Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol. 6,
No. 5, Mei 2021
PENENTUAN PRIORITAS PENGELOLAAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI DELI MENGGUNAKAN INDEKS POTENSI EROSI
Khairi
Fadhlan, A. Perwira Mulia Tarigan, dan Zaid Perdana Nasution
Universitas
Sumatera Utara (USU)
Medan, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], dan [email protected]
Abstract
Due to resource constraint, it is
often impractical to implement the watershed management for mitigating soil
erosion problem in the whole, large catchment area. Hence watershed
prioritization is a sensible approach in which different micro watersheds of a
watershed are ranked according to the order of priority to be treated with
suitable soil conservation measures. The purpose of this study is to determine
the priority or the rank of the micro watersheds of Deli River using the
erosion potential index (EPI) method, indicative of erosional capacity.
The EPI in this study is assessed using 5 layers of spatial information in a
GIS format, i.e. land cover, soil condition, land slope, drainage density, and
rainfall. All these layers are integrated and then combined linearly using weights
determined with AHP method. The results show that the total area under
high to very high priority are around 36 micro watersheds out of 53 watersheds,
emphasizing the necessity for watershed management.
Keywords: AHP; Erosion; GIS; Priorities; Watershed
Abstrak
Karena keterbatasan sumber daya,
pengimplementasian pengelolaan DAS sering dinilai tidak praktis untuk mengatasi
masalah erosi tanah pada daerah tangkapan air yang luas. Maka dari itu,
penentuan prioritas DAS menjadi pendekatan yang masuk akal dengan membuat
urutan mikro DAS sesuai prioritas perawatan yang menggunakan perhitungan
konservasi tanah yang sesuai. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan
prioritas mikro DAS pada sungai Deli menggunakan metode indeks potensial erosi
(EPI) yang menunjukkan kapasitas erosi. EPI dalam penelitian ini diukur
menggunakan lima aspek informasi spasial dalam format GIS, yakni tutupan lahan,
kondisi tanah, kemiringan lahan, kerapatan sungai, dan curah hujan. Semua aspek
tersebut terintegrasi dan dikombinasikan secara linier menggunakan bobot yang
ditentukan dengan metode AHP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah keseluruhan yang berada pada prioritas tinggi hingga sangat tinggi
adalah sebanyak 36 mikro DAS dari 53 DAS. Hal ini menekankan kebutuhan pengelolaan
DAS.
Kata Kunci: AHP; DAS; erosi; GIS; prioritas
���������������� ������������������������������
Pendahuluan
Penilaian
resiko erosi tanah pada DAS (daerah aliran sungai) membutuhkan pemetaan dan
banyak faktor yang di analisis (Vrieling, 2006).
Erosi tanah yang disebabkan oleh air dianggap sebagai hilangnya permukaan tanah
yang disebabkan oleh hujan dan limpasan. Erosi tanah yang disebabkan oleh air
saat ini adalah masalah yang sangat penting di seluruh dunia, setelah masalah
perubahan iklim (Fallah, Kavian, &
Omidvar, 2016);
(Terranova, Antronico,
Coscarelli, & Iaquinta, 2009).
Jumlah erosi diukur dengan jumlah kehilangan tanah dalam setahun. Data
menunjukkan bahwa rata-rata erosi pada DAS Deli yaitu sebesar 138,808 tn/ha/thn
atau 6.565.344,948 tn/thn (Isma, Irwansyah, &
Neneng, 2017).
Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan, pemulihan, dan konservasi pada DAS
Deli. Kegiatan pengelolaan DAS saat ini menjadi masalah karena terbatasnya
biaya dan sumber daya sehingga perlu dilakukan prioritisasi DAS dalam ukuran
mikro DAS. Pengalaman
di lapangan ukuran mikro DAS adalah lebih kurang 1000 ha (Purwanto, Beny, H., dan
Agung, 2016). Prioritisasi DAS adalah suatu proses perangkingan
DAS sesuai dengan urutan yang paling penting untuk dilakukan penanganan baik
pengelolaan maupun pemulihan kondisi DAS. (Nanda, A.M., Aadil, H.M.,
Zahoor, U.H., Pervez, A. dan Tasawoor, 2015);
(Pandey, Chowdary, & Mal,
2007).
Kegiatan pemulihan DAS yang paling utama adalah dengan melestarikan tanah dan air (Welde, 2016) sehingga pendekatan yang paling baik dalam memilih DAS prioritas untuk di pulihkan adalah dengan pendekatan penilaian kehilangan tanah (soil loss). Metode yang banyak digunakan untuk memprioritaskan daerah aliran sungai dengan penilaian kehilangan tanah adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier & Smith, 1978); (Tetzlaff & Wendland, 2012), metode USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata�rata erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur dibawah keadaan tertentu.
Pada
penelitian ini Indeks Potensi Erosi berbasis AHP (Analytic Hierarchy Process)
dan GIS (Geographical Information System) digunakan
untuk memprioritisasikan daerah aliran sungai dalam ukuran mikro DAS. AHP adalah merupakan suatu model keputusan yang
dapat membantu dalam menguraikan masalah dalam menentukan keputusan menjadi
suatu hirarki (keputusan). Hirarki
merupakan suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
struktur multi level, dimana level pertama adalah tujuan, diikuti level faktor,
kriteria, sub kriteria, dan seterusnya hingga level terakhir alternatif (Saaty T L, 1980). GIS adalah sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibuat
untuk tujuan mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta
menyajikan data atau informasi dari suatu obyek atau fenomena yang berkaitan
dengan letak atau keberadaannya di permukaan bumi (Ekadinata, Dewi, Hadi,
Nugroho, & Johana, 2008).
AHP merupakan metode yang
sangat baik digunakan dalam penelitian tentang pengambilan keputusan� seperti penggunaan dalam pengelolaan
sumber daya air yang dilakukan
oleh (Tarigan,
Rahmad, Sembiring, & Iskandar, 2018)
dan penentuan prioritas penanganan jalan (Tarigan, A.
P. M., Surbakti, M. S., Sembiring, 2017), dan GIS membantu dalam pengolahan data-data spasial sehingga penelitian dapat dilakukan dengan lebih baik seperti
yang diterapkan pada penelitian tentang
mitigasi banjir (Tarigan et
al., 2018) dan penelitian tentang prediksi banjir (Siregar,
Tarigan, Irsan, & Irwandi, 2019).
Indeks
Potensi Erosi adalah nilai tanpa satuan yang membantu dalam pengindeksan zona
potensi erosi pada daerah aliran sungai, nilai indeks yang lebih tinggi
menunjukkan prioritas yang lebih tinggi. Indeks potensi erosi dihitung
menggunakan parameter seperti data tutupan lahan, data tanah, kemiringan lahan,
kerapatan sungai, dan data curah hujan yang diintegrasikan dalam penggunaan GIS
dengan menetapkan bobot untuk masing-masing parameter menggunakan teknik AHP.
Indeks potensi erosi pada penelitian ini berdasarkan dari metode Sediment
Yield index (SYI) (Bali & Karale, 1977); (Naqvi, Athick, Ganaie, &
Siddiqui, 2015). Metode indeks potensi erosi ini
memiliki kelebihan karena mudah digunakan dan data yang diperlukan mudah
didapatkan.
Uraian
di atas menunjukkan pentingnya dilakukan penelitian tentang prioritas
pengelolaan DAS karena luasnya daerah aliran sungai yang harus di lakukan
pengelolaan dan konservasi. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu
yang telah di sebutkan di atas adalah pada penelitian ini kriteria untuk
menentukan prioritas pengelolaan daerah aliran sungai terdiri dari 5 (lima)
kriteria yaitu tutupan lahan, jenis tanah, kemiringan lahan, kerapatan sungai
dan curah hujan. Data-data yang digunakan sebagai kriteria merupakan data yang
didapat dari lokasi penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan urutan prioritas
pengelolaan daerah aliran sungai Deli sebagai dasar untuk dilakukan pengelolaan
dan konservasi daerah aliran sungai.
Metode Penelitian
Penentuan prioritas
pengelolaan DAS Deli pada penelitian ini dalam ukuran mikro DAS. Langkah awal
adalah membuat batas DAS Deli dalam ukuran mikro menggunakan data Digital
Elevation Model (DEM) dengan bantuan perangkat lunak QGIS. Selanjutnya menghitung
indeks potensi erosi (IPE) pada setiap mikro DAS dengan menetapkan bobot untuk
setiap kriteria utama dengan metode AHP dan menentukan bobot untuk setiap
subkriteria dengan perangkingan seperti dapat dilihat pada Gambar 1. Bobot
kriteria dan bobot subkriteria dikalikan untuk mendapatkan nilai IPE.
LC SL CH DD S W LC SL CH DD S Subkriteria Subkriteria Subkriteria Subkriteria Subkriteria WF W � WF INDEKS
POTENSI EROSI PRIORITAS
MIKRO DAS RANK AHP
Gambar 1
Langkah menghitung Indeks Potensi Erosi
Bobot kriteria utama yang
dihitung dengan metode AHP adalah dengan membuat peringkat pada skala AHP Saaty
1-9 untuk setiap kriteria yang telah ditentukan. Langkah dalam perhitungan
dengan metode AHP adalah setiap kriteria tersebut diberi peringkat dengan dibandingkan
satu sama lain dalam matriks perbandingan berpasangan. Penentuan peringkat dari matriks
berpasangan dilakukan dengan metode penilaian para ahli atau dengan metode yang disepakati oleh
para ahli serta berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian
ini. Hasil dari bobot yang didapat kemudian dihitung nilai sintesis matriks
untuk mendapatkan konsistensi
dari hasil yang didapat yaitu dengan
persyaratan nilai CR < 0,1. Data-data yang digunakan pada
penelitian ini yaitu peta tanah (S), peta tutupan lahan (LC) yang didapat dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Hutan Lindung Wampu Sei Ular, peta kemiringan lahan (SL) yang
dibuat dengan perangkat lunak QGIS menggunakan data DEM NAS, peta kerapatan sungai (DD) dari hasil perhitungan, dan peta curah hujan (R) dari Badan Meteorologi Klimatologi
Geofisika (BMKG). Bobot untuk setiap subkriteria ditentukan dengan perangkingan.
Nilai rangking
untuk setiap kelas subkriteria tersebut adalah berdasarkan review dari beberapa
jurnal dan diskusi dengan para ahli.
Rumus matematis untuk
menghitung Indeks Potensi Erosi (IPE) pada setiap mikro DAS adalah yang
dimodifikasi dari (Chowdary et al., 2013) sebagai berikut:
Di mana, N adalah
number of erosive unit (EU) pada masing-masing mikro DAS (EU) adalah
poligon yang terbentuk akibat dari peta masing-masing kriteria memotong
kriteria yang lain), Ai adalah luas dari setiap EU,
IIPE adalah Indeks Potensi erosi, dan Aw adalah luas mikro
DAS yang dihitung menggunakan rumus:
Selanjutnya indeks potensi erosi (IPE)
pada setiap erosive units yang terbentuk dihitung menggunakan rumus:
Di mana, S adalah tanah, SL adalah kemiringan lahan, LC adalah
tutupan lahan, DD adalah kerapatan sungai, R adalah curah hujan, W adalah bobot
dari kriteria utama yang dihitung menggunakan AHP, dan wf adalah bobot dari sub
kriteria yang dihitung menggunakan metode perangkingan.
Bobot kriteria utama dikalikan
dengan bobot subkriteria untuk mendapatkan nilai Indeks Potensi Erosi (IPE), kemudian nilainya diurutkan mulai dari yang paling besar
sampai dengan sangat kecil. Nilai yang paling besar menjadi prioritas utama
untuk dilakukan pengelolaan dan konservasi. Nilai IPE tersebut juga
dikelompokkan menjadi 4 kelas prioritas yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang,
dan rendah. pengelompokkan kelas berdasarkan pada metode natural breaks pada
perangkat lunak QGIS.
Lokasi
penelitian adalah DAS Deli yang berada di kabupaten Deli Serdang, Kabupaten
Karo, dan kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Adapun batas DAS Deli adalah Sebelah Utara: Daerah Aliran Sungai Belawan, Sebelah
Selatan: Daerah Aliran Sungai Wampu, Sebelah Barat: Daerah Aliran
Sungai Belawan, dan Sebelah Timur: Daerah Aliran Sungai Percut.
Hasil dan
Pembahasan
Batas DAS Deli yang dibuat dalam ukuran mikro DAS menggunakan
perangkat lunak QGIS menghasilkan 53 mikro DAS.
