Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 5, Mei 2021

 

MENGENAL CHANOYU, IKEBANA DAN MATSURI DALAM BUDAYA JEPANG

 

Fince L. Sambeka

Universitas Negeri Manado, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstract

This study aims to describe the forms and meanings contained in Japanese culture, especially Chanoyu and Ikebana, which are part of Japanese language learning in Indonesia. This study uses a qualitative approach, because a qualitative approach is a procedure that produces descriptive data in the form of written or spoken data in the language community. Thus the method used in this research is descriptive method, meaning that the problem is solved by describing the object of research at the present time, without paying attention to history based on visible facts or without conducting experiments. The literature study is carried out by researchers to collect data related to the problems studied through the source of books that discuss linguistics and then analyzed by categorizing, analyzing, and describing procedures. The results of the study revealed that Chanoyu means the way to teach ethics to respect older people and how to speak to younger people. Ikebana emphasizes a form of reverence for God through the linear line of flowers that are formed. Likewise, matsuri is a shinto religious term which means ritual offerings to Kami sama / God. Matsuri means festival or celebration in Japan. After conducting this research, through discussion of chanoyu, ikebana and matsuri culture, the writer gained a new understanding of Japanese culture, where the word dou in shadou 'tea ceremony' and the word dou in kadou 'or flower arrangement are the most important concepts that Japanese people hold. where dou which means 'path' or 'path', which symbolizes belief which is called the path taken by one person or oneself.

 

Keywords: japanese culture; chanoyu; ikebana; matsurisi

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk dan makna yang terkandung budaya Jepang terutama Chanoyu dan Ikebana yang menjadi bagian dalam pembelajaran Bahasa Jepang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena pendekatan kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dalam masyarakat bahasa. Dengan demikian metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif artinya masalah dipecahkan dengan jalan menggambarkan objek penelitian pada saat sekarang, tanpa memperhatikan kesejarahan berdasarkan fakta yang kelihatan atau tanpa melakukan eksperimen. Studi kepustakaan dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti melalui sumber buku-buku yang membahas tentang linguiustik dan selanjutnya dianalisa dengan prosedur mengelompokan, menganalisis, dan mendeskripsikan. Hasil Penelitian mengungkap bahwa Chanoyu bermakna tata cara mengajarkan etika untuk menghormati orang yang lebih tua dan cara bertutur dengan yang lebih muda. Ikebana menegaskan bentuk penghormatan pada bersemayangnya Tuhan melalui garis linier bunga yang dibentuk. Demikian juga, Matsuri adalah istilah agama shinto yang berarti persembahan ritual untuk Kami sama/Tuhan. Matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang. Setelah melakukan penelitian ini, melalui pembahasan tentang budaya chanoyu, ikebana dan matsuri penulis mendapatkan pemahaman baru tentang budaya Jepang, dimana kata dou dalam shadou�upacara minum teh� dan kata dou dalam kadou� ataumerangkai bunga adalah merupakan konsep yang terpenting yang dipengang orang Jepang dimana dou yang artinya�jalan�atau �jalur�yaitu melambangkan kepercayaan yang disebut jalan ditempuh seorang atau diri sendiri.

 

Kata Kunci: budaya jepang; chanoyu; ikebana; matsurisi

 

Pendahuluan

Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya merupakan kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku dalam suatu masyarakat (Wahyuni, Tias, & Sani, 2013). Budaya yang ada ini terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat bahasa, perkakas, pakaian bangunan dan karya seni. Budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cendrung menganggapnya diwariskan secara genetis. Kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa bahasa karena bahasa merupakan faktor yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan. Bahasa selain sebagai salah satu pranata budaya juga sebagai media penerusan dan penyebaran budaya. Kita dapat memahami akan hal ini apabila kita menyadari bahwa berbagai unsur budaya seperti pakaian, rumah , lembaga pemerintah, proses peradatan bisa berkembang karena adanya bahasa. Jadi bahasa merupakan suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat manusianya. Kebudayaan juga adalah suatu suasana yang ampuh dan dapat memperkuat saling pengertian antara bangsa melalui saling menghormati kekhasan bentuk ekspresi dan nilai budaya bangsa. Setiap negara juga memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, yaitu ciri khas masing-masing. Kebudayaan mempunyai pesanan didalam kehidupan manusia baik untuk diri sendiri, masyarakat, maupun untuk bangsa dan Negara.

