����������� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849

����������� e-ISSN : 2548-1398

����������� Vol. 3, No 1 Januari 2018

 

 


PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK

 

Mohammad Sigit Gunawan

Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan fungsi covernote notaris pada peralhan kredit pada bank. Penelitian ini bermetodekan yuridis empiris dengan pendekatan pustaka dan dasar hukum Negara Republik Indonesia. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa surat keterangan Notaris (covernote) dalam pelaksanaan peralihan hak kreditor berakibat hukum pada benda yang akan menjadi objek agunan calon nasabah debitor yang hutangnya akan dilunasi oleh bank dapat diproses sebagai benda agunan dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Dengan dikeluarkannya covernoteoleh Notaris maka berakibat hukum pada dilakukannya pengikatan dan penandatanganan perjanjian kredit dengan calon nasabah debitor. Surat keterangan Notaris sendiri tidak memiliki landasan hukum normatif, melainkan hanya berlandaskan pada hukum kebiasaan. Peran covernotes adalah untuk meyakinkan pihak bank bahwa calon debitor akan segera menyelesaikan persyaratan, melunasi dokumen syarat, serta menyelesaikan segala hal yang terkait dengan benda yang menjadi objek agunan. Pihak bank percaya bahwa dengan keluarnya surat ini pihak debitor akan menyelesaikan kewajibannya segera. Namun di luar daripada itu, bagi debitor, surat ini bertindak sebagai surat yang mempermudah proses pencairan dana pinjaman. Melalui surat ini keduanya tidak mendapat kerugian satu dengan yang lain dengan catatan, keduanya tidak mencederai isi surat keterangan tersebut.

 

Kata Kunci: Covernotes, Over Kredit

 

Pendahuluan

Peralihan kredit atau take over adalah istilah yang yang kerap digunakan dalam dunia perbankan. Istilah ini diartikan sebagai peralihan kredit dari kreditor awal ke kreditor lanjutan�atau juga yang disebut pihak ketiga. Pihak ketiga akan bertindak sebagai pengganti kreditor awal yang bermasalah. Peralihan kredit terjadi dengan cara pengambilan kredityang baru dengan perjanjian yang mengarah pada pelunasan kredit di bank sebelumnya. Fasilitas kredit yang diberikan bank baru cenderung lebih baik dibandingkan dengan bank sebelumnya. Jumlah platfond dan bunga kredit cenderung lebih baik karena mempertimbangkan kebutuhan nasabah.

Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa take over atau peralihan kredit adalah pengalihan kredit pada pihak ketiga melalui pergantian bank. Sistem take over memungkinkan pihak ketiga menjadi kreditor di bank baru untuk melunasi kredit di bank sebelumnya.

Dalam ranah hukum perdata kasus ini disebut dengan Subrogasi. Kasus seperti ini termaktub dalam pasal 14000 KUH Perdata. Dalam landasan hukum tersebut Subrogasi adalah perpindahan hak kreditor pada pihak kreditor. Subrogasi umumnya terjadi karena kondisi tertentu atau undang-undang.

Menurut Suharnoko (2005) peristiwa peralihan kredit terjadi apabila terdapat unsur-unsur yang terdapat dalam Subrogasi. Sementara itu Subrogasi sendiri dikatakan terjadi apabila terdapat pembayaran yang dilakukan pihak ketiga pada kreditor awal. Pembayaran tersebut dilakukan dengan peminjaman dana pada debitor oleh pihak ketiga untuk membayar kreditor awal.

Pada proses take over ada proses yang tidak bisa dilepaskan. Proses tersebut adalah proses perjanjian kredit yang diikuti dengan pengikatan jaminan. Dalam bahasa hukum jaminan memiliki sifat accesoris. Sifat accesoris sendiri melekat kuat pada perjanjian pokok accesoris lebih dipengaruhi oleh perjanjian pokok, baik itu kemunculannya, perpindahan hingga penghapusannya (Satrio: 2002). Perjanjian pengikatan jaminan ini, pada umumnya dibuat dalam bentuk akta notariil (akta otentik), terlebih jika benda yang menjadi objek jaminan yang digunakan sebelumnya berupa hak atas tanah yang harus diikat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), atau benda bergerak yang diikat dengan perjanjian jaminan fidusia dan telah didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia (Adrian: 2010).

