Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 5, Mei 2021

 

PERTUNJUKAN MEBAWALISE: TEMA DAN INTERPRETASI DIALOGIS DALAM SENI VOKAL MASAMPERE MASYARAKAT KEPULAUAN SANGIHE PADA MASA PANDEMIK COVID 19

 

Luccylle M. Takalumang

Universitas Negeri Manado, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstract

This research was conducted at the Mebawalise ceremony of the Sangihe archipelago community, especially in the vocal music of the Masampere during the Covid 19 epidemic. This study aims to trace the form of Masampere vocal art performance, especially mebawalise in an earlier ceremony and interpreted in the present. This research used a qualitative descriptive approach, with the techniques of collecting observation data, interviewing and studying documentation, all activities were carried out in the district. Sangihe Islands. The results of this study are the form of masampere vocal processing before the pandemic which is still carried out every year, and the current form of the masampere ceremony which is staged in the district. Sangihe Islands during the Covid Pandemic 19. The people of the Sangihe Islands always maintain the existing vocal arts. The conclusion of this research is that the vocal art form masampere mebawalise both implementation and performance from the past to the present Covid 19 Pandemic. The existence that still makes the vocal art of masampere as an identity is reflected in the themes that are constantly cared for and maintained, and the packaging of dialogical performances that demand a correct dialectic of interpretation.

 

Keywords: Masampere vocal art; Webalism show: Sangihe people

 

Abstrak

Penelitian ini dilakukan pada upacara Mebawalise masyarakat kepulauan Sangihe terutama pada musik vokal masampere pada masa pendemik covid 19. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri bentuk pertunjukan seni vokal Masampere terutama mebawalise dalam sebuah upacara terdahulu dan dinterpretasikan pada masa sekarang.Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan tekhnik pengumpulan data observasi, wawancara dan studi dokumentasi, semua kegiatan dilakukan di Kab. Kepulauan Sangihe. Hasil penelitian ini ialah bentuk olah vokal masampere pada waktu sebelum pandemi yang masih dilakukan setiap tahunnya, dan bentuk pertunjukan upacara masampere sekarang ini yang dipentaskan di Kab. Kepulauan Sangihe pada Masa Pandemi Covid 19. Masyarakat kepulauan Sangihe untuk selalu menjaga seni vokal budaya yang ada. Simpulan penelitian ini bahwa bentuk seni vokal masampere mebawalise baik pelaksanaan maupun pertunjukan dari masa lalu hingga masa Pandemik Covid 19 sekarang ini. Keberadaan yang masih menjadikan seni vokal masampere sebagai identitas seperti direfleksikan dalam tema-tema yang terus diperhatikan dan pertahankan, dan kemasan pertunjukan dialogis yang menuntut dialektika interpretasi yang tepat.

 

Kata Kunci: Seni vokal Masampere; pertunjukan Webalisme: masyarakat Sangihe

 

Pendahuluan

Kabupaten Kepulauan Sangih� memiliki tradisi lisan seni vokal bicara dan menyanyi yang cukup terkenal. Seni vokal menyanyi yang sangat dikenal dan diminati masyarakat Kepulauan Sangih� adalah M�sambo dan Masamper�. M�sambo adalah menyanyikan lagu-lagu sasambo sedangkan masamper� adalah menyanyikan lagu-lagu samper�. Menurut sumber-sumber oral bahwa Mesambo sudah ada sejak agama pertama di daerah Sangih� jauh sebelum masuknya bangsa Spanyol dan Portugis, sedangkan Masamper� ada ketika penjajahan Belanda (Latuni & Utomo, 2018). Namun antara M�sambo dan Masamper� memiliki hubungan, karena M�sambo dan Masamper� merupakan musik vocal m�bawalas�/ mebawalis� kantari, walaupun demikian keduanya memiliki perbedaan.

Musik vokal masamper� di Kabupaten Kepulauan Sangih�, sangat eksis hingga saat ini (Kambey, Aling, & Dien, 2020). Keberadaan musik masamper� di kepulauan Sangih� sangat merata, dan terdapat di seluruh kampung di Kabupaten Sangih�. Masamper� Dalam bahasa Indonesia dialek Manado disebut masamper, dalam bahasa daerah Sangih� disebut m�samper�, dalam bahasa Portugis disebut syangeer, dalam bahasa Belanda disebut zangvereeninging adalah sebuah nama untuk kelompok penyanyi (Latuni & Takalumang, 2019). Kedua istilah ini mengalami proses adaptasi bahasa dengan sebutan samper berkembang menjadi masamper, kemudian mendapat tambahan kata kerja sesuai bahasa daerahmenjadi masamper��, yaitu menyanyi bersama-sama atau menyanyi berkelompok dengan cara berbalas-balasan.

Lahirnya mesamper� ketika penjajahan bangsa Belanda di daerah Sangih�, melalui politik dagang sekaligus penyebaran agama (Antameng, 2020). Sebagai kebutuhan dalam ibadah maka Pendeta Belanda mengajarkan nyanyian-nyanyian gerejawi. Awalnya nyanyian gerejawi hanya dinyanyikan pada ibadah di gereja dan ibadah yang lain oleh semua jemaat, seperti ibadah keluarga dan sekolah minggu. Namun dalam perkembangannya dibentuk pula paduan suara untuk kebutuhan liturgi ibadah di gereja (Damar, Lapian, & Pandaleke, 2020).

Paduan suara yang dilatih oleh C.W.S. Steller putri seorang pendeta Belanda E.T. Steller, berkembang sejak akhir tahun 1800 dengan sebutan sampregening. Karena begitu besarnya minat pada sampregening sehingga pemerintah Belanda mengadakan lomba sampregening dengan materi lagu rohani. Demikian pula lagu rohani bahasa Inggris dan Jerman, oleh Pendeta.

Belanda dialihbahasakan dengan bahasa daerah atau bahasa Indonesia Melayu. Didasarkan atas budaya masyrakat yang gemar menyanyi, maka menyanyi berkembang begitu pesat pada berbagai suasana baik suka maupun duka, materi lagu tidak terbatas pula pada lagu rohani tetapi juga lagu-lagu hiburan dengan berbagai tema seperti tema sosial tema patriotik dan tema sastra daerah. Demikian pula penyajiannya tidak hanya sekedar menyanyi, namun mengalami perkembangan dengan berbalas nyanyian baik perorangan, maupun dengan berkelompok. Peminatnya pun tidak mengenal umur baik tua maupun muda bahkan anak-anak. Terkait dengan hal ini Brilman mengungkapkan pada acara suka-cita, sebagai pengisi waktu di pesta-pesta seperti hari ulang tahun dan sejenisnya orang sangat suka menyanyi, baik bersama-sama atau berkelompok secara berbalas-balasan, sebab rakyat sangat gemar menyanyi�. Menyanyi bersama ataupun menyanyi secara berbalas-balasan dengan sebutan bahasa daerah m�kantari dan m�bawalasu m�kantari, mengikuti nama kelompok paduan suara dengan nama sampregening, mengalami proses adaptasi bahasa daerah Sangih� sehingga menjadi masamper� (Maragani & Wadiyo, 2016).

Dalam penyajiannya masamper� terbagi menjadi tiga yaitu: m�kantari, m�tunjuk� dan mebawalas�. M�kantari adalah menyanyi lagu-lagu rohani dengan cara duduk, biasanya dilakukan pada acara duka-cita ketika menjaga mayat, atau malam pertama sesudah pemakaman, dan pada saat ibadah, kemudian berkembang menjadi m�tunjuke. Pada m�tunjuke lagu yang dinyanyikan tidak terbatas pada lagu gerejawi saja dengan cara penyajian seorang atau beberapa orang yang menyanyi sambil berjalan dan menunjuk peserta lain yang sedang duduk. Ketika lagu berakhir pada peserta yang ditunjuk maka peserta tersebut ganti berdiri dan menunjuk peserta lain begitu seterusnya secara bergantian. Sedangkan m�mbawalas� adalah berpihak - pihak atau berkelompok-kelompok, baik dalam jumlah besar atau kecil. Setiap kelompok m�bawalas� mempunyai pemimpin yang disebut pangataseng, dan setiap lagu yang dinyanyikan dimulai oleh pangataseng kemudian diikuti oleh anggota.

Sebagai musik hiburan mesampere biasanya diawali dengan mekantari kemudian berkembang menjadi m�tunjuke dan apabila m�tunjuke telah selesai dilanjutkan dengan m�bawalis�. M�bawalas� akan berlangsung dari malam hingga pagi hari tanpa berhenti. Terkadang ada lagu-lagu yang dinyanyikan sambil menari, tergantung situasi dan dalam suasana apa mereka mengadakan masamper�. Namun demikian bernyanyi masamper� tidak sekedar menyanyi tetapi terikat pada aturan-aturan seperti, cara penyajian lagu-lagu, cara membalas lagu, ketentuan-ketentuan tentang lagu (Umacina, Nurmawan, & Saroinsong, 2019).

Masamper� mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga masampere tetap dicintai oleh masyarakat pendukungnya (Muslim, 2016). Pada tahun 1985 masamper� untuk yang pertama kali dilombakan, bahkan saat ini lomba masamper� hingga di tingkat propinsi. Semula masamper� dinyanyikan tanpa menggunakan iringan namun dalam perkembangannya musik masampere mengalami perubahan dengan memakai iringan mulai dari musik akustik seperti gitar bahkan seiring dengan kemajuan teknologi masampere diirigi dengan musik keyboard dan menjadi musik komersial dengan masuk studio rekaman.

