingga skema pembebanan disinsentif dan keringan insentif pajak atas tanah
kosong tidak efektif dan tidak bermanfaat karena tidak sesuai dengan
perencanaan bisnis oleh perusahaan atas kepemilikan tanah kosong tersebut.
3. Capacity, ditinjau dari perilaku
pelaku kebijakan yaitu wajib pajak badan (perusahaan) tidak dapat memahami
maksud dan tujuan dari ketentuan pergub DKI No.
41/2019 sebagai akibat dari ketiadaan aspek perencanaan bisnis dan tidak digalinya permasalahan kesulitan perizinan bagi perusahaan pemilik tanah kosong
yang diformulasikan dalam regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah menyebabkan perilaku pelaku kebijakan tidak dapat mengikuti aturan kebijakan tersebut berdampak tidak optimalnya pelaksanaan fungsi regullerend.
4. Communication, ditinjau dari sosialisasi
yang diberikan oleh petugas
pajak dalam mengimplementasikan pergub DKI No.
41/2019 tidak terjalin komunikasi yang efektif antar instansi pemerintah daerah yaitu badan pajak dan retribusi daerah DKI dengan unit pelayanan pajak daerah dalam menangani pelaksanaan fungsi regullerend untuk pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau
sehingga terdapat ketidakjelasan informasi mengenai prosedur pembangunan dan jangka waktu pemanfatan tanah kosong berdampak
pada skema insentif tidak dimanfaatkan oleh wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
di jalan protokol tersebut.
5. Interest, ditinjau dari sasaran
tujuan kebijakan pajak atas tanah
kosong melalui pergub DKI No. 41/2019
sebagai kebijakan administrasi negara yang digunakan
melalui perintah langsung dari gubernur tidak efektif dalam
mencapai kepentingan pembangunan kawasan hijau di sepanjang jalan protokol disebabkan tidak mempertimbangkan kepentingan atas tanah kosong
yang dimiliki oleh wajib pajak badan (perusahaan) memunculkan ketidakpastian hukum dalam mengambil
alih hak atas tanah kosong
yang dimanfaatkan oleh pemerintah
sebagai ruang terbuka hijau untuk
kepentingan publik.
6. Process, ditinjau dari ketentuan
insentif sebesar 50% bagi pemilik tanah
kosong untuk dibangun ruang terbuka hijau tidak
terdapat kepastian hukum dari proses pembangunan dan jangka waktu pemanfaatan tanah kosong milik
perusahaan sehingga wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
di jalan protokol tidak bersedia untuk dibangun ruang terbuka hijau
karena dapat menghambat proses bisnis yang telah direncanakan oleh perusahaan atas kepemilikan tanah kosong tersebut.
7. Ideologi, ditinjau dari nilai
dan sikap yang berpengaruh kuat atas lahirnya
kebijakan pajak atas tanah kosong
di DKI tidak mencerminkan adanya inovasi kebijakan dengan melakukan teknik analisis perpajakan dengan menentukan batasan tanah kosong
yang tidak produktif dari unsur bisnis,
tidak memiliki pengetahuan yang lengkap tentang perpajakan yang hanya didasarkan pada momentum ketepatan waktu atas penetapan NJOP PBB-P2 tahun 2019 yang melahikan skema disinsentif dan insentif pajak atas tanah kosong
pada akhirnya tidak bermanfaat dan tidak efektif.
Pendefinisian tanah kosong yang memberikan beban kepada wajib pajak badan tersebut dinilai belum dapat memastikan
bahwa regulasi yang ditetapkan melalui pergub DKI nomor 41/2019 dapat bekerja secara
efektif untuk kepentingan publik sebagaimana keterangan yang telah diperoleh peneliti melalui hasil wawancara dengan informan wajib pajak badan (perusahaan) yang memiliki tanah kosong di jalan protokol dan keterangan yang diberikan oleh informan ahli/pakar perpajakan
dalam penelitian ini dapat dinilai
adanya ketidakjelasan atau kerancuan dalam penyusunan kata-kata yang merumuskan sebagai kebijakan pajak atas tanah kosong
pada pergub DKI nomor 41/2019 dilihat dari kepentingan
pemilik tanah kosong dimana kebijakan
tersebut hanya didasari pada aspek kebijakan yang bersifat teknokratis tetapi tidak mempertimbangkan pada aspek ekonomi dari
sisi perencanaan atas pemanfaatan tanah yang dibiarkan kosong oleh pemiliknya, dan aspek hukum dalam
kasus sengketa tanah yang dibiarkan kosong.
