Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 5, Mei 2021
MENGENAL CHANOYU, IKEBANA DAN MATSURI DALAM BUDAYA
JEPANG
Fince L. Sambeka
Universitas Negeri Manado,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to describe the forms and
meanings contained in Japanese culture, especially Chanoyu and Ikebana, which
are part of Japanese language learning in Indonesia. This study uses a
qualitative approach, because a qualitative approach is a procedure that
produces descriptive data in the form of written or spoken data in the language
community. Thus the method used in this research is descriptive method, meaning
that the problem is solved by describing the object of research at the present
time, without paying attention to history based on visible facts or without
conducting experiments. The literature study is carried out by researchers to
collect data related to the problems studied through the source of books that
discuss linguistics and then analyzed by categorizing, analyzing, and
describing procedures. The results of the study revealed that Chanoyu means the
way to teach ethics to respect older people and how to speak to younger people.
Ikebana emphasizes a form of reverence for God through the linear line of
flowers that are formed. Likewise, matsuri is a shinto religious term which
means ritual offerings to Kami sama / God. Matsuri means festival or
celebration in Japan. After conducting this research, through discussion of
chanoyu, ikebana and matsuri culture, the writer gained a new understanding of
Japanese culture, where the word dou in shadou 'tea ceremony' and the word dou
in kadou 'or flower arrangement are the most important concepts that Japanese
people hold. where dou which means 'path' or 'path', which symbolizes belief
which is called the path taken by one person or oneself.
Keywords: �japanese culture; chanoyu; ikebana; matsurisi
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan bentuk-bentuk dan makna yang terkandung budaya Jepang terutama
Chanoyu dan Ikebana yang menjadi bagian dalam pembelajaran Bahasa Jepang di
Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena pendekatan
kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data
tertulis atau lisan dalam masyarakat bahasa. Dengan demikian metode yang
digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif artinya masalah
dipecahkan dengan jalan menggambarkan objek penelitian pada saat sekarang,
tanpa memperhatikan kesejarahan berdasarkan fakta yang kelihatan atau tanpa
melakukan eksperimen. Studi kepustakaan dilakukan peneliti untuk mengumpulkan
data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti melalui sumber buku-buku
yang membahas tentang linguiustik dan selanjutnya dianalisa dengan prosedur
mengelompokan, menganalisis, dan mendeskripsikan. Hasil Penelitian mengungkap
bahwa Chanoyu bermakna tata cara mengajarkan etika untuk menghormati orang yang
lebih tua dan cara bertutur dengan yang lebih muda. Ikebana menegaskan bentuk
penghormatan pada bersemayangnya Tuhan melalui garis linier bunga yang
dibentuk. Demikian juga, Matsuri adalah istilah agama shinto yang berarti
persembahan ritual untuk Kami sama/Tuhan. Matsuri berarti festival atau
perayaan di Jepang. Setelah melakukan penelitian ini, melalui pembahasan
tentang budaya chanoyu, ikebana dan matsuri penulis mendapatkan pemahaman baru
tentang budaya Jepang, dimana kata dou dalam shadou�upacara minum teh� dan kata
dou dalam kadou� atau� merangkai bunga
adalah merupakan konsep yang terpenting yang dipengang orang Jepang dimana dou
yang artinya�jalan�atau �jalur�yaitu melambangkan kepercayaan yang disebut
jalan ditempuh seorang atau diri sendiri.
Kata Kunci:
budaya jepang; chanoyu; ikebana; matsurisi
Pendahuluan
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya merupakan kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku dalam
suatu masyarakat (Wahyuni, Tias, &
Sani, 2013). Budaya
yang ada ini terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat bahasa, perkakas, pakaian bangunan dan karya seni.
Budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cendrung menganggapnya diwariskan secara genetis. Kebudayaan manusia tidak akan
dapat terjadi tanpa bahasa karena bahasa merupakan faktor yang memungkinkan
terbentuknya kebudayaan. Bahasa selain sebagai salah satu pranata budaya juga
sebagai media penerusan dan penyebaran budaya. Kita dapat memahami akan hal ini
apabila kita menyadari bahwa berbagai unsur budaya seperti pakaian, rumah ,
lembaga pemerintah, proses peradatan bisa berkembang karena adanya bahasa. Jadi
bahasa merupakan suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat
manusianya. Kebudayaan juga adalah suatu suasana yang ampuh dan dapat
memperkuat saling pengertian antara bangsa melalui saling menghormati kekhasan
bentuk ekspresi dan nilai budaya bangsa. Setiap negara juga memiliki kebudayaan
yang berbeda-beda, yaitu ciri khas masing-masing. Kebudayaan mempunyai pesanan
didalam kehidupan manusia baik untuk diri sendiri, masyarakat, maupun untuk
bangsa dan Negara.
�� Menurut (Pettalongi, 2013), kebudayaan
adalah khas insane. Dilain hal, kebudayaan adalah seluruh proses
perkembangan hidup manusia di dunia dan didalam sejarah. Kebudayaan pada
dasarnya merupakan segala macam bentuk gejala kemanusiaan, baik yang mengacu
pada sikap, konsepsi, ideology, perilaku, kebiasaan, karya kreatif dan
sebagainya. Sevara konkret kebudayaan bisa mengacu pada adat istiadat,
bentuk-bentuk tradisi lisan, karya seni, bahasa, pola interaksi dan sebagainya.
Dengan kata lain kebudayaan, merupakan fakta kompleks yang selain memiliki
kekhasan pada batas tertentu juga memiliki ciri yang bersifat universal.
�� Jepang yang
lazim disebut negara Matahari Terbit atau negara Sakura adalah salah satu
negara tetangga kita yang terdekat. Kemajuan-kemajuan pesat yang dicapai dalam
segala bidang terutama dalam bidang industri, telah menempatkan Jepang sebagai
negara terkemuka di Asia. Tidaklah dapat disangkal lagi bahwa kedudukanya sudah
sejajar dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropah. Selain
itu, negara ini dikenal dengan budaya-budayanya yakni shodo, samurai, cha no
yuu, origami, ekskul, ikebana, hanami, matsuri, dan lain-lain. Jadi��� dapat��
disimpulkan kebudayaan adalah dimana suatu Negara atau bangsa yang
didalamnya ada masyarakat, dan masyarakat tersebut melakukan kebiasaan yang
mereka lakukan yang disebut kebudayaan. Karena kebudayaan itu selalu
turun-temurun di negara atau bangsa tersebut. Dan apabila tidak dibudayakan
maka kebudayaan akan hilang dengan sendirinya. Kebudayaan juga merupakan hasil
dari kebutuhan manusia.
Kata
kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu �buddyah� yang merupakan bentuk
jamak dari kata �budhi� yang berarti budi atau akal. Kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Pengetian
kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahan, keyakinan,
seni, sosial, hukum adat dan setiap kecakapan dan kebiasaan.
Penelitian
ini penting dilaksanakan dimana sebagai praktisi pengajar bahasa Jepang harus
mampu memiliki pemahaman budaya Jepang. Bahasa dan budaya mempunyai hubungan
yang sangat erat dimana� bahasa adalah
merupakan produk budaya, demikian pula kebudayaan sangat dipengaruhi oleh
bahasa yang mana bahasa inilah yang menggambarkan pikiran seseorang.
Manfaat
penelitin ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pembelajar bahasa
Jepang, dalam memahami budaya seperti cara berpikir
dan cara hidup orang Jepang, yaitu�
kerama-tamahan orang Jepang melalui budaya chanoyu, ikebana dan
matsuri.
Menurut (Koentjaraningrat, 1985), menguraikan bahwa konsep tentang
kebudayaan itu adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia. Kata
kebudayaan� berasal dari bahasa� sangsekerta, yang bentuk jamak dari kata
buddhi yang berarti budi dan akal.
