Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN
: 2548-1398
Vol.
6, No. 3, Maret 2021
������
ANALISIS
PEMAHAMAN GURU TERHADAP CAPAIAN STANDAR PEMBIAYAAN DI TINGKAT SMP/MTs DI
KABUPATEN BANDUNG
Muhamad Ihsan Hasanudin, Chaerul Rochman,
Ida Farida, Hasan Basri dan Mohamad Erihadiana
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected],
[email protected], [email protected] dan [email protected].
Abstract
One of the ways to improve the quality of education is to
fulfill financing standards. Funding in education is very important because it
is related to infrastructure, human resource development and other educational
components. In addition, teachers' understanding of financing standards is one
of the most important factors in achieving financing standards. This study aims
to determine the achievement of school financing standards for SMP / MTs
through the understanding of Islamic education and non-Islamic education
teachers of the standard indicators of financing. The method used is
descriptive quantitative, the data obtained using observation, questionnaires
and interviews. Data analysis was performed using simple statistical analysis
and triangulation of the indicators with the lowest score. The sample used was
5 Islamic education teachers and 5 non-Islamic education teachers at the SMP /
MTs level. The results showed that the percentage of understanding of Islamic
Education teachers was 86% greater than the percentage of understanding of non Islamic Education teachers by
85%. Based on the triangulation of the lowest indicators, the problem of
financing standards includes gaps between budget planning and realization due
to limited funds, and a lack of teacher involvement in planning investment
funds for facilities and infrastructure.
Keywords: teacher's understanding; financing
standards; quality of education
Abstrak
Peningkatan mutu
pendidikan salah satunya berkaitan dengan pemenuhan standar pembiayaan. Pembiayaan
dalam pendidikan menjadi sangat penting disebabkan berkaitan dengan sarana prasarana, pengembangan sumberdaya manusia dan komponen pendidikan lainnya. Selain itu, Pemahaman guru terhadap standar pembiayaan menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam pencapaian standar pembiayaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian standar pembiyaan sekolah tingkat SMP/MTs melalui pemahaman guru PAI dan
non-PAI terhadap indikator Standar Pembiayaan. Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif, data yang
diperoleh menggunakan teknik observasi, angket dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan analisis statistik sederhana, dan triangulasi terhadap indikator dengan skor terendah. Sampel yang digunakan berjumlah 5 guru PAI dan 5 guru non-PAI di tingkat SMP/MTs. Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase pemahaman guru PAI 86% lebih besar dari persentase
pemahaman guru non PAI sebesar
85%. Berdasarkan triangulasi
terhadap indikator terendah, bahwa permasalahan standar pembiayaan meliputi adanya kesenjangan antara perencanan dan realisasi anggaran yang disebabkan keterbatasan dana, dan
kurangnya keterlibatan guru
dalam perencanaan dana investasi sarana dan prasarana.
Kata kunci: pemahaman guru; standar pembiayaan; mutu pendidikan
Coresponden Author
Email: [email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Mutu pendidikan menjadi salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Dengan
demikian, Negara memiliki kewajiban menghadirkan layanan pendidikan yang bermutu bagi warga
negara. Berbagai upaya dan
strategi dilakukan oleh pemerintah
dalam upaya peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di Indonesia,
Salah satunya, pemerintah telah menyususun Standar Nasional Pendidikan melalui
PP Nomor 19 tahun 2005. Standar nasional tersebut merupakan sebagai dasar dan arah dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan dalam praktik pendidikan
agar menghasilkan layanan pendidikan yang bermutu dan berfungsi untuk mencapai tujuan Pendidikan nasional.
Peningkatan mutu pendidikan salah satunya berkaitan dengan pemenuhan standar pembiayaan. Menurut Nuraeti, formulasi penentuan kebutuhan pembiayaan dalam pendidikan menjadi faktor esensial dalam peningkatan mutu pendidikan (Hidayah
& Etty Susilowati, 2014). Pembiayaan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses mengalokasikan sumber-sumber pada kegiatan-kegiatan
atau program-program pelaksanaan
operasional pendidikan atau dalam proses belajar mengajar di kelas (Matin,
2014). Pembiayaan dalam pendidikan menjadi sangat penting disebabkan berkaitan dengan sarana prasarana, pengembangan sumberdaya manusia dan komponen pendidikan lainnya.
Pembiayaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dan masyarakat harus memahami dan menjalankan tugasnya agar pendidikan dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan amanat konstitusi bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk alokasi
anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD.
Hal tersebut, sangat berkaitan erat dengan tugas dan tanggung jawab negara untuk menjamin dan menyediakan pendidikan yang bermutu bagi warga
negara. Berdasarkan data dari
Neraca Pendidikan Daerah, pada APBD 2019 hanya terdapat 4 provinsi dan 22 kab/kota yang telah merealisasikan 20% APBD untuk biaya pendidikan. Menurut Syaiful Huda,� hasil evaluasi komisi X DPR menunjukan bahwa realisasi APBD untuk dana pendidikan hanya memiliki rata-rata 8-9% dari
total APBD (Nainggolan,
2020).
Persoalan sumber dana tersebut menjadi tantangan yang harus dihadapi lembaga pendidikan di Indonesia. Hasil Penelitian
OECD (the Organization for Economic Coperation and
Development) tentang sumber
dana pendidikan yang dilakukan
kepada kepala sekolah negeri dan swasta di
Indonesia dan 64 negara lainnya menunjukan
bahwa sumber dana pendidikan sebesar 85% dari pemerintah, 10 persen dari orangtua
siswa, masing-masing 2% dari
donatur dan pihak lainnya (Noval & Irawan, 2019). Selain itu, persoalan pembiayaan juga ditemukan dalam proses manajemen biaya pendidikan. Sekolah tidak melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan dengan baik, di antaranya masih ada sekolah
yang kesulitan dalam penyusunan RKA.
Untuk pemenuhan standar pembiyaan, sekolah harus memiliki
kemampuan mengelola pembiyaan pendidikan dengan baik dan sesuai kebutuhan sekolah untuk pemenuhan
dan peningkatan mutu standar pembiayaan. Selain itu, Pemahaman
guru terhadap standar pembiayaan menjadi salah satu faktor yang sangat penting. Guru akan terlibat dalam
proses penyusunan RKA dan juga akan
dituntut untuk membantu realisasi strategi dan tindakan yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah untuk pemenuhan
standar dan peningkatan mutu. Maka secara
moral, guru akan senang dapat bekerja di sekolah yang diakui sebagai sekolah bermutu. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian standar pembiyaan sekolah tingkat SMP/MTs melalui pemahaman guru PAI dan non-PAI terhadap
indikator Standar Pembiayaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya manajemen pembiayaan pendidikan, sehingga guru dan pengelola sekolah mampu bekerjasama untuk mencapai atau melampaui standar pembiayaan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, data yang
diperoleh dari sampel populasi yang di analisis sesuai dengan metode statistik
yang digunakan dan bermaksud
untuk mengetahui pemahaman guru terhadap capaian standar pembiayaan secara kuantitatif. Pengambilan data di lakukan dengan angket dan observasi, sedangkan sampel yang digunakan berjumlah 5 guru
Pendidikan Agama Islam, dan 5 guru non-pendidikan
Agama Islam.
