Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
�
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 1, Januari 2021
PENGARUH UKURAN MAKSIMUM AGREGAT TERHADAP KINERJA CAMPURAN
LAPIS ASPAL BETON (LASTON)
Miftah Farid
Universitas Mataram, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
This research is conducted to observe
the effects of using different maximum aggregate size to the mixture�s
performance. The
type of pavement used is Asphalt Concrete Base (AC-Base). The maximum aggregate sizes are 1� dan 1 1/2�. Experiments
are conducted using Marshall Method by referring to Bina Marga General
Specification 2010 rev.
3 (2013). Observation
are conducted to obtain the volumetric parameters, mechanical properties, Indirect Tensile Strength (ITS) and
stiffness. The results shows bigger aggregate size
resulting in decreasing VIM value, increase
in VMA and VFB, bigger
MQ, ITS increases, horizontal
stiffness tend to increase. Stability and Flow increase on specimen
with maximum aggregate 1 1/2� with 10% aggregate size 1� and decrease on 5% aggregate 1�. Vertical
stiffness decreases on specimen using maximum aggregate size 1 1/2� with 10% aggregate
size 1�, opposed
to that with 5% aggregate
size 1�. It
can be concluded that specimens using maximum aggregate 1 1/2� with 10%
of aggregate
size 1� shows the
best performance according to its volumetric and mechanic properties.
Keywords: maximum
aggregate size; ac-base; marshall; mechanical and volumetric properties of the
mixture; indirect tensile strength (ITS); Stiffness
Abstract
Studi ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana penggunaan ukuran agregat maksimum yang berbeda
mempengaruhi kinerja campuran akhir. Jenis paving layer yang digunakan
berdasarkan komunikasi. Ukuran koleksi maksimal yang digunakan adalah 1
"dan 1 1/2". Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Marshall
dan mengacu pada spesifikasi umum bina marga 2010 revisi 3 2013. Pengujian yang
dilakukan adalah memeriksa sifat volume, sifat mekanik, kuat tarik tidak
langsung (ITS) dan kekakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar
ukuran agregat maksimum yang digunakan, semakin rendah nilai VIM, peningkatan
VMA, peningkatan VFB, dan semakin besar MQ, semakin besar nilai ITS maka nilai
kekakuan horizontal cenderung meningkat. Dalam sampel dengan ukuran maksimum 1
1/2 "(menggunakan 10% dari total ukuran 1"), stabilitas dan fluiditas
meningkat, sedangkan
pada sampel dengan ukuran agregat 5% 1 ", stabilitas dan fluiditas menurun
Nilai kekakuan vertikal Untuk spesimen ukuran 1 1/2 "menggunakan ukuran
agregat 10%, sedangkan untuk ukuran agregat 1 1/2" menggunakan ukuran
agregat 5% 1 ", nilai kekakuan vertikal meningkat Besar. Dapat disimpulkan
bahwa dari segi volume dan sifat mekaniknya, sampel 10% dengan ukuran agregat
terbesar 1 1/2 "dan kandungan agregat 1" menunjukkan kinerja terbaik.
Kata Kunci: ukuran maksimum agregat; ac-base; marshall;
sifat mekanis; volumetrik campuran; indirect tensile strength (ITS); stiffness
Email: [email protected]
Artikel dengan
akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Indonesia
merupakan negara agraris besar dengan kekayaan alam yang kaya, terutama sumber
daya hayati tropis yang sangat beragam dan unik (Khonado et al., 2019). Indonesia
sebagai negara yang menyimpan berbagai kekayaan alam tentunya memiliki banyak potensi Indikasi
Geografis untuk selalu
dikembangkan Perlindungan bagi Indikasi Geografis merupakan hal yang harus dipandang serius karena
merupakan hasil dari
karya intelektual untuk menghindari pelanggaran atau penyalahgunaan hak-hak yang timbul dari lahirnya
karya intelektual tersebut (Dewi & Landra, 2019).