Penelitian yang terdahulu diantaranya Makamea gidion, bahwa masyarakat Sangihe yang masih memegang budaya masampere masih menggunakan bahasa daerah yang saling menguatkan antar masyarakat di daerah tersebut. Sastra yang digunakan sangatlah kental akan budaya yang ada di kepulauan Sangihe, dengan berbagai macam Bahasa tradisional didaerah Sangihe, menjadikan identitas atau khas daripada masyarakat tersebut. Penjelasakan tersebut diperkuat dengan keadaan wilayah yang disebutkan oleh Brilman Daniel, 1986 yang mengatakan bahwa wilayah Sending kita, yang merupakan sebuah wilayah yang memiliki ragam budaya khususnya dalam budaya kebahasaan dan sastra yang sangat kuat, teradi pencampuran maupun datangnya budaya lain akan lebih ter selesi karena jauh dan lepas dari pulau atau wilayah kota atau wilayah inti dari provinsi.

Musik vokal yang diungkapkan oleh (Lapian & Mulyana, 2017), bahwa Musik vokal yang pada etnik Minahasa secara keseluruhan merupakan budaya-budaya tradisi yang sudah terjadi kekereativitasan dalam bentuk baru dimana pengaruh dari musik popular atau musik barat yang menjadikan sebuah karya atau bentuk baru menambah suasana yang berbeda, budaya etnik Minahasa yang masih memiliki budaya musik vokal yang dimiliki setiap kelompok-kelompok seni disetiap wilayahnya.

Kebaruan akan penelitian ini adalah memberikan wawasan atau pengetahuan lebih focus pada bentuk seni musik khususnya vokal masampere yang terdapat pada upacara webawalise di kepualauan sangihe didiskripsikan secara detail yang di interpretasikan dengan sejarah keberadaan daripada seni vokal samampere baik pada perubahanya dari dulu dan sekarang. Kebaruan inilah yang menjadikan ketertarikan peneliti dalam memberikan informasi maupun pengetahuan serta wawasan pada masyarakat pada umumnya dan kalangan akademisi untuk menjadi bahan penelitian selanjutnya.

Berdasarkan penelitian penelitan terdahu diatas, dan kebaruan penelitian ini sangatlah penting untuk diteliti, khususnya kelompok musik vokal masamper� lahir ketika penjajahan bangsa Belanda, dan perubahan samampere menjadi dasar kegelisahan peneliti untuk menggali lebih dalam (dee- wraiting) mengapa terjadi perubahan, dan apa saja faktor yang merubahnya, sehingga meski pada masa Pandemi Covid 19 masih dilakukan tetap eksis.

 

Metode Penelitian

Secara umum penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan beberapa teknik yakni studi pustaka, observasi, dan wawancara. Teknik pengumpulan data melalui studi Pustaka dilakukan di beberapa tempat seperti di Sulawesi Utara yaitu Perpustakaan Umum Daerah Propinsi Manado, di Sangihe, Adapun beberapa manuskrip/catatan pribadi yang memuat data penelitian yang diperlukan antara lain: Tabare Sejarah Daerah Sangihe dan Talaud 1985. Laporan Hasil Seminar Masampere Sub Dinas Kebudayaan Dinas pendidikan Naional Kabupaten Kepulauan Sangihe 2006, Max E. Maggie, �Sangihe Talaud Selayang Pandang� Badan Pertanahan Nasional, Kantor pertanahan, Kabupaten Sangihe Talaud.1992;

 

Hasil dan Pembahasan

Mebawalise sebagai tingkatan yang tertinggi dalam masampere karena dalam membawalase terjadi dialog lewat lagu bahkan perang nyanyian. Dialog yang terjadi merupakan media pengungkapan jiwa, pengekspresian jati diri masyarakat suku Sangihe yang didalamnya terkandung nilai luhur secara universal yakni: religius, komunikasi sosial, etika/moral, histori/sejarah, nasionalisme/cinta bangsa dan tanah air, pendidikan, identitas kultur/adat istiadat, serta nilai estetika/keindahan.

A.  Tema

Berdasarkan nilai luhur yang universal maka tema lagu masampere dikelompokkan menjadi empat tema dari empat tema kemudian dikembangkan menjadi sub-sub tema hal ini sejalan dengan Laporan Hasil Seminar Mebwalase-Masampere,� Dinas Pendidkan Nasional kabupaten Kepulauan Sangihe 2006. (6-8). Menjelaskan tema dan sub tema yang di pakai dalam menyayikan lagu masampere yaitu:

a.    Tema Religius

Pada hakekatnya, teks lagu pada tema religius ini terkandung nilai ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa Khalik Semesta dimana manusia menggantungkan seluruh aspek kehdupannya. Isi teks lagu dalam tema ini mengukapan hubungan manusia dengan Tuhan. Pesan religius dimaksudkan sebagai suatu alasan untuk berkomunikasi dengan Tuhan (Telussa & Wibowo, 2020).

