Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN :
2548-1398
Vol.
6, No. 6, Juni 2021
�
KETUBAN PECAH DINI (KPD) SEBAGAI DETERMINAN KEJADIAN
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
Meli Deviana, Agi Yulia Ria Dini, Dewi
Rokhanawati
Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Cirebon, Universitas �Aisyiyah Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstract
Amniotic rupture is an important problem in obstetrics linked to birth
complications and the occurrence of khorioamnionitis
infection to sepsis which increases morbidity and perinatal mortality and
causes maternal infection. This study said That The
Elder Knows Early Rupture Amniotic (KPD) determinant factor determinant of the
occurrence of asphyxia in newborns in Panembahan Senopati Bantul Hospital in 2013. Which method in this
study is quantitative with survey method and case control method study
(retrospective). Sampling techniques use simple random sampling with a sample
count of 74 BBL, division into 37 case groups and 37 control groups. Analyze
data using Chi Square and Odss Ratio. The results of
the study of asphyxia events in the course of childbirth KPD 25 people (64.6%),
while babies born without asphyxia with early amniotic (KPD) 10 people (27 %).
With α = 5% the value of the value p = 0.000 (ρ<0.05) and the
value of Odss Ratio 5625>1. It can be concluded
that childbirth with the apostle Of Early Rupture Amniotic (KPD) has a quality
relationship with the birth of a baby with asphyxia. The risk of newborn
asphyxia in the story of early ruptured amniotic delivery is again 5 times
greater in newborns than mothers without amniotic amniotic
rupture early. Therefore, at the time of treatment or care of the baby with
asphyxia found cases of KPD so that this makes diringin
for the infant mortality caused by the incidence of asphyxia of newborns.
Keywords: Premature Rupture of Membranes (PROM); newborn; asphyxia
Abstrak
Ketuban pecah dini merupakan
masalah penting dalam obstetrik berkaitan dengan penyulit kelahiran dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis
yang meningkatkan morbiditas
dan mortalitas perinatal dan menyebabkan
infeksi ibu. Penelitian ini bertujuan mengetahui Ketuban Pecah Dini (KPD) sebagai faktor determinan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY Tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif,
metode survei, dan pendekatan case control study (retrospektif).
Teknik sampling menggunakan simpel random sampling dengan
jumlah sampel 74 BBL, dibagi menjadi 37 kelompok kasus dan 37 kelompok kontrol. Analisa data menggunakan Chi Square dan Odss
Ratio. Hasil penelitian kejadian
asfiksia pada riwayat persalinan KPD 25 orang (64,6%), sedangkan
bayi yang lahir tanpa asfiksia dengan riwayat Ketuban Pecah Dini (KPD) 10 orang
(27 %). Dengan α = 5% diperoleh
nilai p = 0,000 (ρ<0,05) dan nilai Odss Ratio
5,625>1.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa persalinan
dengan riwayat Ketuban Pecah Dini (KPD) memiliki hubungan yang bermakna dengan
kelahiran bayi dengan asfiksia. Besar risiko
terjadinya asfiksia bayi baru lahir pada riwayat persalinan ketuban pecah dini
adalah 5 (lima)
kali lipat lebih besar dibandingkan pada bayi baru lahir dari ibu tanpa
riwayat ketuban pecah dini. Oleh karenanya, perlu dilakukan persiapan perawatan atau asuhan bayi
dengan asfiksia apabila ditemukan kasus KPD sehingga hal ini dapat
berperan untuk mengurangi angka kematian bayi yang disebabkan oleh kejadian asfiksia bayi baru
lahir.
Kata Kunci: Ketuban Pecah Dini (KPD); bayi baru lahir; asfiksia
Pendahuluan
Setiap hari ada 8.000
Bayi Baru Lahir (BBL) di dunia meninggal dengan 75% kematian bayi terjadi pada
minggu pertama kehidupan, 25% sampai 45% terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan (Hanifah, 2019).
Asfiksia lahir menempati penyebab kematian bayi ke 3 (tiga) di
dunia dalam periode awal kehidupan. Salah satu penyebab tingginya kematian bayi
di Indonesia adalah asfiksia neonatorum yaitu sebesar 33,6%, angka tersebut 5,2
kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia (Suriani Tahir, Seweng, & Abdullah, 2012).
