Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
6, No. 3, Maret
2021
PENGGUNAAN
KATA �KIRIK� DALAM KOMUNIKASI SEHARI-HARI MASYARAKAT CIREBON (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
Juwintan dan Citra Dewi
Sekolah Tinggi
Ilmu Bahasa Asing (STIBA) Invada Cirebon, Indonesia
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
The
purpose of this study was to find out the use of the word kirik
in the sociolinguistic state. The method used is quantitative method. The data
obtained through the instrument in the form of questionnaires, the data is
processed and then the results are described using descriptive description.
Respondents in this study numbered 40 people consisting of 22 men and 18 women.
From the results of the analysis, it was found that most respondents (75%) used
the word "kirik" in daily communication. Used
in joke sites as much as 70%, situation praised as much as 24%, angry
situations as much as 60%. Thus it can be concluded
that the word kirik is a word used in non formal situations is a variation in language to add a
familiar atmosphere.
Keywords: the
word kirik; cirebon
language; sociolinguistics
Abstrak
Tujuannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
penggunaan kata kirik dalam tataran sosiolinguistik.
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif.
Data yang didapat melalui instrumen berupa kuesioner, data diolah kemudian hasilnya dijabarkan dengan menggunakan penjabaran deskriptif. Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang yang terdiri dari 22 laki-laki dan 18 perempuan. Dari hasil analisis didapat bahwa sebagian
besar responden (75%) menggunakan kata �kirik� dalam komunikasi sehari-hari. Digunakan dalam situsi bercanda
sebanyak 70%, situasi memuji sebanyak 24%, situasi marah sebanyak
60%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata kirik merupakan kata yang digunakan dalam situasi nonformal merupakan variasi dalam berbahasa guna menambahkan suasana akrab.
Kata kunci: kata kirik; bahasa cirebon; sosiolinguistik
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Disetiap
daerah memiliki jenis-jenis bahasa yang berbeda seperti basa Cirebon atau yang dikenal dengan bahasa jawa Cirebon merupakan Bahasa daerah yang digunakan masyarakat Cirebon dan sekitarnya (Setyawan, 2011).
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Salana bahwa bahasa Cirebon merupakan salah satu etnis budaya Cirebon yang berkedudukan sebagai Bahasa daerah dan masih digunakan oleh masyarakat baik lisan maupun
tulisan (Salana, 2002).
Sama halnya dengan Bahasa Jawa standar, Juwintan
menyatakan bahwa Bahasa
Cirebon juga secara leksikal
maupun morfologi dapat digolongkan ke dalam tuturan
ragam netral, ngoko, krama dan krama inggil (Juwintan, 2016).
Dalam
berkomunikasi, penggunaan tuturan tersebut juga masih sering digunakan
di lingkungan masyarakat
Cirebon. Dalam prakteknya, ragam krama dan krama inggil digunakan saat berbicara dengan orang yang berkedudukan tinggi seperti orang tua, atasan, orang dengan status sosial lebih tinggi
(Siregar, 2020),
sedangkan bahasa ngoko digunakan saat berbicara dengan teman sebaya
atau orang yang lebih muda (Mardikantoro, 2012).
Berbeda
dengan di atas, di kalangan penutur sebaya atau lebih
muda cenderung menggunaan bahasa kasar, maka munculah
fenomena bahasa yang secara leksilal memiliki arti kurang pantas apabila diucapkan namun saat ini hal
tersebut menjadi suatu kewajaran (Suryadi, 2013).
Bisa juga dikatakan bahwa penggunaannya sudah menjadi salah satu variasi bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cirebon
yaitu penggunaan kata �kirik�. Menurut KBBI, kata kirik merupakan kata dari bahasa jawa
untuk anak anjing. Biasanya digunakan sebagai kata penghalus untuk makian �asu� (anjing).
Kata �kirik� seringkali terdengar pada hampir sebagian besar percakapan bahasa Cirebon.
Berikut
beberapa contoh kalimat yang mengandung kata �kirik� dalam percakapan
sehari-hari. Data dibawah diambil dari rekaman
wawancara observasi awal penelitian ini.
1)
�Kirik
ira ana ana bae�
�Wah,
kamu ada-ada saja
2)
�Kirik
jare Manto kuh bli mengkonon�
�Masa sih!
Kata manto, bukan begitu.
3)
�Kirik
kuh!!�
�Sialan!
4)
�Kirik,
keren pisan dekore cah�
Wow! keren
sekali dekorasinya
Melihat
contoh kalimat diatas dapat dilihat
habwa kata �kirik� dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk kalimat. Penggunaanya bervariasi, mulai remaja, orang tua bahkan anak-anak
pun menggunakan kata ini. Dikarenakan penggunanya yang semakin meluas di berbagai rentang usia dan tingkatan sosial masyarakat, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait penggunaan kata �kirik� dalam komunikasi sehari hari masyarakat
Cirebon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
penggunaan kata kirik pada komunikasi masyarakat Cirebon dari rentang usia,
pendidikan dan jenis kelamin.
Pada
penelitian ini peneliti menggunakan kajian sosiolinguistik, yakni kajian yang berhubungan dengan Bahasa yang digunakan dilingkungan masyarakat. Hal ini dinyatakan (Aslinda, 2007) bahwa sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam masyarakat. Penelitian tentang kata kirik belum pernah
dilakukan sebelumnya, adapun penelitian serupa yaitu penggunaan
kata anjing dalam bahasa sunda yang diteliti oleh (Yudistira, 2015).
Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian kajian sosiolinguistik (Simatupang, Rohmadi, & Saddhono, 2019).
Sosiologi adalah ilmu yang mengkaji hubungan manusia di dalam kemasyarakatan sedangkan linguistik adalah ilmu yang mengkaji kaidah-kaidah bahasa. Jadi, sosiolinguistik adalah ilmu antardisiplin,
pertemuan empiris dari dua disiplin
ilmu yang berkaitan erat (Chaer, 2014).
Dalam hal ini tatanan masyarakat
yang juga termasuk didalamnya
bahasa yang menjadi identitas komunikasi suatu lingkup sosial
masyarakat yang terkait erat satu dengan
lainnya. Kajian ini digunakan untuk menggambarkan keadaan penggunaan bahasa dalam masyarakat. Sesuai dengan tema
penelitian ini yakni penggunaan kata �kirik� dalam komunikasi
sehari-hari masyarakat
Cirebon.
Pada
penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif (Sugiyono, 2011).
Penelitian kuantitatif merupakan metode untuk mencari dan mengumpulkan data yang dapat diukur dengan persentase
atau angka. Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui kuesioner dan disebarkan secara random kepada responden dengan berbagai rentang usia. Remaja
usia 13-17 tahun, dewasa dini dengan
rentang usia 18-40 tahun serta dewasa
madya usia 40 sampai dengan 50 tahun.�
Berikut
adalah pertanyaan yang diajukan pada kuesioner:
Tabel 1
Kisi-kisi kuesioner
NO. |
PERTANYAAN |
YA |
TIDAK |
Q1 |
Apakah anda
menggunakan kata �Kirik� dalam percakapan sehari-hari? |
|
|
Q2 |
Apakah kata �Kirik� digunakan hanya pada teman sebaya? |
|
|
Q3 |
Apakah menurut
anda kata �Kirik� merupakan bahasa kasar? |
|
|
Q4 |
Pada
situasi apa anda menggunakan kata �Kirik�? �������� (Boleh jawab lebih
dari 1) |
o
Bercanda��� o
Marah o
Memuji |
Data
yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan rumus prosentase untuk mengetahui tingkat prosentase penggunaan, kebiasaan, serta pada situasi apa kata kirik digunakan. Rumus prosentase yang digunakan sebagai berikut:
Gambar 1
Rumus prosentase
P
= f/N x 100
�
����������������������������� ���������������������������(Sudjana, 2001)
Dimana:
P��������� : prosentase
F��������� : Frekuensi
N�������� : Jumlah responden
Kemudian
data yang berupa prosentase
tersebut disajikan dengan interpretasi menurut (Arikunto, 2010),
untuk mengetahui penggunaan kata �kirik�.
Tabel 2
Tabel Interpretasi
Interprestasi |
Persentase |
Seluruh |
100% |
Hampir seluruh |
76-99% |
Sebagian
besar |
51-75% |
Setengahnya |
50% |
Hampir setengahnya |
26-49% |
Sebagian
kecil |
1-25% |
Tidak Satupun |
0% |
Hasil
dan Pembahasan
Dari
40 responden yang mengisi kuesioner dengan pertanyaan mengenai penggunaan kata �kirik� dalam komunikasi sehari hari. Didapatkan
hasil yang dipaparkan sebagai berikut;
Tabel 3
Pertanyaan Q1
NO. |
PERTANYAAN |
YA |
TIDAK |
Q1 |
Apakah anda
menggunakan kata �Kirik� dalam percakapan sehari-hari? |
75% |
25% |
Menurut
hasil analisis data untuk Q1, bahwa sebagian besar responden (75%) menggunakan kata
�kirik� dalam percakapan sehari-hari. Sedangkan hanya sebagian kecil (25%) yang tidak menggunakan kata �kirik� dalam percakapan
sehari-hari.
Tabel
4
Pertanyaan
Q2
NO. |
PERTANYAAN |
YA |
TIDAK |
Q2 |
Apakah kata �Kirik� digunakan hanya pada teman sebaya? |
72,5% |
27,5% |
Menurut
hasil analisis data Q2, bahwa sebagian besar responden (72,5% ) menggunakan kata �kirik� hanya pada teman sebaya. Hanya
sebagian kecil (27,5%) yang
menggunakannya tidak hanya dengan teman
sebaya.
Tabel 5
Pertanyaan Q3
NO. |
PERTANYAAN |
YA |
TIDAK |
Q3 |
Apakah menurut
anda kata �Kirik� merupakan bahasa kasar? |
92,5% |
7,5% |
Menurut
hasil analisis data untuk Q3, bahwa hampir seluruh (92,5% ) responden menyatakan
bahwa �kirik� merupakan kata kasar. �Sedangkan hanya sebagian kecil (7,5%) menyatakan tidak kasar.
Tabel 6
Pertanyaan Q4
NO. |
PERTANYAAN |
JUMLAH |
Q4 |
Pada
situasi apa anda menggunakan kata �Kirik�? ��������� (Boleh jawab lebih
dari 1) |
o Bercanda��� 70% o Marah����� ���60% o Memuji������ 12,5% |
Menurut
hasil analisis data untuk Q4, bahwa sebagian besar responden (70%) menggunakan kata
�kirik� dalam situsi bercanda, sebagian kecil responden (12,5%) menggunakannya dalam situasi memuji,
sebagian besar (60%) menggunakan dalam situasi marah.
Dari
hasil analisis data mengenai penggunaan kata �kirik� dalam percakapan
sehari-hari masyarakat cirebon. Didapatkan kesimpulan bahwa responden sebagian besar (75%) menyatakan menggunakan kata �kirik� dalam percakapan sehari-hari. Makna kata �kirik�bersifat kasar� disepakati hampir seluruh responden (92,5%). Sedangkan hanya sebagian kecil (7,5%) responden yang menyatakan tidak kasar.
Dapat
disimpulakn bahwa kata �kirik� digunakan oleh sebagian besar responden (75%). Sebagian besar responden (72,5%) menggunakan kata
�kirik� hanya pada teman sebaya. Hanya
sebagian kecil (27,5%) yang
menggunakannya tidak hanya dengan teman
sebaya. Dapat disampaikan juga kata �kirik� bisa digunakan terhadap mitra tutur selain orang yang sebaya.
Sedangkan
pada situsi penggunaannya, sebagian besar responden (70%) menggunakan kata
�kirik� dalam situsi bercanda, sebagian kecil responden (12,5%) menggunakannya dalam situasi memuji,
sebagian besar (60%) menggunakan dalam situasi marah. Selanjutnya akan dipaparkan penggunaan kata �kirik� dilihat dari rentang usia,
gender dan pendidikan responden.
Tabel 7
Rentang usia responden
Usia |
Iya |
Tidak |
13-17
tahun |
4 |
2 |
18
� 40 tahun |
25 |
8 |
40
� 50 tahun |
1 |
- |
Dari
tabel diatas diketahui bahwa responden yang menggunakan kata �kirik� menurut usia dapat disampaikan
sebagai berikut. Responden dengan rentang usia 13-17 tahun (remaja) sebanyak sebagian kecil (10%), responden dengan rentang usia 18-40 tahun (dewasa dini) yaitu
sebagian besar (62,5%), dan
sebagian kecil (2.5%) responden dengan rentang usia 40-50 tahun (dewasa madya).
Hal ini menunjukan bahwa penggunaan kata �Kirik� menyebar secara merata pada berbagai kelompok usia.
Tabel 8
Jenis kelamin responden
Jenis
Kelamin |
Iya |
Tidak |
L |
18 |
4 |
P |
11 |
7 |
Berdasarkan jenis kelamin, dari 40 responden yang diambil, dari 22 responden laki laki sebanyak 18 orang yakni 81% (hampir seluruhnya) menggunakan kata �kirik� dalam percakapan
sehari-hari. Sedangkan dari 18 orang responden perempuan, 11 orang yakni 61% (sebagian besar) mengguanakan kata �kirik� dalam percakapan sehari-hari.
Tabel 9
Latar belakang pendidikan responden
Pendidikan |
Iya |
Tidak |
SD |
3 |
- |
SMP |
6 |
- |
SMA |
16 |
6 |
Sarjana |
4 |
5 |
Dari
latar belakang pendidikan responden. Mulai dari lulusan
SD hingga Sarjana sebagian besar (75%) menggunakan kata �kirik� dalam komunikasi sehari hari. Meskipun
menurut data ada sebagian kecil (27,5%) responden dengan latar pendidikan SMA dan Sarjana yang menyatakan tidak menggunakan kata �Kirik� dalam komunikasi
sehari-hari.
Kesimpulan
Penggunaan
kata �kirik� yang digunakan
oleh masyarakat Cirebon termasuk
kedalam variasi bahasa dan termasuk ranah kajian sosiolinguistik.
Dalam prakteknya penggunaan kata �kirik� digunakan secara luas oleh masyarakat Cirebon. Berdasarkan hasil analisis data, pengguna bervariasi dari rentang usia remaja
yang berusia 13-17 tahun hingga usia dewasa
madya yang berusia 40-50 tahun. Penggunaannya juga tidak terbatas pada gender laki-laki saja namun juga pada perempuan. Hal ini menandakan bahwa kata �kirik� bersifat netral, tidak menjadi milik
gender tertentu. Hal tersebut
dapat dilihat dari data bahwa 11 (61%) dari 18 orang responden wanita menjawab menggunakan kata �kirik� dalam pergaulan sehari-hari. Selain itu penggunaan kata �kirik� juga tidak terbatas pada tingkat pendidikan yang dimiliki penutur. Mulai dari responden berpendidikan SD sampai Sarjana menggunakan kata �kirik� sebagai bahasa pergaulan.
Hasil analisis yang telah dipaparkan diatas sejalan dengan apa yang disampaikan (Chaer, 2014) bahwa variasi�� bahasa terjadi�� bukan�� hanya�� karena�� diakibatkan��
oleh�� para penuturnya�� yang� tidak� homogen,� tetapi� juga� dikarenakan� interaksi� sosial� yang dilakukan� sangat� beragam.� Setiap interaksi mengakibatkan terjadinya� keberagaman bahasa,� yang� akan� terus� bertambah� jika� bahasa� tersebut� sering� digunakan� oleh penutur yang sangat banyak dan diwilayah yang luas.
Maka dapat disimpulkan bahwa kata �kirik� dalam bahasa Cirebon digunakan oleh masyarakatnya sebagai salah satu bentuk variasi bahasa yang digunakan secara luas. Bukan
milik usia tertentu, gender tertentu atau status tertentu. Terlihat dari data bahwa kata �kirik� digunakan pada situsi yang bervariasi. Digunakan dalam situsi bercanda,
situasi memuji dan situasi marah. Sejatinya kata �kirik� bersifat kasar. Namun pada perkembangannya kata �kirik� tidak dianggap
kasar lagi oleh penuturnya namun lebih kepada kata yang digunakan untuk memberikan kesan akrab.
Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian dengan objek bahasa
itu sendiri. Menelitii makna �kirik� dalam ranah
kajian semantik maupun pragmatik. Data yang digunakan adalah rekaman ujaran yang mengandung kata �kirik�.
BIBLIOGRAFI
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Pendidikan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Aslinda, Leni Syafyahya. (2007). Pengantar Sosiolinguistik. Bandung:
PT Refika Aditama.
Chaer, Abdul. (2014). Linguistik Umum Edisi Revis Cetakan
Keempat. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Juwintan. (2016). Tingkat Tutur Bahasa Jawa Cirebon di
Kalangan Generasi Muda.
Mardikantoro, Hari. (2012). Bentuk Pergeseran Bahasa Jawa
Masyarakat Samin dalam Ranah Keluarga. LITERA, 11(2).
Salana. (2002). Wyakarana Tata Bahasa Cirebon.
Bandung: Humaniora Utama Press.
Setyawan, Aan. (2011). Bahasa Daerah dalam Perspektif
Kebudayaan dan Sosiolinguistik: Peran dan Pengaruhnya dalam Pergeseran dan
Pemertahanan Bahasa.
Simatupang, Ruth Remilani, Rohmadi, Muhammad, & Saddhono,
Kundharu. (2019). Tuturan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia (Kajian
Sosiolinguistik Alih Kode dan Campur Kode). Kajian Linguistik dan Sastra,
3(2), 119�130.
Siregar, Gustina. (2020). Sikap Masyarakat Penutur Bahasa Jawa
Kromo Inggil di Desa Blitar Muka Kecamatan Sindang Kelingi Rejang Lebong terhadap
Bahawa Jawa Kromo Inggil. JPT: Jurnal Pendidikan Tematik, 1(2), 42�50.
Sudjana. (2001). Metode Statistika. Bandung:
CV.Tarsito.
Sugiyono, Prof. (2011). Metodologi
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alpabeta, Bandung.
Suryadi, M. (2013). Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Ngoko dan Krama pada Ranah Keluarga dan Masyarakat di Kota Semarang dan Kota
Pekalongan. UNS (Sebelas Maret University).
Yudistira. (2015). Penggunaan Kata Anjing.