�����������
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849
����������� e-ISSN : 2548-1398
����������� Vol. 2,
No 12 Desember 2017
PENERAPAN METODE
PENGULANGAN INSTRUKSI SEBAGAI UPAYA MENGURANGI KESALAHPAHAMAN DALAM MENAFSIRKAN
INSTRUKSI
Ira Lusiawati
Universitas
Kebangsaan Bandung
Email:
[email protected]
Abstrak
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengukur seberapa baik pengaruh penerapan metode pengulangan instruksi untuk
meminimalisir kesalahpahaman dalam menerima instruksi. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Jumlah populasi yang terlibat
dari penelitian ini berjumlah 17 orang yang terdiri dari dewan direksi dan
karyawan. Sampel penelitian berjumlah sama dengan populasi, yakni 17 orang.
Teknik pengambilan data penelitian lebih pada wawancara dan obervasi. Adapun
instrumen pengumpulan data penelitian berupa butir pertanyaan dan lembar
observasi. Hasil penelitian ini menyebutkan beberapa karyawan menganggap metode
ini cukup menguras waktu mereka. Sedangkan beberapa karyawan lain menganggap
bahwa metode ini memberi warna lain pada komunikasi internal perusahaan. Di
samping itu, mereka� juga berpendapat
bahwa metode ini membuat hubungan mereka dan atasan jadi lebih baik, setidaknya
komunikasi mereka dan atasan jadi lebih instens. Pada akhir waktu peneliti
peneliti mendapati hampir seluruh karyawan mendapat dampak positif terhadap
penerapan ini. Lebih penting daripada itu, kesalahan akan tafsir instruksi jadi
lebih berkurang.
Kata
Kunci: Instruksi,
Metode Pengulangan
Pendahuluan
Perusahaan apapun itu
bentuknya sangat membutuhkan manajemen komunikasi yang baik. Manajemen komunikasi
melibatkan banyak elemen perusahaan di dalamnya. Penggunaan manajemen
komunikasi pun sangat berdampak pada efektivitas pekerjaan bahkan pengambilan
keputusan pemangku kebijakan.
Manajemen komunikasi
sendiri berasal dari kata manajemen dan komunikasi. Manajemen berasal dari manage yang berarti mengatur, mengelola
dan memerintah (Dojowarsito: 1974). Made Pidarta (1989) menerangkan bahwa
manajemen merupakan proses integrasi yang melibatkan beberapa sumber untuk
mencapai suatu sistem yang menyelesaikan persoalan. Selaras dengan hal
tersebut, Syafarudin (2005 mengutip dari Hersey dan Blancard mengungkapkan
bahwa manajemen adalah proses kerja sama individu dan kelompok untuk mencapai
satu tujuan yang sama.an komunikasi diartikan sebagai proses interaksi yang
dilakukan oleh individu dan/atau kelompok, yang digunakan untuk memengaruhi
sikap, perilaku dan jalan pikiran seseorang (Oteng Sutisna: 1983). Sehingga,
dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen komunikasi adalah
sistem yang digunakan untuk mencapai tujuan tercapainya penyampaian informasi
dengan baik. Dalam pengertian yang berbeda, manajemen komunikasi juga diartikan
sebagai suatu kompetensi manajer dalam menjamin penyampaian informasi terkait
program-program tertentu.
Manajemen komunikasi
tertentu kerap diterapkan pada sebuah perusahaan dengan tujuan tertentu.
Umumnya, penerapan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya ketidaksesuaian pola
komunikasi yang berujung pada kesalahan pekerjaan�atau bahkan menyebabkan tidak
efektifnya suatu pekerjaan.
Perusahaan atau juga
dalam hal ini adalah organisasi dapat dikatakan sebagai sebuah wadah untuk
sistem pemrosesan dan pencernaan informasi. Dengan kata lain, setiap individu
dalam perusahaan akan berharap mendapat informasi yang cukup, yang kemudian
dapat mendukung alur pekerjaannya.
Sebagaimana diketahui,
informasi adalah sesuatu yang paling dibutuhkan individu, terlebih individu
yang terlibat pada perusahaan. Di samping sebagai acuan pekerjaan, informasi
kerap digunakan sebagai acuan kebijakan. Melalui penyampaian informasi yang
buruk, terkadang pekerjaan atau juga penentuan kebijakan tidak dapat berjalan
dengan baik dan berakibat pada permasalahan dalam perusahaan itu sendiri.