Tema religius terdiri atas enam sub tema: Pujian Rohani (Penciptaan alam semesta, Kebaikan dan pemelihraan Allah, berbagai bentuk ungkapan syukur baik suka maupun duka. Cinta Rohani (Kerinduan manusia kepada Tuhan dan sebaliknya kecintaan bahkan pengorbanan Tuhan terhadap manusia). Kisah Yesus Kristus (Dari perjanjian lama sampai perjanjian baru) Mulai dari nubuatan para nabi hingga kedatangan Nya yang kedua kalinya. Peperangan Rohani, Penginjilan, Sejarah suci Alkitab. Pengeluhan, Doa, Ratapan. Kenangan Ayah Bunda dalam konteks religius dimana Tuhan telah menganugerahkan ayah dan ibu yang begitu setia, penuh tanggung jawab dalam memelihara dan mengasuh anak-anaknya.

b.    Tema Sosial

Pada tema ini, teks lagu mengandung nilai kebersamaan, Kegotong royongan, moral/etika yang mewarnai dan mengatur hubungan antar sesama manusia dalam hidup, Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara (Makasenda, 2014). Tema Sosial terbagi dalam empat sub tema:

Pertemuan Berbagai teks lagu yang menceritakan berbagai alasan terjadinya pertemuan seperti: Pertemuan antara seorang dengan seorang, kelompok dengan kelompok, Pertemuan antara seorang dengan banyak orang atau sebaliknya. Juga lagu pertemuan terdiri dari: Pertemuan adat, pertemuan karena Dalenguwera (Meminang) Pertemuan hari ulang tahun dsb.

Perpisahan. Teks lagu menceritakan berbagai alasan mengapa terjadinya perpisahan. Budi Baik Teks lagu menceritakan kebaikan antara sesama termasuk pujaan dan kenangan ayah bunda.

Cinta Badani (Eros). Teks lagu manceritakan tentang bagaimana dua orang yang sedang dimabuk cinta, lingkungan yang mempengaruhi, selain pelaku cinta, baik sebagai pengganggu, pendorong, penasihat, dan lain-lain.

c.    Tema Cinta Bangsa dan Tanah Air

Pada tema ini terkandung nilai persatuan, kepahlawanan, ketahanan nasional, semangat, nilai historis, dan perjuangan baik secara regional, nasional, maupun internasional. Tema Cinta Bangsa dan Tanah Air, terbagi dalam dua sub tema:

Himne (pujian, rasa bangga berbangsa dan bernegara). Perjuangan dan Kepahlawanan (Patriotik) baik secara lokal, regional, nasional, maupaun internasional.Ketahanan Nasional. Pembangunan nasional.

d.    Tema Sastra Daerah

Sastra daerah merupakan media pengungkapan ekspresi, dan makana suatu pesan. Dalam tema ini, terkandung ungkapan bahasa yang indah dan dirangkai dalam bahasa yang halus (bahasa adat), Bahasa sopan, bahasa sasahara, Bahasa sasasili (bahasa pelaut), dan sasahara (bahasa sehari-hari). Dalam tema Sastra Daerah tekandung nilai ketakwaan, Keuletan serta peradaban masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe, yang dilandasi kemampuan berpikir, rasa, cipta, dan karsa dalam eksistensinya sebagai manusia dan hubungannya dengan sang pencipta, sesama, dan alam semesta. (Konore, 2018).

B.  Interpretasi Dialogis Mebawalise

Dalam penyajian mebawalase hal yang yang sangat diperhatikan dan di taati dan diperhatikan yaitu perbendaharaan lagu, serta kemampuan dan keterampilan menganalisa, menginterpretasi, sesuatu pesan yang terkandung dalam suatu lagu, norma-norma/kaidah-kaidah dan teknik/strategi Mebawalase serta sangsi.

Perbendaharaan lagu yang banyak dan terseleksi sangat men-dukung untuk mencapai mutu mebawalase. Demikian pula dengan kemampuan dan keterampilan menganalisa menginterpretasi isi atau pesan yang terkandung dalam lagu. Kemampuan yang di maksud adalah kesanggupan untuk memahami teks lagu, baik lagu dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah maupun bahasa sastra, kiasan (sasasili), atau bentuk teka-teki yang pada akhirnya isi/makna serta maksud pesan yang terkandung dalam lagu dapat dimengerti. Keterampilan dimaksud adalah tingkat kecepatan menentukan keputusan isi/makna serta maksud/pesan lagu yang dinyanyikan.