Kebudayaan
cultuur dalam bahasa Belanda dan Culture dalam bahasa Inggris,
berasal dari bahasa latin �colore� yang berarti mengelolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan. Dari pengertian budaya dari segi demikian
berkembanglah arti culture sebagai � segala dan aktif manusia untuk mengelolah
dan mengubah alam�. Untuk membedakan pengertian istilah budaya dan kebudayaan,
dengan mengartikan budaya sebagai daya dari budi dan berupa cipta, cita, rasa
dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan
rasa tersebut (Suharso, 2005).
Kebudayaan
juga adalah suatu suasana yang ampuh dan dapat memperkuat saling pengertian
antara bangsa melalui saling menghormati kekhasan bentuk� ekspresi dan nilai budaya bangsa. Setiap
negara juga memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, yaitu cirri khas masing-masing.
Kebudayaan mempunyai pesanan didalam kehidupan manusia baik untuk diri sendiri,
masyarakat, maupun untuk bangsa dan Negara.
Menurut
(Tilaar, 2002), kebudayaan adalah khas insane.
Dilain hal, kebudayaan adalah seluruh proses perkembangan hidup manusia di
dunia dan didalam sejarah. Kebudayaan pada dasarnya merupakan segala macam
bentuk gejala kemanusiaan, baik yang mengacu pada sikap, konsepsi, ideology,
perilaku, kebiasaan, karya kreatif dan sebagainya. Sevara konkret kebudayaan
bisa mengacu pada adat istiadat, bentuk-bentuk tradisi lisan, karya seni,
bahasa, pola interaksi dan sebagainya. Dengan kata lain kebudayaan, merupakan
fakta kompleks yang selain memiliki kekhasan pada batas tertentu juga memiliki
cirri yang bersifat universal.
�� Jadi dapat disimpulkan kebudayaan adalah dimana
suatu Negara atau bangsa yang didalamnya ada masyarakat, dan masyarakat
tersebut melakukan kebiasaan yang mereka lakukan yang disebut kebudayaan.
Karena kebudayaan itu selalu turun-temurun di negara atau bangsa tersebut. Dan
apabila tidak dibudayakan maka kebudayaan akan hilang dengan sendirinya.
Kebudayaan juga merupakan hasil dari kebutuhan manusia.
Menurut (Brentano, 2013) yang mendeskripsikan pengertian
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Cara pandang Herskovits kebudayaan merupakan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari suatu generasi ke generasi yang lain yang kemudian disebut sebagai
superorganik. Seluruh kebudayaan yang berada di dunia ini memiliki sifat-sifat
hakikat yang sama antara lain sebagai berikut:
1.�� Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat
prilaku manusia.
2.�� Kebudayaan telah ada terlebih dahulu
mendahului lahirnya generasi yang bersangkutan,
3.�� Kebudayaan diperlukan oleh� manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
4.�� Kebudayaan mencakup aluran-aluran yang
berisikan kebijakan-kebijakan, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak,
tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Semua
kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis, karena sebenarnya gerak
kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri.
Kebudayaan
mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Masyarakat
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani kehidupan.
Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi kebudayaan yang
bersumber pada masyarakar itu sendiri. mengapa sebagian besar? Karena kemampuan
kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas didalam memenuhi
segala kebutuhan.
Hasil
karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai
kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya.
Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur , yaitu:
1.�� Alat-alat produktif
2.�� Senjata
3.�� Wadah
4.�� Makanan dan minuman
5.�� Pakaian dan perhiasan
6.�� Tempat berlindung dan perumahan
7.�� Alat-alat transport
Kebudayaan
mengatur supaya manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat
menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Setiap orang
bagaimanapun hidupnya, akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri.
Kebiasaan (habit) merupakan suatu perilaku pribadi� yang berarti kebiasaan seseorang itu berbeda
dari kebiasaan orang lain, walaupun mereka hidup dalam satu rumah. Kebiasaan
menunjukkan pada suatu gejala bahwa seseorang didalam tindakan-tindakannya
selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur baginya.
Warisan budaya dapat digolongkan atas yang tangible
(dapat disentuh) dan yang intangible (tak dapat disentuh, seperti musik, tari,
konsep-konsep). Adalah UNESCO yang memprakarsai pembedaan dan peristilahan tersebut.
Badan dunia bidang pendidikan, kebudayaan, dan informasi itu pulalah yang
merintis pemberian penghargaan untuk wujud-wujud warisan budaya dari sejumlah
bangsa, yang patut diakui sebagai warisan dunia, dan itu disebut program World
Heritage.
Di antara warisan budaya yang tangible ada yang berupa
�monumen�, artinya karya unggul manusia yang patut dihargai selamanya. Dalam
hal ini diadakan pembedaan antara apa yang disebut living monument (monumen
�hidup�) dan dead monument (monumen �mati�). Definisi dari �hidup� itu adalah
masih berfungsi seperti semula dibuat. Hal ini dapat dicontohkan oleh Pura
Besakih, Masjid Demak, dan lain-lain. Adapun yang didefinisikan sebagai �mati�
adalah monumen yang bersangkutan sudah atau pernah tak berfungsi lagi seperti fungsi
semula ketika diciptakan. Contohnya adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan
yang pernah ditinggalkan oleh pembuat dan pengguna awalnya.
�� Warisan-warisan
budaya itu, baik yang benda maupun takbenda, haruslah mempunyai �pemilik�, baik
yang asli dari awalnya, maupun yang mengakui dan melaksanakan perawatannya
meski pembuat atau pemilik awalnya tak diketahui lagi. Pemilik atau penjaga,
atau penanggung jawab itulah yang dalam wacana bahasa Inggris disebut dengan
istilah custodian. Para penjaga budaya itu dapat mengurusi suatu keseluruhan
sistem tinggalan budaya, tetapi dapat pula khusus mengurusi suatu komponen
tertentu saja dari suatu sistem ungkapan budaya. Merekalah pada pertamanya yang
bertugas melestarikan suatu warisan budaya.
Peneliti terdahulu yang telah dilakukan oleh
Febriyanti yang berjudul matsuri nechuugyouji sebagai sarana untuk mempererat
hubungan social masyarakat Jepang. Penelitian ini membahas matsuri
nenchuugyouji dengan memfokuskan empat unsur antara lain kagura, dashi,
omikoshi, dan naorai, Wardini yang berjudul kanamara matsuri dalam tradisi
Jepang, penelitian ini membahas tentang kearifan local dalam pelaksanaan
matsuri kanamara.
Menurut Suryawati yang berjudul Cerminn jiwa chanoyu
dalam pepatah Zen yang terdapt pada kakejiku, membahas tentang makna jiwa
chanoyu Yang tercermin dalam pepatah bijak zen, Rumengan membahas tentang
filosofi dan agama dalam chanoyu (Suryawati, 2018).
(Agustina, 2019) telah
melakukan penelitian yang berjudul penggunaan seni melipat kertas origami untuk
meningkatkan kreaktifitas pada anak usia dini dalam penelitian tindakan kelas
berbeda dengan penelitan ini, membahas tiga aspek budaya Jepang matsuri,
chanoyuu, origami secara umum, dan menitik beratkan pada makna filosofinya
Metode Penelitian
Dalam
rangka menjawab masalah yang dikemukakan di atas, metode yang digunakan dalam
penelitian ini ialah metode deskriptif artinya masalah dipecahkan dengan jalan
menggambarkan objek penelitian pada saat sekarang, tanpa memperhatikan
kesejarahan berdasarkan fakta yang kelihatan atau tanpa melakukan eksperimen.
Dengan demikian penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena
pendekatan kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif
berupa data tertulis atau lisan dalam masyarakat Bahasa (Djajasudarma, 1994). Untuk
mengumpulkan data melalui studi kepustakaan menurut (Subagio,
1991) studi kepustakaan adalah
peneliti mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
melalui sumber buku-buku yang membahas tentang linguiustik. Teknik analisis
data dalam penelitian ini adalah� dengan
prosedur mengelompokan, menganalisis, dan mendeskripsikan.
Hasil dan Pembahasan
1. Chanoyu atau Upacara Minum The
Menurut (Suzuki, 2002) upacara Minum Teh merupakan ritual
yang tidak hanya sekedar momen untuk adu pengetahuan maupun untuk memamerkan
peralatan minum Teh. Tetapi lebih ke momen yang memiliki makna yang sangat
dalam dimana seni dan pengetahuan menjadi satu. Namun upacara Minum Teh dapat
dikatakan sebagai simbol dari tiga aspek cara berpikir dan cara hidup orang
Jepang, yaitu� kerama-tamahan, dan
penghiburan, hingga saat ini budaya ini tetap berkembang di Jepang. Upacara
Minum Teh bukan sekedar kegiatan yang dilangsungkan dengan tuan rumah sebagai
penjamu, dan tamu sebagai orang yang di jamu, Tetapi lebih ke tata cara yang di
atur sedemikian halus dan teliti untuk menghidangkan dan meminum Teh.
Chanoyu menurut Setsuo Uenoda dalam (Nio, 1962) mengartikan upacara Minum Teh
sebagai suatu permainan yang halus untuk orang-orang yang tertarik dengan seni
kehidupan. Seni kehidapan yang di maksud adalah bagaimana melatih ketelatenan
dalam berperilaku sehari-hari, agar dapat meraih ketenangan dalam diri sendiri.
Kaji Naya dalam (Kastuti, 2018) Chanoyu dapat juga dikatakan sadou
yang terdiri dari kata sa�teh� dan dou�jalan� kata sadou �upacara minum teh�
kata dou ini adalah jalan yang mengandung makna segala aspek hidup dan
kehidupan di dalamnya, kita akan mengenal dan memahami diri kita sendiri dan
mengetahui bahwa hidup itu tidaklah sendiri tetapi bersama dengan orang lain
atau mahluk sosial. dou ini memberkan nilai-nilai dan wawasan terhadap budaya
dan cara belajar orang Jepang. dou ini berasal dari taoisme yang memiliki
sederhana, sempurna, disiplin dan harmoni.
Berdasarkan� beberapa pendapat para ahli penulis mengambil
kesimpulan bahwa chanoyu adalah upacara atau tradisi budaya jepang yang
dilakukan secara turun temurun, dalam upacara munim teh ini juga memiliki makna
yang sangat dalam, selain didalamnya diajarkan tentang tata krama, upacara
minum teh juga memiliki manfaat dalam bidang kesehatan.
Selain itu upacara minum teh
merupakan upacara penyambutan tuan rumah kepada tamu dengan cara menyajikan teh.
Upacara minum teh yang diadakan di luarruangan disebut nodate. Jika di dalam
ruangan disebut chato. Biasanya para tuan rumah menyediakan bunga, lukisan, dan
keramik yang indah untuk menyambut para tamu dalam upacara minum teh ini.
�Upacara ini mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup
tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan
cara meletakkan benda seni dalam ruangan upacara minum teh�.
Chanoyu dapat dimaknai sebagai studi
dalam tiga bentuk lewat disiplin pikiran , perolehanan pengetahuan dan latihan.
2. Ikebana
(Nakayama, 2018) Ikebana adalah seni merangkai bunga
yang berasal dari negara Jepang. Ikebana juga dikenal dengan istilah kadou
yaitu ka�bunga� dan dou�jalan� kehidupan yang lebih menekankan pada aspek seni
untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.� Bunga memiliki lambang kehormatan dalam
kebudayaan Jepang karena bunga dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan sang
pencipta. Di dalam ikebana terdapat berbagai macam aliran yang masing-masing
mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu
mengharuskan orang melihat rangkaian bunga tepat dari bagian depan, sedangkan
aliran lain mengharuskan orang melihat rangkaian bunga yang berbentuk tiga
dimensi sebagai benda dua dimensi saja. Tiga aliran yang paling dasar dalam
ikebana adalah gaya rikka, shoka, dan jiyuka. Aliaran jiyuka dan� rikka digunakan untuk perayaan keagamaan.
Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tetapi� pada aspek pengaturannya menurut garis
linier. Bentuk-bentuk dalam ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit,
bumi, dan manusia.
Ikebana adalah seni merangkai bunga
yang berasal dari negara Jepang. Bunga memiliki lambang kehormatan dalam
kebudayaan Jepang karena bunga dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan sang
pencipta. Di dalam ikebana terdapat berbagai macam aliran yang masing-masing
mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu
mengharuskan orang melihat rangkain bunga tepat dari bagian depan, sedangkan
aliran lain mengharuskan orang melihat rangkaian bunga yang berbentuk tiga dimensi
sebagai benda dua dimensi saja. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga
tetapi� pada aspek pengaturannya menurut
garis linier. Bentuk-bntuk dalam ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili
langit, bumi, dan manusia
3. Matsuri
�����
Dalam kebudayaan Jepang matsuri merupakan suatu hal yang penting matsuri
adalah sebagai nihonjin raisha atau kekhasan orang Jepang. kekhasan orang
Jepang ini selalu mendampingi kehidupan orang Jepang , oleh k arena itu untuk
memhami kebudayaan Jepang, factor matsuri tidak bisa diabaikan begitu saja.
Menurut� (Goff, 1998) Matsuri berasal dari kata matsuru
yang berarti� menyembah, memuja, atau
pemujaan terhadap Kami atau ritual ritual yang terkait. Dalam teologi agama
Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri; penyucian (harai), persembahan,
pembacaan doa (norito) dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal
dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.
Matsuri adalah istilah agama shinto
yang berarti persembahan� ritual untuk
Kami sama/Tuhan. Matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang.
Menurut Rosidi (1991) dalam (Herniwati, 2011) Jepang sebagai negara maju kurang
memperhatikan agama dalam kehidupannya, Jepang memang sukar mengukur keagaama
orang Jepang dengan menggunakan tolok ukur agama yang mengakui kemahaesaan
Tuhan/ Pola hidup orang Jepang yang dikenal�
sebagai manusia ekonomi yang tekun dan gigih sangat menghargai waktu,
terrnyata ada sisi lain dalam kehidupan�
masyarakat Jepang� yang
menampakkan pola hidup relegius, yaitu selalu mengawali segala kegiatan atau
usaha yang baru dibuka dengan menyelenggarakan matsuri. Berbagai matsuri
diselenggarakan sepanjang tahun diberbagai tempat di Jepang. Sebagian besar
penyelenggara matsuri adalah kuil Shinto atau kuil Budha. Sebagian besar
matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkap ikan
dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jagung), kesuksesan dalam
bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana
dan serbagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu
tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan� dengan pergantian musim atau mendoakan arwah
tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri
beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang
mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda
tergantung pada daerahnya.
Prosesi penyelenggaraan matsuri
yaitu arak-arakan bisa ditemui mikoshi, dashi (danjiri) dan yatai yang semuanya
merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan . pada matsuri
juga bisa dijumpai� chigo (anak kecil) ,
miko (gadis pelaksana ritual), tekomai (laki-laki berpakaian wanita), hayashi
(musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan� dan berpakaian bagus.
Kesimpulan
Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa Chanoyu
filosofi dibalik chanoyu adalah harmoni, hormat, murni dan tenang. Mempelajari
chanoytu ini akan mengajarkan kepada kita mengenai tatakrama dalam
berinteraksi, memperkaya hati dengan keindahan. Etika chanoyu juga mengajarkan
etika untuk menghormati orang yang lebih tua dan cara bertutur dengan yang
lebih muda. Dengan demikian melalui chanoyu ini kita bisa mempelajari
keanggunan estetika dan etika Jepang.
Sedangkan ikebana juga dikenal dengan istilah kadou
ka�bunga�, do�jalan� kehidupan ikebana yang lebih menekankan pada aspek seni
untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga, di dalam ikebana terdapat
berbagai aliran yang masing-masing mempunyai cara tersendiri. Disisi lain
Matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkap ikan
dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jagung), kesuksesan dalam
bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana
dan serbagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu
tugas berat.
�Matsuri juga
diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau
mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu
pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan
matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai
makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.
Setelah melakukan penelitian ini, melalui pembahasan
tentang budaya chanoyu, ikebana dan matsuri penulis mendapatkan pemahaman baru
tentang budaya Jepang, dimana kata dou dalam shadou�upacara minum teh� dan kata
dou dalam kadou� atau� merangkai bunga
adalah merupakan konsep yang terpenting yang dipengang orang Jepang dimana dou
yang artinya�jalan�atau �jalur�yaitu melambangkan kepercayaan yang disebut
jalan ditempuh seorang atau diri sendiri.
Agustina, Neti. (2019). Penggunaan Seni Melipat Kertas Origami untuk
Meningkatkan Kreativitas pada Anak Usia Dini di TK Kemala Bhayangkari Metro
Pusat Kota Metro. IAIN Metro. Google Scholar
Brentano, Franz. (2013). Psychologie vom empirischen Standpunkte.
De Gruyter. Google Scholar
Djajasudarma, T. Fatimah. (1994). Tata bahasa acuan bahasa Sunda.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Google Scholar
Goff, Janet. (1998). The Kodansha Bilingual Encyclopedia of Japan. Japan
Quarterly, 45(3), 106. Google Scholar
Herniwati, Herniwati. (2011). Masyarakat Jepang Memaknai Matsuri Dalam
Kehidupannya. SOSIETAS, 1(1). Google Scholar
Kastuti, Teti Indriati. (2018). Nilai Filosofis dalam Chanoyu. Japanese
Research on Linguistics, Literature, and Culture, 1(1), 79�91.
Koentjaraningrat, Kebudayaan. (1985). Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia. Google Scholar
Nakayama, Machiko. (2018). The
Historical Development Of Ikebana. Malaysian Journal of Performing and
Visual Arts, 4(1), 36�62. Google Scholar
Nio, Joe Lan. (1962). Sastera Indonesia-Tionghoa. Gunung Agung. Google Scholar
Pettalongi, Sagaf S. (2013). Islam dan Pendidikan Humanis dalam resolusi
konflik sosial. Jurnal Cakrawala Pendidikan, (2).
Subagio. (1991). Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suharso, Ana Retnoningsih. (2005). Kamus besar bahasa indonesia. Semarang:
CV. Widya Karya, 20115. Google Scholar
Suryawati, Cicilia Tantri. (2018). Cerminan Jiwa Chanoyu Dalam Pepatah Zen
Yang Terrdapat Pada Kakejiku. Ayumi: Jurnal Budaya, Bahasa Dan Sastra, 5(1). Google Scholar
Suzuki, Selected Writings O. R. (2002). Recent Publications on Japan. Google Scholar
Tilaar, Henry Alexis Rudolf. (2002). Membenahi pendidikan nasional. Google Scholar
Wahyuni, Astri, Tias, Ayu Aji Wedaring, & Sani, Budiman. (2013). Peran
etnomatematika dalam membangun karakter bangsa. Makalah Seminar Nasional
Matematika Dan Pendidikan Matematika, Prosiding, Jurusan Pendidikan Matematika
FMIPA UNY, Yogyakarta: UNY. Google Scholar
Copyright
holder : Fince L. Sambeka (2021) |
First
publication right : Journal Syntax Literate |
This article
is licensed under: |