Salah paham atau
ketidaksesuaian dalam menyerap informasi adalah permasalahan-permasalahan yang
kerap timbul dari manajemen komunikasi yang buruk. Permasalahan-permasalahan
tersebut� umumnya terjadi pada proses
penyampaian instruksi atau kordinasi. Bukan rahasia lagi bila kordinasi atasan
kerap membuat bawahan bingung. Hal ini kemudian mengakibatkan keputusan
penafsiran pribadi yang berujung pada ketidaksesuaian antara persepsi atasan
dan bawahan.
Kordinasi sendiri
memang kerap menjadi kambing hitam dalam permasalahan perusahaan. Bukan rahasia
lagi bila terdapat kesalahan, bawahan juga termasuk atasan menganggap bahwa
kordinasi yang telah dilakukan tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan
mengakibatkan ketidaksesuian pekerjaan. Sementara itu, kordinasi sendiri adalah
penyampaian informasi dan/atau perintah untuk hal tertentu, yang dilakukan
antara dua belah pihak atau lebih (Ndraha: 2003). Sedangkan dalam pengertian
lain, Awaludin Djamin dalam Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa kordinasi adalah
kerja sama antara badan, instansi dan unit untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dan/atau kegiatan tertentu.
Dari pengertian di atas
dapat dikatakan bahwa kordinasi merupakan hal yang berpengaruh dalam manajemen
komunikasi pekerjaan. Kordinasi yang buruk kerap mengakibatkan keruntuhan
manajemen komunikasi. Lebih daripada itu, di samping meruntuhkan manajemen
komunikasi pada sebuah perusahaan, kordinasi yang dalam hal ini adalah
kordinasi yang buruk, dapat pula mengakibatkan kerugian akibat ketidaksesuaian
yang diakibatkan olehnya.
CV. Syntax Computama
adalah salah satu perusahaan teknologi pendidik yang ada di Jawa Barat.
Perusahaan ini berada di Kabupaten Cirebon, tepatnya di Perumahan Greenland
Sendang Regency No. H-1, Sumber-Kabupaten Cirebon. Perusahaan ini memiliki 14 karyawan
yang terdiri dari beberapa divisi. Sebagai sebuah perusahaan pada umumnya, CV.
Syntax Computama juga kerap dihadapkan pada permasalahan terkait salah
kordinasi. Kembali, sebagai salah satu perusahaan, kesalahan tersebut juga
tidak datang satu kali, melainkan beberapa kali dan menyebabkan kerugian
tersendiri.
Kesalahan kordinasi
umumnya timbul saat penyampai pesan tidak dapat menyampaikan pesan dengan baik,
mudah dimengerti dan terburu. Sehingga, penerima pesan tidak dapat mencerna
pesan dengan baik. Kemudian, penerima pesan berusaha mengartikan pesan
sebagaimana yang dia inginkan dan berakibat pada ketidaksesuaian antara
penyampai pesan dan penerimanya.
Hal yang sebaliknya
juga terjadi dan melibakatkan kedua pihak yang sama. Pada saat tertentu, penyampai
telah dengan baik menyampaikan pesan. Namun penerima tidak dapat menerima pesan
dengan baik. Sang penerima menganggap bahwa pesan yang tidak disesuai dengan
apa yang dipikirkan, sehingga Ia berinovasi melebihkan dan mengurangi instruksi
agar sesuai dengan apa yang Ia inginkan. Jelas, hal ini berujung pada
ketidaksesuaian antara hakikat pesan dari sang penyampai dan penerima. Dan
bukan hal asing bila ketidaksesuaian ini dapat berujung pada kerugian bagi
perusahaan.
Untuk mengatasi hal
tersebut, juga mengurangi kerugian akibat permasalahan salah kordinasi, penulis
kemudian mencoba menerapkan metode pengulangan instruksi atau juga repeatation sebagai tindak lanjut atas
permasalahan yang sedang terjadi. Dan untuk merealisasi hal tersebut, penulis
yang juga peneliti kemudian menerapkan peneliti dengan judul �Penerapan Metode
Pengulangan Instruksi Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Manajemen Komunikasi
Perusahaan.�
Metodologi
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis.
Penelitian ini memungkinkan peneliti menggambarkan setiap peningkatan yang
terjadi di setiap hasil penelitian ini. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam L. J.
Maleong, 2011: 4) penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan hasil deskriptif.
Hasil tersebut berisikan data berupa penggambaran tentang objek penelitian.
Sedangkan Syaodih Nana (2007: 60) menerangkan bahwa penelitian kualitatif lebih
pada penggambaran hasil penelitian. Penelitian ini, sambungnya, adalah
penelitian dengan hasil data deskriptif tentang sesuatu yang sedang diamati. Di
dalam tersebut terdapat fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, hingga pemikiran
individu dan kelompok.
Deskriptif analisis
sendiri diartikan sebagai tindak analisis yang dilakukan dengan memberi
gambaran atas hasil penelitian. Analisis ini memungkinkan peneliti melakukan
penggambaran mengenai objek penelitian. Sebagaimana yang telah disebutkan di
atas, dalam objek penelitian tersebut, terdapat beberapa hal yang harus
digambarkan seperti fenomena, peristiwa hingga persepsi dan jalan pikiran
seseorang. Nawawi dan Martini (1994) menegaskan bahwa analis deskriptif lebih
mengarah pada analisis yang memberi gambaran tentang kondisi dan keadaan objek
yang sedang diteliti. Keduanya juga melakukan penggambaran secara objektif dan
berorientasi pada data dan kondisi yang riil.
Lokasi penelitian yang
dipilih adalah Perumahan Greenland Sedang Regency No. H-1 Kecamatan Sumber
Kabupaten Cirebon. Lokasi tersebut merupakan alamat CV. Syntax Computama.
Karena pemilihan lokasi
dan institusi yang dipilih adalah CV. Syntax Computama, maka pemilihan subjek
dan objek pemilihan akan melibatkan personel dan aktivitas komunikasi dari
perusahaan itu sendiri. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan dan
dewan direksi CV. Syntax Computama yang berjumlah 17 orang. Ke-17 orang
tersebut akan dimintai data terkait penerapan metode pengulangan instruksi.
Adapun objek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kegiatan komunikasi lebih
tepatnya penyampaian instruksi yang dilakukan secara vertikal maupun
horizontal.
Populasi penelitian
melibatkan seluruh personel CV. Syntax Computama, yakni 17 orang yang terdiri
dari dewan direksi dan karyawan perusahaan. Penentuan jumlah sampel disesuaikan
dengan jumlah populasi mengingat metode pengambilan sampel yang digunakan
adalah total sampling. Total sampling
adalah penentuan jumlah sampel yang melibatkan seluruh populasi penelitian
(Sugiyono: 2007).
Teknik pengambilan data
dilakukan dengan wawancara. Wawancara dilakukan pada seluruh karyawan dan dewan
direksi. Wawancara dilakukan untuk melihat pandangan karyawan dan dewan direksi
tentang kondisi pada sebelum dan sesudah penerapan metode pengulangan. Di
samping wawancara, peneliti juga menerapkan observasi untuk melihat sejauh mana
perkembangan penerima instruksi di CV. Syntax Computama. Observasi sendiri
merupakan teknik pengambilan data yang melibatkan pola penerjunan langsung
peneliti pada lokasi penelitian.
Instrumen penelitian
yang digunakan pada penelitian ini adalah butir soal dan lembar observasi.
Keduanya dipilih karena mewakili teknik pengambilan data yang digunakan, yakni
wawancara dan observasi. Di samping mewakili teknik pengambilan data, kedua
instrumen penelitian juga dipilih untuk memudahkan proses pengambilan dan pengolahan
data penelitian.
Teknik analisis yang
digunakan disini lebih pada analisis deskriptif. Analisis ini memungkinkan
peneliti untuk memberi gambaran pada setiap perkembangan dan/atau hasil
penelitian. Dari teknik penggambaran hasil penelitian ini, peneliti kemudian
berpijak pada pengambilan konklusi penelitian.