Di Indonesia prevalensi asfiksia
kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup secara keseluruhan 110.000 neonatus
meninggal setiap tahun karena asfiksia. Angka kematian karena asfiksia di Rumah
Sakit pusat rujukan provinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Hasil Survei
Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi
(AKB) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
mempunyai angka yang relatif tinggi, yaitu sebesar 25 per 1.000 kelahiran
hidup. Kematian neonatal di DIY pada tahun 2012 terjadi 400 kasus, tahun 2011
terjadi sebanyak 311 kasus meningkat dibanding tahun 2010 sebanyak 241 kasus dengan penyebab
kematian terbanyak disebabkan karena Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan
asfiksia. Berdasarkan jumlah kematian neonatal karena asfiksia di masing-masing Kabupaten
di Provinsi DIY menyebutkan bahwa di Kabupaten/Kota Yogyakarta terdapat 14
kematian bayi karena asfiksia, Bantul ada 20 kasus, Kulon Progo ada 23
kasus, Gunungkidul ada 33 kasus, dan Sleman ada 18
kasus (Supriyanto, Paramashanti, & Astiti,
2018).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana
bayi tidak dapat segera bernapas dengan spontan dan teratur setelah lahir. Hal
ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan
dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan dan persalinan atau
segera setelah lahir (Kusumaningrum, 2011).
Ketuban pecah dini merupakan salah satu faktor resiko penentu terjadinya
asfiksia dan kebutuhan resusitasi bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2014).
Determinan terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir diantaranya yaitu faktor ibu, faktor janin, dan faktor tali
pusar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa asfiksia neonatorum mengakibatkan Encephalo
Hypoksix Ischemic (EHI), gagal ginjal akut, gagal jantung, dan gangguan
saluran cerna. Apabila proses asfiksia berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak dan kematian (Prawirohardjo, 2014). �
Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran dan terjadinya
infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Pudiastuti, 2012).
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum proses
persalinan dimulai. Seringkali pecahnya selaput ketuban terjadi secara spontan
dan tidak diketahui dengan jelas penyebabnya (Tanto, Liwang,
Hanifati, & Pradipta, 2014).
Hasil penelitian menerangkan bahwa
kejadian asfiksia bayi baru lahir pada ibu dengan ketuban pecah dini lebih
tinggi daripada ibu yang tidak mempunyai risiko
(80,0%: 18,6%) yang
bermakna secara
statistik. Hasil penelitian berbeda menerangkan bahwa insiden ketuban pecah
dini pada persalinan sebanyak 78,8% dengan 27,7% kasus terjadi sebelum memasuki
masa gestasi 37 minggu (Lismiati & Mufdlilah, 2013).
Sekitar 8-10% pasien ketuban pecah dini memiliki resiko tinggi infeksi
intrauterin akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang (Rosiana, Sundari, & Ruspita, 2019). Pada
kehamilan prematur insidennya 1% dari semua kehamilan. Hampir semua KPD pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah (Sukarni, 2014).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul DIY, pada tahun
2013 terdapat 3113 kelahiran dengan angka kejadian asfiksia pada bayi baru lahir
sebanyak 339 kasus (11%), 3,8% atau 120 bayi diantaranya mengalami asfiksia
berat dan kejadian KPD sebanyak 111 kasus (3,7%). Mengingat masih tingginya
angka kejadian asfiksia pada bayi lahir di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY, maka hal ini
perlu mendapatkan perhatian yang serius demi menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas bayi baru lahir. Perlunya penyedia layanan kesehatan mengedukasi pasien selama kehamilan khususnya tanda bahaya selama kehamilan
menjadi kunci bagi penyedia layanan
guna menentukan kapan saat yang tepat menekan kejadian
asfiksia pada BBL. Hal ini
juga dapat digunakan Puskesmas sebagai pelayanan primer tingkat pertama untuk melaksanakan
peran edukatif dan preventif sehingga dampak pada ibu dan janin dapat dikurangi.
Meskipun banyak penelitian tentang faktor penyebab dari kejadian asfiksia
pada BBL, namun besarnya resiko dari riwayat
persalinan dengan KPD menjadi penyebab pastinya asfiksia pada BBL masih terbatas sehingga menyebabkan usaha pencegahan dan penanganan kejadian ini belum ada
kemajuan yang berarti.
Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya menjadi pertimbangan untuk penggunaan edukasi pasien dan menjadi masukan dalam alternatif
pencegahan asfiksia pada
BBL dengan riwayat persalinan KPD. Walaupun memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu, yakni penelitian tentang asfiksia di RSUD Panembahan Senopati DIY. Namun, metode yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat retrosfektif,
sedangkan penelitian terdahulu hanya melakukan survei di tempat penelitian.