Indonesia memiliki sumber daya alam yang
melimpah, termasuk sumber daya mineral yang digunakan sebagai bahan baku
perkerasan jalan. Masih sedikit pengembangan pemanfaatan sumber daya alam
berupa bahan baku perkerasan jalan terutama dalam mengatasi masalah kerusakan
perkerasan jalan prematur. (Saleh, 2018).
Media aspal biasanya digunakan untuk
pengerasan jalan. Namun dewasa ini kita sering melihat penggunaan media lain
selain paving aspal yaitu paving bricks. Paving tile atau ubin lantai merupakan
salah satu bahan batu cetak yang terkenal di masyarakat dan banyak digunakan
sebagai bahan bangunan gedung dan jalan. Komponen dasar paving tile adalah
semen portland, air, agregat halus dan agregat kasar (Gardjito et al., 2018).
Agregat adalah hasil olahan batu
alam merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan, yaitu memberikan
sifat struktural dan memberkan kontribusi sebesar 90 -95
% terhadap berat atau 70-85
% terhadap volume dari struktur perkerasan jalan, oleh sebab itu sifat agregat
sangat mempengaruhi kinerja dari pada perkerasan (Toruan et al., 2013).
Agregat adalah bahan batuan, biasanya
didefinisikan sebagai pembentukan kerak keras seperti spons (padat) (Waani, 2013).
Bahan dan
material pembentuk lapisan perkerasan jalan adalah agregat sebagai material bahan utama dan aspal sebagai bahan
pengikatnya yang bersifat kedap air. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan
perkerasan jalan yaitu berkisar antara 90 - 95 % berdasarkan presentase beratnya dan berkisar antara 75% - 85%
berdasarkan persentase volumenya. Dengan demikian keawetan, daya
dukung dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat� (Sukirman, S., 2016). Salah satu sifat tersebut adalah
ukuran maksimum agregat yang dipakai dalam campuran.
Penggunaan
agregat besar memiliki keunggulan stabilitas yang lebih tinggi dan konsumsi
aspal yang lebih sedikit. Akan tetapi di sisi lain penggunaan
agregat dengan ukuran besar memungkinkan terjadinya kerusakan dini seperti
retak dan terbentuknya gelombang melintang (Arfan, 2018). Selain itu, diyakini bahwa
penggunaan agregat besar di lapangan sulit dilakukan, sehingga terdapat risiko
pemisahan, yang mengakibatkan distribusi yang tidak merata antara agregat kasar
dan agregat halus dalam campuran, mengakibatkan perubahan gradasi dan
kandungannya. Aspal dalam campuran oleh karenanya menurunkan kualitas campuran.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana menggunakan ukuran agregat maksimum yang berbeda mempengaruhi kinerja campuran yang dihasilkan. Jenis lapisan paving yang digunakan adalah alas beton aspal (ac-base).
Dalam
penelitian ini digunakan benda uji dengan jenis laston ac-base yang diuji untuk melihat pengaruh yang dihasilkan dari
penggunaan ukuran maksimum agregat yang berbeda terhadap parameter volumetrik
dan mekanik yang dihasilkan dengan mengacu pada peraturan bina marga 2010
revisi 3 tahun 2013 (Situmorang, 2015). Pada penelitian juga dilakukan
pengujian kuat tarik tak langsung dan uji kekakuan sebagai variabel tambahan
terhadap penggunaan ukuran maksimum agregat yang berbeda.
Metode Penelitian
Penelitian
dimulai dari persiapan bahan dan alat berupa agregat dan aspal serta alat-alat
yang diperlukan. Langkah selajutnya adalah pemeriksaan bahan material yang akan
digunakan dalam campuran dalam hal ini adalah aspal dan agregat. Pemeriksaan aspal
dan agregat mengacu pada spesifikasi bina marga 2010 revisi 3 2013 untuk menentukan
apakah bahan layak untuk digunakan dalam pembuatan campuran atau tidak.
Selanjutnya adalah menentukan gradasi tiap ukuran maksimum yang akan digunakan.
Pembuatan gradasi ukuran maksimum mengacu pada gradasi laston jenis ac-base pada spesifikasi bina marga 2010
rev 3 2013.
Dari
gradasi yang teah dibuat selanjutnya adalah menentukan kadar aspal rencana
dengan menggunakan rumus Pb untuk mendapatkan besaran kadar aspal optimum.
Setelah kadar aspal rencana ditentukan maka selanjutnya adalah membuat variasi
kadar aspal rencana dan benda uji dengan variasi kadar aspal rencana tersebut (Rahman et al., 2017). Benda uji yang telah
dibuat tadi kemudian diuji untuk mendapatkan nilai volumetrik dan mekanik untuk
melihat kadar aspal mana yang memenuhi semua persyaratan sehingga dipilih
sebagai kadar aspal optimum. Langkah selanjutnya adalah membuat benda uji
dengan kadar aspal optimum dengan variasi ukuran maksimum untuk diuji sifat
volumetrik, sifat mekanik, IDT dan
stiffnessnya kemudian dianalisa sehingga diambil kesimpulan dari penelitian
ini.
Hasil dan Pembahasan
1. Pemeriksaan Mutu Bahan
Dari serangkaian percobaan yang
telah dilakukan diketahui kualitas dari agregat dan aspal yang digunakan telah
mampu memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan bina marga 2010 revisi III
tahun 2013.
2.
Gradasi Campuran Ukuran Maksimum
Penentuan proporsi gradasi campuran
ukuran maksimum dari tiap ukuran agregat didasarkan pada gradasi yang telah
tersedia di spesifikasi bina marga 2010 revisi III tahun 2013 untuk jenis
laston ac-base. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat di Tabel 1. di bawah.
Tabel 1
Spesifikasi Gradasi Ukuran Maksimum
Agregat yang Digunakan
Saringan |
Spesifikasi
(% lolos) |
Ukuran
Maksimum A |
Ukuran
Maksimum B |
Ukuran Maksimum
C |
|
15� |
37,5 mm |
100 |
100 |
100 |
100 |
1� |
25 mm |
90-100 |
100 |
95 |
90 |
3/4� |
19 mm |
76-90 |
83 |
83 |
83 |
1/2� |
12,5 mm |
60-78 |
69 |
69 |
69 |
3/8� |
9,5 mm |
52-71 |
62 |
62 |
62 |
No. 4 |
4,75 mm |
35-54 |
45 |
45 |
45 |
No. 8 |
2,36 mm |
23-41 |
32 |
32 |
32 |
No. 16 |
1,18 mm |
13-30 |
26 |
26 |
26 |
No. 30 |
0,60 mm |
10-22 |
22 |
22 |
22 |
No. 50 |
0,30 mm |
6-15 |
11 |
11 |
11 |
No. 100 |
0,15 mm |
4-10 |
7 |
7 |
7 |
No. 200 |
0,075 mm |
3-7 |
5 |
5 |
5 |
Filler |
- |
- |
- |
- |
- |
3.
Kadar Aspal Optimum
Untuk pembuatan campuran, gradasi yang digunakan berupa gradasi ukuran maksimum B dengan kadar aspal rencana (Pb) berdasarkan besarnya proporsi agregat kasar (a) = 55%, agregat halus (b) = 40%, dan filler (c) = 5% dengan nilai konstanta
(k) untuk campuran laston = 0,5 � 1.