Apabila pada peralihan kredit benda yang menjadi jaminan adalah hak atas tanah, maka butuhhukum kuat yang yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 4 1996 mengena Hak Tanggungan. Dalam pasal 16 Undang-Undang tersebut dijelaskan berikut:

  1. Apabila peminjaman dengan Hak Tanggungan beralih akibat cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab yang sejenis, maka karena hukum Hak Tanggungan tersebut beralih pada kreditor baru;
  2. Pengalihan Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 di atas wajib ditindak lanjuti kreditor baru dengan mendaftarkannya pada Kantor Pertanahan;
  3. Pencatatan peralihan Hak Tanggungan sebagaimana dijelaskan dalam ayat 2 di atas diartikan dengan pencatatan yang dilakukan pada Buku Tanah Hak Tanggungan dan Buku Tanah Hak Atas Tanah yang menjadi objek tanggungan dan menyalin catatan tersebut di atas pada sertifikat Hak Tanggungan dan sertifikat Hak Atas Tanah milik yang bersangkutan;
  4. Tanggal pencatatan sebagaimana yang dijelaskan pada ayat 3 adalah tanggal hari ketujuh pasca penerimaan surat dengan kondisi lengkap untuk proses pendaftaran. Apabila pada hari ketujuh tersebut adalah hari libur, maka tanggal sebagaimana yang dimaksud diganti dengan hari kerja berikutnya;
  5. Beralihnya Hak Tanggungan akan berlaku pada tanggal pencatatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 4 di atas;

Kemudian pada Pasal 22 Undang-Undang Hak Tanggungan juga mengatur tentang Hak Tanggungan yang peminjamannya telah lunas. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa apabila piutang telah lunas Kantor Pertanahan wajib mencoret Hak Tanggungan pada Buku Tanah Hak Atas Tanah dan sertifikat. Pencoretan di atas juga barus diimbangi dengan pelampiran sertifikat dan/atau surat sejenis yang memberitahukan bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya telah lunas atau kreditor telah melepas Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Hal yang sama juga terjadi pada jaminan dalam bentuk Fidusa. Dalam Pasal 25-26 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusa menjelaskan bahwa, apabila piutang yang dijamin objek Fidusa telah dinyatakan lunas, pihak terkait diharuskan untuk menghapus pencatatan Jaminan Fidusa dari Buku Daftar Fidusa atau Kantor Pendaftaran Fidusa. Pencoretan sebagaimana yang dijelaskan di atas terjadi apabila penerima fidusa mengajukan surat pernyataan terkait penghapusan piutang yang dijamin oleh fidusa.

Butuh waktu lama untuk mencairkan kredit. Proses yang dilalui terkesan panjang dan melibatkan banyak tahapan. Akta perjanjian kredit yang diajukan dan telah ditanda tangani oleh pihak bank dan debitor di hadapan notaris tidak akan langsung dapat dicairkan. Pihak pengaju tidak akan menerima pencairan sampai seluruh tahapan terpenuhi. Sedang untuk mempercepat proses tersebut, butuh peran ekstra notaris di dalamnya.

Notaris akan menerbitkan Surat Keterangan�atau yang dikenal dengan istilah Covernote. Surat ini dikeluarkan notaris, dan menjadi tanda bukti bahwa penandatanganan akta telah dilakukan dan pembuat akta telah memenuhi syarat. Proses pembuatan Covernote cenderung lebih singkat dibanding mengikuti langkah pembuatan akta yang cenderung lambat. Notaris memiliki waktu yang terbilang cukup untuk menyelesaikan proses pembuatan akta hingga hingga pemeriksaan berkas (Santia Dewi: 2011).

Namun demikian. Pada kasus peralihan kredit, secara yuridis, Covernotes tidak tercantum dalam perundangan tentang Jabatan Notaris dan Hak Tanggunan. Oleh karena alasan tersebut, peneliti kemudian tertarik menyusun karya tulis ilmiah dengan judul Peran dan Fungsi Covernote Notaris Pada Peralihan Kredit (take over) pada bank.