Kondisi kekhawatiran tersebut sejalan dengan pendapat yang dikatakan (Hass & Kopanyi, 2017) sebagai faktor pembeda dari tanah kosong
di perkotaan adalah tanah tersebut disimpan sebagai bentuk spekulasi karena investasi masa depan yang diantisipasi oleh pemerintah. Lebih lanjut, (Hass
& Kopanyi, 2017) mengatakan bahwa di dalam menerapkan kebijakan pajak atas tanah
kosong harus menggunakan pendekatan pada nilai tanah, yaitu
pendekatan letak dimana tanah kosong
itu berada dan berapa luasnya, serta menentukan alasan pemilik lahan membiarkan tanahnya kosong.
Apabila kebijakan pajak atas tanah kosong
yang ditetapkan oleh pemerintah DKI digunakan sebagai instrumen untuk mengejar spekulan guna mengubah perilaku
investasi atas pengembangan lahan guna mendorong pemilik tanah kosong
untuk membangun ruang terbuka hijau, dapat mencontoh praktik kebijakan pajak atas tanah
kosong di beberapa negara
lain, seperti di cili, atas lahan yang tidak digunakan (lahan kosong/vacan land) dikenakan tambahan pungutan pajak sebesar 100% dari jumlah PBB terutang. Sementara di porto, alegre, brazil, pemerintah kota mengidentifikasi 120 lahan kosong, kemudian diterbitkan peraturan daerah yang mensyaratkan pemilik tanah untuk
mengembangkan atau menggunakan lahan kosongnya agar tidak terkena tarif progresif
PBB (Tobing,
Ganda C, dan Farman, 2015).
Pemberlakuan kebijakan pajak atas tanah kosong
di DKI didalam proses perumusannnya
menekan penegakan hukum dalam menjalankan
fungsi regulerrend pada tanah yang tidak sesuai peruntukkannya,
zonasinya, perencanaan maka dikenakan pembebanan pajak PBB-P2 serta pembatasan objek PBB-P2 berupa tanah kosong yang dikenakan pajak, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh salang seorang tim perumusan
kebijakan, mengatakan bahwa:
�Pak Gubernur memiliki kuasa untuk membentuk
suatu aturan sesuai dengan kebutuhan
daerahnya dalam rangka penggalian potensi atau penegakan
hukum. Dari hal ini kita tekankan
yaitu penegakan hukum atau dalam
istilah pajak disebut regulerrend. Ini pertama kali PBB dari banyak pergub PBB yang bersifat fungsi fiskal. Pergub ini pertama kali memiliki fungsi regulerrend cukup keras yaitu
bagi tanah-tanah yang tidak memiliki atau yang tidak dilaksanakan dengan fungsi sesuai dengan
peruntukannya, zonasinya, perencanaannya, akan dikenakan beban. Dari hal itulah diusulkan
dikenakan pembebanan pak gubernur memang melihat timing yang tepat
untuk meluncurkan skema tersebut karena bersamaan dengan PBB tanah kosong untuk orang pribadi ini memang tidak
dikenakan dua kali lipat. Dari situlah pola disinsentif yang memang diinginkan pak gubernur supaya apa? Selain
masyarakat yang notabene memiliki aset tanah
yang tidak terlalu besar, tidak terlalu
banyak jangan sampai terkena (disinsentif). Kenapa tujuannya kepada perusahaan? Karena perusahaan ini adalah kumpulan
dari banyak individu yang mana diharapkan ketika izin beroperasinya
mereka diberikan, kemudian mereka memiliki modal yang kuat, itu tidak hanya
sekadar sebagai �penimbun aset�.� (hasil wawancara dengan bapak Dikka,
tim perumus pergub DKI No.
41/2019, 28 Juli 2020).
Apabila merujuk pada teori ekonomi modern yang menempatkan pajak nilai tanah
netral berinvestasi sekarang atau menunggu
untuk berinvestasi di masa depan memunculkan dua asumsi didasari
oleh akses keuangan yang cukup bagi pemilik
tanah saaat ini untuk menutupi
pajak tanah kosong dan waktu pembangunan, nilai kena pajak tanah
harus independen dengan menggunakan prinsip �highest and
best use�, yaitu penggunaan
yang menguntungkan sehubungan
dengan zonasi dan kendala pemerintah atau hukum lainnya
dalam pengembangannya (Dye
& England, 2010).
