Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN
: 2548-1398
Vol.
6, No. 3, Maret 2021
������
IMPLEMENTASI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI DENGAN IBU POST SECTIO CAESAREA DI RUMAH SAKIT
Hetty W.A. Panggabean dan Ontran Sumantri Riyanto
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan dan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Bethesda Yakkum
Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
dan [email protected]
Abstract
Post sectio caesarean mothers in
the hospital, in accordance with the existing regulations must give exclusive
breast milk. Data obtained from the Indonesian Health Demographic Survey in
2017 increased exclusive breastfeeding from 2012 by 42% to 52% in 2017. But if
reviewed it turns out that exclusive breastfeeding decreases with the age of
children from 67% at the age of 0-1 months to 55% at the age of 2-3 months and
38 percent at the age of 4-5 months. This study aims to find out the causative
factors in post sectio caesarean mothers do not give
exclusive breast milk to their babies and to know the implementation of
exclusive breastfeeding in infants with post sectio
caesarean mothers at the Lake Area Hospital in 2020. This research method is
empirical juridical research, the research specification in this study is
descriptive analytical. The results showed from 60 respondents Post sectio caesarean section and 22 health workers obtained
that the baby has not received early breastfeeding initiation and exclusive
breast milk and generally uses formula milk Conclusion that post sectio caesarean mothers are still not fully conducted
throughout the research site, national policy is needed to support exclusive
breast milk for mothers and babies post sectio
caesarean.
Keywords: post sectio
caesarea; breast milk; infants; health
Abstrak
Ibu post sectio caesarea di rumah sakit, sesuai dengan peraturan yang ada harus memberikan ASI eksklusif. Data yang diperoleh dari survey demografi kesehatan Indonesia tahun 2017 adanya peningkatan pemberian ASI eksklusif dari tahun 2012 yaitu 42% menjadi 52% pada tahun 2017. Tetapi jika dikaji ternyata pemberian ASI eksklusif menurun seiring dengan bertambahnya usia anak dari 67% pada usia 0-1 bulan menjadi 55% pada usia 2-3 bulan dan 38 persen pada usia 4-5 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pada ibu post sectio caesarea tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan mengetahui implementasi pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan ibu post sectio caesarea di Rumah Sakit Kawasan Danau Tahun 2020. Metode penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris, spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan dari 60 responden ibu post sectio caesarea dan 22 tenaga kesehatan didapatkan bahwa bayi belum mendapat inisiasi menyusui dini dan ASI ekskusif dan pada umumnya mengunakan susu formula. Kesimpulan bahwa ibu post sectio caesarea masih belum sepenuhnya dilakukan diseluruh lokasi penelitian, dibutuhkan kebijakan nasional untuk mendukung ASI ekslusif bagi ibu dan bayi post sectio caesarea.
Kata kunci: post sectio caesarea; air susu ibu; bayi; kesehatan
Pendahuluan
Kesehatan merupakan
hak asasi manusia yang diperoleh untuk meningkatkan derajat kesehatan baik masyarakat (Kementerian
Kesehatan RI. 2015), kelompok
dan individu, termasuk juga
kesehatan ibu dan anak. Kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas
utama, sehingga dapat melahirkan generasi yang sehat dan cerdas (RISKESDAS
2018). Hal ini
tertuang pada Pasal 126 dan
Pasal 131 UU Undang-Undang
No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Jaminan kesehatan
anak menjadi tanggung jawab semua pihak, baik
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan pemerintah daerah (Kementerian
Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan 2018). Memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya
merupakan hak dasar ibu dan anak,
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 dan Pasal 62 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM).
World Health
Organization (WHO) telah menetapkan
standar rata-rata disuatu
negara, yaitu 5-15% dari setiap seribu kelahiran
di dunia, namun menurut
data WHO, dari tahun 2007 hingga 2008, angka kelahiran SC di semua negara, mengalami peningkatan yaitu 110.000 per kelahiran untuk angka kelahiran
se-Asia (WHO
2017). Faktor
yang menyebabkan persalinan
dengan CS adalah usia ibu, paritas
dan kejadian anemia.
Persalinan SC pasti
akan mempengaruhi akan kebutuhan fisik bayi (Susanto
2019). Salah satu kebutuhan fisik bayi setelah
lahir adalah air susu ibu yang selanjutnya disebut ASI. Pemberian ASI pada satu jam pertama setelah melahirkan akan meningkatkan ikatan antara ibu
dan anak yang disebut inisiasi menyusui dini yang selanjutnya disebut IMD. Pemberian ASI sedini mungkin tentunya akan mempengaruhi
keberhasilan program pemberian
ASI eksklusif pada bayi (Intani,
Syafrita, and Chundrayetti 2019).
Angka cakupan
ASI eksklusif berbeda-beda
di setiap negara (Suliasih,
Puspitasari, and Dwi Pawestri 2019). Hasil survei yang dilakukan oleh Center for Disease Control and Prevention
(CDC) di Amerika pada tahun 2014 menunjukkan bahwa hanya 40,7% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebelum tiga bulan
dan cuma 18,8% bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif hingga usia enam bulan.
(Center
for Disease Control & Prevention 2019). Data yang diperoleh dari Survey Demografi Kesehatan
Indonesia pada tahun 2017(Kemenkes RI 2017) menunjukkan bahwa
sejak tahun 2012 pemberian ASI Eksklusif mengalami peningkatan, dari 42% pada 2017 menjadi 52%. Namun jika dikaji
ternyata pemberian ASI Eksklusif berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak dalam pemberian
ASI, pada usia bayi 0-1 bulan mencapai 67%, usia bayi 2-3 bulan
hanya 55% dan 38% pada usia
bayi 4-5 bulan (BKKBN
2017).
Pasal 6 dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI eksklusif mengatur bahwa setiap ibu
yang melahirkan wajib memberikan ASI eksklusif kepada bayinya kecuali terdapat indikasi medis bahwa ibu tidak
ada atau terpisah dari bayi.
ASI yang tidak lancar atau sedikit keluarnya
cairan dapat membuat bayi mudah
rewel karena kebutuhan asupan makanan bayi tidak
dapat terpenuhi. ASI yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan bayi pasti akan berpengaruh
pada tumbuh kembang bayi. Waktu untuk pengeluaran ASI pada ibu pasca SC lebih lambat dibandingkan pada ibu postpartum normal. Keterlambatan
pengeluaran ASI ibu pasca SC disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain posisi menyusui, nyeri setelah SC, mobilisasi,� rawat gabung dalam pengasuhan
ibu dan anak, dan intervensi rolling massage (Desmawati
2013).
Ibu yang menggunakan
obat penghilang rasa sakit seperti epidural atau SC saat melahirkan
memiliki risiko lebih tinggi mengalami
keterlambatan pengeluaran
air susu. Penelitian sebelumnya
telah menunjukkan bahwa efek anestesi
selama persalinan meningkatkan waktu laktogenesis hingga 13 jam. Keterlambatan proses laktasi ibu post SC juga dikaitkan dengan penurunan kadar hormon oksitosin
akibat penggunaan obat anestesi. (Agustin
and Septiyana 2018), Hormon
oksitosin sendiri merupakan hormon yang merangsang produksi ASI. Proses menyusui ibu pasca
SC dapat tertunda dalam 4-5 hari pertama setelah melahirkan (Rinawati
2019).
Keterlambatan proses menyusui dapat mempengaruhi penurunan berat badan bayi (Sutanto 2018). Pada minggu pertama kehidupan, berat badan bayi baru lahir adalah
hal yang wajar jika terjadi penurunan.
Berdasarkan penelitian
Prof. Valerie Flaherman dari
Universitas California of San Frasisco (Flaherman and Lee 2013), terdapat perbedaan antara bayi yang lahir secara spontan pervaginam dengan yang lahir melalui operasi
caesar. Berat badan bayi yang lahir pervaginam akan turun ke titik
terendah pada 54-60 jam, sedangkan
bayi yang baru lahir melalui operasi
caesar akan mencapai titik terendah pada 60-72 jam, maka keduanya memerlukan dengan perhatian khusus Jika angka kelahiran turun> 10% berat badan atau Penurunan berat badan> 7% yang
disertai gejala klinis yang menunjukkan bahwa bayi kurang
sehat. Pemberian ASI eksklusif secara nasional pada tahun 2010-2012 hanya 33,6-35%. Menyusui adalah perilaku kesehatan multidimensional yang dipengaruhi
oleh interaksi dari faktor sosial, demografi, biologi,
pre/postnatal, dan psikologi(Kurniawan 2013).
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan yuridis empiris (Abdul
Kadir 2015), penelitian
ini mengkaji regulasi kemudian menggabungkan datapada dokter obgin, dokter
anak, bidan, konsultan ASI, ibu pasca SC, dan bayi baru lahir di rumah
sakit. Kajian ini memberikan gambaran secara rinci, sistematis
dan menyeluruh dari segala sesuatu yang diteliti seperti perlindungan kepada dokter obgin,� dokter
anak, bidan, dan ibu pasca SC dari
risiko pemberian ASI eksklusif pada ibu dan bayi pasca SC. Lokasi penelitian adalah RSUD Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara, RSUD Doloksanggul
dan RSUD Porsea. Subjek penelitian yang menjadi sasaran penelitian, terhadap implementasi Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada bayi dengan ibu
post SC di rumah sakit.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan dua cara: yaitu
pelitian lapangan dan penelitian kepustakaan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif (Noor
2017).
Hasil dan Pembahasan
Pemberian ASI Eksklusif
merupakan program pemerintah
(Sukarini
2015) yang telah
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Pemerintah sebenarnya giat mempromosikan ASI eksklusif melalui seminar, lokakarya, dan iklan di media cetak, elektronik, dan sosial. Namun hal ini
tidak membuat pemberian ASI Eksklusif dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Banyak kendala yang dihadapi ibu, diantaranya
faktor eksternal dan
internal terutama ibu yang pernah menjalani operasi caesar setelah Post Sectio Caesarea
�(Amperaningsih and Siwi 2018).�
Pada dasarnya
dokter anak mendukung program ASI Eksklusif dari pemerintah, namun karena keterbatasan
tenaga, mereka tidak bisa berkonsentrasi
apalagi ikut mendampingi dan mendampingi ibu selama menyusui
(Dewi
2019). Secara
umum ibu menolak memberikan ASI dengan alasan ibu
masih lemah, bekas luka operasi
yang menyakitkan dan tidak bisa duduk (Ginting,
Zuska, and Simanjorang 2019). Meski begitu,
dokter anak tetap menganjurkan untuk menyusui. Hasil penelitian dokter tidak pernah menawarkan
untuk memberikan susu
formula kepada keluarga bayi, karena keluarga
telah menyediakan sendiri dan memberikan susu
formula dengan alasan ibu tidak dapat
memberikan ASI dan ASI tidak
keluar. Sehingga tidak pernah ada
kasus dehidrasi bahkan kematian akibat mempertahankan menyusui� (Afritayeni
2017).
Ibu yang SC semuanya
menggunakan anastesi lokal/spinal. Anastesi spinal
yang diberikan saat SC menurut dokter tersebut tidak mengganggu pelaksanaan inisiasi menyusui dini di ruang operasi
tetapi kembali lagi kepada kesediaan
atau persetujuan ibu untuk melakukannya.
Data yang dikumpulkan
peneliti menunjukkan riwayat SC ibu post sectio caesarea sebesar 67% atau sebanyak 36 ibu, dan yang kedua atas permintaan
ibu sebanyak 23,33%. Hasil kajian� dari penelitian ini juga melihat hasil responden
dari ibu SC menunjukkan bahwa pemberian ASI tidak dimulai sejak dini
dan semua bayi diberikan susu formula oleh ibu
dan anggota keluarga. Tidak ada arahan
dan bimbingan kepada ibu, tetapi ibu
dianjurkan untuk menyusui. Ibu SC menganggap ASI-nya tidak cukup,
sehingga bayinya rewel, dan akhirnya diberi susu formula (Enamberea
et al. 2020). Konselor
ASI tidak akan pernah menyarankan memberikan susu formula kepada ibu atau anggota
keluarganya, membimbing dan
mendampingi ibu dalam pemberian ASI jika diminta keluarga,
sehingga tidak ada temmuan ada
bayi yang dehidrasi atau mengalami kematian karena mempertahankan pemberian ASI Eksklusif (Ardie
and. 2017). Pada dasarnya
konselor ASI mendukung pemberian ASI dini dan ASI eksklusif, namun banyak ibu yang percaya bahwa ibu
mereka masih kesakitan akibat bekas operasi, meskipun demikian menyarankan untuk memberikan ASI Eksklusif..�
Pemberian ASI Eksklusif
pada bayi merupakan suatu kewajiban bagi seluruh ibu,
mengingat seluruh penyelenggara maupun sarana fasilitas kesehatan dalam hal ini rumah
sakit harus� mendukung
keberhasilan program�
pemberian ASI Eksklusif
dengan cara memberikan pelatihan pada seluruh tenaga kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan bayi. Pelatihan ini diberikan terutama
kepada dokter obgyn, dokter anak,
bidan, konselor ASI yang
mana dimulai sejak kehamilan, pada saat pemeriksaan kehamilan sampai ibu nifas
melalui penyuluhan secara berkesinambungan di rumah sakit, hal
ini bisa dilakukan dengan menggunakan media televisi di ruang tunggu pelayanan,
menunjukkan gambar, membuat poster di ruang pemeriksaan kehamilan, di ruang rawat inap
ibu post sectio caesarea dan di ruang
neonates.
Rumah sakit
juga harus mendukung ibu untuk tidak
memberikan dot bayi dimana pada hari pertama persalinan perlu diberikan pengetahuan dan ionformasi kepada ibu yang umumnya belum mengeluarkan
ASI, sebab secara fisiologis setelah pengeluaran placenta maka terjadi penurunan progesterone
yang menurun sampai nilai 0, dan akan meningkat hormone oxytosin dan prolactin selama
2-3 hari. Jumlah ASI akan meningkat jumlahnya sesuai kebutuhan bayi setelahnya. Berdasarkan hasil penelitan seluruh rumah sakit
yang diteliti dari seluruh responden tidak melakukan inisiasi menyusui dini, dengan alasan
belum ada ASI keluar, dan juga faktor ibu masih kesakitan.
Menurut Peraturan
Pemerintah no 33 tahun
2012, dinyatakan bahwa� salah satu dari� 10 menuju kesuksekan dalam mendukung ASI eksklusif antara lain membantu ibu menyusui
dini dalam 60 menit pertama persalinan
tetapi kenyataannya dari 60 responden tidak� melakukan inisiasi menyusui dini, �selain itu juga pemberian ASI ini juga perlu dukungan dari peran
suami (Widoyo
2017).
Ditinjau dari
perspektif hak asasi manusia, mendapatkan ASI merupakan hak bayi utnuk
mendapatkan asupan gizi (Kemenkes
RI Dirjen P2P 2020). Banyak peraturan yang telah dibuat pemerintah untuk mendukung pemberian ASI Ekslklusif sebagai salah satu pemenuhan atas hak anak. Peraturan
tersebut terdapat pada Penjelasan Pasal 9 Undang- Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya tidak terkecuali bayi baru lahir. Diatur
juga pada Pasal 8 Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa �setiap anak
berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan
fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pelayanan kesehatan yang dimaksud disini salah satunya adalah pemberian ASI Eksklusif di rumah sakit. Undang-Undang
Kesehatan juga mendukung hal
yang sama yang dijelaskan
pada Pasal 128 ayat 1 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 bahwa setiap bayi
berhak mendapatkan air susu
ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
Bahkan pemerintah secara khusus membuat
peraturan tentang pemberian ASI Eksklusif, yaitu Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012. Lahirnya peraturan ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dan fokus tentang pemberian ASI Eksklusif. Besarnya manfaat pemberian ASI Esksklusif, tentunya tidak lepas dari
dukungan berbagai pihak termasuk tenaga kesehatan dalam hal ini
dokter obgyn, dokter anak, bidan
dan perawat yang ada di rumah sakit hal
ini sesuai dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif.
Manfaat pemberian
ASI Eksklusif tidak saja hanya kepada
bayi itu sendiri tetapi �juga kepada ibu dan keluarga bahkan masyarakat (Haryono
and Setianingsih 2014). Manfaat
pemberian ASI Eksklusif bagi bayi diantaranya
ASI tersedia dalam kondisi steril, dan suhu yang tepat sehingga mengurangi risiko diare, mudah
dicerna sehingga mengurangi kerusakan usus, pemberian ASI dapat mengurangi berbagai risiko penyakit seperti infeksi, penyakit jantung, kerusakan gigi, obesitas dan lain-lain, dan ASI memiliki
semua zat yang dibutuhkan bayi sehingga nutrisinya bisa yang terpenuhi. Kebutuhan nutrisi yang terpenuhi akan menunjang perkembangan otak sehingga memiliki
IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak diberi ASI. Manfaat pemberian ASI bagi ibu (Lindawati
2019), diantaranya
pertama meningkatkan kontrasi Rahim sehingga mengurangi risiko terjadinya perdarahan, kedua dapat mengurangi
inside kanker payudara, ketiga mengurangi risiko diabetes dan keempat merupakan salah satu metode kontrasepsi yang aman dan efektif.
Kesimpulan
Implementasi Pemberian ASI Eksklusif belum diterapkan pada ibu post sectio caesarea di rumah sakit, dan perlunya dukungan lebih dari tenaga kesehatan
seperti dokter kandungan, dokter anak, bidan dan konselor ASI sangat diperlukan untuk memberikan informasi dan edukasi tentang ASI Eksklusif kepada ibu post sectio caesarea. Perlu meningkatkan pengetahuan SDM kesehatan untuk pemberian ASI Eksklusif, agar seluruh bayi yang lahir dengan sectio
caesarea mendapat inisiasi menyusui dini dari ibunya
sebagai menjadi awal kesuksesan pemberian ASI.� Dalam rangka melaksanakan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang ASI Eksklusif, perlu disusun kebijakan
rumah sakit yang mendorong partisipasi� dalam
memfasilitasi tenaga SDM kesehatan untuk mengikuti seminar, workshop maupun
pelatihan.
BIBLIOGRAFI
Abdul Kadir, Muhammad. 2015. �Hukum
Dan Penelitian Hukum.� Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Afritayeni, Afritayeni. 2017. �Pola
Pemberian Makan Pada Balita Gizi Buruk Di Kelurahan Rumbai Bukit Kecamatan
Rumbai Kota Pekanbaru Provinsi Riau.� Jurnal Endurance. doi:
10.22216/jen.v2i1.1598.
Agustin, Ike Mardiati, and Septiyana
Septiyana. 2018. �Kecemasan Pada Ibu Post Partum Primipara Dengan Gangguan
Proses Laktasi.� Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. doi:
10.32584/jikj.v1i2.133.
Amperaningsih, Yuliati, and Purwanti
Nugrahanti Siwi. 2018. �Stres Pasca Trauma Pada Ibu Post Partum Dengan Sectio
Caesarea Emergency Dan Partus Spontan.� Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik.
doi: 10.26630/jkep.v14i1.1011.
Ardie, Fanny, and . Prasodjo. 2017. �Perbedaan
Frekuensi Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Aterm Yang Diberi Asi Eksklusif
Dan Susu Formula Di Wilayah Kerja Puskesmas Balongsari Kotamadya Mojokerto.� Saintika
Medika. doi: 10.22219/sm.v8i2.4110.
BKKBN. 2017. Survey Demografi Dan
Kesehatan Indonesia.
Center for Disease Control &
Prevention. 2019. �Pregnancy Mortality Surveillance System.� CDC.
Desmawati. 2013. �Penentu Kecepatan
Pengeluaran ASI Setelah Sectio Caesaria.� Kesmas: Public Health Journal.
Dewi, Ayu Devita Citra. 2019. �Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kelancaran Produksi Asi.� Jurnal �Aisyiyah Medika.
doi: 10.36729/jam.v4i1.230.
Enamberea, Rosita Rahel, Maria Dyah
Kurniasari, Dary, and Kukuh Pambuka Putra. 2020. �Pemberian Asi Eksklusif, Susu
Formula Dan Kombinasi Keduanya Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia
6-11 Bulan Di Puskesmas Cebongan Salatiga.� Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan.
Flaherman, Valerie J., and Henry C. Lee.
2013. ��Breastfeeding� by Feeding Expressed Mother�s Milk.� Pediatric
Clinics of North America.
Ginting, Enni Prina, Fikarwin Zuska, and
Asyiah Simanjorang. 2019. �Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kegagalan Inisiasi
Menyusui Dini Pada Ibu Post Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun
2018.� Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis�s Health Journal). doi:
10.33653/jkp.v6i1.213.
Haryono, Rudi, and Sulis Setianingsih.
2014. Manfaat ASI EKSKLUSIF Untuk Buah Hati Anda.
Intani, Trya Mia, Yuliarni Syafrita, and
Eva Chundrayetti. 2019. �Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dan Stimulasi
Psikososial Dengan Perkembangan Bayi Berumur 6-12 Bulan.� Jurnal Kesehatan
Andalas. doi: 10.25077/jka.v8i1s.920.
Kemenkes RI. 2017. Survey Demografi Dan
Kesehatan Indonesia.
Kemenkes RI Dirjen P2P. 2020. �Berikan ASI
Untuk Tumbuh Kembang Optimal.� Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian
dan Pengembangan. 2018. �Riset Kesehatan Dasar 2018.� Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kurniawan, Bayu. 2013. �Determinan
Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.� Jurnal Kedokteran Brawijaya.
doi: 10.21776/ub.jkb.2013.027.04.11.
Lindawati, Revi. 2019. �Hubungan
Pengetahuan, Pendidikan Dan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian ASI Eksklusif.� Faletehan
Health Journal. doi: 10.33746/fhj.v6i1.25.
Rinawati, Ririn. 2019. �Proses Laktasi Dan
Menyusui.� Journal of Chemical Information and Modeling.
RISKESDAS. 2018. �Riset Kesehatan Dasar
2018.� Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Sukarini, Luh Putu. 2015. �Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Dengan Pemberian Asi Eksklusif.� Jurnal Genta Kebidanan. doi:
10.36049/jgk.v5i2.58.
Suliasih, Rokhmah Ayu, Dwiyanti
Puspitasari, and Dhasih Afiat Dwi Pawestri. 2019. �Faktor Yang Berhubungan
Dengan Keberhasilan ASI Eksklusif.� Sari Pediatri. doi:
10.14238/sp20.6.2019.375-81.
Susanto, dkk. 2019. �Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Persalinan Sectio Caesaria.� Jurnal Kesehatan Delima
Pelamonia.
Sutanto, Andina Vita. 2018. Asuhan
Kebidanan Nifas dan Menyusui Teori dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta :.
Pustaka Baru Press. 2018. �Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui Teori Dalam
Praktik Kebidanan.� Journal of Chemical Information and Modeling.
WHO. 2017. �Maternal, Newborn, Child and
Adolescent Health.� Global Strategy for Infant and Young Child Feeding.
Widoyo, Ratno. 2017. �Peningkatan Peran
Suami Dalam Kesehatan Ibu Dan Anak Indonesia.� Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas. doi: 10.24893/jkma.v9i2.211.