Perbendaharaan lagu, kemampuan serta keterampilan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling mendukung. Hal ini penting karena sangat berguna bagi grup mebawalase sehingga memudahkan untuk membalas lagu. Dalam proses mebawalase tidak selamanya lagu balasan hanya sebagai jawaban saja. tapi justru menjadi soal sehingga mempersulit grup berikutnya yang akan menjawab.

Penyebab terjadinya kesulitan membalas serta kesalahan/ketidak tepatan membalas lagu adalah:

1)   Jumlah perbendaharaan lagu yang tidak memadai, terutama kualitas isi lagu yang sesuai dengan permintaan lagu soal.

2)   Lemahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan berbahasa, terutama bahasa/sastra daerah, sehingga kesulitan untuk menginterpretasi isi/makna dan maksud dari lagu yang akan di balas.

3)   Tidak memahami teknik membalas

Kaidah Penyajian lagu, dalam proses mebawalase, Tema/sub tema harus sesuai agar terjalin rangkaian makna, Tidak boleh mengubah keaslian lagu ciptaan orang lain, Tidak boleh menggunakan melodi dengan pola irama, birama yang sama melebihi dua ruas birama. Jika terjadi maka grup tersebut dinyatakan nasange /nasaung (masuk dalam ragam lagu ciptaan orang lain), Tidak boleh mengulang melodi lagu yang sama secara keseluruhan dari lagu yang sudah dinyanyikan dalam babak yang sedang berlangsung jika terjadi demikian maka dinyatakan neluka, Melodi dengan pola irama, birama yang sama (Nasange) harus dinyanyikan kembali oleh grup yang hilirannya akan membalas lagu, sebelum menyanyikan lagu balasannya sesuai tema dan sub tema yang sedang berlangsung. Bila grup yang terakhir mengangkat lagu balasan, ternyata nasange, maka diperkenankan bagi grup berikutnya untuk menangka, sebelum pindah ke tema/sub tema berikutnya. Cara menangka adalah: mengulangi kembali sebahagian melodi/syair lagu untuk mengingatkan kesalahan. Menyanyikan lagu lain yang melodinya sama secara utuh dengan tujuan menegur, menasihati akan kesalahan. Tidak diperkenenkan menggunakan stem Pitc atau garpu tala sebab dalam tradisi mebawalase tidak mengenal penggunaan penala nada dasar lagu. Dalam membalas lagu, aturannya adalah sebagai berikut: 1). Tumole (ikut): menyetujui, membenarkan, dan menegaskan maksud lagu yang dinyanyikan terdahulu pada tema/sub tema yang sedang berlangsung. 2). Metoka/menomahe (menentang/berlawanan) Maksudnya adu argumentasi tentang isi, makna lagu. Metoka/menomahe terdiri atas: -Menarima (menerima/setuju), -Menolake (tidak menerima/tidak setuju)- Menentiro/menasa (mengajari, menasehati, atau menegur).

Dengan maksud mengingatkan terhadap permasalahan, seperti ketidak aslian lagu yang dinyanyikan. - Menoe/mengasale memuji tapi dengan maksud menyindir namun dengan bahasa teks yang halus, - Menangka adalah menyatakan/mengungkapkan kesalahan seperti: Nasange, neluka, atau mengubah lagu ciptaan orang lain baik melodi maupun teks. - Untuk membela diri�kinatangka� (tertangkap melakukan Kesalahan) maka grup tersebut berhak memakai teknikmedendile� (menyangkal), �dumendehe� (membantah) dengan tujuan : Tidak mengakui kesalahan karena melodi dan teks lagu memang asli. Atau mengakui secara jujur bahwa memang telah bersalah.

Dalam melaksanakan setiap aktifitas, baik yang bersifat formal atau non formal seperti pada acara gerejawi�� upacara perkawinan, upacara ucapan syukur untuk tahun baru (Tulude), naik rumah baru, dan acara meluncurkan perahu bahkan acara duka, masyarakat selalu menutup aktifitas mereka dengan menyanyikan lagu masampere.maksud diadakannya masampere adalah untuk menghibur orang-orang yang sedang bersuka cita ataupun berduka cita atas semua rangkaian kegiatan yang sudah berlangsung dengan baik. Seperti apa yang diungkapkan oleh, E. F. Tatimu.� Seni Musik Daerah kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud�, Tahuna, manuskrip koleksi pribadi 1980. (Hal 10) menyatakan keberadaan musik masampere di kepulauan Sangihe dan Talaud sangat merata, dan terdapat diseluruh kampung di Kabupaten Sangihe dan Talaud. Walaupun masampere merata diSangihe.

Musik masampere pada acara suka seperti pernikahan ulang tahun dll. Selesai acara pokok diadakanlah acara masampere biasanya dimulai dengan metunjuke, setelah selesai metunjuke dilanjutkan dengan mebawalase. Biasanya acara mebawalase berlangsung hingga pagi hari dengan tema lagu mulai dari religius, tema sosial, tema cinta bangsa dan tanah air, tema sasatra daerah (Sulaksono, Florentinus, & Wadiyo, 2020).

Pada acara kedukaan, ketika melukade yaitu menunggui mayat sampai pagi demikian pula pada malam hari sesudah penguburan atau tiga hari ssudah kematian sesudah ibadah penghiburan, dirumah duka diadakanlah masampere. Masampere yang dilaksanakan disini adalah masampere mekantari. Menyanyi sambil duduk dengan maksud untuk menghibur keluarga yang berduka, maka lagu-lagu yang dinyanyikan juga dibatasi pada lagu yang bertema religious.

Berbeda halnya jika pada 40 hari ataupun satu tahun setelah meninggal, sesudah ibadah maka diadakanlah acara masampere masampere ini sama dengan masampere pada acara suka yaitu sesudah ibadah dimulai dengan acara metunjuke setelah itu dilanjutkan dengan mebawalase yang berlangsung hingga pagi hari (Darenoh, 2015). Masampere baik pada acara suka dan duka masyarakat sangihe menyebutnya dengan masampere sabuah.

Melihat antusias masyarakat bermesampere dalam acara masampere sabuah, maka pemerintah dibawah pimpinan bupati Letkol Purnawirawan Yan Mende merasa perlu menampung aspirasi masyarakat sehingga pada tahun 1981 bersama tokoh-tokoh adat dan tokoh-tokoh seni Di Tahuna ibu kota Kabupaten Kepulauan Sangihe diadakan sarasehan. Pemerintah berkeinginan bahwa grup mesampere yang menang mendapat pengakuan resmi dan pada bulan Agustus 1984 dalam rangka memperingati HUT ke-merdekaan RI untuk pertama kali lomba mesampere dilaksanakan.Mesampere yang di lombakan adalah mesampere jenis mebawalase. Sejak saat itu lomba mesampere dilaksanakan dalam berbagai kegiatan baik kegiatan pemerintahan maupun kegiatan gerejawi yang diikuti oleh semua kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak. Demikian pula sarasehan dan seminar dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun oleh Gereja.

Masampere sebagai musik komersil, Kemajuan teknologi telah merajalela dimana-mana tidak dapat dipungkiri dengan kemajuan teknologi juga berdampak pada seni menyanyi masampere dalam perkembangannya.

Jika dulu menyanyi masampere dengan acapela kini mendapat sentuhan lain yaitu dengan menggunakan alat pengiring seperti gitar, key board. Demikian pula kemajuan teknologi dimanfatkan oleh para pebisnis rekaman mereka membaca peluang untuk mendapatkan keuntungan bila masuk dapur rekaman. Kaset baik DVD maupun SD sangat laris manis dipasaran membuat musik masampere semakin dikenal oleh masyarakat di Sangihe bahkan diluar Sangihe seperti di Manado, Papua dll.

Pada masa Pandemi sekarang ini dengan lebih banyak menggunakan virtual atau teknologi dalam upacara yang dilakukan, namun tidak menutup kemungkinan Masyarakat Sangihe memiliki tiga model pakaian adat yaitu (1) Laku Tepu adalah baju dengan model, bentuk panjang hingga menutup mata kaki, lengan panjang dan bentuk leher bulat polos. Tidak ada belahan atau tidak terbuka dan tidak menggunakan kancing. Awalnya baju adat ini terbuat dari kain kofo Tenunan asli suku Sangihe. Namun saat ini kain tersebut hampir punah maka pakaian adat di gantikan dengan kain yang dijual di toko-toko. Hal yang penting pada laku tepu ini adalah penggunaan warna. Sebab warna menunjukan strata/ status mmasyarakat.�� (a) jenis warna kuning (maririhe), dipakai oleh peserta atau tamu upacara yang berstatus sebagai; raja, bupati sesepuh adat. Beserta keluarga. (b) Ungu (kamumu) Dipakai oleh pejabat dibawah bupati, seperti camat, bobato, pentu-pentua adat. (c) Hijau (Kinalea) Ibu-ibu ataupun wanita baik tua maupun muda. (d) Putih (ledo) Masyarakat biasa. (e) Merah (mahamu) biasanya dipakai oleh prajurit (bahani).

 

DSC02208

���� laku tepu untuk pria ������������������� ���������Laku tepu permaisuri (boki)

��������� (Dok. 2021) �������������������������������������� ����������(Dok. 1920)

 

��

Laku tepu kreasi baru untuk wanita

Dokumen. 2020

 

(2). Baniang adalah pakaian adat untuk laki-laki barbentuk seperti laku tepu namun tidak panjang sampai di mata kaki namun modelnya seperti kemeja lengan panjang, dibagian muka terbalah menggunakan kancing, dilengkapi dubuah saku, pada bagian bawah kiri dan kanan. (3) Kongkong dan kingking. Kongkong adalah celana dengan panjang sampai setengah betis dan kingking adalah pakaian oblong tanpa lengan. (4) Paporong, Boto pusige, Paporong adalah tutup kepala untuk pria dengan bahasa sastra umbe sedangkan wanita menggunakan konde diatas ubun-ubun yang disebut dengan boto pusige. (5) Bawandang, Papehe. Bawandang adalah selendang khusus untuk wanita sedangkan pria adalah ikat pinggang yang disebut dengan papehe. Bawandang ukuran panjang 250cm dan lebar 10cm bagi wanita yang sudah menikah bawanadang dipakai dari bahu kanan kepinggang kiri sedangkan untuk yang masi gadis dari bahu kiri kepinggang kanan. Sedangkan papehe diikat dibagian pinggang kearah kiri, dengan kedua ujung terurai ukuran sama dengan bawandang yaitu panjang 250cm dan lebar 10cm. (6) Personil adat, Pembawa kata kata adat. Personil adat, dan pembawa kata-kata adat mereka adalah pentuah pentuah adat yaitu orang-orang yang tahu pasti kehidupan budaya di sangihe mereka juga disebut para budayawan.

(e) Tamu Upacara yang dimaksud dengan tamu upacara Tulude bukan berarti hanya tamu dari luar daerah atau wilayah lain, akan tetapi tamu upacara adalah para pimpinan atau pejabat, yang ada di tempat itu. Pada waktu upacara dimulai maka para pejabat ini diundang untuk memasuki tempat upacara. Acara ini disebut mendangeng sake.

f). Gagaweaang (barisan adat) Gagaweang terdiri dari perpaduan beberapa jenis tari tradisi. Dan dipimpin oleh pentua adat yang disebut mayore labo. Selain itu mayore labo dibantu oleh para pemimpin barisan yang disebut dengan bebaton delahe. Bebaton delahe mempunyai kedudukan seperti angkatan bersenjata.

g). Balang banua. Balang banua adalah sejenis alat bunyi berupa gong besar yang terbuat dari kuningan, dengan ukuran tengah kurang lebih 60 cm. Fungsi balong banua adalah sebagai alat komunikasi. Untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada atau akan terjadi peristiwa penting ditempat itu. Pada upacara tulude pertanda upacara dimulai dibanyikanlah balong banua dengan sebutan memansele.

h) Atraksi. Pada upacara tulude dimeriahkan dengan atraksi baik musik maupun tari hal ini terjadi pada bagian akhir yang biasa disebut juga dengan karameang. Pada acara ini biasanya diadakan pertunjukan tarian serta musik-musik tradisi sangihe. Tarian itu seperti Salo, Allabadiri, Ransasahabe, Upase, salai, hadra magut. Sedangkan pertunjukan musik seperti Musik bambu Mesampere. Sementar pada tarian tari gunde dan papada musik sambo tidak masuk dalam atraksi ini.

 

Kesimpulan

Pada seni vokal masampere pada kepulauan Sangihe yang masyarakat didaerah tersebut memiliki tiga model pakaian adat yang dipakai seperti; laku tepu, bamiang, kongkon dan kingking, paporong, bawandang, personil adat. Dalam pertunjukan mebawalise warna dalam pakaian juga dapat menerangkan strata atau ststus masyarakat di kepulauan Sangihe seperti; jenis warna kuning (peserta/tamu), warna ungu atau kamumu (pejabat daerah), warna hijau atau kinalea (wanita/perempuan), warna putih atau ledo yang menggambarkan masyarakat biasa, dan warana merah atau maham menunjukkan bahwa seorang prajurit.

Masampere yang lebih dikenal sekarang ini sebagai musik komersil dikarenakan kemajuan teknologi telah merajalela dimana-mana tidak dapat dipungkiri dengan kemajuan teknologi juga berdampak pada seni menyanyi masampere dalam perkembangannya, jika dulu menyanyi masampere dengan acapela kini mendapat sentuhan lain yaitu dengan menggunakan alat pengiring seperti gitar, key board. Kemajuan teknologi dimanfatkan oleh para pebisnis rekaman mereka membaca peluang untuk mendapatkan keuntungan bila masuk dapur rekaman. Musik masampere semakin dikenal oleh masyarakat di Sangihe bahkan diluar Sangihe seperti di Manado, Papua dll.