Hasil
dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Latar Belakang Perusahaan
CV. Syntax Komputama adalah perusahaan yang berada
di Kabupaten Cirebon-Jawa Barat. Perusahaan ini bergerak di jasa teknologi
penelitian dan pengadaan sistem informasi. Perusahaan ini mempunyai beberapa
divisi, di antaranya adalah; 1) Akreditasi Lembaga, 2) Pengadaan dan
Pengembangan Pendidikan, 3) Publikasi Ilmiah dan Karir SDM, dan 4) Sistem
Informasi Manajemen.
Perusahaan ini memiliki karyawan dengan rata-rata
usia di bawah 25 tahun. Karyawan perusahaan merupakan individu yang kompeten
dalam bidangnya masing-masing. Di samping kompeten, latar belakang karyawan
juga selaras dengan divisi yang diisinya.
2. Pra Penerapan Metode Repeatation
Sebagai sebuah perusahaan, CV. Syntax Computama
tidak lepas dari permasalahan. Dan, salah satu permasalahan yang kerap� menghinggapi perusahaan ini adalah
permasalahan komunikasi. Permasalahan komunikasi di CV. Syntax Computama
umumnya berbentuk salah kordinasi dan pemahaman akan instruksi. Hal tersebut
kemudian menyebabkan kesalahan dalam pekerjaan dan berakibat pada kerugian.
Dari pengamatan penelitian, beberapa kordinasi
dilakukan dengan penyampaian yang tidak optimal. Hal itu tercermin dari
ketepatan pemilihan kata yang kurang baik, penyampaian yang terlalu cepat,
intonasi yang tidak jelas, penggunaan istilah yang tidak tepat, terlalu ilmiah
dan sulit dipahami.
Responden A mengatakan bahwa:
�Iya, terkadang kordinasi yang disampaikan
agak kurang saya pahami. Sehingga sulit bagi saya untuk memahami yang
disampaikan. Tapi, kadang suka nanya juga kalo ada istilah yang gak ngerti. Ya,
itung-itung belajar lah. Cuma kadang susah juga kalo banyak kata yang
dimengerti.� Responden A.
Salah seorang responden
berpendapat bahwa, pada beberapa instruksi terdapat banyak istilah yang sulit
untuk dimengerti. Hal tersebut menyulitkannya untuk memahami dan mengamalkan
apa yang diinstruksikan. Di sisi lain, ada pula yang berpandangan bahwa,
beberapa instruksi yang disampaikan terkesan terburu-buru, hal itu berakibat
pada buruknya intonasi sang penyampai dan sulitnya penerima menerima
pesan/instruksi sebagaimana yang disampaikan responden B sebagai berikut:
�Ya emang sih, banyak istilah yang saya gak paham.
Terus� juga, ada beberapa yang ganggu.
Salah satu ya intonasi yang gak jelas. Mungkin karna terburu-buru kali yah.
Atau alasan lain mungkin.� Responden B.
Di samping intonasi dan
pemilihan kata yang terlampau sulit, salah satu alasan tidak diterimanya instruksi
adalah karena karyawan dalam hal ini penerima pesan tidak benar-benar menerima
pesan dengan baik. Akan tetapi, kendati tidak menerima, mereka seolah-olah
menerima sehingga berdampak pada anggapan pengirim pesan bahwa apa yang mereka
sampaikan telah diterima dan dicerna dengan baik oleh sang penerima pesan.
Responden C menyebutkan
bahwa dirinya kerap tidak mengerti dengan apa yang diinstruksikan. Kemudian,
untuk merealisasikan instruksi tersebut, dirinya membuat pemahaman sendiri,
yang bahkan, pemahaman yang dimilikinya tidak sama dengan pamahaman dari sang
penyampai pesan.
�Iya, kadang ya gak ngerti juga. Atasan paling nanya
udah ngerti belum? Daripada ribet dan lama, yaudah, saya jawab aja udah ngerti.
Urusan bener atau gak mah urusan gampang, kan nanti ada revisi.� Responden C.
Permasalahan pura-pura
mengerti memang kerap muncul pada penyampaian instruksi. Tidak hanya pada CV.
Syntax Computama, pada institusi lain, peneliti juga mendapati hal yang sama.
Terkait alasan kenapa hal tersebut terjadi, pelaku berpandangan bahwa, lebih
baik seperti itu. Setidaknya, dengan itu, mereka akan lebih cepat mengerjakan
tugas. Mereka juga menambahkan bahwa dengan cara� ini mereka�
juga dapat berimprovisasi. Kendati beresiko, mereka berpandangan bahwa,
cara ini memungkinkan mereka memperoleh nilai dan kesan sebagai karyawan yang
tanggap dan mudah dimengerti.
Permasalahan intonasi,
pemilihan kata� yang buruk dan pura-pura
mengerti memang sebagian dari banyak penyebab gagalnya komunikasi. Sedang gagal
komunikasi sendiri berakibat pada banyak hal. Dan, salah satu hal yang timbul
karena gagalnya komunikasi adalah ketidaksesuaian persepsi. Ketidaksesuaian
persepsi ini kemudian dapat berujung pada kerugian. Sebagai contoh, saat atasan
mengatakan membuat A dengan 1, 2, 3, 4, dan 5, pihak penerima karena tidak
menerima informasi dengan baik akan menerjemahkan tersebut dengan sesuatu yang
berbeda, seperti A dengan rincian 2, 3, 4, dan 6 atau sejenisnya.
Kondisi sebagaimana
yang diterangkan di atas memang tidak secara signifikan berdampak pada
perusahaan. Akan tetapi, bila� kondisi di
atas terjadi secara terus menerus dan dalam kurun waktu yang lama, bukan tidak
mungkin perusahaan akan hancur. Di sisi lain, kerugian akibat hal tersebut� juga mungkin muncul. Kerugian yang dimaksud
dapat berbentuk materil, waktu ataupun tenaga.
Dengan latar belakang masalah tersebut, peneliti
kemudian menerapkan metode pengulangan instruksi atau repeatation. Metode ini mengharuskan penerima pesan untuk
mengulangi pesan yang disampaikan. Dengan kata lain, apabila pesan yang
dimaksud adalah instruksi, maka penerima pesan harus mengulang instruksi
tersebut dengan tepat dan sesuai. Sedang di sisi lain, penyampai pesan juga
harus memperhatikan dengan benar apa yang diulang oleh penerima pesan. Apabila
ada bagian yang salah�atau mungkin juga tidak jelas�sang penyampai pesan dapat
mengarahkan penerima untuk menerangkan lebih lanjut. Adapun hasil terkait penerapan
metode ini dapat dilihat pada penjabaran di bawah ini.
3. Pasca Penerapan Metode Repeatation
Dari pengamatan penelitian, penyampaian instruksi
setelah penerapan ini cenderung lebih lancar. Peneliti mendapati karyawan dapat
memahami pesan dan instruksi dengan baik. hal itu tidak lain karena penyampai
instruksi menyuruh karyawan atau juga penerima instruksi mengulang apa yang
mereka katakan. Di sisi lain, beberapa kalangan juga menganggap bahwa, cara ini
dapat membuat mereka jadi lebih dapat memahami apa yang disampaikan atasan
maupun rekan kerjanya.
�Iya, awalnya agak canggung sih. Soalnya akan harus
mengulang apa yang disampaikan. Kadang ditanya juga. Tapi ya, jalanin aja. Toh
kan ini baik buat perusahaan juga. Lagian dengan cara ini kan komunikasi juga
bisa berjalan dengan baik dan instruksi pun tidak lagi salah tafsir.� Responden C.
Beberapa dari kalangan
karyawan juga menganggap bahwa cara ini cenderung menyusahkan. Mereka berujar
bahwa, dengan melakukan ini, pekerjaan mereka jadi bertambah. Mereka harus
mengulang apa yang sudah disampaikan. Sedangkan menurut mereka, apa yang
dilakukan tersebut adalah hal tidak penting dan tidak memudahkan pekerjaan
mereka.
�Ya mau gimana lagi. Sebenernya sih keberatan karena
tidak enak dilakukan. Canggung dan aneh. Masa iya harus mengulang apa yang
sudah diucapkan. Kan aneh?� Responden D.
Namun terlepas dari
prokontra tersebut, penerapan metode pengulangan ini secara perlahan dapat
mengurangi kesalahpahaman antara komunikator dan komunikan. Atasan dan bawahan
dapat berkordinasi dengan lebih baik. Hal ini karena keduanya tidak hanya
menyampaikan pesan dan menerimanya, melainkan memastikan pesan tersebut dapat
dicerna dan dimengerti dengan pengertian yang sama antara komunikator dan
komunikan.