������ Pb = 0,035
(a) + 0,045 (b) + 0,18 (c) + (konstanta= 0,90)
������ Pb = (0,035
* 55) + (0,045
*40) + (0,18 *5) + 0,90
������ Pb = 5,525%
������ Pb ≈
5,5 % (digunakan)
Kemudian
dibuat variasi kadar aspal dengan interval Pb-1%, Pb-0,5%,Pb, Pb+0,5%,Pb+1%
sehingga variasi kadar aspal yang dipakai adalah 4,5%; 5,0%; 5,5%; 6,0%; dan
6,5%. Untuk melihat kadar aspal optimum dapat dilihat dari tabel penentuan KAO
di bawah ini.
Tabel 2
Penentuan Kadar Aspal Optimum
Parameter |
Syarat |
Kadar Aspal (%) |
||||
4,5 |
5,0 |
5,5 |
6,0 |
6,5 |
||
VMA |
Min. 13% |
12,187 |
12,853 |
13,856 |
13,773 |
13,577 |
VIM |
3 � 5 % |
3,944 |
3,465 |
3,371 |
2,058 |
0,600 |
VFB |
Min. 65% |
67,761 |
73,133 |
75,836 |
865,271 |
95,587 |
Stabilitas |
Min. 1800 Kg |
2113,81 |
2219,05 |
2039,24 |
1995,43 |
1693,06 |
Flow |
3 � 6 mm |
3,93 |
4,13 |
4,53 |
5,97 |
6,38 |
MQ |
Min. 300 |
544,24 |
537,77 |
456,89 |
351,11 |
266,85 |
Sumber:
Hasil Perhitungan
Keterangan:��
���������������������������������������� =
Tidak Memenuhi���������������� = Memenuhi
� Dari tabel 2 didapatkan bahwa nilai KAO adalah
sebesar 5,5%.
4.
Pengaruh Ukuran Maksimum Terhadap
Sifat Volumetrik dan Mekanik
1) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap
VIM
Gambar 1
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan VIM
Semakin
besar ukuran maksimum agregat yang digunakan maka semakin kecil nilai VIM yang
didapatkan. Benda uji A (1�) menghasilkan nilai VIM yang lebih besar daripada
benda uji B (1 1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 5%. Sama halnya
dengan benda uji A menghasilkan nilai VIM yang lebih tinggi dibanding benda uji
C (1 1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 10%. Hal ini terjadi
dikarenakan aspal yang dibutuhkan untuk menyelimuti agregat pada benda uji
ukuran maksimum 1 1/2� lebih sedikit daripada benda uji ukuran maksimum 1�. Sehingga
lebih banyak aspal yang dapat mengisi rongga-rongga pada campuran benda uji B
dan C.
2) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap
VMA
Gambar 2
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan VMA
Benda
uji A (1�) menghasilkan nilai VMA yang lebih kecil daripada benda uji B (1
1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 5%. Begitu juga benda uji A
menghasilkan nilai VMA yang lebih rendah dibanding benda uji C (1 1/2�) dengan
persentase agregat 1� sebesar 10%. Hal ini terjadi dikarenakan benda uji A (1�)
memiliki distribusi butiran yang lebih kecil sehingga menghasilkan ruang antar
agregat yang lebih kecil dibanding benda uji B dan C (1 1/2�).
3) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap
VFB
�Gambar 3
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan VFB
Benda
uji A (1�) menghasilkan VFB yang lebih kecil daripada benda uji B (1 1/2�)
dengan persentase agregat 1� sebesar 5%. Selain itu benda uji A juga
menghasilkan VFB yang lebih rendah dibanding benda uji C (1 1/2�) dengan
persentase agregat 1� sebesar 10%. Pada benda uji ukuran B dan C (1 1/2�)
membutuhkan aspal yang lebih sedikit untuk menyelimuti permukaan agregatnya
jika dibandingkan dengan benda uji A (1�). Penggunaan agregat dengan ukuran
lebih besar mengakibatkan terciptanya rongga antar agregat yang lebih besar daripada
agregat yang menggunakan ukuran yang lebih kecil sehingga memudahkan aspal
untuk masuk mengisi rongga-rongga yang ada.
4) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap Density
������� Gambar 4
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan density
Pada
Gambar 4. terlihat bahwa nilai Density yang
dihasilkan tidak jauh berbeda antara benda uji A (1�) dengan benda uji B dan C
(1 1/2�). Sehingga tidak terlihat adanya pengaruh yang berarti terhadap nilai Density dari campuran tersebut.
5) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap
Stabilitas
������� Gambar 5
�����������������
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan stabilitas
Benda
uji C (1 1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 10% menghasilkan stabilitas
yang lebih tinggi dibandingkan benda uji A (1�). Hal ini dikarenakan penggunaan
ukuran agregat yang lebih besar memberikan ketahanan yang lebih baik pada benda
uji saat diberikan beban dari luar. Namun benda uji B (1 1/2�) dengan
persentase agregat 1� sebesar 5% menghasilkan nilai stabilitas yang lebih
rendah dari benda uji A. Hal ini terjadi karena penggunaan agregat ukuran 3/4�
yang lebih banyak pada benda uji A menghasilkan interlocking antar agregat yang lebih baik dikarenakan agregat yang
lebih seragam.
6) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap Flow
Gambar 6
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan flow
Pada
Gambar 6. terlihat bahwa benda uji C (1 1/2�) dengan persentase agregat 1�
sebesar 10% menghasilkan flow yang
lebih tinggi dibandingkan benda uji A (1�). Hal ini terjadi dikarenakan benda
uji C memiliki nilai VIM paling kecil dan VMA yang paling besar sehingga
menyebabkan campuran menjadi lebih fleksibel dibanding benda uji A. Namun benda
uji B (1 1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 5% menghasilkan nilai flow yang lebih rendah dari benda uji A
dikarenakan penggunaan agregat ukuran 3/4� yang lebih banyak pada benda uji A
menghasilkan campuran yang lebih baik dalam daya ikat antar agregat dikarenakan
penggunaan agregat yang lebih seragam.
7) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap MQ
Gambar 7
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan MQ
Pada
Gambar 7. terlihat bahwa benda uji B (1 1/2�) dengan persentase agregat 1�
sebesar 5% menghasilkan nilai MQ yang
lebih besar dibandingkan benda uji A (1�). Sama halnya dengan benda uji C (1
1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 10% menghasilkan MQ yang lebih tinggi dibandingkan benda
uji A.
Dari
kedua parameter sifat di atas dapat disimpulkan bahwa benda uji C laston jenis ac-base yang menggunakan ukuran maksimum
1 1/2� dengan persentase agregat 1� sebesar 10% menunjukkan kinerja yang paling
baik dibanding benda uji B dengan perbedaan nilai stabilitas yang sangat
mencolok. Hasil campuran yang memiliki stabilitas yang tinggi didapat jika
digunakan ukuran maksimum agregat yang lebih besar namun dengan hasil permukaan
yang kasar. Sebaliknya hasil campuran yang memiliki struktur permukaan yang
lebih halus agar mengurangi efek keausan pada ban kendaraan didapat jika
digunakan ukuran maksimum agregat yang lebih kecil.
8) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap
IDT
Gambar
8
Grafik
hubungan antara ukuran maksimum dan IDT
Pada
Gambar 8. terlihat terlihat benda uji A (1�) menghasilkan nilai ITS yang lebih
kecil daripada benda uji B (1 1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 5%.
Selain itu benda uji A juga menghasilkan nilai ITS yang lebih rendah dibanding
benda uji C (1 1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 10%. Hal ini
dikarenakan penggunaan ukuran agregat yang lebih besar mampu memberikan
ketahanan yang lebih baik saat mempertahankan ikatan antar agregat dengan aspal
terhadap beban yang diterimanya.
9) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap Stiffness Vertikal
Gambar 9
Grafik hubungan antara ukuran maksimum dan kekakuan vertikal
Pada
Gambar 9. terlihat bahwa benda uji C (1 1/2�) dengan persentase agregat 1�
sebesar 10% menghasilkan nilai kekakuan vertikal yang lebih kecil dibanding
benda uji A (1�). Namun benda uji B (1 1/2�) dengan persentase agregat 1�
sebesar 5% menghasilkan nilai kekakuan vertikal yang lebih tinggi dibanding
benda uji A.
10) Pengaruh Ukuran Maksimum terhadap Stiffness Horizontal
Gambar
10
Grafik
hubungan antara ukuran maksimum dan kekakuan horizontal
Dari
Gambar 10. terlihat benda uji A dengan (1�) menghasilkan nilai kekakuan
horizontal yang lebih kecil dibandingkan benda uji B (1 1/2�) dengan persentase
agregat 1� sebesar 5%. Sama halnya benda uji A�
juga menghasilkan nilai kekakuan horizontal yang lebih rendah dibanding
benda uji C (1 1/2�) dengan persentase agregat 1� sebesar 10%.
Kesimpulan
Pertama, Benda uji laston jenis AC-Base yang menggunakan ukuran maksimum 1
1/2� dengan persentase agregat 1� sebesar 10% menunjukkan kinerja yang paling
baik jika dilihat dari karakteristik volumetrik, mekanisnya, ITS, dan uji stiffness. Kedua, Jika menginginkan hasil campuran
yang memiliki stabilitas yang tinggi maka digunakan ukuran maksimum agregat
yang lebih besar namun dengan hasil permukaan yang kasar. Sebaliknya jika
menginginkan campuran dengan hasil yang memiliki struktur permukaan yang lebih
halus agar mengurangi efek keausan pada ban kendaraan maka digunakan ukuran
maksimum agregat yang lebih kecil.
BIBLIOGRAFI
Arfan, I. A. (2018). Studi Eksperimental Penentuan
Kadar Aspal Buton Optimum Tipe Lga 50/30 Menggunakan Agregat Batu Gamping.
Makassar.
Dewi, L. K., & Landra, P. T. C. (2019). Perlindungan Produk-Produk
Berpotensi Hak Kekayaan Intelektual Melalui Indikasi Geografis. Kertha
Semaya: Journal Ilmu Hukum, 7(3), 1�17.
Gardjito, E., Candra, A. I., & Cahyo, Y. (2018). Pengaruh Penambahan
Batu Karang Sebagai Substitusi Agregat Halus Dalampembuatan Paving Block. UKaRsT,
2(1), 36.
Khonado, M. F., Manalip, H., & Wallah, S. E. (2019). Kuat Tekan Dan
Permeabilitas Beton Porous Dengan Variasi Ukuran Agregat. Jurnal Sipil
Statik, 7(3).
Rahman, A., Djuniati, S., & Wibisono, G. (2017). Pengaruh Pasir
Pulau Bungin Kabupaten Kuantan Singingi pada Campuran Laston Lapis
Fondasi/Asphalt Concrete Base (AC-BASE). Riau University.
Saleh, A. (2018). Pengaruh Penggunaan Zeolit Alam Sebagai Filler Pada
Campuran Ac-Bc Ditinjau Dari Nilai Vitm. Program Studi Teknik Sipil, 4(1),
36�42.
Situmorang, A. (2015). Variasi Jumlah Tumbukan Terhadap Uji
Karakteristik Marsahall Untuk Campuran Laston (AC-BC).
Sukirman, S. (2016). Beton Aspal Campuran Panas. Institut Teknologi
Nasional.
Toruan, A. L., Kaseke, O. H., Kereh, L. F., & Sendow, T. K. (2013).
Pengaruh porositas agregat terhadap berat jenis maksimum campuran. Jurnal
Sipil Statik, 1(3).
Waani, J. E. (2013). Evaluasi Volumetrik Marshall Campuran AC-BC (Studi
Kasus Material Agregat di Manado dan Minahasa). Jurnal Teknik Sipil ITB,
20(1), 67�78.