Masamper dengan karakternya yang unik telah dikenal dan dilakukan dimasyarakat. Pada setiap situasi dan keadaan biasanya di mulai bahkan diakhiri dengan masamper. begitu antusiasnya masyarakat bermasamper mendorong pemerintah untuk menjadikan masamper sebagai ajang lomba. Bahkan karena kecintaan masyarakat pendukungnya terhadap masamper para pengusaha musik memanfaatkannya dengan membuat kaset-kaset rekaman lagu-lagu masamper sehingga masamper menjadi musik komersial. Masampere telah menggunakan nada diatonis, masampere biasanya hanya pada atraksi-atraksi dapat dibuktikan pada acara yang sangat dikenal di daerah kepulauan Sangihe yaitu masampere pada bagian atraksi. Dengan tekanan yang sangat kuat terutama dari bangsa Belanda yang melarang dengan keras sesuai isi surat perjanjian yang ditandatangani oleh raja-raja mendorong musik masamper lahir dan berkembang dengan begitu pesat.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Antameng, Mychael Dimes. (2020). The Tulude Traditional Ceremony In Christian Perspective. Jurnal Psalmoz, 1(2), 15�20. Google Scholar

 

Damar, David Onisius, Lapian, Alrik, & Pandaleke, Stefanny Mersiany. (2020). Nyanyian Sasambo Sebagai Sarana Pendidikan Bagi Pemuda GMIST Jemaat Petra Manganitu. Clef: Jurnal Musik Dan Pendidikan Musik, 1(2), 46�55. Google Scholar

 

Darenoh, Marsita. (2015). Sejarah Kelurahan Batulubang di Pulau Lembeh. Jurnal Elektronik Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi, 4(1). Google Scholar

 

Kambey, Melinda A., Aling, Djuwita R. R., & Dien, Christian R. (2020). Eksistensi Budaya Maritim Kelompok Nelayan Kelurahan Malalayang Dua, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Akulturasi: Jurnal Ilmiah Agrobisnis Perikanan, 8(1), 136�146. Google Scholar

 

Konore, Billy Kevin. (2018). Kajian Historis Perkembangan Desa Tateli Weru Kecamatan Mandolang Kabupaten Minahasa Tahun 1985-2017. Jurnal Elektronik Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi, 3(2). Google Scholar

 

Lapian, Alrik, & Mulyana, Aton Rustandi. (2017). Musik Vokal Etnik Minahasa Budaya Tradisi Dan Populer Barat. Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Seni, 12(2), 71�78. Google Scholar

 

Latuni, Glenie, & Takalumang, Luccyle. (2019). Form and Structure of Masamper Music. International Conference on Social Science 2019 (ICSS 2019), 972�974. Atlantis Press. Google Scholar

 

Latuni, Glenie, & Utomo, Udi. (2018). Masampere: A Creative Process in Sangihe Community Post Zending Tukang. The Journal of Educational Development, 6(3), 389�397. Google Scholar

 

Makasenda, Lestari Sariani. (2014). Makna Pesan Komunikasi Tradisional Kesenian Masamper (Studi Pada Kelompok Masamper yang ada di Kecamatan Tuminting Kota Manado). Acta Diurna Komunikasi, 3(3). Google Scholar

 

Maragani, Meyltsan Herbert, & Wadiyo, Wadiyo. (2016). Nilai-Nilai Yang Tertanam Pada Masyarakat Dalam Kegiatan Masamper Di Desa Laonggo. Catharsis, 5(1), 48�54. Google Scholar

 

Muslim, Abu. (2016). Religious and Cultural Harmonies In The Art Of Masamper. Analisa: Journal of Social Science and Religion, 1(2), 259�274. Google Scholar

 

Romadansyah, Ashadi. (2019). Eksistensi Canang-canang Batun Sebagai Media Komunikasi Tradisional. UIN Raden Fatah Palembang. Google Scholar

 

Sulaksono, Projo, Florentinus, Totok Sumaryanto, & Wadiyo, Wadiyo. (2020). The Pantun Pitutur Song: A Study of Educational Values in The Music Show of The Marawis Suma Budhaya Group. Catharsis, 9(1), 50�57. Google Scholar

 

Telussa, Geraldy F., & Wibowo, Markus. (2020). Makna Pendidikan Nyanyian Masamper Bagi Masyarakat Sangihe Yang Berada Di Tateli Minahasa. Clef: Jurnal Musik Dan Pendidikan Musik, 1(1), 22�35. Google Scholar

 

Umacina, Juwairia, Nurmawan, Wawan, & Saroinsong, Fabiola B. (2019). Potensi Pengembangan Wisata Pulau Bunaken. COCOS, 1(1). Google Scholar

 

Copyright holder:

Luccylle M. Takalumang (2021)

 

First publication right:

Journal Syntax Literate

 

This article is licensed under:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

��������������������������������������������������