�Bagus sih. Dengan begini antara saya dan yang lain
dapat berkomunikasi dengan baik, walau dinamis, namun kita satu arah. Bahasan
kita sama dengan apa dipikirkan lawan bicara. Ya intinya mah bagus.� Responden E.
�Sebenarnya agak sulit juga karena kan kita
mengulang apa yang sudah disampaikan lawan bicara. Tapi setelah dicoba enak
juga sih, jadi kita dan lawan bicara bisa saling ngerti dan dengan pemahaman
yang sama juga. Jadi kita A ya mereka A. Kita B ya mereka juga B. Begitu pun
sebaliknya.� Responden
F.
Secara umum metode pengulangan
dapat berjalan dengan baik. Beberapa karyawan terlihat hanya sedikit kesulitan
karena masih baru. Seiring berjalannya waktu, mereka menganggap bahwa metode
ini cukup baik untuk meningkatkan komunikasi dalam perusahaan dan dapat
mengurangi kesalahpahaman dalam menyampaikan instruksi.
�Awalnya sih susah. Pesimis juga. Tapi ya, seiring
berjalan waktu, agak terbiasa juga sih. Dampaknya juga udah cukup keliatan,
jadi jarang salah dan enak juga jadinya komunikasi antarkaryawan dan atasan.� Responden C.
Beberapa diantara
karyawan justru terlihat sudah menikmati sejak awal penerapan. Hal itu terlihat
dari pemaparan mereka terkait penerapan metode pengulangan ini. Menurut mereka,
cara ini cukup menarik dan unik. Mereka juga mendapati manfaat saat pertama menggunakan
metode ini.
�Lucu sih. Tapi pas diterapin enak kok. Kita jadi
nyambung sama atasan. Atasan juga jadi kaya ngajarin gitu. Ya, intinya sih,
kita sama mereka jadi bisa komunikasi dengan lebih intens.� Responden G.
Beberapa juga
mengatakan bahwa, dengan cara ini mereka seperti diberi pengajaran oleh atasan,
khususnya kalau mereka menemukan istilah baru yang belum mereka dengar
sebelumnya.
�Wah, ini sih metodenya bagus banget mas. Saya udah
coba tuh, waktu itu atasan ngasih instruksi buat bikin SIM dengan rincian yang
agak sulit. Terus saya disuruh ngulangin. Ya saya jawab aja, ada beberapa yang
gak paham, terus beliau kasih penjelasan deh. Ada beberapa yang masih nggak
ngerti. Terus intens tanyain. Terus seperti itu dan akhirnya ngerti juga.� Responden H.
Dari beberapa
penjelasan yang dipaparkan di atas, dan dengan kondisi yang penulis temui saat
penelitian, dapat dikatakan bahwa metode pengulangan instruksi secara efektif
dapat meningkatkan kualitas komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan antara
karyawan dengan atasan. Lebih dari meningkatkan efektivitas komunikasi, metode
ini juga berdampak pada penurunan kesalahan pemahaman dan meningkatkan
kinerja� karyawan.
Di sisi yang berbeda,
beberapa karyawan juga mengaku cara� ini
dapat membuat mereka� lebih mengerti
hal-hal baru yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Dengan begitu, secara
tidak langsung, mereka berpandangan bahwa cara ini membuat mereka seakan-akan
diberikan pengajaran baru yang bermanfaat.
Pada akhirnya, terlepas dari semua penjelasan di
atas, penulis mendapati cara ini dapat memberi dampak baik pada kondisi
internal perusahaan. Cara� ini juga
memberi warna baru dalam kegiatan komunikasi perusahaan. Yang lebih penting
daripada itu, metode ini membuat kesalahpahaman jauh lebih berkurang. Kerugian
akibat kesalahpahaman semakin berkurang dan perusahaan jadi lebih cepat meraup
keuntungan karena efektivitas kinerja yang terjamin.