 

Metodologi Penelitian

Penelitian ini lebih mengarah pada yuridis empiris. Setiap data yang terkumpul dalam penelitian ini berasal dari kondisi yang ada di lapangan. Sementara itu, data juga dikumpulkan dari landasan hukum berupa perundangan dan peraturan sejenis.

Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan dasar hukum yang terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Pendekatan di atas dilakukan untuk memperoleh data-data yang terkait dengan peran dan fungsi covernote notaris pada peralihan kredit (take over). Sementara itu, sesekali peneliti melakukan observasi dan wawancara untuk mencari data tambahan.

 

Hasil dan Pembahasan

Dalam praktiknya data kredit diambil dari dana hasil pengimpunan simpanan nasabah bank. Sehingga, menjadi sebuah keharusan bagi bank untuk berhati-hati dalam memberikan pinjaman pada calon kreditor. Di sisi lain, untuk mengurangi resiko yang merugikan, pihak bank memberlakukan jaminan untuk setiap calon kreditor.

Bank sendiri memiliki landasan hukum terkait dengan kebijakan di atas. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Pasal 8 Tahun 1998 disebutkan bahwa, bank diperkenankan memberikan pinjaman tatkala debitor memberikan jaminan atas pelunasan pinjaman tersebut sebagaimana perjanjian yang telah disepakati.

Prinsip kehati-hatian adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam pemberian kredit.Prinsip kehati-hatian ini tersusun dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 27/162/KEP/DIR pada tanggal 31 Maret 1995, yang merupakan pelaksanaan fungsi pengawasan Bank Indonesia. Pedoman ini harus digunakan oleh semua bank yang telah memperoleh ijin usaha dalam pelaksanaan pemberian kredit, sebagai standar operasional pemberian kredit.

Pelaksanaan dari Pasal 29 UU RI NO. 10 tahun 1998 mengenai Perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 mengenai perbankan diatur dan dikelola dalam SK Direksi BI No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai Kewajiban Penyusunan Juga Tata Laksana Kebijaksanaan Perkreditan Bank untuk Bank Umum. Dalam pasal 1 juga disebutkan sebagaimana uraian berikut:

1.      Bank untuk setidanya harus memiliki Kebijakan Perkreditan Bank secara tertulis yang sedikit banyaknya mengandung semua aspek yang telah masuk dalam pedoman penyunsn kebijakan perkreditan bank.

2.      Kebijaksanaan Perkreditan Bank wajib disetujui oleh Dewan Komisaris Bank;

3.      Pada pedoman, atau juga tata laksana penyusunan kebijakan perkreditan bank, haruslah tercantum bahwa pedoman penyusunan kebijakan perkreditan harus dijadikan sebagai acuan pedoman pelaksanaan kredit.

Permohonan kredit yang diajukan calon debitor diajukan kepada marketing DSA (Direct Sales Agency), meyerahkan aplikasi kredit ke admin untuk dilakukan SID (sistem informasi debitor) atau BI checking yang kemudian untuk pertama sekali diproses oleh account officer. Sistem Informasi Debitor menurut ketentuan Pasal 1 angka 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitor, mengatur bahwa sistem yang menyediakan informasi debitor yang merupakan hasil olahan dari laporan debitor yang diterima oleh Bank Indonesia. Tujuan Sistem Informasi Debitor diselenggarakan dalam rangka memperlancar proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas debitor untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku serta meningkatkan disiplin pasar, demikian yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitor.

Berdasarkan Sistem Informasi Debitor ini dapat diketahui kondisi Informasi debitor yang dapat diminta oleh pelapor, debitor, dan pihak lain, antara lain: identitas debitor; pemilik dan pengurus; fasilitas penyediaan dana yang diterima debitor;agunan; penjamin; dan kolektibilitas. Bagi bank penerima permohonan kredit dari calon nasabah debitor dapat mengetahui informasi tentang fasilitas penyediaan dana yang pernah diterima calon nasabah debitor dan status kelancaran fasilitas penyedian dana yang pernah atau telah diterimanya, apakah berstatus lancar, bermasalah atau kredit macet. Kondisi ini menjadi pedoman utama untuk menerima atau menolak permohonan kredit dari calon nasabah debitor oleh analis kredit (account officer), jika hasil cheking negatif maka dibuatkan surat penolakan permohonan kredit kepada debitor.

Pengumpulan data calon nasabah debitor merupakan aspek legalitas calon nasabah debitor, baik legalitas debitor perorangan atau legalitas usaha badan hukum. Legalitas ini merupakan kegiatan dari unit analis kredit, penilai agunan dan bagian hukum. Kegiatan analis kredit dan penilai agunan dilakukan dengan verifikasi dokumen dan fisik agunan dengan melakukan observasi langsung kepada calon debitor dan pihak ketiga untuk menentukan penilaian calon debitor, nilai agunan dan prospek usaha calon nasabah debitor. Sedangkan bagian hukum menganalisis terhadap seluruh dokumen permohonan kredit, seperti identitas pribadi dan status calon debitor, legalitas usaha dan dokumen agunan kredit yang diserahkan. Unit kerja tersebut memiliki tanggung jawab guna meneliti keabsahan agunan, termasuk pula merekomendasi cara pengikatan kredit dan agunan yang memberi perlindungan bagi bank apabila pada saat tertentu kredit yang diberikan menjadi bermasalah. Demikian syarat-syarat lain yang harus dipenuhi calon debitor adalah menjadi usulan dari unit kerja ini.

Hasil dari verifikasi data dan pengecekan benda objek agunan menghasilkan penilaian yang positif bagi bank yang akan mengambil-alih, maka Notaris akan melanjutkan dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau Surat Kuasa Membebankan Jaminan Fidusia sebagai bagian dari proses pembuatan akta Pemberian Hak Tanggungan atau Akta Jaminan fidusia yang digunakan sebagai syarat pendaftaran benda agunan.

Pada tahap pelaksanaan pengamabil-alihan kredit, apabila benda yang akan dijadikan objek agunan berada pada kreditor lama, dan untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor baru atas realisasi pencairan dana dibutuhkan perjanjian. Perjanjian ini baru dapat dilaksanakan setelah diperoleh kepastian hukum tentang benda objek agunan yang masih disimpan dan berada pada penguasaan kreditor lama, sehingga dengan kondisi demikian terjadi kebuntuan dalam proses, dibutuhkan istrumen yang dapat memberikan keyakinan kepada kreditor baru untuk melakukan pengikatan perjanjian sehingga dapat mencairkan pembayaran pinjaman kepada debitor untuk tujuan pelunasan hutangnya di bank yang diambil-alih.

Surat keterangan Notaris (covernote) dalam pelaksanaan peralihan hak kreditor berakibat hukum pada benda yang akan menjadi objek agunan calon nasabah. Debitor yang hutangnya akan dilunasi oleh bank dapat diproses sebagai benda agunan dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari, dengan dikeluarkannya covernote oleh Notaris maka berakibat hukum pada pengikatan dan penandatanganan perjanjian kredit dengan calon nasabah debitor.Surat keterangan Notaris (covernote) digunakan oleh bank untuk pencairan kredit bagi nasabah debitor yang digunakan untuk melunasi seluruh hutangnya di kreditor lama dan sebagai pegangan bagi bank sampai dengan benda yang menjadi objek agunan dibebankan dengan hak tanggungan atau jaminan fidusia. Surat keterangan Notaris (covernote) bagi bank merupakan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Dengan surat keterangan Notaris (covernote) ini Notaris menjamin kepastian bahwa benda yang akan dijadikan objek agunan dapat dibebankan dengan hak tanggungan atau jaminan fidusia.

Notaris dalam mengeluarkan covernote tidaklah sembarangan, sebab satu-satunya instrumen yang dapat menjembatani pelaksanaan pengambilalihan kredithanya surat keterangan tersebut. Sebelum Notaris mengeluarkan covernotes, dibuatlah dulu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau Surat Kuasa Membebankan Jaminan Fidusia. Hal itu dilakukan sebagai langkah awal pengikatan pemilik benda terhadap benda yang akan menjadi objek agunan.

