Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 5, Mei 2021
KEDUDUKAN SAKSI INSTRUMENTER DALAM MERAHASIAKAN AKTA
OTENTIK DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI INSTRUMENTER
Puteri Chintami Oktavianti
Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak Kalimantan Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
Notary in carrying out its duties to make an authentic deed
requires an instrumentary witness as a formal condition of authenticity of the
deed made. Instrumental witnesses must comply with the statutory requirements
in this case the Law on notary positions and the Law on The Notarial Position
of Renewal. According to UUJN and UUJN-P explained protection against notary
public and its obligation to keep the contents of the deed confidential, while
the instrumenter witness is not explained clearly. In this study conducted
normative legal approach that stems from the legislation and literature in
accordance with this research The results obtained are instrumenter witnesses
as one of the important things in the process of making authentic deed
according to UUJN-P is not obliged to keep the contents of the deed
confidential, Instrumenter witnesses who do not maintain the confidentiality of
notary documents classified acts against the law. In UUJN-P explained legal
protection against notary public, but not for instrumenter witnesses, but if
one day the instrumenter witness is made a witness in a legal matter related to
the deed he signed, he gets protection in accordance with the Witness and
Victim Protection Act related to his position as a witness.
Keywords: �instrumenter
witness; concealment; protection; law
Abstrak
Notaris dalam menjalankan
tugasnya membuat akta otentik membutuhkan saksi instrumenter sebagai syarat
formal keotentikan akta yang dibuat. Dalam
pembuatan Akta otentik disyaratkan harus terdapat saksi yaitu saski
instrumenter. Saksi instrumenter harus sesuai dengan persyaratan
perundang undangan dalam hal ini Undang-undang tentang jabatan Notaris yang selanjutnya disebut
UUJN dan
Undang-undang Tentang Jabatan Notaris Pembaruan yang selanjutnya disebut UUJN-P. Menurut UUJN dan UUJN-P dijelaskan
perlindungan terhadap notaris dan kewajibannya merahasiakan isi akta, sedangkan
saksi instrumenter yang juga terlibat dalam pembuatan akta otentik tidak diterangkan dengan jelas tentang kewajiban merahasiakan isi akta dan perlindungan hukumnya. Dalam penelitian ini dilakukan
pendekatan hukum normatif yang bersumber dari peraturan perundang-undangan
serta literatur-literatur yang sesuai dengan penelitian ini. Hasil
yang diperoleh adalah saksi instrumenter selaku salah satu hal penting dalam
proses pembuatan akta otentik menurut UUJN-P tidak berkewajiban untuk
merahasiakan isi akta. Saksi instrumenter yang tidak menjaga
kerahasiaan dokumen Notaris perbuatannya diklasifikasikan perbuatan melawan
hukum. Dalam UUJN-P dijelaskan perlindungan hukum terhadap notaris, tetapi
tidak untuk saksi instrumenter, tetapi jika suatu hari saksi instrumenter
dijadikan saksi dalam suatu masalah hukum yang berkaitan dengan akta yang
ditandatanganinya, ia mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan Undang-Undang
Perlindungan Saksi dan Korban terkait kedudukannya sebagai saksi..
Kata Kunci:
saksi Instrumenter;
merahasiakan; perlindungan;
hukum
Pendahuluan
Indonesia
merupakan negara hukum, berdasarkan Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang mengatakan �Negara Indonesia adalah negara hukum, dalam hal ini ialah tidak
ada suatu pun yang berada di atas hukum
dan hukumlah yang berkuasa. Kekuasaan pemerintahan harus didasarkan atas hukum,
negara dan
lembaga-lembaga lain dalam menjalankan tugasnya harus dilandasi oleh hukum dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Kekuasaan
menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum bertujuan untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum (Hamzani,
2014). Indonesia sebagai negara
berdasarkan hukum maka pemerintahan negara harus berdasar atas suatu konstitusi
atau undang-undang dasar sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan (Budiardjo, 2003). Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris selanjutnya
disebut UUJN) untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum
dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa,
atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.
Akta
otentik sebagai alat bukti terkuat dan mempunyai peranan penting dalam setiap
hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Akta otentik ini menentukan secara
jelas hak, kewajiban, dan menjamin kepastian hukum, sekaligus diharapkan dapat
menghindari terjadinya sengketa (Hendra, 2012). Menurut UUJN Notaris
merupakan pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik. Notaris berwenang membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. UUJN-P mengatur kewajiban
notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, khususnya dalam membuat akta
otentik adalah merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya (Romadhon, 2018) Adanya
kewajiban bagi Notaris untuk merahasiakan isi akta bertujuan untuk
melindungi kepentingan para pihak yang terkait dengan akta tersebut.
Merahasiakan isi akta juga merupakan salah satu kewajiban Notaris yang diatur
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P. Dalam UUJN-P juga disebutkan bahwa salah
satu kewajiban notaris adalah membacakan akta dihadapan penghadap
dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada
saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. Apabila syarat ini tidak
terpenuhi maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan.
Secara umum saksi merupakan salah
satu alat bukti yang diakui dalam perundang-undangan. Sebagai alat bukti yang sah,
saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun
secara tertulis atau tanda tangan, yakni menerangkan apa yang ia saksikan
sendiri, baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu
keadaan ataupun suatu kejadian (Hutapea, 2016). Saksi
yang dimaksud dalam UUJN-P disebut dengan saksi instrumenter. Syarat saksi
instrumenter sudah dijelaskan pada UUJN-P.�
Tugas dari saksi instrumenter ini adalah membubuhkan tanda tangan,
memberikan kesaksian tentang kebenaran isi akta. Saksi instrumenter berfungsi
membantu posisi seorang Notaris menjadi aman dalam hal akta yang dibuat oleh
notaris diperkarakan oleh salah satu pihak dalam akta atau pihak ketiga (Tobing, 1992). Dalam UUJN-P tidak diatur kewajiban para
saksi instrumenter untuk merahasiakan isi akta padahal saksi instrumenter
banyak mengetahui mengenai keterangan isi dalam akta tersebut (Syaputri, Patittingi, & Said, 2017). UUJN-P juga tidak memberikan perlindungan hukum terhadap saksi
dalam peresmian akta, padahal saksi
instrumenter dalam pembuatan akta otentik sudah memasuki jalan hukum yang
mempunyai akibat hukum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Daniaty pada tahun 2019 menjelaskan bahwa ruang lingkup tanggung
jawab saksi instrumentair dalam pembuatan akta notaris yaitu saksi
instrumentair dalam pembuatan akta otentik sebatas untuk mengesahkan akta
tersebut sebagai akta otentik sebagaimana di kehendaki oleh sifat dan bentuk
akta otentik, yakni ditandatangani oleh saksi notaris serta saksi instrumentair
bertanggungjawab atas dipenuhinya formalitas-formalitas yang telah ditentukan
oleh Undang-Undang. Saksi
instrumentair dalam kaitannya dengan adanya kewajiban notaris untuk
merahasiakan segala sesuatu yang berkenaan dengan akta yang dibuatnya dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P,
oleh undang-undang tidak diwajibkan secara tegas kepada para saksi untuk
merahasiakan isi akta tersebut (I Komang Sujanayasa, 2016). Akibat hukum atas
tindakan yang dilakukan oleh saksi instrumenter berkaitan dengan kerahasiaan
isi akta, Notaris dapat menerapkan perbuatan melawan hukum sehingga saksi
instrumenter tidak dapat dikenakan ketentuan Pasal 322 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, tidak adanya aturan yang mewajibkan saksi
instrumenter untuk merahasiakan isi akta, menjadikan kelemahan bagi seorang
Notaris sehingga perlu diadakanya kejelasan hukum kewajiban saksi instrumentair dalam merahasiakan isi akta. Selain
itu apabila terjadi kasus terhadap
akta yang ditandatanganinya
sebagai saksi juga harus mendapat
perlindungan hukum dan harus dijamin keselamatannya. Dalam UUJN-P belum dijelaskan bagaimana perlindungan hukum bagi saksi
instrumentair maka
perlindungan hukum terhadap saksi dalam hal ini saksi instrumentair
baru
dapat ditemui dalam ketentuan diluar peraturan jabatan Notaris, yakni
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Kusuma,
2018). Bagaimana
apabila saksi instrumentair
diminta untuk memberikan kesaksian terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang
mengalami permasalahan? hal ini memberikan informasi bahwa bukan hanya Notaris yang memiliki keharusan untuk merahasiakan isi akta notaris,
tetapi penting bagi saksi instrumentair
juga memiliki kewajiban
yang sama mengingat pentingnya saksi instrumentair dalam pembuatan akta notaris, hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan berkaitan
proses pembuatan akta.
Berdasarkan uraian di atas,
selanjutnya akan dibahas bagaimana
kedudukan saksi instrumenter dalam merahasiakan isi akta otentik. Dan bagaimana perlindungan hukum bagi
saksi instrumenter jika terlibat dalam kasus yang melibatkan akta otentik yang
ditandatanganinya. �Kepenulisan jurnal ini bertujuan
untuk mengkaji lebih dalam tentang
tanggungjawab saksi instrumentair dalam merahasiakan isi akta Notaris serta
memberikan pemahaman dalam hal kedudukan
hukum saksi instrumenter terkait dengan perlindungan hukum bagi saksi
instrumenter, diharapkan jurnal ini dapat
enambah wawasan serta perkembangan ilmu
hukum pada umumnya dan kenotariatan pada khususnya serta wawasan tentang saksi
instrumenter dalam pembuatan akta notaris.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif dimana kajian bahan hukumnya
bersumber dari peraturan perundang-undangan serta literatur-literatur yang
sesuai dengan penelitian ini (Soekanto & Mamudji, 2001). Dalam hal ini yaitu mengenai kewajiban saksi
instrumenter merahasiakan isi akta dan perlindungan hukum untuk saksi
instrumenter. Pada penelitian ini menggunakan �bahan hukum primer yaitu perundang-undangan diantaranya :
1. Undang-Undang Republik
Indonesia No. 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris
2. Undang-Undang Republik
Indonesia No. 2 Tahun 2014 Tentang
perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris
3.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas UU No. 13 Tahun 2006 Mengenai
Perlindungan Saksi dan Korban
4.
Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Mengenai
Perlindungan Saksi dan Korban.
Sumber
bahan hukum sekunder diperoleh dari kajian pustaka, berupa jurnal hukum dan
internet. Pada penelitian ini juga menggunakan bahan hukum tersier yaitu Kamus Hukum dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, termasuk juga buku-buku dan jurnal-jurnal hukum. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library
research).
Hasil dan Pembahasan
Saksi
dalam bahasa Indonesia adalah kata benda yang berarti �orang yang melihat atau
mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian (Darmita, 1976). Pengertian saksi terdapat
dalam Undang- undang Nomor 31 Tahun 2014 Perubahan atas Undang- undang 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (selanjutnya disebut UUPSK-P) dalam
Pasal 1 menyebutkan, bahwa �saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada siding pengadilan tentang
suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia
alami sendiri.�.� Saksi akta notaris
adalah para saksi yang ikut serta didalam pembuatan terjadinya akta
(instrumen), maka dari itulah disebut saksi instrumenter (Instrumentaire
Getuigen). Dalam
UUJN-P tidak menjelaskan definisi saksi instrumenter. Dalam UUJN-P disebutkan bahwa salah satu
kewajiban notaris adalah membacakan akta dihadapan penghadap
dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada
saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. Saksi Akta Notaris merupakan
para saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta (instrumen), maka
dari itulah disebut Saksi Instrumenter. Saksi
instrumenter dalam pembuatan akta otentik yang dibuat oleh Notaris telah
dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku dalam UUJN-P yaitu� :
a. paling
rendah berumur delapan belas tahun atau sebelumnya telah menikah, cakap
melakukan perbuatan hukum,�
b. mengerti
bahasa yang digunakan dalam Akta,
c. dapat
membubuhkan tanda tangan dan paraf; serta tidak mempunyai hubungan perkawinan
atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan
derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau
para pihak.
d. Saksi
sebagaimana dimaksud harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada
Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris
oleh penghadap. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan
saksi dinyatakan secara tegas dalam Akta.
Ketentuan
Pasal 40 UUJN-P menjelaskan bahwa tugas saksi instrumenter yang berjumlah
minimal dua orang hadir dalam pembacaan akta, membubuhkan tanda tangan dan memberikan
kesaksian tentang kebenaran yang disebutkan dalam akta tersebut. Sehingga
keberadaan menjadi salah satu syarat formal dalam pembuatan akta autentik.
Akta
autentik merupakan produk hukum yang dihasilkan oleh pejabat tertentu yang dikategorikan
sebagai pejabat umum seperti Notaris (Maisyarah, 2016). Berdasarkan UUJN dan
UUJNP, akta notaris dinyatakan otentik apabila :
a. Pembuatan
akta notaris dilakukan di hadapan orang yang berwenang dalam hal tersebut.
b. Terdapat
tanggal pasti kapan dibuatnya akta.
c. Terdapat
data pasti mengenai siapa pejabat yang menandatangani akta dan terdapat tanda
tangan orang yang bersangkutan dalam akta.
d. Notaris
telah memberikan sarannya saat pembuatan akta belum dilangsungkan dalam hal
mana yang dibolehkan oleh ketentuan undang-undang yang berlaku dan mana yang
tidak.
e. Jika
ada pihak yang tidak setuju dengan kebenaran isi akta, maka ia harus
membuktikan kebenaran isi akta,
f.
Akta Notaris bersifat
rahasia.
UUJN-P
menjelaskan bahwa notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik wajib
merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh sepanjang masa
jabatan. Notaris. UUJN dan UUJN-P mengatur tentang kerahasiaan isi akta dalam
sumpah jabatan notaris (Pasal 4 ayat 92) UUJN dan kewajiban notaris Pasal 16
ayat (1) huruf f UUJN-P. Unsur terpenting yang harus dirahasiakan adalah isi
akta dan segala sesuatu yang diperoleh dalam proses pembuatan akta. Isi akta
berisi tentang kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan dalam
akta, dimana badan akta memuat keterangan-keterangan yang diberikan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dalam akta (Adjie, 2008). Sehingga hal ini perlu
dirahasiakan. Pada pasal 54 UUJN-P dijelaskan bahwa notaris hanya berhak
memberikan atau memberitahukan isi akta otentik kepada pihak yang
berkepentingan langsung, ahli waris, atau orang lain yang memperoleh hak untuk
melihat isi akta. Secara jelas dalam UUJN-P disebutkan bahwa notaris memiliki
kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh
dalam proses pembuatan akta. Sumpah jabatan notaris juga mengatur mengenai
merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses
pembuatan akta. Berdasarkan hal tersebut maka notaris harus� melaksanakan kewajiban merahasiakan hal-hal
tersebut.�
Sementara
untuk saksi instrumenter dilihat dari kedudukan dan sifatnya sebagai saksi yang
diwajibkan hadir dalam pembuatan akta notaris, yang turut mendengarkan,
menyaksikan pembuatan akta dan menandatangani akta, tidak� harus mengerti apa yang dibacakan dan tidak
ada kewajiban untuk menyimpan isi akta dalam ingatan (Tobing, 1992). Keterlibatan saksi
instrumenter dalam pembuatan akta otentik menjadikan saksi instrumenter bagian
dari proses hukum. Saksi instrumenter sebagai bagian penting dalam proses
pembuatan akta otentik seharusnya mempunyai kewajiban dalam merahasiakan isi
akta yang ditandatanganinya, tetapi dalam UUJN-P belum diatur secara jelas mengenai
kewajiban saksi instrumenter dalam merahasiakan isi akta. Tidak adanya
kewajiban merahasiakan isi akta dan semua keterangan yang diperoleh dalam
proses pembuatan akta oleh saksi instrumenter, menyebabkan saksi instrumenter
dapat dengan mudah dimintai keterangan terkait dengan akta yang
ditandatanganinya oleh pihak ke tiga atau pihak yang berwenang. Dipanggilnya
saksi instrumenter oleh pihak ke tiga atau oleh pihak berwenang dapat
mengakibatkan terbukanya isi akta karena tidak adanya perlindungan dan kepastian
hukum bagi saksi instrumenter untuk merahasiakan isi akta. Saksi instrumenter
merupakan bagian dari notaris seharusnya berkewajiban merahasiakan isi akta
untuk menjaga kepentingan pihak-pihak dalam akta. Menurut teori perlindungan
yang disampaikan oleh Satijipto Raharjo, bahwa mengkoordinasi berbagai
kepentingan dalam masyarakat terhadap kepentingan tertentu, hanya dapat
dilakukan dengan memberikan batasan kepentingan di pihak lain (Raharjo, 2000),
maka untuk melindungi kepentingan para pihak yang ada di dalam akta otentik,
notaris dan saksi instrumenter berkewajiban merahasiakan isi akta. Dengan
memberikan penjelasan mengenai kewajiban saksi instrumenter terhadap
kerahasiaan akta otentik dalam UUJN-P akan memberikan perlindungan hukum bagi
saksi instrumenter yang merupakan bagian penting dalam pembuatan akta
otentik.�
Kedudukan
saksi instrumenter dalam fungsinya untuk memenuhi persyaratan formalitas akta
Notaris ditentukan pada Pasal 38 ayat (4) huruf c UUJN Nomor 30 Tahun 2004� tentang Jabatan Notaris, Pasal 1868 KUH
Perdata serta Pasal 40 ayat (1) UUJN-P.
Berdasarkan
UUJN-P secara hukum saksi instrumenter kedudukannya tidak diwajibkan secara
pasti harus menjaga kerahasiaan isi akta. Saksi
instrumenter yang
tidak menjaga kerahasiaan dokumen Notaris perbuatannya diklasifikasikan
perbuatan
melawan hukum.
Undang-Undang
memberikan pengaturan dan perlindungan terhadap notaris dalam menjalankan
jabatannya secara khusus dalam pasal 66 ayat (1) UUJN dengan persetujuan
Majelis Kehormatan Notaris yaitu dengan memberikan surat permohonan. Apabila
notaris lalai atau kurang hati-hati dalam menjalankan tugas sebagai pejabat
umum yang membuat akta Otentik, Notaris dapat digugat oleh para pihak atau
klien nya yang merasa dirugikan sebagai akibat dari akta otentik yang dibuat
oleh Notaris, dalam hal ini dapat notaris digugat secara perdata maupun
pidana.�
Saksi
instrumenter dalam pembuatan akta memiliki peran penting dalam menjadikan akta
otentik, saksi instrumenter juga dikatakan sudah masuk ke dalam lalu lintas
hukum yang memiliki akibat hukum, maka saksi instrumenter seharusnya memiliki
perlindungan hukum dan harus dijamin keselamatannya apabila terjadi kasus atau
gugatan di pengadilan terhadap akta yang menjadikannya saksi. Saksi
instrumenter memiliki hak sebagai saksi yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, yaitu:
a. Memperoleh
perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas
dari ancaman yang berkenan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah
diberikannya.
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan
dan
dukungan keamanan
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan
d. Mendapat penerjemah
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat
f.
Mendapatkan
informasi mengenai perkembangan kasus
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
i.
Mendapat
identitas baru
j.
Mendapat tempat
kediaman baru
k. Mendapat nasihat hukum
l.
Memperoleh
bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir.
Saksi instrumenter dalam memberikan keterangan perihal akta yang
ditandatanganinya, mendapatkan perlindungan sebagaimana Notaris
jika dijadikan
saksi di depan persidangan. Undang-Undang Perlindungan Saksi dan
Korban
menjelaskan bahwa seseorang mendapatkan perlindungan oleh Lembaga
Perlindungan saksi dan Korban sejak dimulainya penyelidikan hingga
berakhirnya
proses hukum. Pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa �Memperoleh perlindungan atas
keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang
berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya�.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa saksi instrumenter
yang bertugas membubuhkan tanda tangan, memberikan
kesaksian tentang kebenaran isi akta
dalam proses pembuatan akta otentik menurut
UUJN dan UUJN-P tidak dijelaskan
kewajibannya dalam merahasiakan isi akta, tetapi saksi
instrumenter yang tidak menjaga kerahasiaan dokumen notaris perbuatannya diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Kemudian perlindungan hukum saksi instrumenter
tidak ditegaskan dalam UUJN dan UUJN-P tetapi apabila suatu hari
terjadi sesuatu terhadap akta otentik
yang ditandatanganinya yang menjadikan
saksi instrumenter terlibat masalah hukum, maka saksi
instrumenter mendapat perlindungan sebagai saksi sesuai dengan
Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban pasal 5.
Adjie, Habib. (2008). Hukum Notaris Indonesia:
Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: Refika
Aditama. Google Scholar
Budiardjo, Miriam. (2003). Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta: Gramedia
pustaka utama. Google Scholar
Dhaniaty, M. (2019). Kedudukan Saksi Instrumentair Atas Akta
Notaris yang Menimbulkan Permasalahan dalam Perkara Perdata . Jurnal Media
Hukum dan Peradilan. Google Scholar
Darmita, P. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Google Scholar
Hamzani, Achmad Irwan. (2014). Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum
Yang Membahagiakan Rakyatnya. Yustisia Jurnal Hukum, 3(3),
137�142. Google Scholar
Hendra, Rahmad. (2012). Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang
Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu
Hukum, 3(1). Google Scholar
Hutapea, H. N. (2016). Kedudukan Saksi Instrumenter Dalam
Hukum Nasional. Jurnal Unimed, Universitas Medan, Jurnal Hukum Vol 8 No 2. Google Scholar
I Komang Sujanayasa, P. D. (2016). Kedudukan Saksi
Instrumentair Akta Notaris dalam Kaitanya dengan Pasal 16 ayat (1)
Undang-Undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Acta Comitas. Google Scholar
Kusuma, A. R. (2018). Perlindungan Hukum Saksi Instrumenter
di dalam Akta Notaris. Tesis. Google Scholar
Maisyarah, Intan. (2016). Analisis Yuridis Tentang Kedudukansaksi Dalam
Pembuatan Akta Notariil Menurut Hukum Islam Dan Undang-undang Jabatan Notaris
(Uujn). Premise Law Journal, 14, 164860. Google Scholar
Raharjo, Satjipto. (2000). Ilmu Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Google Scholar
Romadhon, A. A. (2018). Peranan Saksi Instrumenter dan Akibat
Hukumnya Terhadap Kerahasiaan Dalam Pembuatan Akta Notariil. Google Scholar
Soekanto, Soerjono, & Mamudji, Sri. (2001). Penelitian hukum
normatif: Suatu tinjauan singkat. Raja Grafindo Persada. Google Scholar
Syaputri, Hijriah Maulani Nanda, Patittingi, Farida, & Said,
Nurfaidah. (2017). Aspek Hukum Kewajiban Saksi Instrumentair untuk Merahasiakan
Isi Akta Notaris. Amanna Gappa, 25�37. Google Scholar
Tobing, G. L. (1992). Peraturan Jabatan
Notaris. Jakarta: Erlangga. Google Scholar
Copyright
holder: Puteri Chintami Oktavianti (2021) |
First
publication right: Journal Syntax Literate |
This article
is licensed under: |