Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol. 6,
No. 1, Januari 2021
�
KONSISTENSI DAN EFEKTIFITAS PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN HALMAHERA
UTARA TERHADAP APBD TAHUN 2019
Tri Arso
dan Gunawan Hi Abas
Prodi Hukum Universitas Hein
Namotemo
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
The consistency
of DPRD in carrying out its supervisory function will determine the
effectiveness of regional government administration in achieving good and clean
governance (good governance and clean government). APBD is an annual budget
that summarizes all regional government programs and policies as well as a
measurable variable to determine the performance achievements of the Regional
Government in organizing its government each year. The consistency and
effectiveness of the DPRD's oversight function are needed in determining the
control process for the implementation and achievement of APBD absorption. This
study aims to: (1) identify and describe the consistency of the implementation
of supervision according to the procedures and stages in the APBD preparation,
implementation and reporting phases in the current budget year, (2) analyze the
effectiveness of the qualitative performance of the DPRD's oversight function
and a description of the factors that influence it. Qualitatively, this
research uses the legal analysis method with the socio-legal research approach,
which is an approach to present the relationship between the contexts in which
the law is located and the extent to which the law is consistently implemented
which affects the dynamics and effectiveness of the performance of the
community. The results of the legal review on the implementation of the
supervisory function The DPRD against the APBD in North Halmahera Regency in
2019 has been legally applied following the underlying laws and regulations.
However, in practice (de facto), there are still many gaps that cause the
ineffective implementation of the supervisory function. Several issues that
affect the effectiveness of the implementation of the oversight function of the
DPRD in North Halmahera Regency are related to the competence of DPRD members,
the unclear supervision system, differences in preferences and recommendations
as outputs of supervision that are not accompanied by enforcement and
sanctions. It is suggested that there should be a standard guideline and
supervision system as a reference for the implementation of the DPRD's supervisory
function.
Keywords : Supervision,
DPRD, APBD, North Halmahera
Abstrak
Konsistensi DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan akan menentukan
efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah mencapai tata kelola pemerintah
yang baik dan bersih (good governance dan clean government). APBD
adalah anggaran tahunan yang merangkum seluruh program dan kebijakan pemerintah
daerah sekaligus merupakan variabel yang terukur untuk mengetahui capaian
kinerja Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya pada tiap
tahun. Konsistensi dan efektivitas fungsi pengawasan DPRD sangat dibutuhkan
dalam menentukan proses pengendalian terhadap pelaksanaan dan capaian serapan
APBD. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)�
mengidentifikasi dan mendeskripsikan konsistensi pelaksanaan pengawasan
sesuai prosedur dan tahapan pada fase penyusunan, implementasi dan pelaporan
APBD pada satu tahun anggaran berjalan, (2) menganalisis efektivitas capaian
pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD secara
kualitatif beserta deskripsi faktor yang mempengaruhinya. Secara kualitatif
penelitian ini menggunakan metode telaah hukum dengan pendekatan socio legal
research,� yaitu� pendekatan�
untuk� mempresentasikan� keterkaitan�
antar� konteks di mana hukum itu
berada dan sejauh mana hukum itu secara konsisten dijalankan yang berpengaruh
terhadap dinamika dan capaian efektivitas kinerja komunitasnya. Hasil telaah
hukum terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap APBD di Kabupaten
Halmahera Utara tahun 2019 secara yuridis sudah
diterapkan� sesuai dengan� peraturan perundang-undangan yang
mendasarinya. Namun dalam praktiknya (de
facto) masih banyak ketimpangan yang menyebabkan tidak efektifnya
pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut. Beberapa persoalan yang�
mempengaruhi efektivitas pelaksanaan fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Halmahera Utara adalah �terkait dengan kompetensi anggota DPRD, ketidakjelasan sistem pengawasan, perbedaan preferensi
dan rekomendasi sebagai output pengawasan yang tidak disertai penegakan dan
sanksi. Disarankan perlu adanya� pedoman
dan sistem pengawasan yang baku sebagai acuan pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD.
Kata kunci: Pengawasan,
DPRD, APBD, Halmahera Utara
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka
dibawah lisensi
Sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah (Pasal 1
angka 4 UU No. 23 tahun� 2014), Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)� bersama
Pemerintah Kabupaten berkewajiban terhadap pencapaian pemerintahan yang baik
dan bersih (good governance dan clean government). Peran aktif
DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan secara intensif pada setiap tahapan fase
APBD sangat berpengaruh pada capaian kinerja Pemerintah Daerah.
(Tri Arso, 2017)
Pengawasan (controlling)
adalah salah satu unsur fungsi manajemen yang dalam skopa Hukum Administrasi
Negara diartikan sebagai suatu proses yang membandingkan�� apa yang dijalankan atau diselenggarakan
sesuai dengan apa yang sudah direncanakan, dikehendaki, diperintahkan dan
ditetapkan. Pengawasan juga merupakan tindakan evaluatif yang mencegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan menjamin program� yang dilakukan sesuai dengan rencana yang
sudah ditetapkan sebelumnya. (Siagian, 1978) Konsep pemahaman ini terimplementasi pada� Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1
tahun 2010 Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa �Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar
Pemerintah Daerah berjalan secara efisien dan�
efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengawasan DPRD tidak sama dengan pengawasan seperti
umumnya pada sebuah organisasi, oleh karena pengawasan DPRD tidak hanya sebatas
pada aspek manajemen saja melainkan juga aspek politik yang secara normatif
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mendasarinya (UU No.17 tahun
2014). Sedangkan dalam UU No. 23 tahun 2014, DPRD mempunyai posisi yang sangat
strategis dan menentukan keberhasilan dan kegagalan pembangunan daerah.
(Abidin, 2018) �Fungsi
pengawasan DPRD memiliki arti penting bagi penyelenggaraan pemerintahan� daerah sebagai tindakan pengendalian,
evaluasi dan umpan balik yang menjadi suatu mekanisme� peringatan dini (early warning system)
sehingga suatu kebijakan atau program pemerintahan dapat berjalan sesuai pada
jalur dan tujuan yang telah ditetapkan. (Kartiwa, 2006) �Di sisi lain,
fungsi pengawasan DPRD adalah bentuk pengawasan politik yang bersifat strategis
dan bukan�� administratif,�� yang��
dilakukan�� secara�� sistematis��
dan�� berkelanjutan�� terkait��
dengan pencapaian tujuan pembangunan dan program pemerintahan daerah
sebagai capaian kinerja Pemerintah Daerah. (Erawan, Putra Ketut I, 2004) Melalui Pengawasan DPRD diharapkan terbangun format dan
sistem pertanggungjawaban kepada rakyat daerah. Dengan demikian fungsi DPRD
tidak hanya terkait dengan capaian kinerja Pemerintah Daerah saja tetapi juga
terkait dengan pertanggungjawaban DPRD dalam menjalankan mandat yang diberikan
oleh konstituennya.
Pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) bukanlah pemeriksaan yang bertujuan menghukum Pemerintah
Daerah tetapi lebih mengarah pada pengawasan untuk menjamin pencapaian sasaran
yang telah ditetapkan oleh APBD. (Nurcholis, 2007) Pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD dimaksudkan
untuk mengawasi pengalokasian APBD, pelaksanaan APBD� dan�
Laporan� Keterangan Pertanggung
Jawaban (LKPJ) Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Menurut
Pasal 309 UU No.23 tahun 2014 APBD adalah dasar pengelolaan keuangan daerah
dalam masa 1 (satu) tahun anggaran berjalan sesuai dengan undang-undang
mengenai keuangan negara. APBD dalam suatu daerah merupakan suatu dasar untuk
melakukan pembangunan daerah, baik secara fisik maupun peningkatan kapasitas
non fisik.
Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Daerah dan mewakili Pemerintah Daerah (Pasal 4 ayat (1) PP No. 12
tahun 2019) wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan
dan dokumen- dokumen pendukungnya kepada DPRD. Rancangan Perda tersebut dibahas
oleh Kepala Daerah bersama DPRD dengan berpedoman pada Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), dan Prioritas Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) untuk mendapat�
persetujuan� bersama.� Setelah�
terjadi� Nota� Kesepakatan�
Bersama� antara Kepala Daerah dan
pimpinan DPRD alur prosedur berikutnya adalah penyusunan Pedoman Rencana
Kerja� dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (RKA-SKPD) yang kemudian akan dibahas dan diverifikasi oleh
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang
menghasilkan RAPBD yang kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang
APBD setelah dievaluasi oleh Gubernur.�
Gambar
1
Alur Penyusunan dan Penetapan APBD
Sumber : PP
No. 58 Tahun 2005 dan PP No. 12 Tahun 2019
Pentingnya pengawasan DPRD terhadap APBD adalah guna
memastikan : 1) alokasi anggaran sesuai prioritas daerah dan diajukan untuk
kesejahteraan masyarakat; 2) menjaga agar penganggaran APBD ekonomis, efisien
dan efektif; 3) agar pelaksanaan APBD terkelola secara transparan dan akuntabel
terhindar dari penyimpangan dan kebocoran.
Konsistensi dan efektivitas pelaksanaan fungsi DPRD pada
setiap fase tersebut menjadi tolok ukur sejauh mana peran DPRD berkontribusi
dalam keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Halmahera utara.
Gambar 2
Alur Pelaksanaan Pengawasan DPRD
Sumber : UU No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 17 Tahun 2014
Kewenangan DPRD melalui fungsi pengawasannya mempunyai
kewenangan yang kuat dalam melakukan pengendalian terhadap APBD dalam setiap
fasenya. Oleh karena dalam menjalankan fungsi pengawasannya, DPRD bisa
menggunakan ketiga haknya (interpelasi, angket dan menyatakan pendapat) bila
dibutuhkan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian yang lebih mendalam.
(Abari, 2011) Namun demikian
dalam praktiknya tidak jarang para anggota DPRD memanfaatkan hak interpelasi
dan hak angket bukan hanya digunakan untuk mempertanyakan penyimpangan tetapi
juga untuk menekan pihak eksekutif dan melakukan komitmen-komitmen politik yang
mengarah pada kepentingan pribadi atau kelompok. (Ichwanuddin & Haris, 2014).
Fungsi pengawasan DPRD semestinya diarahkan untuk
mengendalikan dan mengkontrol tindakan pemerintah agar tetap berjalan dengan semestinya
dan berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Kontestasi
kepentingan dan konstelasi politik anggaran dalam penentuan prioritas program
dan penentuan alokasi angggaran sangat rentan terjadi inkonsistensi prosedur.
Efektifitas fungsi pengawasan DPRD terhadap APBD harusnya dijalankan dengan
berorientasi pada kepentinn dan kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan fenomena pergesesran peran dan fungsi DPRD,
maka fokus dan rumusan masalah dalam peneliian ini adalah melakukan kajian
tentang : 1) sejauh manakah konsistensi dan kepatuhan prosedural DPRD Kabupaten
Halmahera Utara dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadapp APBD pada setiap
fase tahapannya?; 2) sejauh manakah efektifitas dan korelasi fungsi pengawasan DPRD
Kabupaten Halmahera Utara dengan kesesuaian dan capaian serapan APBD tahun
2019?
Sehubungan dengan tie penelitian yang digunakan adalah �socio
legal research (Soetandyo Wignjosoebroto, 2002) , maka pendekatan yang dilakukan adalah : pertama, melakukan studi dan analisis
implementasi perundang-undangan dan kebijakan secara kritikal dan dijelaskan
makna serta implikasinya terhadap subyek hukum. Kedua, penelitian berupa studi-sudi empiris untuk menemukan teori
mengenai proses terjadinya dan bekerjanya hukum dalam tata kelola pemerintahan
yang terkait dengan fokus persoalan tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD
Kabupaten Halmahera Utara terhadap APBD tahun 2019.
1.
Konsistensi
Prosedural Pengawasan DPRD Kabupaten Halmahera Utara terhadap APBD 2019
Dalam konteks Pemerintahan Daerah , DPRD bersama Kepala
Daerah berkewajiban menjalankan untuk menentukan arah pemerintahan dan
pengembangan daerah sesuai fungsinya masing-masing. Mekanisme dan
penetapan jumlah anggota DPRD di masing-masing aras pemerintahan ditetapkan dalam
undang-undang Pemilu (DPRD Nomor, 8 AD). Sebagai daerah otonom, pada periode tahun 2014-2019 di Kabupaten Halmahera
Utara terdapat 25 anggota DPRD yang berasal dari 12 Partai Politik peroleh
kursi dalam Pemilu Legislatif tahun 2014. Komposisi ini berpengaruh terhadap
konfigurasi politik dalam pembagian kekuasaan, dinamika pengambilan keputusan
dan daya tawar (bargaining position)
karena tidak adanya Partai Politik yang dominan.
Tabel 1
Struktur dan Komposisi Anggota DPRD Halut
2014-2019
No. |
Partai Politik |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
|
Laki-Laki |
Perempuan |
|||
1 |
Partai Demokrat |
3 |
1 |
4 |
2 |
Gerindra |
2 |
1 |
3 |
3 |
Hanura |
2 |
1 |
3 |
4 |
PKPI |
2 |
1 |
3 |
5 |
Golkar |
3 |
- |
3 |
6 |
PDIP |
1 |
1 |
2 |
7 |
Nasdem |
2 |
- |
2 |
8 |
PKS |
1 |
- |
1 |
9 |
PAN |
1 |
- |
1 |
10 |
PKB |
1 |
- |
1 |
11 |
PPP |
1 |
- |
1 |
12 |
PBB |
1 |
- |
1 |
JUMLAH |
20 |
5 |
25 |
Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten
Halmahera Utara pada fase penyusunan APBD dilakukan secara intensif sejak forum
Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kecamatan terutama di
daerah pilihan masing-masing. Pengawasan tersebut selain sebagai upaya
sinkronasi juga merupakan upaya menampung�
aspirasi konstituennya untuk dapat terprogramkam dan teralokasikan di
APBD.
Intensifikasi pengawasan berlanjut pada saat
Musrenbang tingkat Daerah (Murenbangda) untuk penyusunan Rencana Kerja� Perangkat Daerah (RKPD) sebagai perpaduan
kepentingan dan kebutuhan serta arah pengembangan daerah� yang menjadi dasar penyusunan APBD dalam
tahun berjalan. RKPD bertujuan untuk mencapai�
kesepakatan dan komitmen dalam menentukan arah dan strategi pembangunan
yang berpijak pada perpaduan� aspirasi
dan kebutuhan masyarakat dengan rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD
yang kemudian berubah nama menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
berdasarkan PP No. 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah). Dalam tahapan RKPD
ini pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD lebih terarah pada sinergitas dan
konsistensi program yang teralokasikan dalam proses penyusunan APBD yang
selanjutnya menjadi dasar penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan� Prioritas Plafon Anggaran� Sementara (PPAS). Secara formal prosedural
rancangan KUA-PPAS dibahas DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Utara dan selanjutnya
hasil pembahasan tertuang dalam nota kesepakatan yang ditandatangani oleh
Bupati dan Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna. KUA dan PPAS yang sudah
disepakati menjadi dasar penyusunan dokumen Rencana Kerja Anggaran (RKA)
tentang program dan plafon anggaran yang akan dilaksanakan oleh SKPD sebagai
unit kerja pelaksana pemerintahan (Republik Indonesia, 2005). Dokumen RKA menjadi dasar RAPBD� dan ditetapkan menjadi APBD setelah melalui
pembahasan Rapat Paripurna DPRD dengan pihak eksekutif.
Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Halmahera
Utara pada fase penyusunan mencakup proses pembahasan sampai penetapan bersifat
preventif yang bertujuan mencegah agar Pemerintah Kabupaten :
(1) Tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(2) Tidak melakukan penyimpangan dan inefisiensi
anggaran dalam penetapan program pemerintahan.
(3) Tidak melakukan miss orientation kepentingan dan tetap �melakukan sinkronasi
program pemerintahan dengan memperhatikan dan beorientasi pada �aspirasi dan kepentingan masayarakat
(preferensi publik).
Sedangkan pada fase implementasi, pengawasan
DPRD bersifat represif (detektif), yaitu melihat dan membandingkan pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan hal�
seharusnya terjadi. Fase implementasi APBD meliputi pasca penetapan
sampai pertanggungjawaban Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala
Daerah. Pengawasan represif berupa penangguhan atau pembatalan terhadap
kebijakan (pelaksanaan program) daerah yang dinilai bertentangan dengan norma
ideal masyarakat, kepentingan publik dan peraturan perundang-undangan yang
melandasinya. Pengawasan dilakukan melalui post
audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat (kunjungan
lapangan), rapat dengar pendapat, meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.
(Hadjon & Djatmayati, 2002)
Ruang lingkup
pengawasan yang dilakukan oleh DPRD mencakup seluruh SKPD dan program-program
atau kebijakan yang dibiayai oleh APBD. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar
pengumpulan pendapatan dan pembelanjaan pengeluaran daerah sesuai dengan
rencana, aturan-aturan dan tujuan yang ditetapkan. (Estiningsih,
2005) Pelaksanaan
fungsi pengawasan DPRD terkait LKPJ Kepala Daerah tidak lagi dalam konteks
menerima atau menolak serta berimplikasi pada sanksi pemberhentian Kepala
Daerah sesuai kaidah hukum dalam UU No. 22 tahun 1999 yang digantikan oleh UU
No. 32 tahun 2004 dan diperbaharui oleh UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah. Berdasarkan PP No 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah terkait LKPJ kewenanagan DPRD hanya sebatas
penyampaian �rekomendasi dari hasil
pembahasan.
2.
Efektifitas
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Halmahera Utara terhadap APBD 2019
Intensitas pelaksanaan fungsi
pengawasan melalui Badan Anggaran sebagai Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten
Halmahera utara lebih� berfokus pada:
(1)
Kesesuaian perubahan RAPBD dengan evaluasi Gubernur;
(2)
Konsistensi pelaksanaan tindak lanjut evaluasi RAPBD
dan penetapan menjadi Perda APBD;
(3)
Rasionalisasi perubahan atas penambahan dan
pengurangan plafon anggaran;
(4)
Reposisi pengalihan dan/atau pengurangan atau
penambahan plafon anggaran yang bersumber dari Dana Bagi Hasil, DAK dan DAU.
Persoalan kompleksitas dan luasnya cakupan bidang
yang menjadi obyek pengawasan tidak sebanding dengan background keilmuan
dari para anggota DPRD. Hal ini sering menyebabkan kesulitan dalam memahami dan
mengendalikan kebijakan dan penetapan program serta dinamika perubahan anggaran
yang terjadi. Hal ini berdampak pelaksanaan fungsi pengawasan cenderung
tertumpu pada hal yang diminati dan tidak bisa menggali persoalan yang lebih
mendalam karena kurangnya kemampuan berargumentasi dan merasionalkan program
dan plafon anggaran yang diajukan oleh Kepala Daerah dan OPD. Di sisi lain,
sebagai pejabat struktural yang lebih lama berkecimpung dan mempunyai banyak
pengalaman dalam urusan pemerintahan daerah pimpinan OPD lebih memiliki managerial
skill. Kapabilitas anggota DPRD sangat berpengaruh pada pelaksanaan fungsi
pengawasan dan negosiasi penetapan program.
Dari penelusuran beberapa dokumen di Sekretariat
DPRD Kabupaten Halmahera Utara teridentifikasi proporsi bangunan APBD Kabupaten
Halmahera Utara secara garis besar berasal dari beberapa komponen di antaranya
: 1) Hasil Musrenbang (yang terakumulasi dalam Renja OPD); 2) Diskresi Bupati
terkait dengan penjabaran visi dan misinya; 3) Hasil Reses Anggota DPRD. Dalam
penyusunan APBD, eksekutif lebih dominan perannya dan reposisi kelembagaan DPRD
sejak diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 berkonsekuensi pada melemahnya daya
tawar (bargaining position) DPRD. Hal ini juga menyebabkan fungsi
pengawasan dalam hal pengendalian kesenjangan anggaran (budgetary slack)
melemah. Kesenjangan anggaran berhubungan dengan kecenderungan perilaku untuk
tidak mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan kecenderungan untuk tidak
melakukan efisiensi, karena dalam beberapa komponen APBD masih terjadi
kecenderungan meninggikan biaya atau menurunkan pendapatan dari yang
seharusnya. Kesenjangan anggaran merupakan perbedaan antara jumlah anggaran
dengan estimasi terbaik yang secara jujur dapat diprediksinya. (Sijabat, 2004) Melemahnya posisi tawar DPRD
dan dominasi eksekutif mempersempit ruang dan intensitas fungsi pengawasan DPRD,
sehingga dimungkinkan kondusifnya tindakan mark
up plafon anggaran. Hasil penelitian Sujana menunjukkan bahwa peran atau
partisipasi yang tinggi dalam proses anggaran dapat mengurangi terjadinya
senjangan anggaran. (Sujana, 2010).
APBD disusun dengan skala prioritas karana tidak
berimbangnya kebutuhan dengan ketersediaan alokasi anggaran yang ada. Hal ini
memunculkan kontestasi kepentingan yang berlanjut pada negosiasi yang
melahirkan kompromi dan kesepakatan agar dapat teralokasikan di APBD. Prilaku
oportunistik anggota DPRD (yang penting bisa memperjuangkan dan mempertahankan
keberadaan program dapilnya untuk bisa teralokasiakan di APBD) menjadikan
fungsi pengawasan DPRD menjadi bias dan lemah, karena tidak lagi merasionalisasikan
program secara komprehensif dan lebih mengutamakan program-program populis yang
belum tentu berorientasi pada isu strategis dan signifikan dalam kerangka
prioritas pengembangan daerah.
Ketidakdisplinan presensi anggota DPRD terhadap
kepatuhan jam kerja, intensitas kehadiran dalam persidangan dan� rapat kerja, hearing dengan OPD bidang terkait serta minimnya aktifitas
supervisi program memperlemah kapasitas pengawasan karena banyaknya momentum
penting yang terkewati dan tidak terpantau. Secara umum, kegiatan pengawasan
DPRD Kabupaten� Halmahera Utara belum
terstruktur dan disusun dengan sistematis dengan agenda dan mekanisme yang
terencana. Pola kerja seperti ini membuat sasaran dan obyek pengawasan
cenderung lebih banyak tertuju hanya pada program atau proyek bermasalah saja,
mempersempit lingkup pengawasan dan tidak komprehensif.
Selama melaksanakan pengawasan terhadap APBD tahun
2019, DPRD Kabupaten Halmahera Utara tidak pernah menggunakan ketiga haknya.
Hasil pengawasan yang dilaksanakan hanya ditindaklanjuti dengan penyampaian
catatan atau rekomendasi kepada Kepala Daerah dan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perbaikan kinerja Pemerintah Daerah karena tidak disertai
sanksi.
Kesimpulan
Secara konsisten pengawasan dilakukan
pada setiap proses dan tahapan yang ada dalam siklus penyusunan APBD maupun
pada tahap implementasinya (pasca penetapan sampai laporan pertanggungjawaban
APBD). Pelaksanaan fungsi pengawasan pada fase penyusunan APBD merupakan langkah
preventif, namun pada praktiknya masih kesulitan dalam mencegah inefisiensi dan
disorientasi kepentingan. Political
interest individu atau kelompok berpengaruh dalam pelaksanaan fungsi
pengawasan DPRD Kabupaten Halmahera Utara, sehingga isu strategis pengembangan
daerah belum� secara optimal dapat
diwujudkan.
Beberapa persoalan yang mempengaruhi
efektivitas pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Halmahera Utara
diantaranya adalah : 1) kompetensi anggota DPRD yang tidak berimbang dengan
cakupan bidang persoalan yang ada; 2) kedisiplinan dalam aktifitas kerja dan
setiap momentum pengawasan; 3) reposisi kelembagaan DPRD dari legislative heavy bergeser pada executive heavy; 4) output pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD hanya sebatas rekomendasi
yang tidak disertai koridor penegakan hukum (law enforcement) adanya sanksi agar rekomendasi dipakai sebagai
perangkat kaidah normatif yang harus ditindaklanjuti dan dijalankan sebagaimana
mestinya
BIBLIOGRAFI
Abari, M. (2011). Lembaga Tinggi Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD19455, Jakarta : Penerbit Limas, hal. 77-78.
Abidin, Benny dan Herawati Ratna. (2018). Fungsi DPRD
Terhadap Pelaksanaan APBD di Kabupaten Batang,, Jurnal Law Reform, UNDIP,
Volume 14, Nomor 2 Tahun 2018, hal.250.
Erawan, Putra Ketut I, dan Yasadhana Victor. (2004). Menemukan
dan Menyepakati Ruang Lingkup Kerja Pengawasan DPRD, dalam buku4, Akuntansi
Publik dan Fungsi Pengawasan DPRD, Jakarta: Sekretariat Nasional Adeksi, Saint
comunication, hal.8.
Estiningsih, Muji. (2005). Fungsi pengawasan DPRD:
tinjauan kritis pengelolaan keuangan daerah dalam mewujudkan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Hadjon, Philipus M., & Djatmayati, Titiek Sri. (2002). Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Ichwanuddin, Wawan, & Haris, Syamsuddin. (2014). Pengawasan
DPR Era Reformasi: Realitas Penggunaan Hak Interpelasi, Angket, dan Menyatakan
Pendapat. LIPI Press.
Indonesia, Republik. (2005). Peraturan Pemerintah No. 58
Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Lembaran Negara RI Tahun,
(140).
Kartiwa, H. A. (2006). Implementasi Peran dan Fungsi DPRD
dalam Rangka Mewujudkan �good governance.� 2006.
Nomor, Undang Undang Republik Indonesia. (8AD). Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan
Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Nurcholis, Hanif. (2007). Teori dan Praktik Pemerintahan
dan Otonomi Daerah, Jakarta : Gramedia Widiasma, cetakan II, hal.208..
Siagian, Sondang P. (1978). Filsafat administrasi.
Gunung Agung.
Sijabat, Jadongan. (2004). Peranan Partisipasi Anggaran
dan Keterlibatan Kerja Terhadap Senjangan Anggaran Pada PT. PP London Sumatra
Indonesia, Tbk.
Soetandyo Wignjosoebroto. (2002). Hukiim: Paradigma,
Metode, dan Dinamika Masalahnya, Jakarta: Perkumpulan HuMa dan Elsam, hal.121.
Sujana, I. Ketut. (2010). Pengaruh Partisipasi
Penganggaran, Penekanan Anggaran, Komitmen Organisasi,Asimetri Informasi dan
Ketidakpastian Lingkunganterhadap Budgetary Slack, Audi Jurnal Akuntasi dan
Bisnis, Vol 5 No.2.
Tri Arso. (2017). Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD
Salatiga Terhadap APBD Pada Periode 2009 -2014, Jurnal Widya Sari, Vol.1.
No.1., hal. 119.