�����������
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849
����������� e-ISSN : 2548-1398
����������� Vol. 2,
No 10 Oktober 2017
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN LUMBUNG
PANGAN DESA UNTUK KETAHANAN PANGAN
Dina Dwirayani dan Tety Suciati
Fakultas Pertanian
Universitas Swadaya Gunung Jati
Abstrak
Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merumuskan strategi pengembangan dari
lumbung pangan desa. Penelitian dilakukan di Desa Ujunggebang Kecamatan
Susukan, Kabupaten Cirebon, Provinsi
Jawa Barat. Responden penelitian ini adalah para pemangku kebijakan yang
memiliki kewenangan terhadap perkembangan lumbung yaitu pengurus lumbung
pangan, penyuluh dan pejabat pemerintahan desa. Data yang digunakan meliputi
data sekunder dan primer. Analisis data dilakukan secara deskriptif (descriptive analysis) melalui cara
pengelompokkan analisis lingkungan internal dan eksternal, kemudian memplotkan
kedalam bentuk matriks internal eksternal, matriks swot. Kekuatan terbesar ada
dalam komunikasi antar anggota, sedangkan kelemahan terbesar adalah kondisi
gudang yang kurang pemeliharaan. Peluang tertinggi adalah adanya program
pemerintah yang mendukung dan ancaman yang tertinggi adalah kerawanan pangan.
Matriks IFE skor bobotnya 2,59 dan matriks EFE 2,43. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal lumbung
berada pada kuadran V dengan skor 2,59-2,43. Strategi yang bisa diterapkan
dalam kuadran 5 ini adalah pertahankan dan jaga dengan menghasilkan 8
alternatif strategi.
Kata Kunci: Pengembangan
Lumbung Pangan, Ketahanan Pangan
Pendahuluan
Pemerintah telah
mengeluarkan PP No 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Intinya ketahanan
pangan sangat penting untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas,
mandiri, dan sejahtera melalui ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu,
bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan
terjangkau oleh daya beli masyarakat. Berbekal PP tersebut semestinya,
ketahanan pangan menjadi agenda penting bagi pemerintah bersama masyarakat
untuk dilaksanakan. Apalagi banyak komoditi penting yang sampai saat ini masih
harus impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, membangun
kewaspadaan dan/atau ketahanan pangan dari strata pemerintahan yang paling
rendah yaitu desa (kelurahan) secara bertahap dan konsisten menjadi suatu
keniscayaan untuk menjamin tegaknya kedaulatan pangan di tingkat desa dan atau
rumah tangga.
Dalam pengertian Undang-Undang
No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, Ketahanan Pangan diartikan sebagai
tercukupinya kebutuhan pangan pada rumah tangga, baik itu dalam jumlah maupun
mutu. Dalam prosesnya, pemenuhan kebutuhan pangan adalah salah satu upaya
terbaik untuk mewujudkan ketahanan pangan. Dalam pandangan Dewan Ketahanan
Pangan (2006: 57), terdapat dua aspek penting yang harus dipenuhi untuk
mewujudkan ketahanan pangan. Aspek pertama adalah terpenuhinya kebutuhan pangan
seluruh penduduk dengan lebih merata. Sedang aspek yang kedua adalah
terjaminnya fisik dan ekonomi warga dalam lingkup akses pemenuhan kebutuhan
pangannya. Sedang dalam pandangan yang berbeda Frankenberger (1992) menerangkan
bahwa terdapat indikator penting untuk menentukan suatu rumah tangga dapat
mencapai ketahanana pangan, indikator yang dimaksud adalah; indikator proses
dan indikator dampak. Frankenberger melanjutkan bahwa, indikator proses adalah
suatu gambaran situasi pangan yang digambarkan melalui ketersediaan dan akses
ke pangan tersebut. Sedang indikator dampak adalah indikator yang dapat
diterapkan untuk cerminan atas konsumen suatu pangan.
Dalam era otonomi
daerah, masyarakat perlu dilibatkan agar dapat menumbuhkembangkan dan sekaligus
memelihara tradisi, baik secara individu maupun secara kelompok, untuk
mencadangkan pangannya. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan jalan
sosialisasi yang bersifat memberikan suatu pemahaman agar terbentuk suatu
persepsi tertentu, misalnya, pemahaman bahwa mengandalkan sepenuhnya pemenuhan
pangan pokok lewat pasar bebas adalah riskan, karena masalah pangan bisa muncul
kapan saja. Dapat pula dengan upaya melakukan program aksi pemberdayaan yang
bersifat sebagai stimulan seperti program revitalisasi lumbung pangan
masyarakat.
Di samping itu secara
kelembagaan, dalam rangka pengembangan cadangan pangan pemerintah diusulkan
pembagian peran dimana pemerintah pusat tetap mengelola cadangan pangan beras,
sedangkan pemerintah daerah mengelola cadangan pangan non beras sesuai dengan
makanan pokok masyarakat setempat. Selain itu perlu mempertahankan sistem
sentralistik dalam pengelolaan cadangan pangan beras oleh pemerintah
pusat. Di samping itu, ada baiknya pula diperjelas pembagian peran,
dimana pemerintah pusat mengelola stok operasi, stok penyangga dan pipe
line stock, sedangkan pemerintah daerah mengelola reserve stock yang
diperuntukkan untuk keperluan darurat seperti bencana alam, dan konflik
sosial yang tidak bersifat nasional. Dalam hal tertentu diperlukan adanya
pendekatan terdesentralisasi (bukan terpusat) dalam mekanisme penyaluran stok
beras untuk keadaan darurat. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
melalui pengurangan koordinasi, pemotongan jalur birokrasi, pendistribusian
tugas dan wewenang, dan sekaligus pendistribusian beban biaya dan resiko di
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Ketahanan pangan
merupakan salah satu isu sensitif bagi keamanan suatu bangsa. Memantapkan
ketahanan pangan masyarakat merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena
pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi sumber daya manusia suatu
bangsa. Ketahanan pangan juga merupakan isu sentral yang menjadi domain utama
Pemerintah Kabupaten Cirebon,� khususnya
di Desa Ujunggebang. Desa Ujunggebang adalah salah satu desa di Kecamatan
Susukan, Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Luas wilayah Desa
Ujunggebang adalah 633,233 Hektar. Desa dengan dominasi penggunaan lahan
pertanian (50%). Sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang sangat
besar terhadap pembangunan perekonomian di Desa Ujunggebang. Kelompok tani
kembang pendita adalah salah satu kelompok tani disamping 5 kelompok tani
lainnya yang terdapat di Desa Ujunggebang. Salah satu program yang dipunyai
oleh kelompok tani ini adalah lumbung desa. Jumlah anggota kelompok tani
kembang pendita pada awal pendirian adalah 60, sampai saat ini yang aktif hanya
20. Lumbung pangan hanya dapat dirasakan manfaatnya oleh anggota kelompok
sehingga masyarakat luas atau masyarakat non anggota belum mendapatkan
manfaatnya ini dilihat dari tingkat persepsi terhadap lumbung yang rendah.
Selain itu bidang perekonomian desa telah memiliki Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES) dengan jenis usaha pasar desa, bank desa.
Berdasarkan fenomena
tersebut timbul pertanyaan bagaimana keadaan lumbung pangan serta bagaimana
strategi pengembangan lumbung pangan masyarakat di lokasi penelitian berkaitan
dengan banyaknya lembaga ekonomi lainnya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah �mengidentifikasi faktor strategis internal dan
eksternal dari lumbung pangan dan menentukan alternatif-alternatif strategi
pengembangan program lumbung pangan di daerah penelitian.
Metodologi
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan descriptive analysis. Penelitian dilakukan di
Desa Ujunggebang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ini
didasarkan pada fakta dan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut terdapat
program Lumbung Pangan Desa. Waktu pelaksanaan yakni pada bulan April sampai
dengan bulan September 2016. Penelitian
dilakukan pada lumbung pangan milik Kelompok Tani Kembang Pendita Desa
Ujunggebang.
Data yang digunakan
meliputi data sekunder dan primer. Data sekunder meliputi profil desa,
keberadaan lumbung pangan, jumlah pasar. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling.
Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.
Wawancara dilakukan dengan menyebarkan langsung daftar pertanyaan yang
berhubungan dengan objek penelitian. Wawancara dilakukan kepada responden untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Responden yang dimintai
informasi 15 orang, terdiri dari masyarakat petani, penyuluh di BP3K, kelompok
tani dan aparat Desa Ujunggebang. Kuesioner perumusan strategi diberikan kepada
responden yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan. Responden
penelitian ini adalah tokoh-tokoh penting yang berperan dalam pengembangan
lumbung pangan (ketua kelompok tani, penyuluh, aparat desa) untuk studi
kualitatif yaitu anggota kelompok tani, tokoh masyarakat dan masyarakat secara
umum.
Untuk membantu
mendapatkan data yang akurat, diperlukan instrumen penelitian berupa alat bantu
daftar pertanyaan dan angket. Angket dengan jenis pertanyaan tertutup sudah
menyediakan jawaban sehingga responden hanya menjawab dengan cara melingkari
(O), mencentang (V), dan menyilang (X) atau memindahkan jawaban yang mereka
paling benar (tepat) dalam kontak jawaban yang telah di sediakan. (Kusmayadi
dan Sugiarto, 2000:88 dalam Saragih (2009:32). Instrumen lain berupa kamera
digital dan tape recorder untuk merekam gambar dan suara dari responden,
serta pedoman wawancara (interview guideline) dipergunakan untuk
mengumpulkan data.
Analisis SWOT digunakan untuk memperoleh pandangan dasar mengenai
Strategi yang diperlukan dalam mencapai suatu tujuan tertentu, dalam hal ini
pengkajian tentang upaya-upaya apa saja yang dapat dijadikan solusi alternatif
dalam pengelolaan dan pengembangan lumbung pangan Desa Ujunggebang.
Menurut Rangkuti (2008 :19), kinerja
perusahaan ataupun organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal
dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor-faktor eksternal yang merupakan
peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan
faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses).
Kombinasi faktor internal dengan faktor eksternal yaitu:
1. Strategi SO (Strengths Opportunities)
Strategi SO merupakan strategi yang dibuat
berdasarkan jalan pemikiran objek, yaitu dengan menggunakan seluruh kekuatan
untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2.
Strategi ST (Strengths Threats)
Strategi ST merupakan strategi yang menggunakan
kekuatan yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weaknesses Opportunities)
Strategi WO ini ditetapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weaknesses
Threats)
Strategi
WT didasarkan� pada� kegiatan�
yang� bersifat� defensive
dan� berusaha meminimalkan
kelemahan-kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Hasil
dan Pembahasan
Pada tahun 2009 pemerintah melalui
Menteri Pertanian mengeluarkan suatu peraturan tentang �Petunjuk Teknis
Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Pertanian Tahun 2010�. Petunjuk Teknis
DAK bidang pertanian ini sebagai acuan dalam penyusunan RKA/DPA APBD kabupaten
dalam menyediakan prasarana penyuluhan ditingkat kecamatan, pengadaan
infrastruktur lahan dan air di tingkat usaha tani serta prasarana lumbung
pangan. Lumbung pangan di Kabupaten Cirebon dimulai pada tahun 2012. Program
lumbung pangan ini berada hampir di semua Desa di Kecamatan Susukan Kabupaten
Cirebon. Desa Ujunggebang adalah salah satu diantaranya yang menerima bantuan
lumbung pangan. Program lumbung pangan ditujukkan untuk penduduk yang bermata
pencaharian sebagai petani. Kegiatan pengembangan lumbung masyarakat ini
dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan cadangan pangan
masyarakat sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan. Cadangan pangan
masyarakat memiliki dua fungsi, yakni fungsi sosial sebagai cadangan pangan
yang dapat dimanfaatkan pada saat kondisi darurat seperti bencana alam dan paceklik,
serta fungsi ekonomi dimana ketika produksi berlimpah dapat disimpan di lumbung
dan pada saat harga sudah normal dapat dijual. Lumbung pangan yang diharapkan
berfungsi sebagai penyimpanan dan cadangan pangan.
����������� Berawal dari tahun 2012, program
pemerintah tentang lumbung pangan desa direalisasikan di Desa Ujunggebang.
Seperti layaknya program lain pemerintah memberikan bantuan subsidi untuk
pembuatan lumbung pangan desa. Pada awal tahun 2013, berdiri salah satunya
yaitu lumbung pangan yang dimiliki oleh kelompok tani �Kembang Pendita�.
Kelompok tani ini diketuai oleh Bapak Wasyadi. Kembang Pendita adalah salah
satu kelompok tani yang mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk membentuk
lumbung pangan desa. Walaupun bukan yang pertama mendapat bantuan, tetapi pada
perkembangnnya kelompok tani kembeng pendita ini sudah dapat bertahan dari
semenjak didirikan sampai pada saat ini.
Kelompok tani
kembang pendita didirikan pada tahun 2013, pada saat ini sudah tiga kali
berganti kepengurusan dan untuk periode sekarang diketuai oleh Bapak Wasyadi
dengan jumlah anggota awal 30 sekarang berjumlah 20 orang. Anggota kelompok
tani terdiri dari petani pemilik, petani sewa maupun buruh tani. Awal berdiri,
kelompok tani ini mendirikan lumbung pangan dengan bentuk swadaya masing-masing
anggota memberikan modal sebanyak 50 kg gabah, dan iuran wajib Rp.
10.000/bulan. Setelah kelompok tani berjalan beberapa bulan, barulah turun
bantuan untuk lumbung dari program pemerintah yaitu sebesar Rp. 30.000.000.
Bantuan dari pemerintah ini dialokasikan untuk fisik bangunan sebesar Rp.
10.000.000, kelola teknis Rp. 2.500.000, dan Rp. 17.500.000 untuk gabah yaitu
sebanyak 3 ton 3 kuintal.
����������� Kegiatan Lumbung Pangan Kelompok Tani Kembang Pendita
setelah mendapatkan dana bantuan untuk kelompok
a.
Pengadaan/Penjualan
Gabah dan Beras
Dikarenakan kelompok belum mempunyai tempat penggilingan padi sendiri,
cara pemasaran gabah secara umum adalah dengan menjualnya langsung ditempat
penggilingan yang bermitra dengan kelompok. Pembelian dalam rangka pengadaan
gabah olek kelompok lumbung pangan diutamakan untuk anggota kelompok. Rata-rata
pengadaan pertahun diperkirakan sekitar 15 ton gabah di gudang. Jumlah ini
diluar gabah yang disimpan petani di gudang. Jadi stok gabah di gudang harus
ada minimal 15 ton, hal ini dilakukan untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan
gabah anggota pada saat paceklik. Pada saat musim panen, petani menjual
gabahnya kepada lumbung, hal ini dilakukan biasanya karena harga yang
ditawarkan lebih tinggi dibandingkan jika dijual kepada tengkulak. Semua
anggota kelompok tani diharapkan ikut serta dan aktif dalam program lumbung
pangan. Setiap anggota diharapkan bisa menyimpan gabahnya di dalam gudang pada
saat panen dan bisa mengambilnya pada saat paceklik. Ketika gabah keluar dari
gudang diharapkan anggota dapat memanfaatkan gabah tersebut untuk keperluan
hidupnya, sampai menunggu panen selanjutnya. Adapun ketika ada anggota yang
tidak membutuhkan gabah diharapkan anggota dapat merekomendasikan orang lain
atau menawari orang lain yang bukan anggota untuk memanfaatkan gabah. Hal ini
dilakukan agar sistem terus berjalan sehingga gabah dapat keluar masuk, karena
jika tidak dipergunakan atau disimpan dalam gudang terus akan mengalami
penyusutan serta kerusakan terhadap gabah. Petani diluar kelompok tani boleh
meminjam asalkan ada rekomendasi dari anggota yang terlibat, sehingga yang
bertanggung jawab terhadap kelompok tetap anggota yang tercatat dalam
organisasi.
Kapasitas gudang lumbung 50 ton, dan saat ini yang tersedia di gudang
sebanyak 15 ton. Diperkirakan dalam contoh misal anggota meminjam sebanyak 1
kuintal gabah, maka bila dihitung bunganya sebanyak 60 kg/tahun yaitu sekitar
50% lebih. Pembayaran gabah ini bisa dilakukan selama 3 kali panen atau 2 kali
panen. Rinciannya sebagai berikut petani bisa membayar cicilan pertama pada
saat musim hujan sebanyak 40% dan sisanya 20% pada saat musim kering. Untuk
bunganya anggota bisa menyicil dengan diberi kemudahan sesuai kondisi. Misalkan
ada anggota yang tidak mampu bayar, pengurus mengajak anggota berkonsolidasi
dan menanyakan kemampuan bayarnya berapa perbulan sampai tunggakannya lunas.
b.
Peminjaman
Permodalan
Pinjaman diutamakan diberikan pada anggota yang aktif dan membutuhkan.
Biasanya dana diperlukan untuk kebutuhan usaha taninya. Pinjaman berkisar dari
Rp. 100.000 � Rp. 5.000.000 dan balas jasa dari pinjaman digunakan untuk
kebutuhan kelompok.
c.
Penjualan
Saprotan
Kelompok tani membuat usaha penjualan sarana dan produksi pertanian.
Penyediaan pupuk, obat-obatan, pestisida serta bahan kimia yang dibutuhkan
untuk produksi. Petani anggota bisa mengambilnya terlebih dahulu kemudian
membayar kemudian dengan menyicil.
Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam
organisasi tersebut yang secara formal berimplikasi langsung sedangkan
lingkungan ekternal adalah lingkungan yang berada di luar organisasi tersebut.
Faktor-faktor internal dan eksternal lumbung adalah sebagai berikut.
Tabel
1
Matriks
Internal Faktor Evaluation (IFE) Lumbung Pangan
|
Bobot Rata-Rata |
Rating Rata-rata |
�Skor |
Kekuatan |
|
|
|
Komunikasi
pengurus dan anggota baik |
0,128 |
4 |
0,512 |
Keuangan
dan permodalan kuat |
0,118 |
4 |
0,472 |
Penelitian
dan pengembangan baik |
0,128 |
3 |
0,384 |
Kualitas
baik (produktivitas cukup) |
0,118 |
3 |
0,354 |
Harga
bersaing |
0,118 |
3,33 |
0,393 |
Kelemahan |
|
|
|
Pemeliharaan
Kurang |
0,137 |
1 |
0,137 |
Masih
ada anggota kelompok tidak aktif |
0,128 |
1,33 |
0,170 |
Tanah
masih menyewa |
0,128 |
1,33 |
0,170 |
TOTAL |
1,00 |
|
2,59 |
Tabel
2
Matriks
Eksternal Faktor Evaluation (IFE) Lumbung Pangan
Bedasarkan kedua tabel di atas dapat disimpulkan
komunikasi yang baik antara pengurus dan anggota lumbung memiliki skor dengan
nilai terbesar yaitu, 0,512 yang merupakan kekuatan terbesar sehingga harus
dipertahankan oleh organisasi. Kekuatan terbesar kedua yang harus dipertahankan
yaitu keuangan dan permodalan yang stabil ini terlihat dari skor 0,472.
Kelemahan terbesar ada pada kondisi gudang yang buruk dikarenakan kurangnya
pemeliharaan gudang hal ini terlihat dari skor 0,182. peluang terbesar bagi
lumbung adalah adanya kebijakan pemerintah yang mendukung yaitu dengan skor
0,612. Peluang terbesar kedua pelatihan dan pembinaan oleh pemerintah dengan
skor 0,520. Perusahan mengalami ancaman terbesar yaitu kerawanan pangan akibat
bencana alam sebesar 0,148.
Gambar 1
Matriks Internal
Eksternal Lumbung
TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT
������������������ Kuat ������� ���������Rata-rata��� ������� ����������Lemah
�������� �� ����������������������������(3,0-4,0)������������� (2,0-2,99)������������ ���������
(1,0-1,99)
� ��������������������� 1,0���������������� ������������������������������������������������� ��������� 2,0
I |
|
III |
|
IV |
2,59-2,43 |
VI |
|
VII |
VIII |
IX |
Tinggi
(3,0-4,0)
TOTAL���������� Sedang
��������� EFE
��������� YANG
��������� DIBERI
��������� BOBOT������� ��� Rendah
����������� ���������� (1,0-1,99)
����������������������������������� �����
Matriks
internal dan eksternal digunakan untuk menentukan posisi perusahaan yang
didasarkan analisis total skor faktor internal dan faktor eksternal.
Berdasarkan internal dan eksternal matriks, total skor masing-masing adalah
2,59 dan 2,43. Total skor faktor internal menunjukkan lumbung memiliki faktor
internal yang tergolong medium atau rata-rata dan total skor faktor eksternal
menunjukkan lumbung memiliki faktor eksternal yang tergolong rata-rata juga.
Apabila masing-masing total skor dipetakan dalam matriks IE tampak bahwa posisi
lumbung berada pada sel V, dimana pada kuadran V ini terbaik lumbung dapat
dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara, bisa dengan penetrasi pasar
dari lumbung dan pengembangan lumbung.
Gambar
2
Analisis
SWOT Lumbung Pangan
Eksternal |
KEKUATAN-S 1. Komunikasi pengurus dengan anggota baik 2. Keuangan dan Permodalan kuat 3. Penelitian dan pengembangan baik 4. Kualitas gabah baik 5. Harga bersaing |
KELEMAHAN-W 1. Pemeliharaan kurang 2. Masih ada anggota yang tidak aktif 3. Tanah masih menyewa |
PELUANG-O 1. Adanya kebijakan pemerintah yang mendukung program 2. Permintaan gabah/beras masih tinggi 3. Pelatihan dan Pembinaan kelompok oleh pemerintah |
STRATEGI SO 1. Memperluas market share/pasar dan jaringan lumbung dan bekerja sama
dengan berbagai pihak (S1,S2,S3,S4,S5, O1,O2,O3) |
STRATEGI WO 1. Memanfaatkan bantuan dari pemerintah untuk merenovasi gudang dan
menggunakannya untuk pemeliharaan atau membeli gudang baru (S1,S3,O1) 2. Mengikutkan anggota yang tidak aktif dalam pelatihan dan pembinaan
(W2,O3) |
ANCAMAN-T 1. Alih fungsi lahan 2. Kerawanan pangan akibat bencana alam 3. Persaingan dengan lembaga keuangan lain 4. Persepsi masyarakat terhadap lumbung rendah |
STRATEGI ST 1. Mengembangkan sistem intensifikasi pertanian sehingga produktivitas
meningkat (lahan abadi) (S2,S4,S3,T1,T2) 2. Menciptakan produk berkualitas, harga murah, kemudahan proses menyimpan
dan meminjam (S2,S4,S5,T3) 3. Mengadakan pertemuan dan menjalin hubungan baik �dengan masyarakat non anggota (S1,T4) |
STRATEGI WT 1. Mensosialisasikan kembali kepada masyarakat mengenai pentingnya lumbung
melalui anggota yang aktif (W2,T4) 2. Bekerja sama dengan lembaga keuangan lain atau bermitra untuk
kepentingan bersama (W1,T3) |
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor internal
dan eksternal maka diketahui berbagai macam kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman. Setelah dilakukan analisis ternyata nila IFE dan EFE dari program
lumbung pangan kelompok tani kembang pendita di Desa Ujunggebang berada pada
level sedang atau rata-rata yaitu untuk matriks IFE sebesar 2,59 dan matriks
EFE sebesar 2,43. Hal ini menempatkan posisi berada pada kuadran V. Kuadran V
menunjukkan bahwa program ini sudah pada tahap pertahankan dan jaga. Sehingga
pada posisi ini strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memperluas pasar
atau pengembangan market share dari lumbung. Analisis Swot menghasilkan 8
strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan lumbung yaitu:
1.
Memperluas
market share/pasar dan jaringan lumbung dan bekerja sama dengan berbagai pihak
2.
Mengembangkan
sistem intensifikasi pertanian sehingga produktivitas meningkat dan menentukan
lahan abadi
3.
Menciptakan
produk berkualitas, harga murah, kemudahan proses menyimpan dan meminjam
4.
Mengadakan
pertemuan dan menjalin hubungan baik dengan masyarakat non anggota
5.
Memanfaatkan
bantuan dari pemerintah untuk merenovasi gudang dan menggunakannya untuk
pemeliharaan atau membeli gudang baru
6.
Mengikutkan
anggota yang tidak aktif dalam pelatihan dan pembinaan
7.
Mensosialisasikan
kembali kepada masyarakat mengenai pentingnya lumbung melalui anggota yang
aktif
8.
Bekerja sama
dengan lembaga keuangan lain atau bermitra untuk kepentingan bersama
BIBLIOGRAFI
Dewan
Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum
Ketahanan Pangan 2006 � 2009. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.
Maxwell,
S and M. Smith. 1992. Household Food
Security: Consepts, Indicators, Measurement: A Technical Review. Rome: International
Fund for Agricultur Development /United Nation Children�s Fund
Rangkuti,
F. 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah
Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Republik
Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah
Nomor� 68 Tahun 2002 tentang kesehatan
pangan. Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 142. Sekretariat Negara Republik
Indonesia.
Republik
Indonesia. 1996. Undangan-Undang Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan. Lembara Negara tahun 1996 Nomor 99. Sekretariat
Negara Republik Indonesia.
Saragih,
Junawi Hartasari. 2009. Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (Studi Komparatif:
Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Langkat). (Skripsi). Universitas
Sumatera Utara. Medan.