����������� ����������� ������������� �Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
�e-ISSN : 2548-1398
�Vol. 6, No.
4, April 2021
POLA PERMUKIMAN MULTIETNIK DI KAMPUNG ISLAM KEPAON
KOTA DENPASAR DAN KAWASAN KAMPUNG MELAYU DI KOTA SEMARANG
Endy Agustian, Rini Rachmawati, R Rijanta dan Agus Joko Pitoyo
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected] dan [email protected]
Abstract
This research aims to identify the pattern of multiethnic
settlements both in Kampung Islam Kepaon Denpasar and
in the Kampung Melayu Area of Semarang City. The
research method used in this study is qualitative method of case study with the
number of research cases consisting of two cases (plural/double), namely
Kampung Islam Kepon in Denpasar City and Kampung Melayu Area in Semarang City. This research was conducted
by exploring phenomena related to settlement patterns in each research case
study. The results showed that the pattern of multiethnic settlements in
Kampung Islam Kepaon Denpasar city and Kampung Melayu Area semarang city both
form a pattern of settlement colonization / grouping with a shape resembling a
rectangle and follow the pattern of roads in the settlement and the direction
of the river. The formation of settlement patterns in each case study can be
accommodated due to historical factors and also the strength of the kinship
system.
Keywords: patterns; settlements; multiethnic;
diversity; Denpasar; Semarang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola permukiman multietnik baik yang terdapat di Kampung Islam Kepaon Kota Denpasar maupun di Kawasan Kampung Melayu Kota Semarang. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini ialah metode kualitatif studi kasus dengan jumlah kasus penelitian yang terdiri atas dua kasus (jamak/ganda), yaitu Kampung Islam Kepon di Kota Denpasar dan Kawasan Kampung Melayu di Kota Semarang. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi fenomena yang berkaitan dengan pola permukiman pada masing-masing studi kasus penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola permukiman multietnik di Kampung Islam Kepaon Kota Denpasar dan Kawasan Kampung Melayu Kota Semarang keduanya membentuk pola permukiman kolonisasi/mengelompok dengan bentuk menyerupai persegi Panjang dan mengikuti pola jalan di dalam permukiman dan arah sungai. Terbentuknya pola permukiman pada masing-masing studi kasus dapat disimpulkan karena adanya faktor sejarah dan juga kuatnya sistem kekerabatan.
Kata Kunci: pola; permukiman; multietnik; kemajemukan; Denpasar; Semarang
Pendahuluan
Indonesia merupakan
contoh negara dengan keanekaragaman yang besar di
dunia. Hal tersebut dapat dilihat dari kemajemukan
bangsanya yang terdiri atas berbagai kewarganegaraan,
suku, adat istiadat, kebudayaan, agama, dan bahasa (Na�im,
A., & Syaputra, 2010). Kemajemukan tersebut dapat dilihat pada tatanan kehidupan masyarakatnya yang hidup secara berdampingan
maupun bersama-sama baik secara fisik
maupun non fisik.
Penelitian ini
merupakan kajian yang berkaitan dengan permukiman multietnik di
Indonesia. Pada dasarnya, permukiman
merupakan bagian dari ruang dan waktu berupa wadah
ataupun tempat hunian dalam bentuk
perumahan yang dimanfaatkan
oleh manusia untuk menyelenggarakan kehidupan (Kardono,
2015); (Wesnawa,
2015). Adanya
permukiman multietnik dapat diidentifikasi berdasarkan pada golongan manusia atas dasar garis keturunan ataupun latar belakang pada agama atau kepercayaan, nilai-nilai dasar kehidupan, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, sejarah, kondisi geografis, dan hubungan kekerabatan. Selain itu, adanya benang
merah yang jelas antara peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu dan masa kini menjadikan masyarakat tersebut menetap secara berkoloni/berkumpul sesuai dengan golongan tersendiri.
Terbentuknya suatu permukiman multietnik pada suatu wilayah merupakan bagian dari warisan
budaya bagi kelompok/komunitas
etnik yang memutuskan untuk bermukim disuatu tempat tertentu (Maguire, J., Grant., Louise, M., & Joe, 2002). Oleh sebab itu, maka dapat ditegaskan bahwa permukiman multietnik
merupakan suatu permukiman yang dihuni oleh masyarakat dengan latar belakang
yang berbeda-beda. Di sisi lainnya,
suatu permukiman dapat membentuk suatu pola yang merupakan cara manusia dalam
menempatkan dirinya di atas lanskap yang mengacu pada tempat tinggal, pengaturan masyarakat, sifat dan disposisi bangunan-bangunan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat (Thomas,
J., & David, 2016). Pola permukiman
dapat terbentuk karena adanya ketidaksetaraan
sosial, interelasi berkelanjutan dari kelompok yang berada diberbagai daerah, serta interaksi antar manusia dan ruang yang diatur di dalam struktur ruang. Di sisi lainnya, struktur ruang memengaruhi tindakan dan perilaku manusia yang akan memperkuat, menyesuaikan atau mengubah pola
ruang permukiman yang mereka buat dan gunakan (Markovich,
N. C., Preiser, W., & Strum, 2015).
Berbagai macam
kajian mengenai permukiman multietnik telah banyak dilakukan baik di
Indonesia maupun di dunia (di luar Indonesia) dengan sudut pandangan dan
permasalahan yang berbeda-beda. Adapun hasil dari kajian
tersebut menunjukkan bahwa permasalahan yang berhubungan dengan permukiman multietnik sangat bervariasi, seperti: faktor pembentuk permukiman etnik yang disebabkan karena faktor migrasi
(Zhang,
Druijven, & Strijker, 2019); Adanya proses indigenisasi
multietnik dan multireligi sebagai faktor pembentuk permukiman multietnik (Maximova
& Belyaev, 2017), karakteristik
permukiman multietnik di
tepian sungai yang diihat berdasarkan pada aspek fisik, aspek ekonomi, dan
aspek sosial-bidaya (Agustian,
Rachmawati, Rijanta, & Pitoyo, 2020), arsitektur permukiman
masyarakat etnik yang
dipengaruhi oleh keterlekatan sosial (Woy,
Siahaan, & Tobing, 2018); Arsitektur, ruang, dan sejarah permukiman etnik sebagai
kekuatan otoritas untuk mengendalikan wilayah (Ariestadi
& Wulandari, 2017); Pola struktur arsitektur
Melayu (Zain,
2017), konsep kebertahanan
masyarakat etnik berdasarkan
pada nilai-nilai Islam (Agustian,
Rachmawati, Rijanta, & Pitoyo, 2020); Konsep kebertahanan masyartakat etnik berdasarkan pada
modal sosial (keluarga, etnik, agama) (Chai,
Ueland, & Phiri, 2018); Identitas lokas sebagai kebertahanan masyarakat etnik (Streletsky,
2017); (Ariestadi
& Wulandari, 2017); Konsep permukiman
berbasis pada nilai-nilai Islam sebagai wujud kebertahanannya (Agustian,
2017), konsep
pembentuk ruang masyarakat etnik (Al-Haroun
& Al-Ajmi, 2018); Konsep
ruang masyatakat etnik yang membentuk model permukiman yang mengelompok (Wang,
Sigler, Corcoran, & Liu, 2019); konsep ruang
masyatakat etnik membentuk pola prilaku etnik (sempit, tidak stabil,
ketidakpedulian) (Konstantinov,
2017). Berdasarkan
pada hasil penelitian-penelitian
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kajian mengenai
permukiman multietnik telah dilakukan baik ditinjau berdasarkan
pada aspek fisik permukiman maupun aspek fisik non permukiman. Penelitian-penelitian
sebelumnya hanya berfokus pada satu kajian baik dalam
cakupan substansi yang dicapai di dalam penelitian maupun cakupan dari segi
wilayah penelitian. Atas dasar
itu, maka dapat ditegaskan bahwa berdasarkan pada hasil kajian mengenai
permukiman multietnik sebelumnya masih belum banyak mempertimbangkan
aspek lokasi yang menggunakan beberapa lokasi penelitian sebagai bahan kajian.
Dengan demikian, maka celah yang dapat diambil di dalam penelitian ini ialah dari
sisi lokasi penelitian yang menggunakan jumlah lokasi penelitian
sebanyak dua buah lokasi penelitian
yang secara tidak langsung sebagai studi kasus penelitian.