�� Menurut (Pettalongi, 2013), kebudayaan adalah khas insane. Dilain hal, kebudayaan adalah seluruh proses perkembangan hidup manusia di dunia dan didalam sejarah. Kebudayaan pada dasarnya merupakan segala macam bentuk gejala kemanusiaan, baik yang mengacu pada sikap, konsepsi, ideology, perilaku, kebiasaan, karya kreatif dan sebagainya. Sevara konkret kebudayaan bisa mengacu pada adat istiadat, bentuk-bentuk tradisi lisan, karya seni, bahasa, pola interaksi dan sebagainya. Dengan kata lain kebudayaan, merupakan fakta kompleks yang selain memiliki kekhasan pada batas tertentu juga memiliki ciri yang bersifat universal.

�� Jepang yang lazim disebut negara Matahari Terbit atau negara Sakura adalah salah satu negara tetangga kita yang terdekat. Kemajuan-kemajuan pesat yang dicapai dalam segala bidang terutama dalam bidang industri, telah menempatkan Jepang sebagai negara terkemuka di Asia. Tidaklah dapat disangkal lagi bahwa kedudukanya sudah sejajar dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropah. Selain itu, negara ini dikenal dengan budaya-budayanya yakni shodo, samurai, cha no yuu, origami, ekskul, ikebana, hanami, matsuri, dan lain-lain. Jadi��� dapat�� disimpulkan kebudayaan adalah dimana suatu Negara atau bangsa yang didalamnya ada masyarakat, dan masyarakat tersebut melakukan kebiasaan yang mereka lakukan yang disebut kebudayaan. Karena kebudayaan itu selalu turun-temurun di negara atau bangsa tersebut. Dan apabila tidak dibudayakan maka kebudayaan akan hilang dengan sendirinya. Kebudayaan juga merupakan hasil dari kebutuhan manusia.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu �buddyah� yang merupakan bentuk jamak dari kata �budhi� yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Pengetian kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahan, keyakinan, seni, sosial, hukum adat dan setiap kecakapan dan kebiasaan.

Penelitian ini penting dilaksanakan dimana sebagai praktisi pengajar bahasa Jepang harus mampu memiliki pemahaman budaya Jepang. Bahasa dan budaya mempunyai hubungan yang sangat erat dimanabahasa adalah merupakan produk budaya, demikian pula kebudayaan sangat dipengaruhi oleh bahasa yang mana bahasa inilah yang menggambarkan pikiran seseorang.

Manfaat penelitin ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pembelajar bahasa Jepang, dalam memahami budaya seperti cara berpikir dan cara hidup orang Jepang, yaitukerama-tamahan orang Jepang melalui budaya chanoyu, ikebana dan matsuri.

Menurut (Koentjaraningrat, 1985), menguraikan bahwa konsep tentang kebudayaan itu adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia. Kata kebudayaanberasal dari bahasasangsekerta, yang bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi dan akal.

Kebudayaan cultuur dalam bahasa Belanda dan Culture dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa latin �colore� yang berarti mengelolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari pengertian budaya dari segi demikian berkembanglah arti culture sebagai � segala dan aktif manusia untuk mengelolah dan mengubah alam�. Untuk membedakan pengertian istilah budaya dan kebudayaan, dengan mengartikan budaya sebagai daya dari budi dan berupa cipta, cita, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut (Suharso, 2005).

Kebudayaan juga adalah suatu suasana yang ampuh dan dapat memperkuat saling pengertian antara bangsa melalui saling menghormati kekhasan bentukekspresi dan nilai budaya bangsa. Setiap negara juga memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, yaitu cirri khas masing-masing. Kebudayaan mempunyai pesanan didalam kehidupan manusia baik untuk diri sendiri, masyarakat, maupun untuk bangsa dan Negara.