Tolok ukur keberhasilan dari kebijakan pajak atas tanah
kosong di DKI hanya didasarkan dari kesediaan pemilik tanah kosong untuk
dibangun ruang terbuka hijau, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh salah seorang tim perumus kebijakan,
mengatakan bahwa: �ukuran keberhasilannya pada dimanfaatkannya
atau adanya perubahan fungsi dari lahan kosong
tersebut. Apabila perusahaan yang memiliki lahan kosong maka
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk dijadikan RTH terlebih dulu. Dari situ maka perusahaan dapat menggugurkan definisi tanah kosong. Setelah tanah kosong dinyatakan
gugur maka ketetapan pembebanan dua kali lipat akan kembali pada ketetapan yang normal. Tetapi kalau ternyata perusahaan mampu mewujudkan RTH yang sesuai dengan standarnya,
maka diberikan lagi insentif� Jadi sebenarnya tujuannya bukan pada revenue,
tetapi lebih pada arah regullerend.�
(hasil wawancara dengan bapak Dikka,
tim perumus pergub DKI No. 41/2019,
28 Juli 2020).
Dalam implementasinya, wajib pajak PBB-P2 yang
bersedia tanah kosong miliknya untuk dibangun ruang terbuka hijau masih harus berkoordinasi dengan dinas kehutanan DKI dimana terdapat pertentangan antara badan pajak daerah dan retribusi daerah DKI jakarta dengan dinas kehutanan DKI jakarta dalam hal teknis pembanguanan dan pembiayaan RTH , berdasarkan keterangan yang diberikan oleh salah seorang tim perumus kebijakan,
mengatakan bahwa:
�di dinas kehutanan, kenapa ini tidak
dikatakan aplicated, karena dinas kehutaan waktu itu memiliki
�formulasi yang berbeda�
yang tidak sesuai dengan pergub� kemauan dari dinas kehutanan adalah untuk ketetapan
dua kali lipat berapa, katakanlah dua miliar, kalau
mereka akan membikin RTH maka ketetapannya menjadi normal, jadi satu miliar.
Dinas kehutanan menginginkan satu miliar yang dibayarkan untuk pajak untuk
tujuan membangun RTH. Dari hal itu, kita
selaku SKPD di bidang keuangan, sempat berpikir ini akan susah
dilaksanakan. Mengapa? Apa bedanya, duit
yang mereka mau bayarkan malah dimasukkan untuk membayar RTH. Hal ini yang membuat kita tidak
terima di rapat pembahasan. Akhirnya kami disini tidak memiliki
acuan, maka dari kami memformulasikan dari Bahasa kita dulu, sepanjang definisi tanah kosong ini bisa
gugur, maka kembali ke 100%.� (hasil wawancara dengan bapak Dikka,
tim perumus pergub DKI No.
41/2019, 28 Juli 2020).
Dari pernyataan tersebut dapat menunjukkan perumusan kebijakan pajak atas tanah
kosong yang dikenakan bagi wajib pajak badan (perusahaan) di jalan protokol di DKI adalah tidak mempraktikkan
legal drafting dengan
benar dan efektif bagi aparatur pelaksana
dan kelompok sasaran yang dituju sehingga kebijakan pajak atas tanah kosong
di DKI jakarta menjadi tidak bermanfaat dan tidak efektif dalam
menjalankan fungsi regullerend guna memenuhi kebutuhan
ruang terbuka hijau di kawasan bisnis ibukota. Untuk itu diperlukan
alternatif kebijakan melalui inovasi dengan menerapkan prinsip best higest and used dengan mempertimbangkan alasan perusahaan pemilik tanah yang membiarkan tanahnya menganggur, meningkatkan pengetahuan perpajakan secara lengkap agar dapat melahirkan kebijakan perpajakan secara utuh dengan meningkatkan
akurasi penilaian atas tanah kosong
berdasarkan fungsi yang terbaik atas keberadaan
tanah kosong di kawasan bisnis ibukota yang memiliki isu dinamis terhadap
kesulitan perizinan membangun bangunan atas tanah kosong
tersebut agar dapat optimal
dalam mencapai sasaran tujuan dari kebijakan pajak atas tanah
kosong di DKI.