Penelitian
ini bertujuan mengetahui Ketuban Pecah Dini (KPD) sebagai faktor determinan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir
di RSUD Panembahan Senopati
Bantul DIY Tahun 2013.
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif,
metode survei, dan pendekatan case control study (retrospektif).
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian survei yaitu penelitian
yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu bisa
terjadi, kemudian melakukan analisa korelasi antara risiko dan faktor efek. Penelitian ini menggunakan pendekatan case control study (retrospektif)
yaitu suatu metode penelitian yang mengkaji atau berusaha
menilai suatu program yang sedang atau sudah
dilakukan dengan melalui pendekatan penelusuran kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai dari kasus
asfiksia yang telah terjadi kemudian ditelusuri ada atau tidaknya riwayat
ketuban pecah dini pada persalinan ibu sebagai faktor
penyebabnya (Notoatmodjo, 2012).
Analisa data menggunakan Chi
Square dan Odds Ratio. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan panduan pengambilan data dengan teknik random sampling.
Responden berjumlah 74 dengan 37 kelompok kasus dan 37 kelompok kontrol. Kelompok kasus merupakan kelompok dengan bayi asfiksia sedangkan
kelompok kontrol merupakan kelompok bayi yang tidak mengalami asfiksia.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Penelitian
Karakteristik
responden dalam penelitian ini yaitu
kejadian KPD menurut umur ibu dan jumlah paritas ibu. Berdasarkan penelitian
yang diperoleh, paritas dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu primigravida
(wanita yang melahirkan bayi hidup pertama kali) dan multigravida (wanita yang
pernah melahirkan lebih dari satu kali), sedangkan umur ibu dalam penelitian
ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu ibu berumur < 20 tahun, 20- 35 tahun dan
> 35 tahun.
Tabel 1
Karateristik Kejadian
Ketuban Pecah Dini (KPD) Berdasarkan Usia Ibu dan Paritas Ibu di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY, 2013
������������� |
KPD |
|||||
Kasus |
Kontrol |
Total |
||||
F |
P |
F |
P |
F |
P |
|
Usia ( <20 tahun) |
2 |
8.0% |
1 |
7.1% |
3 |
15.1% |
( 20-35 tahun) |
20 |
80.0% |
11 |
78.6% |
31 |
158.6% |
(>35 tahun) |
3 |
12.0% |
2 |
14.3% |
5 |
26.3% |
Total |
25 |
100.0% |
14 |
100.0% |
|
|
Paritas���
( Primigravida) |
17 |
68.0% |
8 |
57.1% |
25 |
125.1% |
(Muligravida) |
8 |
32.0% |
6 |
42.9% |
14 |
74.9% |
Total |
25 |
100.0% |
14 |
100,0% |
|
|
Sumber: Hasil penelitian Tahun 2021
Berdasarkan karakteristik
usia dapat diketahui sebagian besar kejadian KPD dialami oleh ibu berusia 20-35 tahun berjumlah 31 dari total 74 responden. Sedangkan berdasarkan karakteristik paritas ibu diketahui
bahwa pada kelompok kasus dan kontrol, ibu yang melahirkan dengan riwayat KPD sebagian besar dialami oleh ibu dengan paritas primigravida yaitu 25 (125.1%).
Tabel 2
Distribusi Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Kelompok Kasus������������ ���(Bayi dengan Asfiksia)
Di RSUD Panembahan Senopati
Bantul DIY, 2013
Kejadian
KPD |
Frekuensi |
Presentase (%) |
KPD |
25 |
67.6 |
Tidak KPD |
12 |
32.4 |
Total |
37 |
100.0 |
Sumber:Hasil Penelitian Tahun 2021
Disimpulkan bahwa
sebagian besar kejadian asfiksia pada bayi baru lahir
terjadi pada persalinan dengan riwayat ketuban pecah dini
yaitu 25 bayi (67.6%).
Tabel 3
Distribusi Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Kelompok Kontrol (Bayi tanpa Asfiksia)
Di RSUD Panembahan Senopati
Bantul DIY, 2013
Kejadian KPD |
Frekuensi |
Presentase
(%) |
KPD |
10 |
27.0 |
Tidak
KPD |
27 |
73.0 |
Total |
37 |
100.0 |
Sumber: Hasil Penelitian Tahun
2021
Berdasarkan tabel
diatas menunjukkan sebagian besar bayi yang lahir tanpa asfiksia sebanyak 27 (73.0 %) dengan riwayat persalinan tanpa ketuban pecah
dini.
Tabel 4
Hasil Tabulasi Silang
dan Uji Chi Square Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY, 2013
Asfiksia |
|||||
Kejadian KPD |
Asfiksia |
Tidak Asfiksia |
Total |
P |
OR |
f� �����% |
f���������� �% |
f�������� % |
|||
KPD������������
25���� 67.6 |
10���������
27.0 |
35������
94.6 |
0.000 |
5.625 |
|
Tidak KPD��
12���� 32.4 |
27��������� 73.0 |
39����� 105.4 |
|
|
|
Total������������
37��� 100.0 |
37��������
100.0 |
74�����
200 |
|
|
Sumber: Hasil Penelitian Tahun
2021
Dapat disimpulkan
bahwa asfiksia pada bayi baru lahir
menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
riwayat KPD lebih tinggi yaitu 67.6% dengan� nilai significancy
p sebesar 0.000 dan nilai Odds
Ratio (OR) sebesar 5.625. Nilai OR >1 menunjukkan bahwa kelompok kasus (bayi dengan asfiksia)
memiliki resiko 5 kali lipat dibandingkan bayi pada kelompok kontrol (bayi tidak
asfiksia).
B. Pembahasan
1. Kejadian Ketuban
Pecah Dini (KPD)
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa kejadian KPD di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY sebanyak 35
orang (46.7%), dengan 25 orang pada kelompok kasus dan 10 orang pada kelompok kontrol. Hal ini sebanding dengan
angka kejadian di Indonesia
yaitu sebesar 9-30% dari semua kelahiran.
Pada hasil penelitian dapat diketahui bahwa ibu dengan
usia 20- 35 tahun lebih beresiko terjadi KPD yaitu 80.0% pada kelompok kasus dan 78.6% pada kelompok kontrol, dengan 78,4% bayi yang dilahirkan mengalami asfiksia. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menerangkan bahwa bayi dengan asfiksia
neonatorum sebagian besar dilahirkan oleh ibu berumur 20-35 tahun (80%) (Rahmah Tahir, 2018). Hasil penelitian yang berbeda menerangkan bahwa usia 20-35 tahun memiliki resiko lebih besar terjadi
ketuban pecah dini (78.83%), namun hal tersebut tidak
sesuai teori yang ada dikarenakan usia 20-35 tahun merupakan usia reproduktif, dimana alat reproduksi sudah berfungsi dengan baik, sehingga
ibu- ibu yang melahirkan lebih banyak jumlahnya saat usia tersebut
(Prianita & Cahyanti, 2011).
Saat ini
perilaku seksual menyimpang merupakan fenomena yang banyak terjadi di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan
Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV yang dapat memicu terjadinya infeksi pada ibu hamil (Sudarto & Tunut, 2016). Infeksi
yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi
kualitas selaput ketuban yang berdampak terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya
atau Ketuban Pecah Dini (KPD) (Tanto et al., 2014).
Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih besar pada ibu dengan jumlah
paritas ≤ 1 atau >
3 yaitu 99 orang (78,0%) dibandingkan
dengan ibu yang jumlah paritasnya 2-3 yaitu 28 orang (22,0%). Hasil uji statistik
menunjukkan nilai Odds
Ratio (OR) = 1,5 tingkat kepercayaan
(CI) 95% yaitu 0,91-2,48 (Yulianti, Sjahruddin, & Tahir, 2017).
2. Kejadian Asfiksia
pada Bayi Baru Lahir
Hasil penelitian
diperoleh bahwa kejadian asfiksia pada bayi baru lahir
di RSUD Panembahan Senopati
Bantul DIY Tahun 2013 sebanyak
236 kasus atau mencapai 7.5% dan dari jumlah bayi yang mengalami asfiksia terdapat 2 bayi yang meninggal dunia (Waqar & Haque, 2012). Asfiksia
yang terjadi pada bayi baru lahir dapat
menyebabkan kerusakan otak dan kematian, karena disebabkan terjadinya hipoksia yang progresif, penimbunan CO2,
dan asidosis yang berlangsung
terlalu lama (Prawirohardjo, 2014).