Setiap mikro DAS diberi nama mulai dari MW1 sampai dengan MW53 berurutan dari
hilir DAS Deli sampai daerah hulu DAS Deli. Luas mikro DAS yang paling besar
adalah pada mikro DAS MW28 dengan luas 1.895 ha, sedangkan mikro DAS dengan
luas paling kecil adalah mikro DAS MW1 dengan luas 314 ha. Peta batas DAS Deli
dalam ukuran mikro dapat
dilihat pada Gambar 2.
����������������������
Gambar 2
Batas DAS Deli
Setiap mikro DAS yang terdiri dari 53 mikro DAS dihitung nilai
indeks potensi erosi, nilai indeks potensi erosi yang paling besar menjadi
prioritas utama dalam pengelolaan dan konservasi DAS secara terpadu. Prioritas
ini juga diklasifikasi menjadi kategori sangat tinggi, tinggi,sedang, dan
rendah. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai indeks potensi erosi pada setiap
mikro DAS adalah menghitung bobot kriteria dengan menggunakan metode AHP.
1. Bobot Kriteria
Matriks
perbandingan dan nilai bobot untuk setiap kriteria yang dihitung menggunakan
metode AHP dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai perbandingan kriteria di
modifikasi dari dan hasil diskusi dengan para ahli.
Tabel 1
Matriks perbandingan
dan bobot kriteria
Tutupan Lahan |
Tanah |
Lereng |
DD |
C. Hujan |
Bobot |
|
Tutupan Lahan |
1.00 |
6.00 |
4.00 |
3.00 |
5.00 |
0.46 |
Tanah |
0.17 |
1.00 |
0.33 |
0.20 |
2.00 |
0.07 |
Lereng |
0.25 |
3.00 |
1.00 |
0.33 |
3.00 |
0.14 |
DD |
0.33 |
5.00 |
3.00 |
1.00 |
4.00 |
0.26 |
C. Hujan |
0.20 |
0.50 |
0.33 |
0.25 |
1.00 |
0.06 |
2. Bobot Subkriteria
Setiap
kriteria memiliki subkriteria, subkriteria tutupan lahan adalah hutan mangrove
sekunder (Hms), hutan lahan kering (Hs), hutan lahan kering primer (Hp),
Perkebunan (Pk), Belukar Rawa (Br), Belukar (B), pertanian lahan kering (Pt),
tanah terbuka (T), Tambak (Tm), sawah (Sw), pemukiman (Pm), bandara (lanud),
badan air (A). Subkriteria tersebut dikategorikan menjadi lima kelas vegetasi
yaitu sangat buruk, buruk, sedang, baik, dan sangat baik, dan� diklasifikasi untuk dapat diberikan rangking
dan mendapatkan bobot pada setiap daerah aliran sungai. Rangking untuk
subkriteria tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 2. Klasifikasi tutupan lahan
dibuat dalam bentuk peta yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 2
Rangking
dan bobot subkriteria
Kriteria |
Subkriteria |
Kelas |
Rangking |
Bobot |
TUTUPAN LAHAN |
Hutan Mangrove Sekunder |
Sangat Rendah |
1 |
0.022 |
Hutan Lahan Kering Sekunder |
Sangat Rendah |
1 |
0.022 |
|
Hutan Lahan Kering Primer |
Sangat Rendah |
1 |
0.022 |
|
Perkebunan |
Rendah |
2 |
0.044 |
|
Belukar Rawa |
Sedang |
3 |
0.067 |
|
Belukar |
Sedang |
3 |
0.067 |
|
Pertanian Lahan Kering |
Tinggi |
4 |
0.089 |
|
Tanah Terbuka |
Sangat Tinggi |
5 |
0.111 |
|
Tambak |
Sangat Tinggi |
5 |
0.111 |
|
Sawah |
Sangat Tinggi |
5 |
0.111 |
|
Permukiman |
Sangat Tinggi |
5 |
0.111 |
|
Bandara/Pelabuhan |
Sangat Tinggi |
5 |
0.111 |
|
Badan Air |
Sangat Tinggi |
5 |
0.111 |
Gambar 3
Peta
tutupan lahan
Selanjutnya
adalah kriteria tanah, kelas kriteria tanah adalah nilai erodibilitas tanah K.
Erodibilitas tanah adalah kondisi mudah atau tidaknya tanah tersebut tererosi
(Kurniawati, 2010; Asdak, 2004). Data erodibilitas pada wilayah studi
berdasarkan hasil analisa Jenis (ordo) tanah. Pada daerah penelitian terdapat 2
golongan orde tanah yang dibagi menjadi 5 suborde dan 10 great group tanah. Klasifikasi
dari erodibilitas tanah pada lokasi penelitian dan pemberian rangking untuk
mendapatkan nilai bobot dapat dilihat pada Tabel 3, dan kelas tersebut dibuat
dalam bentuk peta tematik menggunakan bantuan perangkat lunak QGIS dapat
dilihat pada Gambar 4.
Tabel 3
Bobot
subkriteria tanah
Subkriteria |
Kelas |
Rangking |
Bobot |
|
Tanah |
Erodibilitas (K): 0 - 0,05 |
Sangat Rendah |
1 |
0.067 |
|
Erodibilitas (K):� 0,05 - 0,1 |
Rendah |
2 |
0.133 |
|
Erodibilitas (K): 0,1 - 0,15 |
Sedang |
3 |
0.200 |
|
Erodibilitas (K): 0,15 - 0,2 |
Tinggi |
4 |
0.267 |
|
Erodibilitas (K): >0,2 |
Sangat Tinggi |
5 |
0.333 |
Gambar 4
Peta
erodibilitas tanah
Subkriteria
dari kemiringan lahan diklasifikasi menjadi lima kelas berdasarkan persentase
kemiringan lahan pada daerah penelitian. Wilayah dengan kemiringan lahan yang
tinggi diberikan rangking yang lebih besar. Rangking dan bobot kemiringan lahan
dapat dilihat pada Tabel 4. �Peta
kemiringan lahan dibuat dengan perangkat lunak QGIS menggunakan data DEM NAS.
Kemiringan lahan 0 � 8 % diklasifikasi menjadi kelas sangat rendah, 8 -15 %
kelas rendah, 15 � 25 % kelas sedang, 25 � 45 % kelas tinggi, >45% kelas
sangat tinggi. Peta kemiringan lahan tersebut juga dibuat dalam bentuk peta
tematik yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 4
Bobot
subkriteria kemiringan lahan
Kriteria |
Subkriteria |
Kelas |
Rangking |
Bobot |
Kemiringan lereng |
0 - 8% |
Sangat Rendah |
1 |
0.067 |
|
8 - 15% |
Rendah |
2 |
0.133 |
|
15 - 25% |
Sedang |
3 |
0.200 |
|
25 - 45% |
Tinggi |
4 |
0.267 |
|
> 45% |
Sangat Tinggi |
5 |
0.333 |
Gambar
5
Peta
kemiringan lahan
Data
curah hujan yang digunakan adalah curah hujan tahunan rata-rata dari tahun
2006-2015, data ini didapat dari dari Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG
) dalam bentuk peta tematik. Curah hujan diklasifikasi menjadi 3 kelas yaitu
curah hujan 500 � 1000 mm kelas rendah, curah hujan 1500 � 2500 kelas sedang,
dan curah hujan K000 � 2500 kelas tinggi. klasifikasi tinggi juga diberikan
bobot yang lebih tinggi berdasarkan pada pengaruh curah hujan terhadap potensi
erosi. Klasifikasi subkriteria curah hujan dapat dilihat pada Tabel 5. Peta
curah hujan dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 5
Bobot
subkriteria curah hujan
Kriteria |
Subkriteria |
Kelas |
Rangking |
Bobot |
Curah Hujan |
500-1000 mm |
Rendah |
2 |
0.222 |
|
1500-2000 mm |
Sedang |
3 |
0.333 |
|
2000-2500 mm |
Tinggi |
4 |
0.444 |
Gambar 6
Peta
curah hujan
Kelas
kriteria kerapatan sungai dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai kerapatan sungai
yang tinggi, potensi erosi semakin besar. Kerapatan sungai adalah perbandingan
antara panjang sungai dengan luas daerah alirannya. Klasifikasi kerapatan
sungai dapat dilihat dalam bentuk peta pada Gambar 7.
Tabel 6
Bobot
subkriteria kerapatan sungai
Kriteria |
Subkriteria |
Kelas |
Rangking |
Bobot |
Kerapatan
Sungai (km/km2) |
0 - 0,25 |
Sangat Rendah |
1 |
0.267 |
|
0,25 - 0,5 |
Rendah |
2 |
0.333 |
|
0,5 - 0,75 |
Sedang |
3 |
0.222 |
|
0,75 � 1 |
Tinggi |
4 |
0.333 |
|
> 1 |
Sangat Tinggi |
5 |
0.444 |
Gambar
7
Peta
kerapatan sungai
3. Prioritas
Pengelolaan Mikro DAS
Bobot kriteria utama dan bobot
subkriteria dikalikan untuk mendapatkan nilai Prioritas pengelolaan mikro
DAS. Urutan prioritas
dilakukan dengan memberikan rangking pada setiap mikro DAS berdasarkan pada nilai
indeks potensi erosi. Urutan nilai
indeks potensi tersebut kemudian diklasifikasi menjadi 4 kelas prioritas yaitu
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Klasifikasi empat kelas prioritas
mikro DAS yaitu prioritas rendah dengan nilai indeks potensi erosi (0,098 �
0,119), prioritas sedang (0,119 � 0,144), prioritas tinggi (0,144 � 0,169), dan
prioritas sangat tinggi (0,169 � 0,201). Klasifikasi prioritas tersebut dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel
7
Peta
prioritas mikro DAS
NO. |
Klasifikasi |
Jumlah
mikro das |
Luas (ha) |
Persentase
(%) |
1 |
Rendah |
5 |
�3,271 |
8 |
2 |
Sedang |
12 |
10,418 |
24 |
3 |
Tinggi |
27 |
23,370 |
54 |
4 |
Sangat Tinggi |
9 |
�5,914 |
14 |
Total |
53 |
42,973 |
100 |
Setiap kelas prioritas diberi notasi warna sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk peta tematik seperti pada Gambar 8. Kelas rendah diberi warna kuning, kelas sedang warna hijau, kelas tinggi warna jingga dan kelas sangat tinggi warna merah.
Gambar 8
Peta prioritas mikro DAS
Pada Gambar 8 menunjukkan mikro DAS yang membutuhkan penanganan pengelolaan dan konservasi DAS berdasarkan empat kelas prioritas. Terdapat 5 Mikro DAS yang masuk dalam prioritas rendah dengan total luas 3.271 ha, prioritas sedang 12 mikro DAS dengan luas total 10.418 ha, prioritas tinggi 27 mikro DAS dengan luas total 23.370 ha, dan prioritas sangat tinggi 9 mikro DAS dengan luas total 5.914 ha. Pada Tabel 5. dapat dilihat persentase luas wilayah untuk klasifikasi prioritas rendah adalah 8 persen dari luas DAS Deli, kelas sedang 24 persen, kelas tinggi 54 persen, dan kelas sangat tinggi 14 persen.
Kesimpulan
Pada penelitian ini
indeks potensi erosi digunakan untuk mendapatkan prioritas pengelolaan DAS Deli
dalam ukuran mikro yang berada di kabupaten Deli Serdang, kabupaten Karo, dan
kota Medan provinsi Sumatera Utara. Batas DAS dalam ukuran
mikro yang dibuat dengan perangkat lunak QGIS menghasilkan 53 mikro DAS. Setiap
mikro DAS dihitung nilai indeks potensi erosi untuk mendapatkan urutan
prioritas pengelolaan dan konservasi. Indeks potensi erosi merupakan suatu nilai tanpa satuan yang
membantu dalam pengindeksan zona potensi erosi pada daerah aliran sungai berdasarkan pada Geographical
Information System (GIS) dan metode AHP. Indeks
potensi erosi memiliki kelebihan karena menggunakan data yang mudah didapatkan
dan proses perhitungan yang sederhana. Data yang digunakan adalah data yang berhubungan dengan daerah aliran sungai seperti tutupan
lahan, tanah, kemiringan lahan, kerapatan sungai, dan curah hujan. Hasil perhitungan adalah 27 mikro
DAS dari 53 mikro DAS masuk dalam kelas prioritas tinggi dengan luas 23.370 ha atau 54 %, dan prioritas sangat
tinggi �9 mikro DAS dengan luas total 5.914 ha atau 14 % dari luas DAS Deli secara
keseluruhan. Data hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa 68% dari total luas
DAS Deli perlu segera dilakukan pengelolaan dan konservasi karena berada pada
kategori prioritas tinggi dan sangat tinggi.
Bali, Y. P., & Karale, R. L. (1977). A sediment yield index as a
criterion for choosing priority basins. IAHS-AISH Publication, 122,
180�188. Google Scholar
Chowdary, V. M., Chakraborthy, D., Jeyaram, A., Murthy, Y. V. N. Krishna, Sharma, J. R., & Dadhwal, V. K. (2013). Multi-criteria decision making approach for watershed prioritization using analytic hierarchy process technique and GIS. Water Resources Management, 27(10), 3555�3571. Google Scholar
Ekadinata, Andree, Dewi, Sonya, Hadi, D., Nugroho, D., & Johana, Feri. (2008). Sistem informasi geografis untuk pengelolaan bentang lahan berbasis sumber daya alam. Bogor, Yudhistira. Google Scholar
Fallah, Moghadaseh, Kavian, Ataollah, & Omidvar, Ebrahim. (2016). Watershed prioritization in order to implement soil and water conservation practices. Environmental Earth Sciences, 75(18), 1�17. Google Scholar
Isma, Faiz, Irwansyah, Irwansyah, & Neneng, Ipak. (2017). Analisa Potensi Erosi Pada Das Deli Sumatera Utara Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). JURUTERA-Jurnal Umum Teknik Terapan, 4(01), 25�36. Google Scholar
Nanda, A.M., Aadil, H.M., Zahoor, U.H., Pervez, A. dan Tasawoor, A. .. (2015). Watershed Prioritization Using Sediment Yield Index Model for Vishav Watershed of Jammu and Kashmir State (India). J. Himalayan Ecol. Sustian. Dev. Vol. 10.
Naqvi, Hasan Raja, Athick, A. S. Mohammed Abdul, Ganaie, Hilal Ahmad, & Siddiqui, Masood Ahsan. (2015). Soil erosion planning using sediment yield index method in the Nun Nadi watershed, India. International Soil and Water Conservation Research, 3(2), 86�96. Google Scholar
Pandey, Ashish, Chowdary, V. M., & Mal, B. C. (2007). Identification of critical erosion prone areas in the small agricultural watershed using USLE, GIS and remote sensing. Water Resources Management, 21(4), 729�746. Google Scholar
Purwanto, Beny,
H., dan Agung, B. .. (2016). Belajar Dari Pengalaman Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (Das) Mikro. Surakarta: UNS Press.
Saaty T L. (1980). The analytic hierarchy process. Mc Graw Hill, New York 237. Google Scholar
Siregar, P. Zandiba, Tarigan, A. Perwira Mulia, Irsan, Muhammad, & Irwandi, Hendri. (2019). GIS-Based Flood Mitigation of Deli River. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 505(1), 12125. IOP Publishing. Google Scholar
Tarigan, A. P. M., Surbakti, M. S., Sembiring, S. I. (2017). Studi penentuan prioritas peningkatan ruas jalan (studi kasus: ruas jalan Provinsi di Kabupaten Samosir). Jurnal Program Pasca Sarjana, Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tarigan, A. P. M., Rahmad, D., Sembiring, R. A., & Iskandar, R. (2018). An application of the AHP in water resources management: a case study on urban drainage rehabilitation in Medan City. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 309(1), 12096. IOP Publishing. Google Scholar
Terranova, O., Antronico, L., Coscarelli, R., & Iaquinta, P. (2009). Soil erosion risk scenarios in the Mediterranean environment using RUSLE and GIS: an application model for Calabria (southern Italy). Geomorphology, 112(3�4), 228�245. Google Scholar
Tetzlaff, Bj�rn, & Wendland, Frank. (2012). Modelling sediment input to surface waters for German states with MEPhos: methodology, sensitivity and uncertainty. Water Resources Management, 26(1), 165�184. Google Scholar
Vrieling, Anton. (2006). Satellite remote sensing for water erosion assessment: A review. Catena, 65(1), 2�18. Google Scholar
Welde, Kidane. (2016). Identification and prioritization of subwatersheds for land and water management in Tekeze dam watershed, Northern Ethiopia. International Soil and Water Conservation Research, 4(1), 30�38. Google Scholar
Wischmeier, Walter H., & Smith, Dwight David. (1978). Predicting rainfall erosion losses: a guide to conservation planning. Department of Agriculture, Science and Education Administration. Google Scholar
Khairi Fadhlan, A Perwira Mulia
Tarigan, dan Zaid Perdana Nasution (2021) |
First publication right: Journal Syntax Literate |
This article is licensed under: |