B. Pembahasan
Metode pengulangan instruksi atau juga disebut
repeatation adalah metode yang memungkinkan pelakunya untuk mengulang setiap
instruksi yang diberikan padanya. Jika pada komunikasi internal perusahaan,
cara ini diterapkan dengan berikut; 1) atasan akan menyampaikan instruksi
dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti, 2) karyawan bertindak sebagai
pendengar dan mendengarkan setiap apa yang disampaikan atasan, 3) setelah
selesai, atasan akan mengarahkan karyawannya untuk mengulangi dan menerangkan
apa yang telah Ia dengar, 4) karyawan kemudian melakukan apa yang diserukan
atasan dan berhak menanyakan apa yang belum Ia paham dari instruksi tersebut,
5) atasan memberi tanggapan atas pemahaman karyawan. Apabila baik dikatakan
baik. Begitu sebaliknya, jika buruk maka dikatakan buruk.
Penelitian ini dilakukan di CV. Syntax Corporation
yang notabene memiliki komunikasi internal yang cukup rapat. Saat diterapkan,
beberapa karyawan mengaku canggung dan persimis dengan pola-pola ini. Sedangkan
beberapa diantaranya mengaku menikmati proses ini. Mereka menganggap bahwa
metode ini memberi warna baru pada kegiatan komunikasi internal perusahaan.
Beberapa karyawan juga menganggap cara ini
membuang-buang waktu. Menurut mereka, dengan cara ini waktu pengerjaan jauh lebih
lama karena harus menyimak dengan benar instruksinya. Dengan kata lain,
karyawan harus benar-benar menerima instruksi dengan pandangan yang sama dengan
atasan. Kalau memang tidak sama, karyawanlah yang harus mengalah dan
menyesuaikan pandangannya dengan pandangan atasan.
Setelah beberapa hari penerapan, mayoritas karyawan
telah merasakan dampak positif dari model komunikasi ini. Mereka� menganggap bahwa model komunikasi ini dapat
mempererat hubungan antara atasan dengan karyawan dan karyawan dengan karyawan.
Beberapa juga berpandangan bahwa dengan cara ini, mereka seakan mendapat
pengajaran baru.
Pada akhir-akhir waktu penelitian, peneliti
mendapati hasil yang sangat positif. Penulis tidak lagi menemui kesalahan dalam
komunikasi. Instruksi yang disampaikan atasan sampai dan dipahami dengan baik
oleh karyawannya. Lebih dari itu, beberapa karyawan yang belum paham tentang
instruksi yang disampaikan juga kerap bertanya pada atasan. Hal ini membuat
kedekatakan antara karyawan dan atasan semakin baik. Sehingga, pada akhir
penerapan, penulis berharap pola ini dapat memberi dampak baik untuk
peningkatan kerja sama antarlini.
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan di atas,
peneliti mendapati beberapa kesimpulan sebagaimana yang diuraikan di bawah ini:
1.
Metode pengulangan instruksi membuat
karyawan dan atasan CV. Syntax Computama menjalani komunikasi dengan lebih
baik;
2.
Metode pengulangan instruksi membutuhkan
banyak waktu untuk prosesnya. Sehingga karyawan CV. Syntax Computama diharapkan
dapat lebih melakukan proses pengerjaan instruksi dengan lebih cepat untuk
mensiasati waktu yang sudah terbuang untuk proses penerimaan pemahaman;
3.
Metode pengulangan instruksi membuat
komunikasi berjalan di setiap lini CV. Syntax Computama;
4.
Metode pengulangan instruksi mengurangi
kesalahpahaman pada penerimaan instruksi antara atasan-bawahan dan
antarkaryawan di CV. Syntax Computama;
5.
Metode pengulangan instruksi dapat
mengurangi kerugian CV. Syntax Computama akibat kesalahpahaman pada saat
penerimaan instruksi;
6.
Metode pengulangan instruksi dapat
meningkatkan kualitas komunikasi antarlini di CV. Syntax Computation.
BIBLIOGRAFI
Dojowarsito,
Poerwadarminta. 1974. Kamus Lengkap
Indonesia-Inggris. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Hasta
Hasibuan,
Malayu. 2011. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Moleong,
L. J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif
Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ndraha,
Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu
Pemerintahan Baru). Jakarta: PT Rineka Cipta
Pidarta,
Made. 1989. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta:
Bina Aksara.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sutisna,
Oteng. 1983. Administrasi Pendidikan
Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Cetakan I. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Syafarudin
dan Irwan, Nst. 2005. Manajemen
Pembelajaran. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Quantum Teaching.