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia
di RSUD Panembahan Senopati
Bantul DIY sebagian besar merupakan paritas I atau primigravida yaitu sebanyak 24 orang atau 64,9%. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kelompok ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia
pada kelahiran pertama lebih tinggi dibandingkan
kelahiran ke 2 sampai 4 (30,2%-17,2%). Kelompok ibu dengan kelahiran
> 4 lebih tinggi dibandingkan kelahiran 2-4 (30,2%-17,1%)
(Suriani Tahir et al., 2012).
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa primiparity merupakan
faktor resiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhad ap mortalitas asfiksia. Paritas I atau primigravida memiliki resiko karena secara medis
ibu kondisi ibu belum siap
(organ reproduksi) maupun secara mental (Purnamaningrum, 2010).
3. Ketuban Pecah
Dini (KPD) dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo, 2014). Hasil riset di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY diperoleh bahwa terdapat 2 atau 0,84% kematian bayi baru lahir
yang disebabkan oleh asfiksia
dari 236 populasi kasus yang terjadi pada Tahun 2013.
Berdasarkan hasil
penelitian ini diperoleh data bahwa seluruh bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar dilahirkan dari ibu dengan riwayat
ketuban pecah dini. Hasil Uji statistik dengan Chi Square dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian ketuban pecah dini dengan
kejadian asfiksia pada bayi baru lahir
di RSUD Panembahan Senopati
Bantul DIY periode Januari sampai Desember tahun 2013.
Asfiksia yang disebabkan
oleh ketuban pecah dini terjadi karena
adanya pengurangan cairan ketuban yang meningkatkan kompresi tali pusat dini
dan timbulnya berbagai perlambatan pada kerja jantung janin (Sukarni, 2014). Bila
terdapat gangguan pertukaran gas dari ibu ke janin
akan terjadi asfiksia pada janin (Maryunani & Puspita, 2013).
Hasil penelitian
ini juga menghasilkan nilai odds ratio yang menunjukkan
bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu dengan riwayat
ketuban pecah dini mempunyai resiko 5 kali lipat terhadap kejadian asfiksia dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu tanpa riwayat
ketuban pecah dini (Suriani Tahir et al., 2012). Hal ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kejadian asfiksia bayi baru lahir
pada ibu dengan ketuban pecah dini
lebih tinggi daripada ibu yang tidak mempunyai resiko (80,0% : 18,6%) yang bermakna secara statistik. Hasil penelitian juga mendukung teori yang menyatakan bahwa komplikasi yang paling sering terjadi pada KPD adalah sindrom distress pernapasan
(Respiratory Distress Syndrome) yang terjadi
pada 10-40% pada bayi baru lahir (Nugroho, 2010).
Berdasarkan hasil
penelitian yang ada, ketuban pecah dini
merupakan faktor penentu terjadinya asfiksia, sehingga ketuban pecah dini
dapat menjadi penentu kebutuhan resusitasi bayi baru lahir. Tujuan
tindakan perawatan terhadap bayi dengan
asfiksia adalah melancarkan kelangsungan pernapasan bayi. Sehingga hal ini
dapat berperan untuk mengurangi angka kematian bayi yang disebabkan oleh kejadian asfiksia bayi baru lahir
(Dinar Hasanah, 2017).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang
Ketuban Pecah Dini (KPD) sebagai determinan kejadian asfiksia pada bayi baru
lahir di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY tahun 2013
dapat disimpulkan bahwa persalinan dengan riwayat Ketuban Pecah Dini (KPD)
memiliki hubungan yang bermakna dengan kelahiran bayi dengan asfiksia. Besar risiko
terjadinya asfiksia bayi baru lahir pada riwayat persalinan ketuban pecah dini
adalah 5 kali lipat lebih besar dibandingkan pada bayi baru lahir dari ibu
tanpa riwayat ketuban pecah dini. Oleh karena nya
perlu dilakukan persiapan perawatan atau asuhan bayi
dengan asfiksia apabila ditemukan kasus KPD sehingga hal ini dapat
berperan untuk mengurangi angka kematian bayi yang disebabkan oleh kejadian asfiksia bayi baru
lahir.