Penelitian ini
mengambil dua studi kasus permukiman
multietnik di Indonesia. Lokasi penelitian
ditentukan berdasarkan pada
variasi lokasi yang mempunyai karakteristik dan keunikan wilayah yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya, yaitu: (1) permukiman Kawasan
Kampung Melayu di Kota Semarang dan (2) permukiman Kampung Islam Kepaon
di Desa Pemogan, Kota
Denpasar. Kampung tersebut merupakan
sebuah potret permukiman masyarakat yang berbasis Islam dan nilai-nilai tradisi, adat istiadat,
budaya, dan kebiasaan warisan leluhur agama Islam di tengah penduduk Bali yang mayoritas beragama Hindu. Kampung Islam Kepaon merupakan satu-satunya kampung
Islam yang berada di pusat
Kota Denpasar dan sesuai perkembangannya
ditempati oleh orang-orang Islam dari
berbagai etnik, seperti: etnik Jawa, etnik Madura, etnik Bugis, dan etnik Palembang
yang dapat menjaga eksistensinya sampai dengan saat ini.
Sementara itu, Kawasan
Kampung Melayu merupakan kawasan yang memperlihatkan perpaduan budaya multietnik antara etnik Arab, etnik Tionghoa, etnik Bugis Banjar dan etnik-etnik lainnya yang berasal dari luar
Kota Semarang. Keberagaman etnik
di dalam permukiman kawasan Kampung Melayu memberikan pengaruh pada sistem penamaan nama kampung, seperti Kampung Pecikan, Kampung Banjar, Kampung Cerbonan, Kampung Baru dan sebagainya. Berdasarkan pada studi kasus penelitian,
maka penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pola permukiman multietnik pada
masing-masing studi kasus penelitian, yaitu (1) permukiman Kawasan Kampung Melayu
di Kota Semarang dan (2) permukiman Kampung Islam Kepaon di Desa Pemogan, Kota Denpasar.
Metode Penelitian
Metode penelitian
yang digunakan di dalam penelitian ini ialah metode kualitatif
studi kasus. Penelitian ini menggunakan
jumlah kasus jamak/ganda (multiple case), dengan jumlah kasus penelitian
yang terdiri atas dua kasus penelitian
yaitu: (1) permukiman Kawasan Kampung Melayu
di Kota Semarang dan (2) permukiman Kampung Islam Kepaon di Desa Pemogan, Kota Denpasar. Dalam metode penelitian studi kasus, terdapat empat aplikasi yang harus diperhatikan, yaitu: (1)
menjelaskan hubungan sebab akibat dalam dunia nyata melalui survey atau eksperimen, (2) menggambarkan konteks dan intervensi yang
terjadi di dunia nyata, (3) menggambarkan topik-topik
tertentu dengan menggunakan deskriptif, dan (4) menjelaskan situasi-situasi yang tidak memiliki satu set
hasil yang jelas (Yin, 2014). Data yang digunakan di dalam penelitian ini berdasarkan pada
beberapa bukti sumber di dalam metode penelitian studi kasus,
meliputi: wawancara (wawancara
mendalam), observasi, dokumen, rekaman arsip dan perangkat fisik (Yin, 2014). Pengumpulan data di dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara mengeksplorasi fenomena yang berkaitan dengan pola permukiman pada
masing-masing studi kasus penelitian.
Setelah proses
pengumpulan data telah dilakukan, maka data diolah ke
dalam spread sheet dan dilakukan pengkodean, tujuannya untuk mempermudah dalam
pengorganisasian data. Adapun analisis bukti (data) dalam metode studi kasus terdiri atas pengujian, pengkategorian, pentabulasian, ataupun pengkombinasian bukti-bukti empiri (Yin, 2014). Terdapat lima teknik analisis yang dapat dilakukan dalam
melakukan analisis data di dalam metode penelitian studi kasus,
yaitu; penjodohan pola,
pembuatan penjelasan (eksplanasi), analisis deret waktu, model logika dan sintesis lintas kasus.
Masing-masing teknik analisis tersebut dapat diaplikasikan baik pada satu kasus
tunggal maupun multikasus dan setiap studi kasus hendaknya mempertimbangkan
teknik-teknik tersebut. Penelitian
ini juga menggunakan pendekatan keruangan sebagai basis analisis penelitian
khususnya untuk menganalisis aspek-aspek keruangan yang digunakan.
Di sisi lainnya, penelitian studi kasus
terdapat beberapa taktik untuk menentukan kriteria di dalam menentukan kualitas
penelitian, yaitu construct
validity, internal validity, external validity, reliability (Yin, 2014), serta untuk lebih mendukung kualitas dan verifikasi
penelitian maka perlu dilakukan verifikasi yang intensif dengan cara triangulasi dan member
check (Stake,
2013).
�
Hasil dan Pembahasan
A.
Pola Permukiman
Multietnik di Kampung Islam Kepaon
Kota Denpasar
Pada dasarnya, terbentuknya suatu permukiman di suatu wilayah merupakan hasil dari kolonisasi dari sekumpulan komunitas yang memutuskan untuk menempati wilayah yang diinginkan, sehingga membentuk suatu dusun/kampung/desa maupun kota. Pola permukiman di Kampung Islam Kepaon dapat diketahui melalui dua cara yaitu dengan mengamati citra satelit/foto udara dan juga dengan cara melakukan observasi lapangan secara langsung untuk mengklarifikasi hasil amatan on screen melalui citra satelit/foto udara. Berdasarkan hasil amatan on screen melalui foto udara yang telah terkoreksi, maka dapat dikatakan bahwa pola permukiman di Kampung Islam Kepaon membentuk pola kolonisasi/mengelompok dengan bentuk pola permukiman secara keseluruhan yang menyerupai persegi panjang. Selain itu, penampakan permukiman di Kampung Islam Kepaon dibagi menjadi dua bagian, yaitu permukiman pada bagian timur dan permukiman pada bagian barat dengan pola permukiman yang mengikuti arah jalan dan dipisahkan oleh sebuah sungai yang bernama Sungai Tukad Badung.
Berdasarkan hasil observasi, maka dapat diklarifikasi bahwa pola permukiman yang terdapat di Kampung Islam Kepaon membentuk pola sesuai dengan amatan secara on screen yaitu membentuk pola permukiman kolonisasi/mengelompok.
Gambar 1
Pola permukiman di Kampung Islam Kepaon
Berdasarkan sejarahnya, Kampung Islam Kepaon merupakan wilayah yang diberikan oleh Raja Badung Puri Pemecutan kepada para pengawal kerajaan sebagai bentuk penebusan dosanya karena telah membunuh sang anak (Raden Ayu Siti Khadijah). Para pengawal tersebut diberikan sebuah wilayah yaitu wilayah Kepaon untuk melangsungkan kehidupan sampai dengan menghasilkan keturunan. Pada awalnya, Kampung Islam Kepaon dibagi menjadi dua peruntukan lahan, yaitu lahan pertanian dan non pertanian (permukiman). Lahan non pertanian (permukiman) terdapat di bagian timur kampung yang merupakan tempat beraktivitasnya seluruh masyarakat setempat dengan pusat kegiatan, sedangkan pada bagian barat kampung merupakan lahan pertanian berupa sawah maupun kebun nanas dan kelapa. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu terjadi alih fungsi lahan ataupun pemekaran wilayah yang menjadikan lahan di Kampung Islam Kepaon lebih didominasi oleh lahan non pertanian (permukiman).
Gambar 2
Tata guna lahan Kampung Islam Kepaon
Pada bagian timur kampung atau berada di sekitar Masjid Besar Al-Muhajirin, permukiman lebih diperuntukan untuk masyarakat lama yang merupakan keturunan dari para pengawal dari Kejaraan Badung Puri Pemecutan, sedangkan, pada bagian barat kampung merupakan permukiman hasil dari alih fungsi lahan yang terjadi pada tahun 1983 dan lebih diperuntukan untuk masyarakat/generasi baru yang berasal dari keturunan-keturunan dari masyarakat pada bagian kampung. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pola permukiman yang terbentuk di Kampung Islam Kepaon dipengaruhi oleh faktor sejarah dan juga sistem kekerabatan.
Gambar 3
Pola permukiman di Kampung Islam Kepaon
berdasarkan pada pengelompokan kekerabatan
B.
Pola Permukiman Multietnik
di Kawasan Kampung Melayu Kota Semarang
Permukiman dapat dikatakan
sebagai suatu kolonisasi dari masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah yang
sebelumnya telah mengalami proses migrasi. Koloninasi
dari masyarakat tersebut membentuk suatu wilayah yang dapat dinamakan sebagai suatu
kampung, dusun, desa,
maupun kota. Salah satu fenomena permukiman yang
telah dieksplorasi pada salah studi kasus penelitian ini ialah permukiman
kawasan Kampung Melayu di Kota Semarang.
Pada awalnya,
sejak kedatangan para pendatang yang berasal dari Arab, Tiongkok,
Banjar, Jawa dan daerah-daerah lainnya dari luar Kota Semarang, permukiman yang
terdapat di kawasan Kampung Melayu hanya terkonsentrasi di sepanjang koridor
Jalan Layur. Hal ini dikarenakan aktivitas
perdagangan yang sangat aktif dan pesat di kawasan tersebut,
sehingga menyebabkan para pendatang memutuskan untuk membeli lahan/tanah dan bermukim di
kawasan tersebut dengan tujuan untuk mempermudah aktivitas perdagangan mereka. Para pendatang tersebut merupakan para tuan tanah
yang mempunyai aset berupa lahan/tanah
yang tersebar secara merata di kawasan Kampung Melayu,
baik yang sudah didirikan bangunan rumah maupun masih dalam berbentuk lahan kosong. Lahan/tanah
tersebut disewakan kepada para pendatang lainnya yang berasal dari berbagai
daerah apabila ingin bermukim di kawasan Kampung Melayu.�
Seiring berjalannya waktu
para pendatang dari berbagai daerah mulai berdatangan ke kawasan Kampung Melayu, sehingga menyebabkan tidak terkonsentrasinya
permukiman hanya di sepanjang koridor Jalan Layur saja.
Permukiman tersebar secara merata di kawasan Kampung Melayu,
namun kepadatannya tidak sepadat seperti kondisi saat ini.
Selain itu, kawasan Kampung Melayu terdiri atas
kampung-kampung yang dihuni oleh banyak pendatang dari berbagai macam etnik dan
daerah. Dengan demikian,
maka secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap terbentuknya kehidupan
yang majemuk di dalam permukiman Kampung Melayu.
Pola permukiman kawasan
Kampung Melayu dapat diketahui melalui dua cara yaitu,
dengan mengamati citra satelit/foto
udara dan juga dengan cara melakukan observasi lapangan secara langsung yang
berfungsi sebagai bentuk klarifikasi dari hasil amatan melalui citra satelit/foto udara.
Berdasarkan hasil amatan melalui foto udara yang telah terkoreksi dengan cara on screen, maka dapat dikatakan bahwa
pola permukiman yang terdapat di kawasan Kampung Melayu membentuk pola
permukiman kolonisasi/mengelompok
dengan bentuk pola permukiman secara keseluruhan menyerupai persegi panjang. Berdasarkan hasil amatan tersebut,
penampakan permukiman di kawasan Kampung Melayu dipenuhi oleh bangunan-bangunan
yang padat di setiap bloknya dan tidak terdapat lahan/tanah yang tersedia untuk penutup lahan
lainnya. Selain itu, blok permukiman
yang terdapat pada bagian dalam permukiman membentuk pola yang teratur dan juga mengikuti pola jalan yang terdapat di dalam kawasan tersebut, sedangkan blok permukiman yang terdapat pada bagian timur (sepanjang koridor
Jalan Layur) membentuk pola koloniasi/mengelompok yang mengikuti arah Kali Semarang yang terbentang
di kawasan Kampung Melayu.
Berdasarkan hasil
observasi lapangan, maka telah terklarifikasi
bahwa pola permukiman yang terdapat di kawasan Kampung Melayu membentuk pola kolonisasi/mengelompok. Pola permukiman di kawasan Kampung Melayu dipengaruhi oleh faktor sejarah dan sistem kekerabatan yang sangat kental.� Perkawinan yang terjadi antar sesama
etnik dan perkawinan silang antar etnik memberikan pengaruh terhadap kepadatan di setiap blok permukiman sampai dengan saat
ini. Selain itu, kentalnya unsur kekerabatan tersebut juga memberikan pengaruh terhadap tata letak bangunan dengan jarak yang saling berdekatan dan berhadapan antar satu dengan yang lainnya.
Proyeksi: Uviversal Transverse Mercator Datum WGS 1984 Zona 49 S Sistem Grid: Geografis dan UTM
Gambar 4
Pola permukiman
di Kawasan Kampung Melayu
Proyeksi: Uviversal Transverse Mercator Datum WGS 1984 Zona 49 S Sistem Grid: Geografis dan UTM
Gambar 5
Tata guna lahan Kawasan Kampung Melayu
Berdasarkan hasil analisis secara on screen melalui
foto udara mengenai tata guna lahan di kawasan Kampung Melayu. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tata guna lahan kawasan Kampung Melayu didominasi oleh permukiman dan menunjukkan beberapa penutup lahan lainnya seperti
vegetasi berupa pepohonan dan Kali Semarang yang terbentang
jelas di kawasan tersebut. Berdasarkan sejarahnya, lahan/tanah
yang terdapat di kawasan
Kampung Melayu sebagian besar berasal dari
warisan yang diberikan oleh
leluhur terdahulu. Lahan/tanah tersebut
kebanyakan dimiliki oleh
tuan tanah yang merupakan etnik Arab, etnik Tionghoa, dan
etnik Banjar atau generasi pertama yang datang ke kawasan Kampung Melayu. Hal
tersebut sejalan dengan kajian yang berkaitan dengan faktor pembentuk
permukiman etnik yang disebabkan karena faktor migrasi yang secara tidak
langsung sebagai proses terbentuknya suatu kawasan/wilayah yang membetuk suatu
komunitas (Zhang,
Druijven, & Strijker, 2019). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan kesinergian antara
fenomena yang ditemukan pada studi kasus penelitian yang dikaitkan dengan hasil
penelitian terdahulu.
Pola permukiman kawasan
Kampung Melayu membentuk pola permukiman kolonisasi/mengumpul. Pola permukiman tersebut merepresentasikan
persebaran etnik atau kelompok etnik yang terdapat pada masing-masing kampung.
Di sisi lainnya, pola permukiman kolonisasi/mengumpul mengindikasikan pada pengelompokan dari
masing-masing etnik yang bermukim, serta memberikan
pengaruh terhadap toponimi kampung (penamaan nama
kampung) yang terdapat di kawasan Kampung Melayu.
Kawasan Kampung melayu terdiri atas beberapa kampung yang dihuni oleh berbagai
macam etnik. Adapun pengelompokan etnik-etnik yang
tersebar di setiap kampung meliputi: (a) etnik Arab:
terdapat di Kampung Baru dan Kampung Pencikan; (b)
etnik Jawa: terdapat di Kampung Geni Buntu, Kampung Geni Malang, Kampung Geni Besar, Kampung Keranjangan Kecil, Kampung Keranjangan Besar, Kampung Lengkong Kambing,
Kampung Boro dan Kampung Lengkong Sop; (c) etnik Madura: terdapat di Kampung
Kayu Manis; (d) etnik Banjar: terdapat di Kampung Banjar; (e) etnik Arab Kojo:
terdapat di Kampung Peranakan; (f) etnik Arab dan etnik Jawa:
terdapat di Kampung Lawang Gajah dan Kampung Geni Kecil; (g) etnik Arab, etnik Jawa, dan etnik Banjar: terdapat di Kampung Kalicilik; (h) etnik Arab, etnik Tionghoa,
etnik Banjar, dan etnik Jawa: terdapat di Kampung
Pulo dan di sepanjang koridor Jalan Layur; (i) para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia:
terdapat di Kampung Pace dan Kampung Pelimbungan.
Persebaran etnik di
kawasan Kampung Melayu tidak dapat terlepas dari faktor sejarah dan kuatnya
sistem kekerabatan di kawasan Kampung Melayu. Adanya perkawinan silang
tersebut secara tidak langsung memperkaya kelompok etnik di kawasan Kampung Melayu, serta sebagai
cara untuk menciptakan hubungan kekeluargaan/kekerabatan yang sangat erat antar
etnik. Kuatnya hubungan kekerabatan antar etnik dapat
dilihat pada posisi rumah antar warga
atau antar etnik yang
saling berdekatan satu dengan lainnya. Adanya persebaran etnik di
kawasan Kampung Melayu secara tidak langsung menggambarkan tempat hunian dari
masing-masing etnik yang ada. Dengan demikian, maka dapat dinyatakan bahwa
persebaran pola hunian dari masing-masing etnik di kawasan Kampung Melayu dapat
teridentifikasi dengan baik. Atas dasar
itu, maka fenomena yang
ditunjukkan di Kawasan Kampung Melayu Kota Semarang dapat memperkaya
konsep/teori toponimi kampung, kohesi sosial (sistem kekerabatan), permukiman
multietnik (pola permukiman multietnik), serta empiri permukiman multietnik
yang berkaitan dengan konsep ruang masyarakat etnik (Al-Haroun & Al-Ajmi, 2018;
Wang, Sigler, Corcoran, & Liu, 2019). Di sisi lainnya, adanya penelitian
ini juga memberikan informasi maupun gambaran bagi kasus-kasus permukiman
multietnik lainnya khususnya dalam pengembangan penataan pola permukiman
multietnik.
Proyeksi: Uviversal Transverse Mercator Datum WGS 1984 Zona 49 S Sistem Grid: Geografis dan UTM
Gambar 6
Pola permukiman berdasarkan pengelompokan
etnik di Kawasan Kampung Melayu
Kesimpulan
Pola permukiman multietnik di Kampung
Islam Kepaon Kota Denpasar dan Kawasan Kampung Melayu Kota Semarang keduanya
membentuk pola permukiman kolonisai/mengelompok. Pola permukiman di Kampung
Islam Kepaon Kota Denpasar membentuk pola kolonisasi/mengelompok dengan bentuk
pola permukiman secara keseluruhan yang menyerupai persegi panjang. Selain itu,
penampakan permukiman di Kampung Islam Kepaon dibagi menjadi dua bagian, yaitu permukiman
pada bagian timur dan permukiman pada bagian barat dengan pola permukiman yang
mengikuti arah jalan dan dipisahkan oleh sebuah sungai. Sementara itu, pola permukiman di Kawasan Kampung Melayu
Kota Semarang membentuk pola permukiman kolonisasi/mengelompok
dengan bentuk pola permukiman secara keseluruhan menyerupai persegi panjang. Selain
itu, blok permukiman yang terdapat pada bagian dalam permukiman membentuk pola
yang teratur dan juga mengikuti pola jalan yang terdapat di dalam kawasan
tersebut, sedangkan blok permukiman yang terdapat pada bagian timur (sepanjar
koridor Jalan Layur) membentuk pola koloniasi/mengelompok yang mengikuti arah kali
(sungai). Terbentuknya pola
permukiman kolonisasi/mengelompok di Kampung Islam Kepaon dan Kawasan Kampung
Melayu dapat disimpukan karena adanya faktor sejarah dan juga kuatnya sistem
kekerabatan. Adanya fenomena pola permukiman multietnik yang digambarkan pada
Kampung Islam Kepaon di Kota Denpasar dan Kawasan Kampung Melayu di Kota
Semarang memperkaya konsep/teori yang berkaitan dengan permukiman multietnik
(pola permukiman) dan kohesi sosial (sistem kekerabatan). Di sisi lainnya,
adanya penelitian ini memperkaya empiri yang berkaitan dengan permukiman
multietnik dari sisi konsep ruang permukiman etnik yang digambarkan pada pola
permukiman multietnik baik di Kampung Islam Kepaon Kota Denpasar dan Kawasan
Kampung Melayu Kota Semarang.
BIBLIOGRAFI
Agustian, Endy. (2017). Nilai Nilai Lokal
Sebagai Basis Perencanaan Permukiman Berkelanjutan. Plano Madani: Jurnal
Perencanaan Wilayah Dan Kota, 6(2), 115�127. Google Scholar
Agustian, Endy, Rachmawati, Rini, Rijanta,
Raden, & Pitoyo, Agus Joko. (2020). Characteristic of multi-ethnic
settlement in Indonesia, a case study: Kampung 3-4 Ulu Laut settlement on Musi
Riverbank in Palembang City. E3S Web of Conferences, 200, 3002. Google Scholar
Agustian, E.,� Rachmawati,
R., Rijanta, R., &� Pitoyo, A. J.
(2020). Multi-ethnic Settlement Concept in Denpasar City,
Bali, Indonesia. Journal of Physics: Conference Series, 1655 (012132), 1-12. Google Scholar
Al-Haroun, Yousef, & Al-Ajmi, Mohammed.
(2018). Understanding socio-cultural spaces between the Hadhar and Badu houses
in Kuwait. ArchNet-IJAR: International Journal of Architectural Research,
12(3), 68. Google Scholar
Ariestadi, Dian, & Wulandari, Lisa Dwi.
(2017). Architecture, space and power in historical multi-ethnic city Gresik. MATEC
Web of Conferences, 101, 5027. EDP Sciences. Google Scholar
Chai, Choon Lee, Ueland, Kayla, &
Phiri, Tabitha. (2018). The use of human capital and limitations of social
capital in advancing economic security among immigrant women living in central
Alberta, Canada. Social Sciences, 7(11), 220. Google Scholar
Kardono, P. (2015). Pengembangan Wilayah
Permukiman dalam Perspektif Geoaspasial. Jakarta: Polimedia Publishing.
Konstantinov, Vsevolod. (2017). The role of
the host local population in the process of migrants� adaptation. Social
Sciences, 6(3), 92. Google Scholar
Maguire, J., Grant., Louise, M., & Joe,
B. (2002). Sports World: A Sociological perspectiv. Champaign, 1L: Human
Kinetics.
Markovich, N. C., Preiser, W., & Strum,
F. G. (2015). Peublo Style and Regional Achitecture. New York:
Routledge. Google Scholar
Maximova, Olga Aleksandrovna, &
Belyaev, Vladimir Aleksandrovich. (2017). Generational Indigenation in a
Multi-Ethnic and Multi-Religious Society (Tatarstan, Russia). Opci�n:
Revista de Ciencias Humanas y Sociales, (84), 38�64. Google Scholar
Na�im, A., & Syaputra, H. (2010). Kewarganegaraan,
Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia. Jakarta:
Badan Pusat Statistik. Google Scholar
Stake, Robert E. (2013). Multiple case
study analysis. Guilford press. Google Scholar
Streletsky, Vladimir N. (2017). Ethnic,
confessional and cultural patterns of regionalism in the post-Soviet Russia. Hungarian
Geographical Bulletin, 66(3), 219�233.
Thomas, J., & David, B. (2016). Handbook
of Landscape Archaecology. London and New York: Routledge.
Wang, Siqin, Sigler, Thomas, Corcoran,
Jonathan, & Liu, Yan. (2019). Modelling the spatial dynamics of Mainland
China-born migrants in Australia. Australian Geographer, 50(2),
201�219. Google Scholar
Wesnawa, I. G. A. (2015). Geografi
Permukiman. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Woy, Valeria, Siahaan, Uras, & Tobing, Rumiati
R. (2018). Adaptasi Arsitektur Hunian Etnik Campuran Di Sulawesi Utara. Jurnal
Penelitian Dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti, 16(1), 14�24. Google Scholar
Yin, Robert K. (2014). Case study research:
design and methods. Fifth edit. United Stated of America. Google Scholar
Zain, Zairin, & Alam, Rinada Shafa.
(2017). Identifikasi Pola Struktur Rumah Tinggal, Studi Kasus: Arsitektur
Tradisional Melayu Di Kota Pontianak. Langkau Betang: Jurnal Arsitektur,
4(1), 44�66. Google Scholar
Zhang, Bo, Druijven, Peter, & Strijker,
Dirk. (2019). Hui family migration in Northwest China: patterns, experiences
and social capital. Ethnic and Racial Studies, 42(12), 2008�2026.
Google Scholar
Endy Agustian, Rini
Rachmawati, R Rijanta dan
Agus Joko Pitoyo (2021) |
First publication right: Journal Syntax Literate |
This article is licensed under: |