Instrumen yang digunakan adalah angket tentang
pemahaman terhadap standar pembiayaan yang berjumlah 16 butir indikator. Adapun indikator tersebut meliputi; 1) sekolah memiliki Rencana Kerja Anggaran
yang memuat alokasi anggaran untuk investasi, 2) sekolah memiliki Rencana Kerja Anggaran yang memuat alokasi anggaran non-personalia, 3) sekolah
memiliki dokumen investasi sarana dan prasarana secara lengkap, 4) sekolah membelanjakan biaya untuk pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, 5) sekolah merealisasikan modal kerja sesuai dengan RKA, 6) Sekolah/madrasah menyampaikan biaya operasional untuk guru dan tenaga kependidikan, 7) sekolah merealisasikan rencana belanja anggaran pengadaan alat tulis sesuai dengan
RKA, 8) sekolah merealisasikan
pengadaan bahan dan alat habis pakai
untuk pembelajaran sesuai RKA, 9) sekolah merealisasikan pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasaran secara berkala sesuai dengan RKA, 10) sekolah mereliasasikan biaya pengadaan daya dan jasa sesuai dengan
RKA, 11) sekolah merealisasikan
biaya transportasi dan perjalanan dinas serta konsumsi, 12) sekolah mereliasasikan anggaran biaya kegiatan pembinaan siswa, 13) sekolah membelanjakan angaran untuk biaya pelaporan,
14) sekolah mengelola sumbangan Pendidikan secara sistematis, tranparan, efesien dan akuntabel, 15) sekolah memiliki pembukuan keuangan yang lengkap, 16) sekolah meiliki laporan pertanggung jawaban yang disosialiasikan kepada yayasan dan orangtua siswa.
Data yang diperoleh kemudian dilakukan penentuan skor dengan skala
ordinal 1-4 dengan ketentuan,
yaitu; nilai 1 = kurang, nilai 2 = Cukup, nilai 3 = baik, dan nilai 4 = Unggul. Dengan demikian, maka jumlah skor maksimum
adalah enam puluh empat (64). Persentase ketercapaian = (Perolehan skor: Skor Maksimum) X 100%. Berikut adalah tabel penentuan
kualifikasi persentase ketercapaian pemahaman guru terhadap capaian standar pembiayaan:
Tabel 1
Kualifikasi Persentase
Ketercapaian
NO |
Persentase |
Kualifikasi |
|||
1 |
90%-100% |
Unggul |
|
||
2 |
80%-89.99% |
Baik |
|
||
3 |
70%-79.99% |
Cukup |
|
||
4 |
60%-69.99% |
Kurang |
|
||
5 |
Kurang dari 59.99% |
Sangat
Kurang |
|
||
Sumber: (Sudjana,
2009)
Setelah diperoleh analisis data berdasarkan penentuan skor dan rata-rata persentase, maka dilanjutkan triangulasi terhadap indikator-indikator yang belum maksimal dengan cara melakukan wawancara untuk menayanakan permasalahan yang dihadapi dan penentuan solusi untuk pemecahan
masalah tersebut.
Hasil dan Pembahasan
1.
Profil Pemahaman Guru PAI dan non-PAI terhadap Capaian Indikator Standar Pembiayaan
Gambar
1
Profil Perbandingan
Pemahaman Guru PAI dan Non-PAI terhadap
Capaian Standar Pembiayaan
Berdasarkan gambar 1 bahwa perolehan skor pemahaman guru terhadap capaian standar pembiayaan sangat variatif. Persentase tertinggi pemahaman guru PAI sebesar 95% berada pada indikator 6, 11, 12, dan 14. Ketiga
indikator tersebut berkaitan dengan ketersedian biaya operasional untuk pendidik dan tenaga kependidikan, ketersediaan biaya transportasi dan perjalanan dinas, realisasi anggaran dan pengelolaan sumbangan biaya Pendidikan. Sedangkan persentase tertinggi pemahaman guru non-PAI sebesar
95% berada pada indikator
11 dan 16 tentang ketersediaan
biaya transportasi dan perjalanan dinas, dan sekolah memiliki laporan pertanggungjawaban pembiayaan yang disampaikan kepada yayasan/pemerintah dan orangtua.
Indikator
pemahan guru PAI dengan nilai terendah sebesar 75% berada pada indikator 3 dan 9. Indikator tersebut menjelaskan tentang ketersediaan dokumen investasi sarana dan prasarana, kesesuaian realisasi anggaran pemeliharaan sarana dan prasarana secara berkala. Sedangkan skor persentase terendah pemahaman guru non-PAI sebesar 70%
berada pada indikator 4 dan
12 yang menjelaskan tentang
kesesuain realisasi biaya pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, serta realisasi biaya pengembangan dan pembinaan siswa.
Profil
guru PAI dan non-PAI belum secara
utuh memahami setiap butir indikator
standar pembiayaan. Indikator yang belum dipahami secara optimal oleh guru
PAI yaitu indikator 3 dan 9
yang menjelaskan realisasi biaya investasi dan pemeliharan sarana prasarana. Ketersediaan sarana dan prasarana menjadi salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan
yang secara langsung dan tidak langsung dapat mewujudkan tujuan pendidikan (Hartoni, 2018). Biaya investasi sarana pendidikan merupakan anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang masa pemanfaatan dan penggunaannya lebih dari satu
tahun. Ghozali memperinci BSP Investasi sarana dan prasarana menjadi kelompok besar komponen sbb: (1) bangunan 30,62% -
38,95%, (2) perabot 20,43% - 27,08%, (3) peralatan 14,38% - 25,36%, (4) lahan
12,27%- 17,76% (Ghozali, 2012). Investasi sarana dan prasarana yang dilakukan oleh pihak sekolah nantinya benar-benar akan mampu menghadirkan fasilitas pendidikan yang refresentatif dan mempermudah
proses pembelajaran yang berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Menurut (Miski, 2017) bahwa ketersediaan dan kualitas sarana prasarana berkontribusi sebesar 42,26% terhadap hasil belajar siswa (Miski, 2017).
Realisasi
Anggaran pemeliharan sarana dan prasarana menjadi salah satu bagian dari proses manajemen sarana prasarana. Kegiatan pemeliharan sarana prasarana merupakan upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga
kualitas dan kondisi yang baik dan siap digunakan
dalam proses pendidikan. Pemeliharan sarana dan prasarana yang dilakukan secara kontinu dapat membantu untuk menekan pembiayaan
serta mampu mengurangi resiko kerusakan berat. Pemeliharan sarana dan prasarana harus dilakukan dengan manajemen yang baik dengan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (Suliyarti, 2019). Dalam pemeliharaan sarana dan prasarana, warga sekolah dan masyarakat sekitar harus mampu
bekerja sama agar sarana dan prasarana tetap terjaga dengan
baik dan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya.
Indikator
yang belum dipahami secara optimal oleh Guru non-PAI adalah
indikator 4 dan 12 yang menjelaskan
biaya pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan serta biaya kegiatan pembinaan siswa. Pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan merupakan sebuah upaya meningkatkan kompetensi dan produktivitas kerja pada tingkatan manajemen dan jenjang pendidikan (Purwanto., 2007) Upaya pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan perlu adanya komitmen
dari pimpinan sekolah, sehingga program pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan selalu menjadi agenda penting yang harus dilakukan antara pimpinan sekolah dan pendidik serta tenaga kependidikan. Strategi pengembangan dapat dilakukan dengan beberapa Langkah yang meliputi 1)
analisis kinerja pendidik dan tenaga kependidikan, 2) analisis kebutuhan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, dan 3) analisi sumber daya (Illahi, 2020). Salah satu faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan program
pengembangan adalah biaya. Ketersediaan anggaran pengembangan akan berdampak pada perencanaan dan pelaksanan
program pengembangan yang fisibel
dan realistis. Sedangkan menurut D. Suhardi (2010) bahwa kegiatan pembinaan siswa merupakan program khusus di luar jam pelajaran yang dilaksanakan secara sistematis oleh pihak sekolah untuk membantu
peserta didik dalam mengembangkan kepribadian, karakter, minat dan bakat. (Fufindo, 2020) kegiatan pengembangan siswa/peserta didik sangat
penting dilakukan untuk optimalisasi peran sekolah dalam
meningkatkan prestasi peserta didik baik
prestasi akademik maupun non-akademik. Dengan demikian, setiap kegiatan dan program sangat penting untuk direncanakan dalam Rencana Kerja
Anggaran, hal ini salah satunya berkaiatan dengan ketersediaan dana. Dengan ketersediaan dan dukungan pendanaan yang sesuai dengan kebutuhan, ketercapaian kegiatan dan program
sangat besar. Selain itu, penyusunan
rencana kerja anggaran harus melibatkan semua pemangku kepentingan agar menghindari kesalahpahaman dalam pelaksanaan rencana kerja anggaran
(Mursilah, 2015).
Berdasarkan hasil analisis di atas, menunjukan bahwa persentase profil pemahaman guru PAI dan
non-PAI menunjukan kualifikasi
baik, hal tersebut ditandai dengan 12 dari 16 jumlah indikator standar pembiayaan yang memiliki persentase di atas 80%. Sedangkan 4 indikator lainnya memiliki nilai persentase di bawah 80% yang menunjukan kualifikasi cukup. Dengan demikian,
pihak sekolah dan pemerintah secara bersama-sama harus mampu berkolaborasi untuk memenuhi standar pembiayaan agar memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
2. Perbandingan Persentase Responden terhadap
Capaian Standar Pembiayaan
�
Gambar 2 Perbandingan Persentase Pemahaman Standar Pembiayaan berdasarkan Responden
Berdasarkan gambar 2 diperoleh pemahaman berdasarkan responden dengan persentase tertinggi sebesar 95,3% dan persentase terendah 75%, kedua persentase tersebut diperoleh responden nomor 5 dan 3 dari guru PAI. Berdasarkan persentase ketercapaian tersebut dapat disimpulkan bahwa 4 responden dari masing-masing guru PAI dan non-PAI lebih
dari 80% yang menunjukan bahwa pemahaman terhadap capaian standar pembiayaan memiliki kualifikasi baik. Sedangkan 1 responden dari masing-masing guru
PAI dan non-PAI memiliki nilai
persentase kurang dari 80% yang menunjukan bahwa pemahaman terhadap capaian standar pembiayaan memiliki kualifikasi cukup.
Adapun
pemahaman terhadap capaian standar pembiayaan berdasarkan rata-rata persentase guru PAI dan non-PAI dapat
dilihap pada gambar 3.
�
Gambar 3 Perbandingan Rata-Rata Pemahaman Standar Pembiayaan
Berdasarkan gambar 3 menunjukan
perbandingan pemahaman terhadap standar pembiayaan dalam kategori kelompok guru bahwa persentase pemahaman guru PAI sebesar 86% lebih besar dari
pada persentase pemahaman
guru non-PAI yang memiliki skor
85%, dan keduanya lebih besar dari 80% yang termasuk kategori baik.
Perbandingan persentase pemahaman
terhadap standar pembiayaan berdasarkan kelompok guru terlihat bahwa guru PAI lebih memahami terhadap standar pembiayaan. Tetapi, pemahaman berdasarkan kelompok responden masih terdapat responden ke-3 dari masing-masing kelompok guru
PAI dan non-PAI yang memiliki nilai
cukup. Kedua responden tersebut harus mendapatkan evaluasi dan bimbingan terkait pemahaman terhadap capaian standar pembiayaan. Karena efektivitas pembiayaan pendidikan dapat terlaksana jika ada Kerjasama dan kolaborasi antara Yayasan/pemerintah, sekolah, dan masyarakat yang di dalamnya termasuk guru, sehingga keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan dapat diwujudkan dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (Ferdi, 2013).
3. Analisi Kesulitan Ketercapaian Standar
Pembiayaan
Triangulasi dilakukan untuk mendalami masalah penelitian, serta mencari penyebab dan solusi standar pembiayaan. Berdasarkan hasil analisis di atas, tringulasi dilakukan terhadap responden nomor 3 dari kelompok PAI dan no PAI. Responden nomor 3 dari kelompok PAI memiliki skor terkecil
pada indikator ke 3 dan 9, sedangkan responden nomor 3 dari kelompok
guru non-PAI memiliki skor terkecil pada indicator ke 4 dan
12.
Berdasarkan hasil triangulasi Indikator ke 3 dan 9 yang dilakukan terhadap responden nomor 3 dari kelompok guru PAI menyatakan bahwa indikator ke-3 tidak terpenuhi karena guru tidak terlibat dalam perencanaan sehingga tidak mengetahui keberadaaan dan kelengkapan dokumen investasi sarana dan prasarana. Oleh karenanya,
Yayasan dan pimpinan sekolah
harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam perumusan investasi sarana dan prasarana, karena keterlibatan guru dan semua pemangku kepentingan akan mampu menghasilkan investasi sarana dan prasarana yang tepat guna. Misalnya, dalam perencanaan investasi sarana pembelajaran, guru akan lebih memahami sarana yang sangat dibutuhkan untuk mempermudah proses pembelajaran
dan mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, Yayasan, pimpinan sekolah dan warga sekolah secara
bersama-sama harus mampu berkolaborasi untuk mencapai indikator standar tersebut. Sedangkan indikator ke 9 belum optimal disebabkan adanya kesenjangan antara rencana anggaran dengan kebutuhan anggaran dalam pelaksanaan pemeliharan sarana dan prasarana. Dengan demikian, dalam penyusunan RKA, pihak sekolah harus mampu
melakukan analisis terhadap kondisi objektif sekolah baik secara mikro
maupun makro, sehingga dengan kondisi tersebut sekolah akan mampu
menentukan program kegiatan
sekolah yang efektif dan efesien berdasarkan kemampuan anggaran sekolah. Dalam penyusunan RKA sekolah sebaiknya melakukan Langkah sebagai berikut: 1) Melakukan Evaluasi Diri sekolah (EDS) dengan melibatkan semua warga sekolah.
2) Melakukan Akumulasi isian EDS dan menyusun rekomendasi. 3) Menyusun draft RKAS, RKA berdasarkan skala prioritas hasil analisis ketercapaian Standar Nasional Pendidikan. 4) Malakukan
Sosialisasi draft RKAS dan RKA bersama
seluruh warga sekolah. 5) Forum Group DisucusionI
draft RKAS dan RKA bersama seluruh
warga sekolah. 6) Melakukan pengesahan dan sosialisasi RKA. 7) Menyediakan fasilitas untuk penyampaian saran pengelolaan pembiayaan sekolah. 8) Tim Pengembangan sekolah melakukan monitoring dan evaluasi
sesuai siklus penjaminan mutu (Soemanto, 2015).
Triangulasi terhadap indikator ke 4 dan 12 dilakukan kepada responden nomor 3 dari kelompok
guru non-PAI. Berdasarkan penjelasan
responden nomor 3 dari kelompok guru non-PAI, bahwa realisasi dan penggunaan dana pengembangan dan pembinaan siswa, pendidik dan tenaga pendidikan terhambat dengan keterbatasan dana yang dimiliki sekolah. Masalah yang dihadapi sekolah dalam pembiayaan
pendidikan, bukan saja masalah sumber
dana, juga masalah alokasi
dan penggunaan dana, sehingga
besaran biaya pendidikan yang ditanggung oleh sekolah harus dilimpahkan
kepada siswa. Dengan demikian, sekolah harus mampu
menentukan alokasi dan sumber dana dengan tepat, dan memeperhatikan ketentuan-ketentuan dari penyandang dana sehingga tidak menutup kemungkinan
ada program kegiatan sekolah yang dibiayai dengan subsidi silang. Selain itu kepala sekolah
dan unit kerja terkait harus mamiliki kemampuan dalam menggali dana dari pihak luar. Selain
itu, untuk mengatasi keterbatasan dana pengembangan pendidik, tenaga kependidikan dan siswa. Sekolah dapat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk melakukan kegiatan pengabdian yang bertujuan mengembangkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, juga dapat melakukan optimalisasi peran alumni dalam kegiatan pengembangan siswa. Dengan demikian, sekolah harus menyusun
program pendanaan secara matang dan mampu menggunakan dana pada sektor-sektor
yang benar-benar dibutuhkan
oleh sekolah.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil temuan dan pembahasan bahwa profil pemahaman guru PAI dan non-PAI
terhadap capaian standar pembiayaan menunjukan kategori baik, tetapi satu
responden dari masing-masing kelompok guru belum memahami beberapa indikator
standar pembiayaan. Malasah pembiayaan yang dihadapi sekolah bukan saja sumber
dana, juga alokasi dana. Dengan demikian, strategi defensive menjadi salah satu
alternatif yang dapat digunakan untuk menggunakan peluang dengan cara sekolah
harus mampu menggunakan dana yang tersedia dengan memperhatikan skala prioritas
untuk peningkatan standar mutu pendidikan. Selain itu, guru harus mampu
meningkatkan pemahaman terhadap standar pembiyaan agar mampu bekerja sama
dengan warga sekolah lainnya dalam pencapaian standar pembiyaan.
BIBLIOGRAFI
Ferdi, W. P. (2013). Pembiayaan
pendidikan: Suatu kajian teoritis. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 19(4),
565�578.
Fufindo, Oscar Gare. (2020). Pembinaan
kesiswaan di sekolah menengah pertama negeri kecamatan sungayang kebupaten
tanah datar. Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan, 1(1).
Ghozali, Abbas. (2012). Biaya Satuan
Pendidikan Dasar dan Kebutuhan Dana untuk Pendidikan Dasar Gratis. Cakrawala
Pendidikan, (1), 77195.
Hartoni, Hartoni. (2018). Impelementasi
Manajemen Sarana Dan Prasarana Di Sekolah Menengah Kejuruan. Al-Idarah:
Jurnal Kependidikan Islam, 8(1), 178�185.
Hidayah, Isti, & Etty Susilowati,
Sukirman. (2014). Analisis Pembiayaan Pendidikan SMA di Kota Semarang. Jurnal
Riptek, 8(2), 13�22.
Illahi, Thomasna. (2020). Pembinaan dan
Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Matin. (2014). Manajemen Pembiyaan
Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Miski, Rihatul. (2017). Pengaruh Sarana Dan
Prasarana Terhadap Hasil Belajar Siswa. Tadbir Muwahhid, 4(2).
Mursilah, Mursilah. (2015). Manajemen
Kesiswaan dan Manajemen Keuangan di SMA. Manajer Pendidikan, 9(3).
Nainggolan, Sri Yanti. (2020). Hanya Empat
Daerah yang Alokasikan Anggaran Pendidikan 20%.
Noval, Ahmad, & Irawan, Irawan. (2019).
Manajemen Pembiayaan Pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Swasta: Studi kasus di
MTs. Wihdatul Fikri Kab. Bandung. Manajemen Pendidikan, 14(1),
73�81.
Purwanto. (2007). Administrasi
Pendidikan. Suka Jaya.
SOEMANTO, Soemanto. (2015). Strategi
Pengelolaan Keuangan Di SMP Negeri 4 Ngadirojo Pacitan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Suliyarti, Riri. (2019). Manajemen
Pemeliharaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan Untuk Meningkatkan Kualitas
Pendidikan.
Sudjana. (2009). Metode Statistika. Bandung:
Tarsito.