Covernotes berhubungan dengan tugas dan tanggungjawab PPAT untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah dengan hak tanggungan. Namun demikian tidak ada satu Pasal pun dalam Undang-undang Jabatan Notaris maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dapat ditafsirkan sebagai overnotes dan mengatur mengenai kewenangan Notaris atau PPAT untuk mengeluarkan surat keterangan tersebut. Namun demikian, benda tersebut menjadi objek agunan dalam peralihan hak kreditor yang masih dalam proses pendaftaran. Sementara itu, covernotes juga digunakan bank untuk melakukan perbuatan hukum membuat dan menandatangani perjanjian kredit.

Surat keterangan Notaris�atau juga dikenal dengan covernote, dari aspek operasional pembuatan hak jaminan hak atas tanah dan bangunan atau hak atas benda bergerak baik melalui hak tanggungan dan atau/hak jaminan fidusia, bukan merupakan bagian dari tahapan pelaksanaan pembebanan benda yang menjadi objek jaminan dengan hak tanggungan,jaminan fidusia atau gadai. Meskipun demikian surat keterangan tersebut ini sering dijadikan sebagai pengganti atas kekurangan bukti jaminan sebagai pegangan sementara bagi bank dalam mencairkan kredit. Dalam kondisi ini dapat dikatakan covernote merupakan bagian dari proses pembebanan benda jaminan sampai pada pendaftaran hak jaminan yang dapat berupa sertifikat hak tangungan, dan/atau sertifikat jaminan fidusia. Hal itu karena covernote menjadi bagian dari proses terbentuknya dua perbuatan hukum yaitu perjanjian pinjaman kredit dan perjanjian agunan.

Fakta empiris menyebutkan, covernote merupakan bagian dari proses terbentuknya perbuatan hukum yang berupa perjanjian kredit bank dan perjanjian pengikatan jaminan. Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang yuridis formal, covernotes tidak diatur dalam perundang-undangan. Baik dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maupun pada undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atau undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Bank pengambil-alih kredit berani untuk menandatangani perjanjian kredit dan mencairkan kredit kepada debitor yang hanya berdasarkan pada surat keterangan Notaris tersebut.

Surat keterangan Notaris yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas ini timbul karena kebutuhan praktik dalam perjanjian kredit bank yang tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak, sehingga covernotes tersebut bukanlah perikatan yang terlarang atau perikatan yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Surat keterangan Notaris lebih cenderung dikategorikan sebagai perikatan yang lahir dari perjanjian bukan karena undang-undang, atau dapat juga diartikan surat ini sebagai perikatan yang lahir dari perjanjian karena berlakunya hukum kebiasaan.

Alasan surat ini dikatakan muncul atas dasar hukum kebiasaan adalah karena covernotes muncul karena faktor kebutuhan. Pihak debitor memerlukan surat ini untuk keperluannya mencairkan dana kredit dari penyedia kredit atas dasar urgensi. Sementara itu, pihak membutuhkan covernotes sebagai ganti sementara dari objek agunan yang belum melengkapi dokumen.

Keyakinan dan kepercayaan yang diperoleh pihak bank atau kreditor terhadap covernote berlandaskan pada jabatan dan tugas fungsi notaris itu sendiri. Pihak bank yakin bahwa pejabat yang telah disumpah oleh negara tidak akan berbuat hal yang merugikan diri mereka. Covernote hanya berisi surat keterangan Notaris, sehingga covernote bukan produk hukum yang berfungsi sebagai alat bukti bagi agunan seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Surat Kuasa membebankan Jaminan Fidusia, Akta Pemberian Hak tanggungan, Akta Jaminan Fidusia, borgtocht.