Menurut (Tilaar, 2002), kebudayaan adalah khas insane. Dilain hal, kebudayaan adalah seluruh proses perkembangan hidup manusia di dunia dan didalam sejarah. Kebudayaan pada dasarnya merupakan segala macam bentuk gejala kemanusiaan, baik yang mengacu pada sikap, konsepsi, ideology, perilaku, kebiasaan, karya kreatif dan sebagainya. Sevara konkret kebudayaan bisa mengacu pada adat istiadat, bentuk-bentuk tradisi lisan, karya seni, bahasa, pola interaksi dan sebagainya. Dengan kata lain kebudayaan, merupakan fakta kompleks yang selain memiliki kekhasan pada batas tertentu juga memiliki cirri yang bersifat universal.

�� Jadi dapat disimpulkan kebudayaan adalah dimana suatu Negara atau bangsa yang didalamnya ada masyarakat, dan masyarakat tersebut melakukan kebiasaan yang mereka lakukan yang disebut kebudayaan. Karena kebudayaan itu selalu turun-temurun di negara atau bangsa tersebut. Dan apabila tidak dibudayakan maka kebudayaan akan hilang dengan sendirinya. Kebudayaan juga merupakan hasil dari kebutuhan manusia.

Menurut (Brentano, 2013) yang mendeskripsikan pengertian kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Cara pandang Herskovits kebudayaan merupakan sebagai sesuatu yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain yang kemudian disebut sebagai superorganik. Seluruh kebudayaan yang berada di dunia ini memiliki sifat-sifat hakikat yang sama antara lain sebagai berikut:

1.�� Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat prilaku manusia.

2.�� Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya generasi yang bersangkutan,

3.�� Kebudayaan diperlukan olehmanusia dan diwujudkan tingkah lakunya.

4.�� Kebudayaan mencakup aluran-aluran yang berisikan kebijakan-kebijakan, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis, karena sebenarnya gerak kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani kehidupan. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi kebudayaan yang bersumber pada masyarakar itu sendiri. mengapa sebagian besar? Karena kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas didalam memenuhi segala kebutuhan.

Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur , yaitu:

1.�� Alat-alat produktif

2.�� Senjata

3.�� Wadah

4.�� Makanan dan minuman

5.�� Pakaian dan perhiasan

6.�� Tempat berlindung dan perumahan

7.�� Alat-alat transport

Kebudayaan mengatur supaya manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Setiap orang bagaimanapun hidupnya, akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan (habit) merupakan suatu perilaku pribadiyang berarti kebiasaan seseorang itu berbeda dari kebiasaan orang lain, walaupun mereka hidup dalam satu rumah. Kebiasaan menunjukkan pada suatu gejala bahwa seseorang didalam tindakan-tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur baginya.

Warisan budaya dapat digolongkan atas yang tangible (dapat disentuh) dan yang intangible (tak dapat disentuh, seperti musik, tari, konsep-konsep). Adalah UNESCO yang memprakarsai pembedaan dan peristilahan tersebut. Badan dunia bidang pendidikan, kebudayaan, dan informasi itu pulalah yang merintis pemberian penghargaan untuk wujud-wujud warisan budaya dari sejumlah bangsa, yang patut diakui sebagai warisan dunia, dan itu disebut program World Heritage.

Di antara warisan budaya yang tangible ada yang berupa �monumen�, artinya karya unggul manusia yang patut dihargai selamanya. Dalam hal ini diadakan pembedaan antara apa yang disebut living monument (monumen �hidup�) dan dead monument (monumen �mati�). Definisi dari �hidup� itu adalah masih berfungsi seperti semula dibuat. Hal ini dapat dicontohkan oleh Pura Besakih, Masjid Demak, dan lain-lain. Adapun yang didefinisikan sebagai �mati� adalah monumen yang bersangkutan sudah atau pernah tak berfungsi lagi seperti fungsi semula ketika diciptakan. Contohnya adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang pernah ditinggalkan oleh pembuat dan pengguna awalnya.

�� Warisan-warisan budaya itu, baik yang benda maupun takbenda, haruslah mempunyai �pemilik�, baik yang asli dari awalnya, maupun yang mengakui dan melaksanakan perawatannya meski pembuat atau pemilik awalnya tak diketahui lagi. Pemilik atau penjaga, atau penanggung jawab itulah yang dalam wacana bahasa Inggris disebut dengan istilah custodian. Para penjaga budaya itu dapat mengurusi suatu keseluruhan sistem tinggalan budaya, tetapi dapat pula khusus mengurusi suatu komponen tertentu saja dari suatu sistem ungkapan budaya. Merekalah pada pertamanya yang bertugas melestarikan suatu warisan budaya.

Peneliti terdahulu yang telah dilakukan oleh Febriyanti yang berjudul matsuri nechuugyouji sebagai sarana untuk mempererat hubungan social masyarakat Jepang. Penelitian ini membahas matsuri nenchuugyouji dengan memfokuskan empat unsur antara lain kagura, dashi, omikoshi, dan naorai, Wardini yang berjudul kanamara matsuri dalam tradisi Jepang, penelitian ini membahas tentang kearifan local dalam pelaksanaan matsuri kanamara.

Menurut Suryawati yang berjudul Cerminn jiwa chanoyu dalam pepatah Zen yang terdapt pada kakejiku, membahas tentang makna jiwa chanoyu Yang tercermin dalam pepatah bijak zen, Rumengan membahas tentang filosofi dan agama dalam chanoyu (Suryawati, 2018).

(Agustina, 2019) telah melakukan penelitian yang berjudul penggunaan seni melipat kertas origami untuk meningkatkan kreaktifitas pada anak usia dini dalam penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitan ini, membahas tiga aspek budaya Jepang matsuri, chanoyuu, origami secara umum, dan menitik beratkan pada makna filosofinya

 

Metode Penelitian

Dalam rangka menjawab masalah yang dikemukakan di atas, metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif artinya masalah dipecahkan dengan jalan menggambarkan objek penelitian pada saat sekarang, tanpa memperhatikan kesejarahan berdasarkan fakta yang kelihatan atau tanpa melakukan eksperimen. Dengan demikian penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena pendekatan kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dalam masyarakat Bahasa (Djajasudarma, 1994). Untuk mengumpulkan data melalui studi kepustakaan menurut (Subagio, 1991) studi kepustakaan adalah peneliti mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti melalui sumber buku-buku yang membahas tentang linguiustik. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalahdengan prosedur mengelompokan, menganalisis, dan mendeskripsikan.

 

Hasil dan Pembahasan

1.      Chanoyu atau Upacara Minum The

Menurut (Suzuki, 2002) upacara Minum Teh merupakan ritual yang tidak hanya sekedar momen untuk adu pengetahuan maupun untuk memamerkan peralatan minum Teh. Tetapi lebih ke momen yang memiliki makna yang sangat dalam dimana seni dan pengetahuan menjadi satu. Namun upacara Minum Teh dapat dikatakan sebagai simbol dari tiga aspek cara berpikir dan cara hidup orang Jepang, yaitukerama-tamahan, dan penghiburan, hingga saat ini budaya ini tetap berkembang di Jepang. Upacara Minum Teh bukan sekedar kegiatan yang dilangsungkan dengan tuan rumah sebagai penjamu, dan tamu sebagai orang yang di jamu, Tetapi lebih ke tata cara yang di atur sedemikian halus dan teliti untuk menghidangkan dan meminum Teh.

Chanoyu menurut Setsuo Uenoda dalam (Nio, 1962) mengartikan upacara Minum Teh sebagai suatu permainan yang halus untuk orang-orang yang tertarik dengan seni kehidupan. Seni kehidapan yang di maksud adalah bagaimana melatih ketelatenan dalam berperilaku sehari-hari, agar dapat meraih ketenangan dalam diri sendiri.

Kaji Naya dalam (Kastuti, 2018) Chanoyu dapat juga dikatakan sadou yang terdiri dari kata sa�teh� dan dou�jalan� kata sadou �upacara minum teh� kata dou ini adalah jalan yang mengandung makna segala aspek hidup dan kehidupan di dalamnya, kita akan mengenal dan memahami diri kita sendiri dan mengetahui bahwa hidup itu tidaklah sendiri tetapi bersama dengan orang lain atau mahluk sosial. dou ini memberkan nilai-nilai dan wawasan terhadap budaya dan cara belajar orang Jepang. dou ini berasal dari taoisme yang memiliki sederhana, sempurna, disiplin dan harmoni.

Berdasarkanbeberapa pendapat para ahli penulis mengambil kesimpulan bahwa chanoyu adalah upacara atau tradisi budaya jepang yang dilakukan secara turun temurun, dalam upacara munim teh ini juga memiliki makna yang sangat dalam, selain didalamnya diajarkan tentang tata krama, upacara minum teh juga memiliki manfaat dalam bidang kesehatan.

Selain itu upacara minum teh merupakan upacara penyambutan tuan rumah kepada tamu dengan cara menyajikan teh. Upacara minum teh yang diadakan di luarruangan disebut nodate. Jika di dalam ruangan disebut chato. Biasanya para tuan rumah menyediakan bunga, lukisan, dan keramik yang indah untuk menyambut para tamu dalam upacara minum teh ini. �Upacara ini mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni dalam ruangan upacara minum teh�.

Chanoyu dapat dimaknai sebagai studi dalam tiga bentuk lewat disiplin pikiran , perolehanan pengetahuan dan latihan.

2.      Ikebana

(Nakayama, 2018) Ikebana adalah seni merangkai bunga yang berasal dari negara Jepang. Ikebana juga dikenal dengan istilah kadou yaitu ka�bunga� dan dou�jalan� kehidupan yang lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.Bunga memiliki lambang kehormatan dalam kebudayaan Jepang karena bunga dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan sang pencipta. Di dalam ikebana terdapat berbagai macam aliran yang masing-masing mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu mengharuskan orang melihat rangkaian bunga tepat dari bagian depan, sedangkan aliran lain mengharuskan orang melihat rangkaian bunga yang berbentuk tiga dimensi sebagai benda dua dimensi saja. Tiga aliran yang paling dasar dalam ikebana adalah gaya rikka, shoka, dan jiyuka. Aliaran jiyuka danrikka digunakan untuk perayaan keagamaan. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tetapipada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia.

Ikebana adalah seni merangkai bunga yang berasal dari negara Jepang. Bunga memiliki lambang kehormatan dalam kebudayaan Jepang karena bunga dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan sang pencipta. Di dalam ikebana terdapat berbagai macam aliran yang masing-masing mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu mengharuskan orang melihat rangkain bunga tepat dari bagian depan, sedangkan aliran lain mengharuskan orang melihat rangkaian bunga yang berbentuk tiga dimensi sebagai benda dua dimensi saja. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tetapipada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bntuk dalam ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia

3.      Matsuri

����� Dalam kebudayaan Jepang matsuri merupakan suatu hal yang penting matsuri adalah sebagai nihonjin raisha atau kekhasan orang Jepang. kekhasan orang Jepang ini selalu mendampingi kehidupan orang Jepang , oleh k arena itu untuk memhami kebudayaan Jepang, factor matsuri tidak bisa diabaikan begitu saja. Menurut(Goff, 1998) Matsuri berasal dari kata matsuru yang berartimenyembah, memuja, atau pemujaan terhadap Kami atau ritual ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri; penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito) dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.

Matsuri adalah istilah agama shinto yang berarti persembahanritual untuk Kami sama/Tuhan. Matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang.

Menurut Rosidi (1991) dalam (Herniwati, 2011) Jepang sebagai negara maju kurang memperhatikan agama dalam kehidupannya, Jepang memang sukar mengukur keagaama orang Jepang dengan menggunakan tolok ukur agama yang mengakui kemahaesaan Tuhan/ Pola hidup orang Jepang yang dikenalsebagai manusia ekonomi yang tekun dan gigih sangat menghargai waktu, terrnyata ada sisi lain dalam kehidupanmasyarakat Jepangyang menampakkan pola hidup relegius, yaitu selalu mengawali segala kegiatan atau usaha yang baru dibuka dengan menyelenggarakan matsuri. Berbagai matsuri diselenggarakan sepanjang tahun diberbagai tempat di Jepang. Sebagian besar penyelenggara matsuri adalah kuil Shinto atau kuil Budha. Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkap ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana dan serbagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitandengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.

Prosesi penyelenggaraan matsuri yaitu arak-arakan bisa ditemui mikoshi, dashi (danjiri) dan yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan . pada matsuri juga bisa dijumpaichigo (anak kecil) , miko (gadis pelaksana ritual), tekomai (laki-laki berpakaian wanita), hayashi (musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandandan berpakaian bagus.

 

 

Kesimpulan

Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa Chanoyu filosofi dibalik chanoyu adalah harmoni, hormat, murni dan tenang. Mempelajari chanoytu ini akan mengajarkan kepada kita mengenai tatakrama dalam berinteraksi, memperkaya hati dengan keindahan. Etika chanoyu juga mengajarkan etika untuk menghormati orang yang lebih tua dan cara bertutur dengan yang lebih muda. Dengan demikian melalui chanoyu ini kita bisa mempelajari keanggunan estetika dan etika Jepang.

Sedangkan ikebana juga dikenal dengan istilah kadou ka�bunga�, do�jalan� kehidupan ikebana yang lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga, di dalam ikebana terdapat berbagai aliran yang masing-masing mempunyai cara tersendiri. Disisi lain Matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkap ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana dan serbagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat.

Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.

Setelah melakukan penelitian ini, melalui pembahasan tentang budaya chanoyu, ikebana dan matsuri penulis mendapatkan pemahaman baru tentang budaya Jepang, dimana kata dou dalam shadou�upacara minum teh� dan kata dou dalam kadou� ataumerangkai bunga adalah merupakan konsep yang terpenting yang dipengang orang Jepang dimana dou yang artinya�jalan�atau �jalur�yaitu melambangkan kepercayaan yang disebut jalan ditempuh seorang atau diri sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agustina, Neti. (2019). Penggunaan Seni Melipat Kertas Origami untuk Meningkatkan Kreativitas pada Anak Usia Dini di TK Kemala Bhayangkari Metro Pusat Kota Metro. IAIN Metro. Google Scholar

 

Brentano, Franz. (2013). Psychologie vom empirischen Standpunkte. De Gruyter. Google Scholar

 

Djajasudarma, T. Fatimah. (1994). Tata bahasa acuan bahasa Sunda. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Google Scholar

 

Goff, Janet. (1998). The Kodansha Bilingual Encyclopedia of Japan. Japan Quarterly, 45(3), 106. Google Scholar

 

Herniwati, Herniwati. (2011). Masyarakat Jepang Memaknai Matsuri Dalam Kehidupannya. SOSIETAS, 1(1). Google Scholar

 

Kastuti, Teti Indriati. (2018). Nilai Filosofis dalam Chanoyu. Japanese Research on Linguistics, Literature, and Culture, 1(1), 79�91.

 

Koentjaraningrat, Kebudayaan. (1985). Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Google Scholar

 

Nakayama, Machiko. (2018). The Historical Development Of Ikebana. Malaysian Journal of Performing and Visual Arts, 4(1), 36�62. Google Scholar

 

Nio, Joe Lan. (1962). Sastera Indonesia-Tionghoa. Gunung Agung. Google Scholar

 

Pettalongi, Sagaf S. (2013). Islam dan Pendidikan Humanis dalam resolusi konflik sosial. Jurnal Cakrawala Pendidikan, (2).

 

Subagio. (1991). Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Suharso, Ana Retnoningsih. (2005). Kamus besar bahasa indonesia. Semarang: CV. Widya Karya, 20115. Google Scholar

 

Suryawati, Cicilia Tantri. (2018). Cerminan Jiwa Chanoyu Dalam Pepatah Zen Yang Terrdapat Pada Kakejiku. Ayumi: Jurnal Budaya, Bahasa Dan Sastra, 5(1). Google Scholar

 

Suzuki, Selected Writings O. R. (2002). Recent Publications on Japan. Google Scholar

 

Tilaar, Henry Alexis Rudolf. (2002). Membenahi pendidikan nasional. Google Scholar

 

Wahyuni, Astri, Tias, Ayu Aji Wedaring, & Sani, Budiman. (2013). Peran etnomatematika dalam membangun karakter bangsa. Makalah Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika, Prosiding, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta: UNY. Google Scholar

 

Copyright holder :

Fince L. Sambeka (2021)

 

First publication right :

Journal Syntax Literate

 

This article is licensed under: