Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 3, Maret 2021
MODEL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA
DI RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU
Novi Dini Restia
Universitas Riau, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
The purpose of this study was to describe and analyze the therapeutic
communication process and methods of nurses in the recovery process of
schizophrenia patients. In this study the
athors used a case study method. The research was conducted using non-partisipant
observation, in depth intervieews and documentation, followed by data analysis
techniques, namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The result showed that the therapeutic communication model used by
nurses in schizoprhenia patient is an interpersonal model and medical model.
The interpersonal model used by nurses in schizophrenic patients is in the form
of empathy, positive attention, and sincere acceptance, which is shown by
nurses to foster trust and openness of petiens to nurses so that they can
improve recovery in patients using therapeutic communication stage and
thrapeutic communications methods. The medical model inused by nurses in
schizofrenia patients are pharmacological, somatic therapy and ECT therapy
(Electroconvulsive Therapy). The conclution in this study is that the
interpersonal model and the medical model used by nurses in schizofrnic
patients at the Tampan Mental Hospital in Riau Province are effective and have
succeeded in improving recovery in schizofrenic patients by using therapeutic
communications stage, namely pre-interaction, orientation, work, and
termination, and therapeutic communication methods, namely assessment, nursing
diagnosis, planning, implementation, and evaluation.
Keywords: communication model; therapeutic communication; nurses; schizophrenia
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan dan menganalisis proses dan metode komunikasi terapeutik
perawat pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Penelitian dilakukan
dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi non partisipan, wawancara
mendalam dan dokumentasi, dilajutkan dengan teknik analisis data yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. �Hasil penelitian adalah
Model komunikasi terapeutik yang digunakan perawat pada pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau adalah model interpersonal dan model
medikal. Model interpersonal yang digunakan perawat� pada pasien skizofrenia dalam bentuk sikap
empati, perhatian yang positif, dan menerima dengan tulus yang ditunjukkan
perawat menumbuhkan kepercayaan dan sikap terbuka pasien pada perawat sehingga
dapat meningkatkan pemulihan pada pasien menggunakan tahapan komunikasi
terapeutik dan metode komunikasi terapeutik. Model medikal yang digunakan perawat
pada pasien skizofrenia dalam bentuk farmakologis, terapi somatik, dan terapi
ECT (ElectroConvulsive Therapy). Kesimpulan pada penelitian ini adalah
model interpersonal dan model medikal yang digunakan perawat pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau berjalan efektif dan
berhasil meningkatkan pemulihan pada pasien dengan menggunakan tahapan
komunikasi terapeutik yaitu pra interaksi, orientasi, kerja dan terminasi,
serta menggunakan metode komunikasi terapeutik yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.�
Kata kunci: model komunikasi; komunikasi terapeutik; perawat; skizofrenia
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Skizofrenia didefenisikan
(Iyus & Sutini, 2016), sebagai penyakit neurologi yang mempengaruhi
persepsi, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial pasien yang dapat
membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Berdasarkan data dari World health Organization 2016,
skizofrenia diderita sekitar 21 juta orang.. Dapartement Kesehatan RI mencatat
bahwa 70 persen gangguan jiwa terbesar di Indonesia adalah skizofrenia dan 99
persen pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa adalah pasien skizofrenia (Arif, 2006). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar RI,
prevalensi skizofrenia
adalah 1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400.000 orang..
�Departemen Kesehatan� menyatakan bahwa jumlah pasien skizofrenia di
Provinsi Riau 1764 pasien di tahun 2017 lalu (Depkes,2017).
Data The American
Psychiatric Association, menunjukkan bahwa terdapat 300 ribu pasien skizofrenia
yang mengalami episode akut setiap tahun di Amerika Serikat. Pasien Skizofrenia
memiliki angka kematian 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada
umumnya, dan mencoba melakukan bunuh diri sebanyak 20-30 persen, dan 10 persen
diantaranya berhasil (Iyus
& Sutini, 2016). Berdasarkan data pasien
skizofrenia diagnosis keperawatan RBD (Resiko Bunuh Diri) tahun 2019 di Rumah
Sakit Jiwa Tampan sendiri sudah ada 93 pasien skizofrenia yang melakukan
percobaan bunuh diri, dan 7 pasien berhasil atau meninggal.
Berdasarkan observasi
penulis, Ns Zaibah, Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau, mengatakan bahwa� pasien gangguan
jiwa di Rumah Sakit Jiwa ini termasuk jenis skizofrenia tipe� paranoid dan jenis skizofrenia tipe tak
terinci yang memiliki empat gejala berdasarkan diagnosa medis, yaitu
halusinasi, harga diri rendah, perilaku kekerasan, dan defisit keperawatan
diri. Pasien skizofrenia dengan gejala halusinasi adalah pasien yang paling
sulit untuk pulih. Dan semua pasien yang memiliki empat gejala tersebut juga
mengalami halusinasi.
Komunikasi yang dilakukan
untuk penderita gangguan jiwa�
skizofrenia berbeda dengan komunikasi yang dilakukan untuk orang� normal,dikarenakan keterbatasan kemampuan
komunikasi yang dimiliki oleh pasien. Untuk dapat berkomunikasi dengan pasien
skizofrenia membutuhkan sebuah teknik khusus karena pasien skizofrenia
cenderung mengalami konsep diri, asyik dengan dunianya sendiri dan cenderung
sehat secara fisik namun tidak dengan jiwanya. Perawat dianjurkan� untuk mampu menurunkan kemampuan
berkomunikasinya ketika berkomunikasi dengan pasien skizofrenia sehingga
perawat dapat memposisikan dirinya dan dapat berpikir dengan perspektif yang
sama serta dapat memberikan umpan balik yang tepat (Kartikasari, Idarahyuni, & Fatharani, 2019). Mengetahui kondisi pasien tersebut maka timbulah
pertanyaan tentang bagaimana sebenarnya para perawat melakukan pendekatan
komunikatif terhadap pasien yang memiliki kondisi emosisonal yang tidak stabil,
psikologis yang tidak kondusif dan pola pikir yang dipenuhi dengan halusinasi
agar pasien mau mengikuti arahan perawat dalam tindakan asuhan keperawatannya.
Contohnya, bagaimana cara perawat bisa mengajak pasien skizofrenia yang tengah
sibuk dengan dunianya sendiri agar pasien mau mengalihkan dunianya dengan
berinteraksi dengan perawat dan orang lain.
Salah satu bidang ilmu
komunikasi yang mempelajari tentang komunikasi untuk kepentingan terapi pasien
adalah komunikasi terapeutik (Kartikasari et al., 2019). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
dilakukan secara sadar,� bertujuan dan
kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto et al., 2003).
Komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes, 2010). Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang
digunakan untuk mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan kesehatan
jiwa. Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik mempengaruhi keefektifan
banyak intervensi dalam keperawatan jiwa (Afnuhazi, 2015). Dalam proses komunikasi� terapeutik ini akan menjelaskan mengenai
berbagai� model komunikasi yang dilakukan
oleh perawat, agar komunikasi yang dilakukan berjalan efektif dan efisien
dengan pasien (Hidayat, 2019). Model adalah cara untuk menunjukkkan sebuah objek
yang di dalamnya dijelaskan kompleksitas suatu proses, pemikiran, dan hubungan
antara unsur-unsur yang mendukungnya (Fisher, 1986). Sedangkan model
komunikasi menurut Sereno dan Mortense adalah deskripsi ideal mengenai apa yang
dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi; model komunikasi mempresentasikan
secara abstrak ciri-ciri pnting serta menghilangkan rincian komunikasi yang
tidak perlu dalam dunia nyata (Mulyana,
2013).
Model komunikasi adalah
deskripsi sebuah hubungan yang terbentuk dari beberapa unsur yang saling
berkaitan dan melengkapi satu sama lain dan bertujuan untuk memberikan gambaran
terkait proses dan metode komunikasi yang sedang terjadi. Dalam penelitian ini
yaitu proses dan metode komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.� Menurut (Mulyana, 2013), konsep model komunikasi terapeutik dalam keperawatan
jiwa ada enam, yaitu Psychoanalytical,
Interpersonal, Social, Existensial, Supportive Therapy, dan Medical (Afnuhazi, 2015).
Komunikasi terapeutik
secara jelas dapat ditemukan praktiknya di�
sebuah tempat-tempat pelayanan kesehatan, salah satunya yaitu rumah� sakit, karena perawat di rumah sakit harus memiliki
kemampuan� berkomunikasi dengan pasien.
Komunikasi terapeutik untuk� pasien
skizofrenia ditemukan praktiknya disebuah rumah sakit khusus, yaitu Rumah Sakit
Jiwa yang menangani semua permasalahan pasien yang mengalami gangguan jiwa.
Penelitian ini memfokuskan pada proses dan metode� komunikasi terapeutik yang dilakukan� perawat dan pasien skizofrenia yang di rawat
di Rumah Sakit Jiwa Tampan, Provinsi Riau. Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau� adalah rumah sakit negeri kelas A
yang beralamat di Jalan H.R. Subrantas Km. 125, Kelurahan Simpang Baru,
Kecamatan Tampan, Panam, Pekanbaru,Provinsi Riau. Rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan dokter spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah
ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit
pusat di Provinsi Riau. Seluruh pasien skizofrenia di Provinsi Riau di rawat di
Rumah Sakit Jiwa Tampan. Jumlah pasien skizofrenia di tahun 2017 sebanyak 1120
khusus pasien rawat inap, dan mengalami penurunan pada tahun 2018 yang hanya
mencapai 1095 pasien. Kemudian pada tahun 2019 terdapat 1041 pasien skizofrenia
rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.
Tabel 1
Data Penurunan
Jumlah Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau� 2017-2019
Tahun |
Jumlah |
2017 |
1120 |
2018 |
1095 |
2019 |
1041 |
Sumber: Rekam Medik RSJ Tampan Provinsi Riau
Berdasarkan observasi,
pasien skizofrenia tersebut dirawat di ruangan yang berbeda. Terdapat 7 ruangan
rawat inap pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan, Provinsi Riau,� yaitu:
Tabel 2
Jumlah Pasien Rawat
Inap dan Jumlah Perawat Berdasarkan Ruangan Keperawatan
Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2019
No |
Ruangan |
Jumlah Pasien |
Jumlah Perawat |
1 |
Intrmediet Indragiri (Perempuan) |
46 |
15 |
2 |
Intermediet Siak (Perempuan) |
35 |
14 |
3 |
Intermediet Kuantan (Laki-laki) |
43 |
16 |
4 |
Intermediet Sebayang (Laki-laki) |
42 |
15 |
5 |
Intermediet Kampar (Laki-laki) |
30 |
15 |
6 |
Intermediet Rokan (Laki-laki) |
17 |
15 |
7 |
UPIP (Unit Perawatan Intensiv Psikiatr ) (PR/LK) |
828 |
21 |
Total |
� 1041 |
�� 111 |
Sumber: Kepala Bidang Keperawatan RSJ Tampan Provinsi
Riau
Data dari Kepala Bidang
Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau menunjukkan bahwa jumlah
perawat di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau sangat terbatas jika dilihat
dari jumlah pasien yang mencapai angka seribu pada tahun 2019. Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan, hal tersebut menjadi indikator untuk mengangkat
sebuah penelitian dengan judul �Model Komunikasi Terapeutik� Perawat pada Pasien Skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau�.
Kajian terdahulu yang
digunakan penulis sebagai pendukung dalam penelitian ini ada lima, yaitu pertama
penelitian tesis oleh (Pasaribu, 2014), mahasiswa magister Ilmu Komunikasi, UNS,
Surakarta, 2014 dengan judul �Pola Komunikasi Terapeutik Antara Perawat-Pasien
dalam Proses Penyembuhan Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
RM. Soedjarwadi Klaten�. Kedua penelitian oleh (Salmaniah, 2016) mahasiswa pascasarjana,Univetas Islam Negeri
Sumatera Utara, 2016 dengan judul �Komunikasi Terapeutik Dokter dan Paramedis
Terhadap Kepuasan Pasien Dalam Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Bernuansa
Islami Di Kota Medan�. Ketiga penelitian oleh (Agnena,
2015), jurnal Ilmu Komunikasi
2015. Judul penelitiannya adalah �Analisa Komunikasi Terapeutik Dokter Dan
Pasien Dalam Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Ibu Di Rumah Sakit Aisyiyah
Samarinda�. Keempat penelitian oleh (Nurgustianty, 2017), mahasiswa magister Ilmu Komunikasi, Universitas
Pasundan, Bandung, 2017. Judulnya adalah �Pola Komunikasi Terapeutik Perawat
Pada Pasien Skizofrenia dalam Proses Penyembuhan di Klinik Jiwa Utama Grha Atma
Bandung�. Kelima penelitian oleh (Witojo & Widodo, 2008), Jurnal Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol
. 1 No.1, 2008. Judul penelitian adalah �Pengaruh Komunikasi Terapeutik
Terhadap Penurunan Tingkat Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah
Sakit Sakit Jiwa Daerah Surakarta�.
Tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses komunikasi terapeutik
yang dilakukan perawat dalam tindakan asuhan keperawatan pada pasien
skizofrenia dan untuk mendeskripsikan dan menganalisis metode komunikasi
terapeutik perawat dalam tindakan asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Tampan, Provinsi Riau. Manfaat daam penelitian ini adalah
penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber acuan mengenai komunikasi
terapeutik dan memperoleh data empiris tentang model komunikasi terapeutik
perawat pada pasien skizofrenia serta dapat menjadi bahan masukan dan informasi
kepada semua pihak Rumah Sakit Jiwa khususnya Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau dalam menggunakan komunikasi terapeutik sebagai teknik paling efektif pada
proses pemulihan pasien gangguan jiwa.
Metode
Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Lokasi penelitian yang
dipilih oleh penulis adalah di Kota Pekanbaru Provinsi Riau secara
administratif berada di Ibu Kota Provinsi Riau dengan pertimbangan yaitu;
Pertama, lokasi ini banyak terdapat bangunan, perumahan maupun pertokoan yang
berdiri memiliki dan tanpa memiliki izin mendirikan bangunan yang tidak
memiliki sumur air resapan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan. Kedua, di
lokasi ini masih banyak ditemukan pemilik bangunan� yang tidak tahu tentang sumur air
resapan.� Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif, sesuai dengan pendapat Iskandar bahwa alasan
menggunakan penelitian kualitatif karena tujuan penelitian adalah untuk memahami
peristiwa yang tersembunyi di balik fenomena nyata atau reality. Penulis
menggunakan penelitian kualitatif juga untuk mendeskripsikan dan menganalisis
secara mendetail bagaimana model komunikasi terapeutik� yang digunakan perawat pada pasien skizofrenia
dalam tindakan asuhan keperawatan, selain itu penulis juga ingin
mendeskripsikan dan menganalisi proses dan metode komunikasi terapeutik perawat
pada pasien skizofrenia, serta ingin mengtahui cara pandang perawat terhadap
pasien skizofrenia lebih mendalam yang tidak dapat diwakili dengan pola-pola
statistik mengenai komunikasi yang dijalankan bersama pasien skizofrenia. Upaya
untuk mendapatkan data yang valid, reliable, dan objektif tentang
fenomena-fenomena yang berlaku akan lebih mudah untuk didapatkan melalui metode
ini karena penulis dapat menentukan jenis data yang diinginkan. Melalui
pengamatan, wawancara,�
dokumentasi, seperti foto, gambar, serta percakapan informal terhadap
narasumber atau informan, fenomena yang diamati dapat dideskripsikan lebih
utuh, lengkap dan sebagaimana adanya. Pemilihan informan dalam penelitian ini
menggunakan teknik Purposive Sampling yang mana penentuan informan berdasarkan
pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui dan
terlibat dalam dan telah di tentukan sebelumnya. Untuk mendapatkan data penulis
melakukan observasi desktiftif dan juga wawancara secara mendalam pada informan
yaitu lima perawat, dua pasien skizofrenia yang sudah tenang dan satu security
Rumah Sakit Jiwa Tampan.
Hasil
dan Pembahasan
Model komunikasi
terapeutik yang digunakan perawat pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Tampan Provinsi Riau adalah model komunikasi interpersonal dan model Medical.
Model komunikasi terapeutik yang digunakan perawat pada pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau adalah model interpersonal dan model
medical. Model� interpersonal digunakan
dalam proses komunikasi terapeutik dengan tujuan untuk membangun komunikasi
yang efektif pada pasien skizofrenia.
Dalam model� interpersonal yang digunakan perawat sebagai
model komunikasi terapeutik pada tindakan asuhan keperawatan di Rumah Sakit
Jiwa Tampan Provinsi Riau menunjukkan sikap empati, perhatian, positif, dan
menerima dengan tulus dari perawat kepada pasien yang dapat memberikan pasien
rasa percaya dan sikap terbuka dengan perawat, sehingga perawat dapat membantu
mengatasi permasalahan pasien, dengan kepercayaan dan sikap terbuka yang
diberikan pasien pada perawat, pasien akan mudah menerima tindakan asuhan
keperawatan yang dilakukan perawat untuk pemulihan pada pasien dalam proses
komunikasi terapeutiknya. Model medical digunakan perawat dalam tindakan asuhan
keperawatan pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau
dalam bentuk tindakan medis berupa pemeriksaan diagnostik, terapi somatik, terapi
ECT (Electroconvulsive Therapy), farmakologik, dan teknik interpersonal. Untuk
itu, di Rumah Sakit Jiwa Tampan ini, perawat berperan dalam berkolaborasi
dengan tim medis melakukan prosedur diagnostik dan terapi jangka panjang atau
rawat inap.
Skizofrenia dibagi
menjadi lima jenis yaitu,tipe paranoid, tipe hebefrenik atau yang tidak
terorganisir, tipe katatonik, tipe tak terinci, dan tipe residual. Jenis
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau adalah jenis skizofrenia
paranoid dan tipe tak terinci. Dan kedua�
jenis skizofrenia tersebut mengalami gejala halusinasi� pendengaran, penglihatan dan perabaan yang
bertahap� Skizofrnia tipe paranoid adalah
jenis skizofrenia yang mengalami halusinasi pendengaran, seperti mendengar suara-suara,hal
itu yang membuat pasien kehilangan kendali sehingga bisa membahayakan dirinya
sendiri dan orang disekitarnya.�
Skizofrenia tipe tak terinci adalah jenis skizofrenia yang memilki
gangguan perilaku yang lebih dari satu, tipe tak terinci juga mengalami
halusinasi.
Semua jenis skizofrenia
yang ada di Rumah Sakit Jiwa Tampan ini mengalami� halusinasi pendengaran dan penglihatan, namun
jenis skizofrnia tipe paranoid merupakan jenis skizofrenia dimana pasiennya
mengalami hal-hal diluar kendalinya dan melakukaan hal-hal yang dapat mencelakai
orang disekitarnya bahkan dirinya sendiri.�
Perubahan perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau
minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara
cepat. Berdasarkan hasil penelitian,, bahwa dalam beberpa kasus skizofrenia di
Ruamh Sakit Jiwa Tampan, pasien skizofrenia kronis atau paranoid, menjadi buas,
kehilanagn karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki
motivasi sama sekali, depresi, dan tidak memilki kepekaan tentang perasaannya
sendiri, bahkan sampai pada tindakan yang membahayakan sekitar dan dirinya
sendiri.
Proses komunikasi
terapeutik terhadap pasien skizzofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau dilakukan dari awal pasien masuk ke Rumah Sakit Jiwa yang pertama kali
langsung ditangani� oleh perawat yang
bertugas di Ruang IGD. Kemudian dilakukan penanganan medis berupa injeksi untuk
pasien yang mengalami amukan berat dan dengan perilaku yang tidak bisa
dikendalikan, selanjutnya perawat bekerja sama dengan dokter spesialis patologi
psikiatri untuk pengecekan kondisi�
fisik� pasien melalui teknologi ct
scan bagian kepala. Lalu perawat mencatat data diri pasien dari pihak keluarga
pasien yang mengantar ke Rumah Sakit Jiwa. Perawat membuat kontrak dengan pihak
keluarga pasien untuk melakukan pertemuan pada waktu yang ditentukan oleh
perawat mengenai� informasi tentang
pasien untuk kelengkapan data yang diperlukan perawat dalam tindakan asuhan
keperawatan yang akan dilaksanakan selanjutnya.
Setelah dilakukan
penanganan medis, pasien dipindahkan ke ruangan UPIP (Unit Perawatan Intensiv
Psikiatri). Di ruangan UPIP, pasien di pantau kondisi kesehatannya oleh
perawat. sampai pada kondisi pasien sadar dan agak tenang, pasien diberi obat
sesuai dosis yang dibutuhkan. Jika didapati kondisi pasien sudah sadar namun
menolak untuk tidak minum obat, maka perawat akan tetap memberikan pasien obat
dengan bantuan penanganan oleh security. Setelah kondisi pasien dipastikan
sudah tenang, perawat baru kemudian bisa melakukan tahapan komunikasi
terapeutik selanjutnya pada pasien sesuai dengan metode komunikasi terapeutik
yang digunakan dalam tindakan asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi melalui tahap pra
interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
PASIEN SKIZOFRENIA
Proses Komunikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.
Sumber: Hasil Penelitian IGD Psikiatrik Pemeriksaan
Medis Tindakan
Asuhan Keperawatan Metode
Komunikasi Terapeutik Tahapan Komunikasi
Terapeutik UPIP 1.
Pengkajian 2.
Diagnosa
Keperawatan 3.
Perencanaan 4.
Implementasi 5.
Evaluasi 1.
Tahap
Pra Interaksi 2.
Tahap
Orientasi 3.
Tahap
Kerja 4.
Tahap
Terminasi
Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Pasien
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau
1. Tahap Pra Interaksi
Pada
tahap ini perawat harus bisa mengontrol perasaannya untuk tidak memilki
prasangka buruk kepada pasien, karena hal itu dapat mengganggu hubungan saling
percaya. Perawat harus peka terhadap kebutuhan-kebutuhan pasien agar pasien
merasa senang dan merasa dihargai.� Tahap
pra interaksi dilakukan perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya,
dan meyakinkan diri bahwa dia benar-benar siap untuk berinteraksi dengan
pasien.
2. Tahap Orientasi
Langkah-langkah yang dilakukan perawat pada tahap
ini adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan proses komunikasi dengan baik pada
perkenalan dengan pasien
b. Membuat kontrak sebelum bertemu dan sesudah bertemu
untuk pertemuan slanjutnya. Tujuan membuat janji terlebih dahulu agar pasien
tidak terjebak dalam kondisi pasien yang sedang kurang baik, juga disesuaikan
dengan kesepakatan yang dibuat bersama perawat lainnya.
c. Kegigihan dan kesabaran perawat dalam menggali
informasi. Perawat harus teliti dan tidak terburu-buru dalam melakukan
observasi, agar tidak ada informasi yang tertinggal dari pasien.
d. Mendengarkan dan observasi aktif.
Tahap ini
juga diawali dengan perkenalan,perawat akan menanyakan tentang diri pasien.
Pada tahap ini� perawat dan pasien mulai
mengembangkan hubungan komunikasi interpersonal yaitu dnegan memberikan salam,
senyum, perawat menunjukkan keramahan kepada pasien, memperkenalkan diri,
menanyakan nama pasien dan menanyakan keluhan pasien.
3. Tahap Kerja
Tahap ini
tidak dapat dipisahkan dengan tahap orientasi, karena dalam proses interaksi
komunikasi yang dijalin antara perawat dan pasien skizofrenia tujuannya tidak
hanya sebatas pembicaraan yang menyentuh emosional saja, tetapi dapat mendorong
kepada kesembuhan pasien. Seperti menyuruh minum obat, menasehati, dorongan
untuk banyak melakukan interaksi dengan orang lain.
Langkah-
langkah yang dilakukan perawat pada pasien dalam tahap ini adalah sebagai
berikut:
a) Menggunakan intonasi yang tinggi dalam penyampaian
pesan
b) Memberikan pengertian tentang manfaat-manfaat
berinteraksi dengan sesama
c) Melakukan kegiatan-kegiatan sebagai solusi dari
masalah pasien
d) Jangan memaksakan kehendak
4. Tahap Terminasi
Pada
tahap ini tidak sepenuhnya pasien skizofrnia bisa sembuh total atau kembali
normal, akan tetapi tahap ini dapat mengurangi tingkat tekanan psikis pasien
dengan interaksi komunikasi yang dilakukan secara intens dan pengobatan yang
rutin.
Berdasarkan
hasil wawancara bahwa� pasien skizofrenia
tidak sepenuhnya bisa sembuh dan normal kembali, larena untuk konsisi pasien
skizofrenia dengan klasifikasi berbagai tipe ini, bahwa kondisi psikomotorik
pada dirinya yang terganggu, baik itu secara hormon dari lahir ataupun tekanan
deresi dari lingkungan.
Sebelum perawat
melakukan asuhan dan tindakan keperawatan, perawat mempersiapkan diri dengan
membuat Strategi Pelaksanaan (SP) komunikasi. Dan apabila perawat� membuat SP komunikasi, itu artinya perawat
sudah memasuki fase pra orientasi tahapan komunikasi terapeutik dan hubungan
terapeutik antara perawat dan pasien.
Tabel 1
Format Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi Rumah
Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau
FORMAT STRATEGI PELAKSANAAN (SP) KOMUNIKASI RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU |
|
Data Diri Pasien��������������������������� |
Nama���������������������������
: Umur����������������������������
: Jenis Gangguan Jiwa : |
Kondisi Pasien |
|
Diagnosa Keperawatan�������������
|
|
Tujuan������������������������������������������ |
|
SP Komunikasi Tahap Orientasi� :��������������������� Tahap Kerja��������� :������������������������� Tahap Terminasi�� :������������������������ |
Salam terapeutik Evaluasi dan validasi Kontrak (Tulisan kata-kata sesuai tujuan dan rencana yang akan dcapai atau
lakukan) Evaluasi subjektif/objektif Rencana tindak lanjut Kontrak yang akan datang |
Sumber: Hasil dokumentasi peneliti
����������������
Metode
komunikasi terapeutik yang digunakan perawat Rumah Sakit Jiwa Tampan pada
pasien skizofrenia ada empat, yaitu pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Implementasi, dan evaluasi sebagai berikut:
a. Pengkajian
Pada
pasien skizofresnia, pengkajian terjadi pada level individu, keluarga, dan
lingkungan. Perawat harus sadar terhadap perubahan fisiologis, psikologis, dan
persepsi pasien tanpa mengabaikan kehidupan pribadi pasien. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan adalah situasi keidupan, dukungan keluarga, dan stres.
Perawat harus tetap waspada terhadap setiap perubahan di setiap aspek kehidupan
pasien karena akan dapat mempengaruhi potensi pasien untuk kambuh.
Selain
itu perawat juga perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu
pengkajian, seperti partisipasi pasien, keadaan sehat pasien, pengalaman pasien
sebelumnya terhadap pelayanan kesehatan, kemampuan belajra pasien, serta
perilaku dan pendekatan yang dilakukan perawat selama proses terapeutik
berlangsung. Faktor-faktor tersebut bisa mempengaruhi hasil pengkajian sehingga
mempengaruhi proses terapeutik yang akan dilakukan seorang perawat. Oleh karena
itu, untuk melangsungkan suatu pengkajian, perawat harus sadar betul dengan
setiap poin hal yang akan dikaji, bukan hanya sekedar syarat dokumentasi.
Pada
tahap ini perawat menggunakan kemampuan verbal maupun nonverbal dalam
mengumpulkan data pasien skizofrenia. perawat juga dituntut untuk mampu
melakukan pengamatan baik verbal maupun nonverbal serta menginterprtasikan
hasil pengamatan dalam bentuk masalah. Setelah data terkumpul, selanjutnya
dikomunikasikan dalam bahasa verbal kepada pasien atau tim medis lainnya dan
dikomunikasikan dalam bentuk tulisan� (di
dokumentasikan) untuk selanjutnya dikomunikasikan pada tim medis lain dan
sebagai aspek legal tindakan atau asuhan keperawatan.
Keterampilan
komunikasi perawat pada tahap pengkajian akan sangat menentukan kelengkapan
data yang diperolehnya dan akan menentukan proses selanjutnya. Adapun bentuk-bentuk
komunikasi yang digunakan perawat terhadap pasien skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Tampan pada tahap pengkajian dalam proses komunikasi terapeutik adalah
wawancara, pemeriksaan fisik, dan observasi, serta pengumpulan data melalui
catatan medik ? rekam medik, dan dokumen lain yang relevan.
b. Diagnosa
Keperawatan
Pada
tahap diagnosa keperawatan, komunikasi yang dilakuakan perawat pada pasien
untuk mengkalrifikasi data dan menganalisisnya sebelum menentukan masalah
keperawatan pasien, selanjutnya mendiskusikan dengan pasien. Masalah, tanda dan
gejala pasien pada diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dikomunikasikan
atau disampaikan kepada pasien agar pasien dapat berusaha bekerjasama dengan
perawat untuk mengatasi masalahnya. Hal itu juga dikomunikasikan kepada perawat
lain secara langsung dan data lain berupa tulisan untuk dokumentasi. Teknik
yang dilakukan pada tahap diagnosa keperawatan ini adalah teknik memberikan
informasi.
c. Perencanaan
Pada
tahap ini tugas perawat adalah merumuskan tujuan keperawatan dan menetapkan
kriteria keberhasilan, merencanakan asuhan keperawatan, dan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan. Komunikasi yang penting dilakukan perawat pada
tahap ini adalah mendiskusikan kembali rencana yang sudah disusun perawat dan
bersama pasien menentukan kreteria keberhasilan yang akan dicapai. Pada tahap
ini keterlibatan keluarga juga penting kaitannya dengan peran serta keluarga
dalam perawatan pasien. Rencana asuhan keperawatan selanjutnya di tulis atau
didokumentasikan dalam status pasien,sebagai bentuk tanggung jawab profesional
dan memudahkan komunikai antar tim kesehatan untuk asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.
Komunikasi
yang dilakukan perawat pada pasien yaitu dengan melakukan latihan kembali untuk
mempraktekkan komunikasi terapeutik pada proses perencanaan ini, dan melakukan
tahapan-tahapan komunikasi terapeutik yaitu meliputi fase orientasi (salam
terapeutik,evaluasi-validasi, dan kontrak, fase kerja, fase terminasi (evaluasi
subjektif/objektif, rencana tindak lanjut, dan kontrak yang akan datang).
d. Implementasi
Pada
tahap implementasi ini perawat berkomunikasi dan diskusi dengan para
profesional medis lainnya dalam rangka untuk memberikan penanganan yang tepat
adekuat pada pasien. Pada tahap ini perawat sangat efektif berkomunikasi dengan
pasien karena perawat akan menggunakan seluruh kemampuan dalam komunikasipada
saat menjelaska tindakan tertentu, memberikan pendidikan kesehatan, konseling,
menguatkan sistem pendukung membantu meningkatkan koping. Perawat menggunakan
komunikasi verbal dan nonverbal selama melakukan tindakan keperawatan untuk
mengetahui respon pasien secara langsung atau yang diucapkan maupun yang tidak
diucapkan. Semua aktivitas keperawatan harus didokumentasikan secara tertulis
untuk dikomunikaiskan kepada tim medis lainnya yang bertugas pada shief selanjutnya,
mengidentifikasi rencana tindak lanjut, dan aspek legal dalam asuhan
keperawatan. Teknik komunikasi yang digunakan pada tahap ini adalah memberikan
onformasi dan berbagi persepsi.
Pada saat
melakukan tindakan keperawatan,selain komunikasi verbal yang diucapkan dengan
kata-kata, perawat menggunakan komunikasi nonverbal dalam menunjukkan sikap
terapeutik secara fisik selama berkomunikasi dengan pasien, seperti ekspresi
wajah menyenangkan dan tampak ikhlas sambil memberikan senyuman, mendekat dan
membungkuk ke arah pasien, mempertahankan kontakmata yangmenunjukkan
kesungguhan untuk membantu, sikap terbuka tidak melipat tangan atau kaki saat
interaksi dengan pasien berlangsung, dan tetap rileks.
e. Evaluasi
Pada
tahap evaluasi, perawat menilai keberhasilan dari asuhan dan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Semua hasil kemudian dicatat dalam catatan
perkembangan perawatan pasien, mendiskusikan hasil dengan pasien,meminta
tanggapan pasien atas keberhasilan dan tidak keberhasilan, dan bersama pasien
merencanakan tindak lanjut asuhan keperawatan.jika belum berhasil maka perawat
akan melakukan diskusi kembali dengan pasien apa yang diharapkan dan bagaimana
peran serta atau keterlibatan pasien dan keluarga dalam mencapai tujuan dan
rencana baru untuk asuhan keperawatan pasien.
Pada
setiap tahap dalam proses perawatan, perawat menggunakan teknik-teknik
komunikasi terapeutik untukmembina hubungan intim dengan pasien mulai dari
tahap� orientasi, tahap� kerja, dan tahap� terminasi.
Kesimpulan
Kesimpulan
pada penelitian ini adalah model interpersonal dan model medikal yang digunakan
perawat pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau
berjalan efektif dan berhasil meningkatkan pemulihan pada pasien dengan
menggunakan tahapan komunikasi terapeutik yaitu pra interaksi, orientasi, kerja
dan terminasi, serta menggunakan metode komunikasi terapeutik yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.�
BIBLIOGRAFI
Afnuhazi, Ridyalla. (2015). Komunikasi terapeutik dalam keperawatan
jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Agnena, Siti Aulia
Kharisma. (2015). Analisa Komunikasi Terapeutik Dokter dan Pasien Dalam
Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Ibu di Rumah Sakit Aisyiyah Samarinda. e-Journal Ilmu Komunikasi
vol 3 no 1.
Depkes, R. I. (2010). Standar
pelayanan kebidanan. Jakarta: Kemenkes RI.
DepKes, R. I. (1993).
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.(12017), 10.
Fisher, William M.
(1986). Ther DARPA speech recognition research database: specifications and
status. Proc. DARPA Workshop on Speech Recognition, Feb. 1986, 93�99.
Hidayat, M. Arif. (2019).
Analisis Isi Siaran Berita Program �DIALOG SUMUT� di Metro Tv Sumut.
Iyus, Yosep, &
Sutini, Titin. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Cetakan VII. Bandung:
Refika Aditama.
Kartikasari, Rina,
Idarahyuni, Erna, & Fatharani, Windya Satya. (2019). Komunikasi Terapeutik
Perawat Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Ruang Tenang Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat Dan Klinik Utama Kesehatan Jiwa Hurip Waluya Sukajadi
Bandung Jawa Barat. Jurnal Kesehatan Aeromedika, 5(2), 1�12.
Mulyana, Deddy M. A.
(2013). Metode penelitian komunikasi: Contoh-contoh penelitian kualitatif
dengan pendekatan praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurgustianty, Deby.
(2017). Pola Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Skizofrenia dalam Proses
Penyembuhan di Klinik Jiwa Utama Grha Atma Bandung. Magister Ilmu
Komunikasi.
Pasaribu, Rotumiar.
(2014). Pola Komunikasi Terapeutik Antara Perawat-Pasien dalam Proses
Penyembuhan Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.
Soedjarwadi Klaten. UNS (Sebelas Maret University).
Yamaguchi, Yasuo, &
Yamauchi, H. (2003). Preliminary Study Of Microstructure Dependence Of
Magnetoresistance Behavior On Sm.-xlaxmo2ge2 Compound With X= o, lo, 3. Jurnal
Mikroskopi Dan Mikroanalisis, 3(1).
Salmaniah, Nina Siti
Siregar. (2016). Komunikasi Terapeutik Dokter dan Paramedis Terhadap Kepuasan
Pasien Dalam Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Bernuansa Islami Di Kota
Medan. Program Studi Komunikasi Islam Program Pascasarjana Univetas Islam
Negeri Sumatera Utara Medan.
Witojo, Djoko, &
Widodo, Arif. (2008). Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan
Tingkat Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Sakit Jiwa
Daerah Surakarta. Jurnal Berita Ilmu Kperawatan.
��������������������������������������������������������������������
Astikasari Ayu R,
Rasianna BR Saragih,� (2019). Penerapan
Komunikasi Terapeutik Pelayanan Kesehatan (Studi) Komunikasi Terapeutik Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi dengan Pasien Ibu Hamil pada Praktik Dokter Bersama
di Apotel Al- Khair Bengkulu. Jurnal Kaganga Vol 3 No 1.
Prihati, ningsih
& Yuni Wijayanti, (2019). Gangguan Mental Emosional Siswa Skolah Dasar. Higeia
Journal Of Public Health Research and Development 3(2).
Ayuningtyas
Dumilah, & Misnaniarti, Marisa Rayhani, (2018). Analisis Situasi Kesehatan
ental pada Masyarakat Indonesia dan Strategi Intervensi. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat Vol 9 No 1.
El Fiah, Rifda
& Nilawati Tadjuddin, (2018). Pembangunan Layanan Bimbingan Kesehatan
Mental di Lembaga Pendidikan Tinggi. Prosiding Konferensi Internasional
Pendidikan Konseling dan Psikologi (ICONCEP) Vol 1.
Prasanti, Ditha,
(2017). Komunikasi Terapeutik Tenaga Medis dalam Pemberian Informasi tentang
Obat Tradisional bagi Masyarakat. Jurnal Komunikasi Mediator Vol 10 No 1.
Dyana, Utami,
(2015). Komunikasi Terapeutik Dokter dan Pasien Dalam Pengobatan Homeopati di
Pusat Pengobatan Al Jawab Pekanbaru. Jurnal Jom FISIP Vol 2 No 1.
Kholil, Syukur
,& Lahmuddin Lubis, Syafruddin Ritonga, ( 2019). Implementation of
Therapeutic Communication at Dr. Pirngadi Hospital. BIRCI-Journal Vol 2 No 4.