Kesimpulan
Kebijakan pajak atas tanah
kosong melalui pergub DKI No.
41/2019 ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak daerah yang berlaku, namun di dalam memformulasikan untuk merumuskan basis pajak, definisi tanah kosong dan tingkat tarif pajak atas
tanah kosong tidak menerapkan legal drafting melalui
metode Roccipi dengan benar dan efektif bagi aparatur
pelaksana dan kelompok sasaran kebijakan. Ketidakefektifan memformulasikan pajak atas tanah
kosong berdampak tidak optimalnya melaksanakan fungsi regullerend karena tidak satupun
wajib pajak badan (perusahaan) pemilik tanah kosong
memanfaatkan insentif karena ketidakpastian hukum dari ketidakjelasan
prosedur pembangunan dan jangka waktu pemanfaatan
tanah kosong dibangun ruang terbuka hijau untuk
kepentingan publik. Untuk itu, alternatif
kebijakan pajak atas tanah kosong
yang dapat menjadi solusi dalam menjalankan
fungsi regullerend adalah inovasi dengan menerapkan prinsip best higest and
used, mempertimbangkan alasan
perusahaan pemilik tanah yang membiarkan tanahnya menganggur, meningkatkan pengetahuan perpajakan secara lengkap, dan meningkatkan keakurasian penilaian atas tanah kosong
yang memiliki isu dinamis terhadap kesulitan perizinan membangun bangunan atas tanah kosong
di DKI jakarta.
BIBLIOGRAFI
Alzamil, Najla. (2019). The Economic Impacts of the Idle Land Tax on the
City of Riyadh Land Prices Disertation. Washington DC: Howard University.
Bird, Richard Miller, & de Jantscher, Milka Casanegra. (1992). Improving
tax administration in developing countries (Vol. 19). International
Monetary Fund Washington DC.
Dye, Richard F., & England, Richard W. (2010). Assessing the theory
and practice of land value taxation. Lincoln Institute of Land Policy Cambridge,
MA.
Hass, A., & Kopanyi, Mihaly. (2017). Taxation of Vacant Urban Land:
From Theory to Practice. International Growth Center, London School of
Economic and Political Science: London, UK.
Hidayat, Nanang Al. (2017). Implementasi Legal Drafting dalam Proses
Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/kota (Studi pada Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Dprd) Kabupaten Bungo). Serambi Hukum, 11(01),
69�95.
McCluskey, W. J., & Plimmer, F. A. S. (2016). Property Taxation for
Developing Economies. FIG Report.
Mosha, Aloysius Clemence. (2015). Urban agriculture in Botswana. Commonwealth
Journal of Local Governance, 48�67.
Nasir, Muhammad, Buhaerah, Mr, & Nurhaedah, Ms. (2018). The Integrated
Critical Thinking Learning Model of Islamic Values. 2018 3rd International
Conference on Education, Sports, Arts and Management Engineering (ICESAME 2018),
124�127. Atlantis Press.
Rahayu, Siti Kurnia. (2010). Perpajakan Indonesia: konsep dan aspek
formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rosdiana, Haula, Sardjono, Lucas Filberto, & Juwono, Vishnu. (2018). Kebijakan
pajak atas idle land: peluang dan tantangan [sumber elektronis].
Seidman, Ann, Seidman, Robert B., & Abeyserkere, Nalin. (2001).
Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis. Sebuah
Panduan Untuk Membuat Rancangan Undang-Undang,(Jakarta, Elips Edisi Ke 2, 2002).
Shome, P. (1995). Tax Policy Handbook. Washington: International
Monetary Fund.
Subarudi, Subarudi, & Samsoedin, Ismayadi. (2012). Kajian Kebijakan
Hutan Kota: Studi Kasus di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI). Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan, 29199.
Suryani, Dini. (2016). Melihat Relasi Daerah Dan Negara Tahun 1950-An
Dengan Membongkar Narasi Besar Sejarah. Jurnal Penelitian Politik, 9(2),
9.
Tobing, Ganda C, dan Farman, Gallantrino. (2015). Kemanakah Arah Kebijakan
PBB di Indonesia. Majalah Inside Tax.