Surat keterangan Notaris (covernote) tidak mungkin memiliki kekuatan hukum yang mengikat secarahukum (legal binding) bagi debitor pemberi hak tanggungan atau pemberi fidusia dan kreditor sebagai pemegang hak tanggungan atau penerima fidusia. Covernotes inihanya mengikat para pihak secara moral atau etika yang muncul berdasarkan praktik dan kebutuhan para pihak dalam perjanjian kredit. Surat Kuasa Notaris hanya mengikat Notaris jika tidak menyangkal tanda tangannya, karena sebagai pihak yang menerbitkan surat keterangan dan Notaris bukan merupakan pihak dalam perjanjian kredit bank.

Surat ini hanya menjadi pegangan sementara bagi bank sampai dengan diserahkannya seluruh dokumen dan akta atau surat hak jaminan yang telah didaftarkan melalui kewenangan Notaris atau PPAT. Bank menerima covernotes berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Dengan keyakinan dan kepercayaan kepada Notaris atau PPAT terhadap keterangan yang diberikan dalam bentuk covernotes. Jaminan kepastian hukum bagi para pihak secara yuridis formal tidak akan diperoleh karena surat ini muncul dari kebiasaan dan kebutuhan praktik dalam pelaksanaan perjanjian kredit bank. Selain itu surat keterangan Notaris bukan merupakan produk akta otentik yang merupakan tugas dan wewenang dari pejabat umum seperti Notaris, PPAT, sehingga tidak memiliki daya mengikat secara hukum dan bukan merupakan alat bukti terhadap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian kredit bank.

Keberadaan surat ini merupakan instrumen kunci pada pelaksanaan perjanjian pengalihan kredit bank. Namun keberadaannya tidak didukung dengan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dalam pengambilalihan kredit. Bank sebagai penerima surat keterangan Notaris hanya berdasar pada keyakinan dan kepercayaan terhadap Notaris sebagai pihak ketiga.

Keyakinan dan kepercayaan dalam pemberian kredit oleh bank merupakan asas yang harus dilaksanakan, karena sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 8 undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang mengatur bahwa; dalam memberikan kredit, Bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Keyakinan bank terhadap covernotes ini merupakan bagian dari keyakinan bank secara keseluruhan terhadap kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Keyakinan dan kepercayaan bank terhadap covernote tidak begitu saja diterima oleh bank. Pasalnya, pihak bank juga akan terlebih dulu melihat kondisi persyaratan dan dokumen yang telah dikumpulkan debitor. Di sisi lain, pihak bank juga melakukan verifikasi data terkait objek agunan.

 

Kesimpulan

Surat keterangan Notaris (covernote) dalam pelaksanaan peralihan hak kreditor berakibat hukum pada benda yang akan menjadi objek agunan calon nasabah debitor yang hutangnya akan dilunasi oleh bank dapat diproses sebagai benda agunan dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Dengan dikeluarkannya covernote oleh Notaris maka berakibat hukum pada dilakukannya pengikatan dan penandatanganan perjanjian kredit dengan calon nasabah debitor.

Surat keterangan Notaris sendiri tidak memiliki landasan hukum normatif, melainkan hanya berlandaskan pada hukum kebiasaan. Peran covernotes adalah untuk meyakinkan pihak bank bahwa calon debitor akan segera menyelesaikan persyaratan, melunasi dokumen syarat, serta menyelesaikan segala hal yang terkait dengan benda yang menjadi objek agunan. Pihak bank percaya bahwa dengan keluarnya surat ini pihak debitor akan menyelesaikan kewajibannya segera. Namun di luar daripada itu, bagi debitor, surat ini bertindak sebagai surat yang mempermudah proses pencairan dana pinjaman. Melalui surat ini keduanya tidak mendapat kerugian satu dengan yang lain dengan catatan, keduanya tidak mencederai isi surat keterangan tersebut.


 

BIBLIOGRAFI

 

Satrio. 2002. Hak Jaminan; Hak Jaminan Kebendaan Fidusa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

 

Suharnoko. 2008. Doktrin Subrogatie, Novas, dan Cessie. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 

Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Hak Tanggungan. Jakarta: Sinar Grafika.

 

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992;

 

Undang-undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia;

 

Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Pejabatan Notaris;

 

Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;

 

Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;

 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan;