�����������
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849
����������� e-ISSN : 2548-1398
����������� Vol. 2,
No 11 November 2017
SINTESIS MASKER GEL NANOSELULOSA DARI BAHAN DAUN UBI JALAR MERAH
Ahmad
Fikri
Universitas Islam Al-Ihya
Kuningan
Abstrak
Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten
Kuningan banyak memproduksi ubi jalar. Produksi yang banyak akan menghasilkan
limbah pertanian. Limbah pertanian ubi jalar adalah daun, batang dan akar. Daun
ubi jalar memiliki nilai karbohidrat sebanyak 8,82%. Karbohidrat bisa
diektraksi menjadi selulosa dan dihidrolisis menjadi nanoselulosa. Nanoselulosa
bisa diaplikasikan sebagai material masker gel. Kajian awal ini fokus terhadap
sintesis material untuk aplikasi masker gel nanoselulosa yang diharapkan bisa
digunakan sebagai pengontrol pelepasan zat aktif. Tahapan penelitian ini adalah
isolasi selulosa, hidrolisis selulosa, pembuatan masker gel, karakterisasi
kekuatan bahan, SEM dan UV-VIS. Hidrolisis selulosa menggunakan H2SO4 dengan pemanasan dan stirring.
Penggunaan PVA 15% digunakan sebagai bahan utama sintesis masker gel. Hasil pengujian
tarik menunjukan kekuatan tarik yang meningkat seiring dengan penambahan jumlah
nanoselulosa. Karakterisasi UV-Vis menunjukan cahaya visible diserap dan
dipantulkan dipermukaan. SEM menunjukan morfologi masker gel yang tertutup.
Kata
Kunci: Nanoselulosa, Ubi Jalar
Pendahuluan
Salah
satu komoditi pangan Indonesia adalah ubi jalar. Indonesia mampu memproduksi
ubi jalar merah sebanyak 2.397.634 ton pada tahun 2015. Tanaman ubi jalar merah
ini tersebar diberbagai provinsi. Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang
paling banyak memproduksi ubi jalar. Provinsi Jawa Barat mampu memproduksi ubi
jalar sebanyak 456.176 ton pada tahun 2015. Jumlah produksi pada tahun 2015 ini
lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Papua dan Provinsi Jawa Timur yaitu
sebanyak 446.925 ton dan 350.516 ton.
Produksi
ubi jalar di Provinsi Jawa Barat tersebar di berbagi kota dan kabupaten.
Kabupaten Kuningan pada tahun 2015 mampu memproduksi ubi jalar terbesar
dibandingkan kota dan kabupaten lainnya. Kabupaten Kuningan pada tahun 2015
mampu memproduksi 137,296 ton Jumlah produksi ubi jalar tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan Kabupaten Garut dan Bogor. Kabupaten Garut dan Bogor pada
tahun 2015 mampu memproduksi 98,444 ton dan 72.144 ton. Produksi yang melimpah
tersebut menunjukan bahwa ubi jalar merupakan identitas lokal bagi Provinsi
Jawa Barat dan Kabupaten Kuningan.
Produksi
ubi jalar yang banyak tentu akan menghasilkan limbah pertanian. Limbah
pertanian ubi jalar biasanya dalam bentuk daun, batang dan akar ubi jalar.
Pemanfaatan limbah tersebut masih tradisional. Biasanya petani lokal Kabupaten
Kuningan menggunakan limbah tersebut untuk pakan ternak. Selain itu jika
produksi terlalu banyak dan musim hujan, limbah ubi jalar tersebut hanya
dibiarkan di pematang sawah dan menghalangi irigasi sawah.
Data
memunjukan adanya nilai nutrisi pada ubi jalar. Tabel 1 di bawah ini menunjukan
nilai nutrisi dari limbah ubi jalar. Karbohidrat menunjukan nilai nutrisi
sebanyak 8,82 gr. Karbohidrat tersebut bisa ekstraksi menjadi selulosa. Selulosa
memiliki rantai glukosa yang panjang. Selulosa tersebut bisa dihidrolisis
menjadi nanoselulosa. Nanoselulosa adalah molekul selulosa
yang memiliki ukuran dimenasi kurang dari 100 nm.
Tabel
1
Nilai Nutrisi Akar dan Daun Ubi Jalar
Proximate Parameter |
Nutritional Value per 100 g |
|
Root tuber |
Leaf
|
|
Water |
77,28 |
86,81 |
Engery
(kcal) |
86 |
42 |
Carbohydrates |
20,12 |
8,82 |
Protein
|
1,57 |
2,49 |
Total
fiber |
3 |
5,3 |
Total
lipid |
0,05 |
0,51 |
Nanoselulosa memiliki beberapa aplikasi dalam bidang kesehatan.
Aplikasi tersebut adalah kultur jaringan (cellular
culture), pengantar obat (drug
delivery), penyembuhan luka (wound
healing), material antibakteri dan masker gel.
Secara
umum, nanoselulosa sendiri adalah bentuk paling sederhana dari selulosa.
Selulosa adalah ikatan beberapa glukosa yang tersusun atas rantai linear,
dimana pada fase ini, keberadaan C-1 pada setiap glukosa berikatan dengan C-4
pada glukosa yang lain (Moon, dkk: 2011). Nanoselulosa sendiri adalah materi
jenis baru yang berasal dari jenis selulosa. Kemunculan nanoselulosa ditandai
dengan adanya peningkatan kristanilitas, aspek rasio, luas permukaan juga
kemampuan dispersi serta biodegresi (Devi Bentia, E dkk: 2015). Kemampuan-kemampuan yang
dijelaskan di atas memungkinkan nanoselulosa untuk filler yang berguna sebagai penguat polimer, adiktif untuk beberapa
jenis produk bogredeble, menguatkan
membran, sebagai pengental untuk keperluan dispersi, serta media pembawa obat
serta implan (Loelovich:� 2012).
Gambar 1
Aplikasi nanoselulosa
dalam bidang kesehatan
Aplikasi
material untuk perawatan wajah menunjukan nilai ekonomis yang tinggi. Tahun
1998 di Amerika Serikat nilai penjualan biomaterial dan healthcare untuk perawatan wajah mencapai nilai $ 3.700.000.000.
Hal ini menunjukan industri kosmetik menjadi industri yang menguntungkan.
Potensi tersebut menjadikan penelitian ini fokus terhadap pemanfaatan nanoselulosa sebagai masker gel untuk
perawatan kulit wajah. Hal ini disebabkan kurangnya pemanfaatan kurangnya
pemanfaatan nanoselulosa dari bahan daun ubi jalar merah untuk aplikasi masker gel yang memiliki karakteristik mendekati produk
komersil yang ada. Oleh karena itu judul penelitian ini adalah sintesis masker
gel dari bahan daun ubi jalar merah. Penggunaan daun ubi jalar merah sebagai
bahan sampel dikarenakan ubi jalar merah merupakan ubi jalar yang memiliki
nilai jual yang rendah. Nilai jual yang rendah ini diharapkan mampu ditingkatkan
dengan penggunaan nanoselulosa dari
bahan daun ubi jalar merah untuk aplikasi masker gel.
Sifat
mekanik masker gel nanoselulosa yang
ada dipasaran di tunjukan dengan tensile
modulus dan regangan. Masker gel nanoselulosa
menunjukan tensile modulus dalam keadaan
basah dan kering adalah 30,84 N/mm2 dan 11,23 N/mm2. Regangan pada masker gel dalam keadaan basah dan
kering menunjukan nilai 32,89 % dan 67,03%. Data tersebut merupakan masker gel
yang bersumber dari bakteri (bacterial
nanocellulose). Masker gel nanoselulosa menunjukan tensile modulus dalam keadaan basah dan
kering adalah 30,84 N/mm2 dan 11,23 N/mm2. Regangan
pada masker gel dalam keadaan basah dan kering menunjukkan nilai 32,89% dan
67,03%. Data tersebut merupakan masker gel yang bersumber dari bakteri.
Metodologi Penelitian
Penelitian
ini bermetodekan pra eksperimen one-shot
case study. Dalam pengertian yang diutarakan oleh Sukmadinata (2012),
metode penelitian ini memungkinkan peneliti melakukan penelitian serupa
eksperimen, namun pada pelaksanaannya, eksperimen yang dilakukan tidak
sebagaimana eksperimen pada umumnya, sebab eksperimen yang digunakan kali ini
tidaklah menggunakan variabel kontrol. Mengamini hal tersebut, Sugiyono (2013)
pun menuturkan bahwa metode jenis ini bukanlah metode eksperimen murni, sebab
tidak digunakannya variabel kontrol dan pemilihan sampel pun tidak dilakukan
secara random. Dengan demikian, pra eksperimen one-shot case study adalah sebuah metode eksperimen yang berlainan
dengan metode eksperimen, yang merupakan metode penelitian yang dilakukan
dengan kesengajaan untuk menimbulkan kejadian tertentu untuk kemudian diteliti
dan dikaji sebab akibatnya (Yusup: 2014).
Di
samping metode penelitian di atas, peneliti juga memberlakukan studi
literatur� untuk membantu memudahkan
proses penelitian. Studi literatur sendiri adalah metode penelitian yang
memungkinkan peneliti untuk mendapat informasi dan data dari beberapa sumber
literasi yang dimiliki dan dibaca� oleh
peneliti.
Lokasi
penelitian ini berada di laboratorium yang terletak di Kampus Universitas Islam
Al-Ihya Kuningan yang terletak di Jalan Mayasih Nomor 11Kecamatan Cigugur
Kabupaten Kuningan� - Jawa Barat 45552.
Untuk
lebih jelas terkait sampel dan definisi operasional, berikut peneliti
terjemahkan terjemahkan dalam gambar di bawah ini:
Gambar
2
Definisi
Operasional
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
Hasil uji karbohidrat
ditunjukan pada tabel 2. Nilai kadar karbohidrat dan protein pada daun ubi
jalar merah menunjukan nilai 3,59% dan 8,10%. Nilai kadar karbohidrat lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai kadar karbohidrat pada daun ubi jalar
lainnya. Namun nilai tersebut tidak begitu jauh berbeda (Tabel 1).
Tabel
2
Hasil pengujian daun ubi jalar merah
No. |
Parameter |
Hasil Pemeriksaan |
1 |
Protein |
3,59% |
2 |
Karbohidrat |
8,10% |
2. Karakterisasi
FTIR
Hasil FTIR sampel
selulosa ditunjukan pada gambar 3. Gambar 3 menunjukan adanya gelombang pada
bilangan gelombang 3414 cm-1 dan 1066 cm-1. Bilangan gelombang 3414 cm-1
dan 1066 cm-1 ditunjukan oleh lingkaran merah. Bilangan gelombang
3414 cm-1 dan 1066 cm-1 pada sampel menunjukan adanya gugus fungsi �OH dan
C-O. Selulosa memiliki tiga gugus fungsi �OH dan C-O. Hal tersebut menunjukan
selulosa berhasil diisolasi dari daun ubi jalar merah.
Gambar
3
Hasil
karaterisasi FTIR setelah isolasi selulosa
Gambar 3 menunjukan
adanya gelombang pada bilangan gelomang 1614 cm-1
dan dilingkari warna hijau. Robert M. Silversatin (2005) menunjukan Data base nomor gelombang untuk setiap
gugus fungsi, pada nomor gelombang 1614 cm-1 bisa dimiliki oleh gugus fungsi aromatik dan asam
karboksilat (-COOH). Proses isolasi selulosa pada daun ubi jalar merah
menggunakan teknik bleaching sebanyak
dua kali. Tahap pertama menggunakan asam asetat dan tahap kedua menggunakan
NaOCl. Asam asetat memiliki gugus fungsi �COOH. Hal ini dimungkinkan adanya
gugus fungsi asam karboksilat yang terbawa pada saat FTIR selulosa.
3. Karakterisasi
TEM
Hasil� TEM�
ditunjukan� pada� gambar �4. Hasil TEM menunjukan morfologi nanoselulosa yang cenderung kristalin. Morfologi nanoselulosa ini disebabkan putusnya
rantai amorp pada rantai selulosa.
Rantai polimer terdiri dari bagian yang amorp
dan kristalin. Bagian amorp adalah bagian yang tidak teratur (random). Bagian kristalin adalah bagian yang teratur. Ion H+
dari H2SO4 berikatan
dengan unsur O sehingga menjadikan unsur O menjadi tidak stabil.
Ketidakstabilan unsur O menyebabkan rantai pada bagian amorph putus dan membentuk nanoselulosa
kristalin (NC).
Gambar
4
Hasil TEM
nanoselulosa perbesaran
15.000x
Gambar 5 dan 6
menunjukan hasil karakterisasi SEM masker gel nanoselulosa pada perbesaran 5000x dan 10.000x. Perbesaran 5000x
dan 10.000x pada masker gel nanoselulosa
menunjukan permukaan yang halus dan tertutup. Hal ini disebabkan nanoselulosa telah menempel di dalam
PVA. Nanoselulosa dan PVA memiliki
gugus �OH sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen sehingga nanoselulosa menempel pada PVA. Menurut Abdulkhani,
dkk (2013) film nanoselulosa dengan
matrix PVA menunjukan permukaan yang halus. Hal ini disebabkan nanoselulosa menempel kuat pada matrix
PVA. Hal tersebut karena interaksi yang kuat antara PVA dengan nanoselulosa.
Gambar
5
Hasil karakterisasi SEM masker gel dengan perbesaran
5000x
Gambar
6
Hasil
karakterisasi SEM masker gel dengan perbesaran 10.000x
5. Hasil Uji Tarik
Gambar 7 dan 8
menunjukan nilai kekuatan tarik dan elongasi yang menurun dari 0% NC ke 3% NC.
Penurunan nilai kekuatan tarik dan elongasi
ini disebabkan oleh ikatan intermolekul antara PVA dengan Nanoselulosa. Peningkatan nilai kekuatan ditunjukan pada 3% NC
sampai 7% NC. Hal ini disebabkan ikatan intramolekul selulosa yang banyak. Nanoselulosa membentuk ikatan hidrogen.
Bertambahnya jumlah nanoselulosa
menjadikan ikatan hidrogen yang terbentuk menjadi lebih banyak sehingga
kekuatannya meningkat. Menurut Sun-Young Lee, gaya intermolekul dan
intramolekul memperngaruhi nilai kekuatan pada PVA film.
Gambar
7
Kekuatan
tarik pada masker gel
Gambar
8
�Grafik elongasi padamasker gel.
Gambar 9 menunjukan
nilai modulus elastisitas yang meningkat dari sampel 0% NC sampai 7% NC. Hal
ini disebabkan karena nanoselulosa
yang digunakan cenderung kristalin.
Struktur kristalin merupakan film
menyebabkan modulus elastisitas
meningkat. Hal tersebut menjadikan nanoselulosa kristalin memiliki modulus
elastisitas yang meningkat.
Gambar
9
Nilai
Modulus Elastisitas Masker Gel
6. �Hasil UV-VIS
Hasil karakterisasi
UV-Vis pada sampel dengan nanoselulosa
ditunjukan pada gambar 10. Hasil tersebut menunjukan nilai transmitansi yang
pada sampel NC 3%, NC 5% dan NC 7%. Nilai transmitansi cahaya visible yang paling tinggi dimiliki oleh
NC 5% dan yang paling rendah dimiliki oleh NC 3%. Selain itu, grafik menunjukan
pola yang fluktuatif dan merata pada panjang gelombang 400 nm sampai 800 nm.
Sampel NC 3% merupakan
sampel dengan jumlah nanoselulosa
yang paling sedikit. Hal ini menyebabkan cahaya visible seharusnya lebih mudah melewati sampel. Namun, hasil UV-Vis
menunjukan nilai tansmitansi paling redah dibandingkan sampel lainnya. Hal ini
bisa disebabkan oleh penyebaran fiber nanoselulosa
yang terlokalisasi atau tidak merata. Fiber nanoselulosa
yang tidak merata bisa menyebabkan cahaya yang melalui sampel lebih sedikit
sehingga menghasilkan nilai transmitansi
yang kecil. Sampel NC 5% menunjukan nilai transmitansi
yang menurun jika dibandingkan dengan NC 7%.
Hal ini disebabkan
jumlah fiber nanoselulosa yang lebih
banyak sehingga menyebabkan cahaya visible
lebih banyak terhalangi oleh fiber nanoselulosa.
Fiber nanoselulosa akan menyebabkan
penyerapan (absropsi) dan scattering cahaya visible pada sampel. Selain banyaknya jumlah fiber nanoselulosa, penyebaran fiber nanoselulosa yang merata menyebabkan
nilai transmitansi lebih kecil.
Pola grafik pada sampel
NC 3%, NC 5% dan NC 7% menunjukan pola yang fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh
tonjolan pada permukaan sampel. Tonjolan pada sampel dan ketebalan sampel yang
berbeda menunjukan nilai tranmitansi menjadi fluktuatif. Permukaan sampel yang
tidak rata ditunjukan pada karakterisasi permukaan dengan menggunakan SEM.
Gambar
10
Tansmitansi
cahaya visible pada sampel masker gel
dengan nanoselulosa
B.
Pembahasan
Sintensis masker gel
nanoselulosa yang dilakukan dalam penelitian dinyatakan berhasil. Sintesis pada
penelitian ini sendiri melibatkan bahwa berupa daun ubi jalar merah dengan
kuantitas 100 gr. Selain melibatkan ubi jalar, penelitian ini juga melibatkan
100 ml aquadest.
Morfologi permukaan
masker gel nanoselulosa menunjukkan permukaan yang halus dan tertutup. Hal itu
diartikan bahwa, masker gel dari nanoselulosa telah dinyatakan mirip dengan
banyak masker lain yang memiliki permukaan yang rata dan halus.
Sifat optik menunjukan
nilai transmitansi tertinggi ditunjukan pada sampel NC 5%. Nilai transmitansi
dipengaruhi banyaknya fiber nanoselulosa, penyebaran fiber nanoselulosa dan
tonjolan pada permukaan sampel. Nilai modulus elastisitas yang optimum
ditunjukan pada NC 7% yaitu 2,60 N/mm2. Nilai tersebut masih rendah jika
dibandingkan dengan produk masker gel komersial yaitu 11,23 N/mm2.
Kesimpulan
Dari hasil dan
pembahasan yang telah dijabarkan di atas, penulis menemukan beberapa kesimpulan
seperti:
BIBLIOGRAFI
Abdulkhani, A., dkk. 2013.��� Prevaration���� of cellulose/polyvinyl alcohol biocomposite film
using 1-n-butyl-3-methylimidazplium chloride.
Journal Biological Macromolecules. 379-386.
Effendi,
Devi Bentia, dkk. 2015. Review: Sintesis
Nanoselulosa. Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 61 � 74.
Tersedia online di https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0ahUKEwimlOuOvsDXAhVH6Y8KHarKARkQFgg0MAI&url=https%3A%2F%2Fjurnal.untirta.ac.id%2Findex.php%2Fjip%2Farticle%2Fdownload%2F199%2F124&usg=AOvVaw3uvYxd__UFEwNZnN7Lyq9_
Lee,
Moon Soo, dkk. 2011. Assesment of
the� Type D Personality Construct in The
Korean Populatio: A Validation Study of the Korean DS14. Journalof Korea
Science. Diakses November 2017.
Loevich,
M. 2012. Optimal Condition for Isolation
of Nanocrystalline Cellulose Particles. Journal Nano Science and
Nanotechnology 2 (2), 9 � 13.
Muri
A. Yusuf. 2014. Metodologi Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenada Media
Grup.
Sugiyono.
2013. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.