Dinar Hasanah, Farida. (2017). Asuhan
Kebidanan Continuity Of Care Pada Ny. N Masa Hamil Sampai Dengan Keluarga
Berencana Di Bpm Siti Saudah, Polorejo, Ponorogo. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo. Diakses dari http://eprints.umpo.ac.id/3315/. Google
Scholar
Hanifah, Laila. (2019). Hubungan Antara
Faktor-Faktor Risiko Dengan Kejadian Plasenta Previa Di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Jambi Tahun 2014-2017. Universitas Unja. Diakses dari
https://repository.unja.ac.id/11850/. Google
Scholar
Kusumaningrum, Arie. (2011). Frekwensi
Nafas Bayi Yang Menggunakan Ventilator Sebelum Dan Sesudah Pronasi. Majalah
Keperawatan Nursing Journal Of Padjadjaran University, 12(2), 1�8. Google
Scholar
Lismiati, Lia, & Mufdlilah, Mufdlilah.
(2013). Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di
Rsu Pku Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Periode 2010-2012. Stikes�aisyiyah
Yogyakarta. Diakses dari �http://digilib.unisayogya.ac.id/1448/.
Google
Scholar
Maryunani, Anik, & Puspita, Eka.
(2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. CV. Trans Info
Media: Jakarta. Google Scholar
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Google
Scholar
Nugroho, Taufan. (2010). Kasus Emergency
Kebidanan: Untuk Kebidanan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Google
Scholar
Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Google
Scholar
Prianita, Anna Widi, & Cahyanti,
Ratnasari Dwi. (2011). Pengaruh Faktor Usia Ibu Terhadap Keluaran Maternal Dan
Perinatal Pada Persalinan Primigravida Di Rs Dr. Kariadi Semarang Periode Tahun
2010. Faculty Of Medicine. Diakses dari �http://eprints.undip.ac.id/32864/. Google
Scholar
Pudiastuti, Ratna Dewi. (2012). Asuhan
Kebidanan Pada Hamil Normal Dan Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika. Google
Scholar
Purnamaningrum, Yuliastieka. (2010).
Penyakit Pada Neonatus, Bayi Dan Balita. Jakarta: Egc. Google
Scholar
Rosiana, Heny, Sundari, Ana, & Ruspita,
Mimi. (2019). Identifikasi Ibu Bersalin Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian
Partus Prematurus Di Rsud Dr. H. Soewondo Kendal. Midwifery Care Journal,
1(1), 1�9. Google
Scholar
Sudarto, Sudarto, & Tunut, Tunut.
(2016). Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil Dengan Infeksi
Menular Seksual. Jurnal Vokasi Kesehatan, 2(2), 126�131. Google
Scholar
Sukarni, Icesmi. (2014). Patologi:
Kehamilan, Persalinan, Nifas, Dan Neonatus Resiko Tinggi. Manado: Nuha
Medika. Google
Scholar
Supriyanto, Yeyen, Paramashanti, Bunga
Astria, & Astiti, Dewi. (2018). Berat Badan Lahir Rendah Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-23 Bulan. Jurnal Gizi Dan Dietetik
Indonesia (Indonesian Journal Of Nutrition And Dietetics), 5(1),
23�30. Google
Scholar
Tahir, Rahmah. (2018). Risiko Faktor
Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum Daerah Sawerigading
Kota Palopo Tahun 2012. STIKES Mega Buana Palopo. https://osf.io/wsn58/. Google
Scholar
Tahir, Suriani, Seweng, Arifin, &
Abdullah, Zulkifli. (2012). Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini Di Rsud Syekh
Yusuf Kabupaten Gowa. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin. Diakses dari �https://docplayer.info/40953522-Faktor-determinan-ketuban-pecah-dini-di-rsud-syekh-yusuf-kabupaten-gowa.html.
Google
Scholar
Tanto, Chris, Liwang, Frans, Hanifati,
Sonia, & Pradipta, Eka Adip. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius, 329�330. Google
Scholar
Waqar, Talal, & Haque, K. (2012). Birth
Asphyxia: Brief Review Of Pathogenesis And Pragmatic Guidelines For Its
Management In Resource Limited Countries. Pakistan Paediatric Journal, 36(2),
61�69. Google
Scholar
Yulianti, Luli, Sjahruddin, Herman, &
Tahir, Bungatang. (2017). Implementasi Customer Relationship Management (Crm)
Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan Pengguna Smartphone Android Merek
Samsung. Surabaya: Universitas Brawijaya. Diakses dari
https://osf.io/preprints/inarxiv/dvb48/. Google
Scholar
Meli Deviana,
Agi Yulia Ria Dini, Dewi Rokhanawati (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |