Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, No. 3, Maret 2021
������
EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK UNTUK MENINGKATKAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA LANJUT USIA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DI WILAYAH PUSKESMAS MODUNG KABUPATEN BANGKALAN
Imam Shofi�i, IGAA Noviekayati dan Dyan Evita Santi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected] dan
Abstract
This study aims to determine the effectiveness of music
therapy to increase subjective well-being of the elderly in the area of Puskesmas Modung Bangkalan. This research is a quantitative,
pre-experimental study. The type of experimental design used is the re-treatment
design (one group pretest posttest design) which is an experimental design that
only uses one group of subjects (single cases) and takes measurements before
and after giving treatment to the subject. This study was conducted on elderly
people who experienced low subjective well-being during the Covid-19 pandemic
with a total sample of 50 people who were taken using purposive sampling
technique method. The results showed that music therapy was effective in
increasing Subjective Well-Being in the elderly. In addition, this study also
found differences in Subjective Well-Being between the elderly Woman with Boy.
Keywords: subjective well-being; music therapy; gender;
elderly
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi musik untuk meningkatkan subjective well-being pada lanjut usia di wilayah Puskesmas Modung Bangkalan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, praeksperimen. Jenis desain eksperimen yang digunakan adalah desain perlakuan ulang (one group pretest posttest design) merupakan desain eksperimen yang hanya menggunakan satu kelompok subjek (kasus tunggal) serta melakukan pengukuran sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada subjek. Penelitian ini dilakukan terhadap lanjut usia yang mengalami subjective well-being rendah dimasa pandemi covid-19 dengan jumlah sampel 50 orang yang diambil menggunakan metode teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi music efektif meningkatkan subjective well-being pada lanjut usia. Selain itu penelitian ini juga menemukan ada perbedaan subjective well-being antara lansia Perempuan dengan Laki-laki.
Kata kunci: subjective well-being; terapi musik; jenis kelamin;
lanjut usia
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Pada tahun 2020 jumlah
lanjut usia Di Indonesia diperkirakan akan mencapai 28,8 juta orang atau 11,34 persen. Sebaran penduduk lanjut usia tahun
2017 di Indonesia. Jawa Timur berada
di urutan ketiga tertinggi yaitu 2,9 juta (12,25%) (Badan Pusat Statistik,
2015). Dari jumlah rasio penduduk lanjut usia di Jawa Timur yaitu 12,25 % , maka diperoleh jumlah penduduk lanjut usia di wilayah Puskesmas Modung sebesar 12.000 jiwa.
Data tersebut tentu
belum memiliki makna yang strategis jika tidak dihubungkan
dengan data-data lain yang berkaitan
dengan kelompok lanjut usia tersebut,
dalam hal ini penulis ingin
mengetahui dinamika subjective well-being penduduk lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Modung. Peneliti menggunakan istilah subjective
well-being (SWB) untuk menggambarkan
kebahagiaan seseorang, karena mengacu pada pendapat Luthans bahwa istilah SWB lebih tepat dan dapat didefinisikan secara operasional. Secara sederhana definisi dari subjective
well-being adalah persepsi
seseorang terhadap pengalaman hidupnya yang terdiri dari evaluasi
kognitif dan afeksi terhadap hidup dan mempresentasikan dalam kesejahteraan psikologis.
Subjective
well-being
terletak pada pengalaman setiap individu yang merupakan pengukuran positif dan secara khas mencakup pada penialaian dari seluruh aspek kehidupan.
Diener, Suh, & Oishi dalam (Eid
and Larsen 2008), menjelaskan
bahwa individu dikatakan memiliki subjective well-being tinggi jika mengalami
kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan jarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika tidak
puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih
sering merasakan emosi negatif seperti
kemarahan atau kecemasan.
(Rahayu
2016) menyatakan
bahwa umur dan jenis kelamin memiliki
hubungan dengan subjective well being
namun pengaruhnya kecil bergantung pada segi sudut komponen
dari subjective
well being yang akan diukur.
Penelitian yang juga dilakukan oleh Wilson mengungkapkan
jika usia muda pada seseorang dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia. Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata
usia tidak berhubungan dengan kebahagiaan yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif. Kepuasan
hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, afek positif
sedikit melemah dan afek negatif tidak
berubah. (Seligman
2002) menjelaskan
hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas
emosi dimana perasaan mencapai puncak dan terpuruk dalam keputusasaan berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman.
Hal tersebut
membuat para lanjut usia banyak mengalami
kepuasan hidup yang tidak menyenangkan baik didalam keluarga
maupun dalam diri sendiri. Maka
dengan kondisi lanjut usia yang memperhatinkan peneliti ingin membantu untuk meringankan beban atau masalah
dengan memberi psikoedukasi dan terapi yang sesuai untuk lanjut
usia yang sedang mengalami pengalaman hidupnya yang kurang menyenangkan.
Biasanya para lanjut
usia bisa bekerja dan beraktivitas karena ada sesuatu
yang hendak dicapainya, dan
orang itu berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan
yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Melalui bekerja setiap orang akan mendapatkan input berupa upah/gaji/bonus
yang tentu bisa mensejahterakan kehidupan sehari-hari dengan adanya pandemi Covid 19 maka aktivitas terganggu bahkan tidak bisa berbuat
sesuatu karena ada peraturan yang harus diikuti dan dijalankan sesuai aturan yang ada setempat.
Berdasarkan data yang diperoleh, penulis menganalisa bahwa jumlah lanjut usia
yang mengalami kepuasan hidup yang tidak menyenangkan diantaranya perempuan dan laki-laki. Untuk itu penulis
juga ingin melihat pengaruh jenis kelamin terhadap dinamika derajat subjective
well-being kelompok lanjut usia, karena ada
sejumlah penelitian yang menggambarkan subjective well-being adalah
persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif
dan afeksi terhadap hidup dan mempresentasikan dalam kesejahteraan psikologis.
Tujuan terapi
musik di Wilayah Puskesmas Modung meningkatkan subjective
well-being pada lanjut usia
Menurut (Ryff.
C. & Keyes. C 2005) aspek
subjective well-being terdiri dari:
Penerimaan diri, yaitu pemahaman yang jelas akan peristiwa
yang terjadi sehingga individu dapat memberikan tanggapan secara efektif, hubungan positif dengan orang lain, seseorang dengan subjective well-being yang tinggi
mempunyai ciri-ciri berhubungan sosial yang baik, otonomi/kemandirian,
mampu untuk mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain. Selain itu orang tersebut memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur
tingkah laku dari dalam diri,
serta dapat mengevaluasi diri dengan standard personal, penguasaan
lingkungan, mampu mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
dan nilai-nilai pribadi, tujuan hidup dapat
memahami makna hidup dan mampu mengatasi masalah, hal itu memiliki
arti pada masa sekarang dan masa lalu
dalam kehidupan. Sedangkan orang yang komitmen dalam hidupnya kurang maka dia
tidak mampu memaknai hidup, pertumbuhan pribadi yang berkemban pribadi yang mempunyai locus of control sebagai
alat evaluasi, dimana seseorang tidak melihat orang lain untuk mendapatkan persetujuan, tetapi mengevaluasi diri dengan menggunakan standard pribadinya
Sehubungan dengan
jenis kelamin ada sedikit pengaruh,
karena perbedaan keduanya. Jenis kelamin, memiliki hubungan dengan keadaan hati. Perempuan lebih banyak mengalami
emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Laki-laki. Tingkat emosi rata-rata Laki-laki dengan Perempuan tidak berbeda namun Perempuan sering merasakan emosi negatif seperti
kemarahan atau kecemasan. daripada Laki-laki (Darmojo
2011).
Sedangkan untuk
jenis kelamin, (Rahayu
2016) menyatakan
bahwa secara umum tidak terdapat
perbedaan subjective
well being yang signifikan
antara laki-laki dan
Perempuan Namun perempuan memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibanding laki-laki. Secara psikologis membutuhkan intervensi psikologi tertentu yang bisa memperbaiki atau meningkatkan subjective
well-being. Intrervensi psikologis
yang diyakini mudah dan murah, efektif dan efisien adalah intervensi psikologis dengan menggunakan terapi musik, karena
terapi musik dalam berbagai penelitian bisa menunjukkan hasil yang positif terhadap kondisi psikologis seseorang.
Terapi musik
sendiri merupakan intervensi yang sedang berkembang belakangan ini sebagai sebuah
intervensi sistematis dengan terapis yang membantu klien untuk meningkatkan kesehatan menggunakan pengalaman musik dan hubungan yang berkembang diantaranya sebagai kekuatan dinamis perubahan (Bruscia
2014) musik
adalah terapi yang menggunakan musik atau terapi yang bersifat nonverbal (Wu et
al. 2006). Menurut
(Suryana
2012) terapi
musik adalah proses yang menggunakan musik untuk terapi aspek-fisik,
emosional, mental, sosial, estetika dan spiritual untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan mereka.
Terapi musik
juga mempunyai tujuan untuk membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi serta mengurangi
tingkat kecemasan pada pasien (Wu et
al. 2006).
Terapi musik
yang efektif menggunakan musik dengan komposisi
yang tepat antara tempo, ritme dan harmoni yang disesuaikan dengan tujuan dilakukannya terapi musik. Jadi memang terapi musik
yang efektif tidak bisa menggunakan sembarang musik (Wu et
al. 2006).
Musik yang sesuai
untuk meningkatkan subjective well-being lanjut usia yaitu
suara alam karena suara alam
sangat dekat dengan setiap orang dalam kehidupan sehari-harinya dan manusia memiliki daya tarik
bawaan dengan alam sehingga interaksinya
dengan alam memiliki efek terapetik
terhadap manusia itu sendiri ((Wijayanti 2016).
Mendengarkan suara
alam juga merupakan salah satu teknik relaksasi.
Suara alam seperti suara air hujan, aliran sungai,
suara burung di hutan, suara ombak
pantai dan suara hembusan angin merupakan suara-suara yang dekat dengan setiap
orang dalam kehidupan sehari-harinya tetapi penggunaan suara alam tersebut dalam
tatanan klinik masih jarang dilakukan.
E.O.Wilson dalam bukunya Biophilia mengemukakan bahwa manusia memiliki
daya tarik bawaan dengan alam
sehingga interaksinya dengan alam memiliki
efek terapetik terhadap manusia itu sendiri (Wijayanti
2016).
Rata-rata jenis
musik relaksasi yang digunakan dalam beberapa penelitian tersebut adalah jenis musik yang lembut, musik klasik
dan musik tradisional yang semuanya tidak menggunakan lirik dengan beat 60-80 beat
per minutes (bpm). Suara alam
yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut
rata-rata adalah suara burung di hutan, suara gemericik air hujan, suara katak
di persawahan, suara gelombang dan hembusan angin pantai serta
suara air terjun. Hasil
review juga menjelaskan bahwa
terapi ini didengarkan selama lebih kurang 20-30 menit dengan kondisi
subyek dibuat senyaman mungkin, rileks, lingkungan dimodifikasi tenang dan subyek bisa diistruksikan
untuk menutup mata sementara supaya lebih rileks.
Media yang digunakan rata-rata adalah
CD player atau��
MP4 player dengan headphone atau earphone.
Suara musik
tersebut selain menstimulus munculnya gelombang alfa (7-13 Hz), juga menstimulus
munculnya gelombang delta
(0,5-4 Hz), dan theta (4-8Hz). Gelombang delta mengindikasikan bahwa kondisi klien berada
dalam keadaan sangat nyaman karena
dalam keadaan ini gelombang otak
semakin melambat sehingga terjadi kondisi tidur yang sangat dalam pada klien. Sedangkan gelombang alfa merupakan pintu masuk ke
dalam pikiran bawah sadar dimana
informasi akan masuk kedalam pikiran
bawah sadar Pada kondisi ini otak
memproduksi hormon
serotonin danendorfin yang menyebabkan
seseorang merasa nyaman, tenang dan bahagia (Soyer
et al. 2017).
Hal ini disebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena music bersifat nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal. Perlu
diingat bahwa banyak dari proses dalam hidup kita
selalu ber-irama. Sebagai contoh, nafas kita, detak
jantung, dan pulsasi semuanya berulang dan berirama.
Metode Penelitian
Dalam penelitian
ini teknik sampling atau pengambilan sampel dengan menggunakan
metode teknik purposive sampling, artinya
pengambilan sekelompok subjek dengan cara
menentukan terlebih dahulu jumlah sampel
yang dikehendaki berdasarkan
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Kategori/Jenis-jenis subjek dalam penelitian
ini sudah ditentukan oleh peneliti yang akan terlibat harus
memiliki kriteria :
a)� Lanjut usia
yang berada di Wilayah Puskesmas
Modung
b)� Berusia antara
60-90 tahun
c)� Mengalami subjective well-being rendah
d) Bersedia menjadi
dan mengikuti keseluruhan dari proses penelitian berdasarkan pengisian informed concern.
Tabel 1
Desain Tahapan Atau Prosedur Penelitian
Jenis |
Pre-test |
pelakuan |
Pos-test |
kelamin |
|
|
|
Laki-laki |
O1 |
X Terapi Musik |
O2 |
Perempuan |
O1 |
|
O2 |
nonR O1 - (X) O2
Keterangan:
O1 = Pre-test
X = Perlakuan
Terapi Musik O2 = Post-test
Menurut
penelitian (Kemper and Danhauer 2005), bahwa musik secara
luas digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan, mengurangi stress, dan mengalihkan
perhatian pasien dari gejala yang tidak menyenangkan, sehingga dengan demikian jelas bahwa terapi musik
berpengaruh terhadap kondisi emosional seseorang.
Musik
merupakan salah satu elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian. Rangkaian nada alunan musik mampu meningkatkan
mood dan memengaruhi kondisi
psikologis seseorang. musik juga bisa sebagai sarana relaksasi maupun terapi, membantu memperbaiki kondisi depresi, pasien diharapkan mau berobat. Kemauan melawan penyakit akan memperbaiki kualitas hidup pasien, yang menentukan kesembuhannya.
Dalam
Pelatihan terapi musik ini menggunakan
dua metode yang pertama adalah metode ceramah dan tanya jawab serta
yang ke dua role play. Melalui
metode ceramah dan tanya jawab ini
diharapkan subyek dalam peenlitian diajak untuk mengenal
musik manfaat dari terapi. Untuk
sesi role play,
dalam sesi ini peserta akan
diajak untuk bersama-sama ikut serta dalam mempraktekkan
teknik terapi music.
Hasil dan Pembahasan
1.� Hipotesis pertama
berbunyi �Terapi musik efektif meningkatkan
subjective well-being pada lanjut usia� Hasil analisis uji paired sampel t-tes diperoleh data nilai t hitung sebesar -9.324 dengan taraf signifikansi. 0,000. Karena
taraf signifikansi lebih kecil dari
0,05 (p≤0,05), maka hipotesis
pertama ada perbedaan subjective
well-being pada lanjut usia
sebelum dan sesudah diberikan terapi musik suara alam.
Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa Terapi musik
suara alam efektif untuk meningkatkan
tingkat subjective
well-being lanjut usia
di Wilayah Puskesmas Modung
Dengan demikian hipotesis yang berbunyi �Terapi musik efektif
meningkatkan subjective
well-being pada lanjut usia�.
Diterima
2.� Hipotesis kedua
berbunyi perbedaan subjective well-being antara lanjut usia
laki-laki dan lanjut usia perempuan Berdasarkan hasil analisis uji independent paired sampel
t-test diperoleh nilai sig.
(2-tailed) atau taraf signifikansi 0,054 (p > 0,05) maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan subjective
well-being antara lanjut
usia laki-laki dan lanjut usia perempuan.
Dengan demikian hipotesis yang berbunyi �Tidak ada perbedaan
subjective well-being pada lanjut usia laki-laki
dan lanjut usia perempuan�. Ditolak
Terdapat beberapa
hasil dalam penelitian ini, dimana hasil-hasil tersebut menurut lanjut usia di Wilayah Puskesmas Modung. Musik sebagai alat
terapi yakni mempengaruhi semua organ sistem tubuh. Menurut
teori Candace Pert bahwa neuropeptida dan reseptor-reseptor
biokimia yang dikeluarkan
oleh hipotalamus berhubungan
erat dengan kejadian emosi (Djanuar
and Huda 2020). Sifat riang atau rileks
mampu mengurangi kadar kortisol, epinefrin-norepinefrin, dopa dan hormon
pertumbuhan di dalam serum .
Berikut gambaran
mekanisme sensasi musik terhadap fisiologi tubuh manusia. Otak bagian
kiri adalah proses analisa, kognitif, dan aktivitas, sedang otak kanan sebagai
proses artistik, aktivitas imaginasi. Unsur-unsur musik yakni irama,
nada dan intensitasnya masuk
ke kanalis auditorius teliga luar yang disalurkan ke tulang-tulang pendengaran. Musik tersebut akan dihantarkan
sampai ke thalamus. Musik mampu mengaktifkan
memori yang tersimpan di limbic dan mempengaruhi
sistem syaraf otonom melalui neurotransmitter yang
akan mempengaruhi hipotalamus lalu ke hipofisis.
Musik yang telah
masuk ke kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan terhadap emosional melalui feedback negatif ke kelenjar
adrenal untuk menekan pengeluaran hormon epinefrin, norepinefrin dan dopa
yang disebut dengan hormon-hormon stress. Masalah
mental seperti ketengangan,
stress berkurang, tubuh menjadi lebih rileks
(Nichols
and Humenick 2000).
Tujuan terapi
musik di Wilayah Puskesmas Modung untuk meningkatkan
subjective well-being pada lanjut usia
terdiri dari: Penerimaan diri, pemahaman yang jelas akan peristiwa yang terjadi sehingga individu dapat memberikan tanggapan secara efektif. Hubungan positif dengan orang lain, seseorang dengan subjective
well-being yang tinggi mempunyai
ciri-ciri berhubungan sosial yang baik.
Otonomi/kemandirian,
mampu untuk mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain. Selain itu, orang tersebut memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur
tingkah laku dari dalam diri,
serta dapat mengevaluasi diri dengan standard personal. Penguasaan
lingkungan, Mampu mengatur
dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya, serta mampu memilih
dan menciptakan lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.
Tujuan hidup
dapat memahami makna hidup dan mampu mengatasi masalah. Hal itu memiliki arti pada masa sekarang
dan masa lalu dalam kehidupan. Sedangkan orang yang komitmen dalam hidupnya kurang maka dia tidak
mampu memaknai hidup. Pertumbuhan pribadi yang berkembang pribadi yang mempunyai locus of control sebagai
alat evaluasi, dimana seseorang tidak melihat orang lain untuk mendapatkan persetujuan, tetapi mengevaluasi diri dengan menggunakan standard pribadinya. Sedangkan untuk jenis kelamin,
(Rahayu
2016) menyatakan
bahwa secara umum tidak terdapat
perbedaan subjective
well-being yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan namun perempuan memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibanding laki-laki.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan
sebelumnya,
maka kesimpulan yang dapat peneliti
ajukan adalah:
1. Menerapkan terapi musik
sebagaimana yang telah dilatihkan
dalam
penelitian ini dalam kehidupan
sehari-hari
supaya
dapat
membantu
meningkatkan
subjective well-being.
2. Mempertimbangkan penggunaan terapi music secara periodic
guna meningkatkan subjective
well-being para lanjut usia
di masa pandemi
Covid-19.
Bruscia, K. 2014. �Self-Experiences
in the Pedagogy of Music Therapy.� Self-Experiences in Music Therapy
Education Training, and Supervision 15�33.
Darmojo, B. 2011. �Buku Ajar Geriatic (Ilmu
Kesehatan Lanjut Usia) Edisi Ke�4.� Jakarta: FKUI.
Djanuar, Nera, and Irpan Pahmil Huda. 2020.
�Pengaruh Terapi Musik Shalawat Terhadap Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Rsud
45 Kuningan Tahun 2019.� Journal of Nursing Practice and Education 1(1).
Eid, Michael, and Randy J. Larsen. 2008. The
Science of Subjective Well-Being. Guilford Press.
Kemper, Kathi J., and Suzanne C. Danhauer.
2005. �Music as Therapy.� South Med J 98(3):282�88.
Nichols, Francine H., and Sharron Smith
Humenick. 2000. Childbirth Education: Practice, Research and Theory. WB
Saunders company.
Rahayu, Ika Kurnia. 2016. �Kesejahteraan
Subjektif (Subjective Well-Being) Pada Istri Narapidana Sekaligus Penderita
Kanker Ovarium: Studi Kasus Di Desa Ngajum Kabupaten Malang.�
Ryff. C. & Keyes. C. 2005. �The Ryff
Scales of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social
Psychology. Vol 69. No. 4.�
Seligman, M. E. P. 2002. �Autenthic
Happiness. Bandung: Mizan Media Utama.�
Soyer, Wolfgang, Randall Mackie, Stephen
Hallinan, Alice Pavesi, Gregg Nordquist, A. Suminar, R. Intani, and C. Nelson.
2017. �Multi-Physics Imaging of the Darajat Field.� GRC Transactions 41.
Suryana, Dayat. 2012. Terapi Musik:
Music Therapy 2012. CreateSpace Independent Publishing Platform.
Wijayanti, Kurnia. 2016. �Nature Sounds
Music to Decreased Anxiety on Critically Ill Patients.� Nurscope: Jurnal
Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan 2(2):20�29.
Wu, Liza C., Risal S. Djohan, Tom S. Liu,
Albert H. Chao, Robert F. Lohman, and David H. Song. 2006. �Proximal Vascular
Pedicle Preservation for Sartorius Muscle Flap Transposition.� Plastic and
Reconstructive Surgery 117(1):253�58.