Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
6, No. 6, Juni 2021
�
ANALISIS KUALITAS HIDUP
PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT WILAYAH CIREBON
Yully Awan Damayanti, Prih Sarnianto
Universitas Pancasila,
Jakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstract
Chronic Kidney Disease (PGK) is a thing that occurs in the kidneys in
progressive and irrefiable lands. PGK patients are
still in the spirit of obsessing from the predialysis
stage to hemodialysis. By assigning pgk which
children live the patient's perception of life. Same life (QoL) it is also
there is true or remain comfortable in his life could be a reference in the
self may be very good a terrace. This study instilates
to know energy in terms of sociodemography, socioeconomy, biophysiology, word
function, example, cap arising from disease, as well as factors that affect QoL
in stage 5 renal failure. This type of research is manaisional
with cross sectional method. Sampling using purposive sampling technique with
the number of 111 victims. The data collection is done by means of SF-36
questionnaire and data derived from medic records. This research method uses
The Wallis Kruskal test and the Generalized Linear Model (GLM). The results
showed there was no live rate among patients in each PGK stadium. The most
excellent variables for the condition of stadium PGK patients exist, income,
and marital status. It is wrong on the part of the hospital to have more and
more health services in good health care to patients or the spirit of patients
to improve the same name....
Keywords: quality of life; hemodialist
patients
Abstrak
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu keadaan penurunan fungsi ginjal secara perlahan-lahan yang bersifat progresif dan irreversible. Pasien PGK harus menjalani terapi pengobatan mulai dari tahap predialysis hingga hemodialysis. Terapi PGK yang berlangsung seumur hidup akan mempengaruhi persepsi pasien terhadap kualitas hidupnya. Kualitas hidup (QoL) adalah keadaan seseorang mendapatkan kepuasan atau tetap merasa nyaman dalam kehidupannya sehingga dapat dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan suatu terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien dari segi sosiodemografi, sosioekonomi, biofisiologi, kemampuan fungsional, ketidakmampuan, kekhawatiran yang timbul akibat penyakit, serta mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada QoL di stadium 5 gagal ginjal. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah pasien sebanyak 111 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner SF-36 dan data yang berasal dari rekam medis pasien. Metode Penelitian ini menggunakan uji Kruskal Wallis dan Generalized Linier Model (GLM). Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan kualitas hidup antar pasien di setiap stadium PGK. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien PGK adalah kategori stadium, penghasilan, dan status pernikahan. Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar lebih memperhatikan dan mengoptimalkan pelayanan kesehatan dengan memberikan dukungan atau semangat pada pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Kata Kunci: kualitas hidup; pasien hemodialysis
Pendahuluan
Ginjal merupakan organ vital yang berfungsi mengendalikan keseimbangan air dan ion dengan mengatur ekskresi air, natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, fosfat, dan zat lain, serta mengatur status asam basa tubuh (Jameson & Loscalzo, 2013). Oleh karena itu, Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu kondisi kesehatan yang sangat serius yang dapat dimulai dengan gejala ringan dan samar sehingga sering tidak terdeteksi pada tahap awal namun bersifat progresif dan irreversible. Penyakit ginjal kronis yang merupakan kerusakan struktur fungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan menyebabkan tubuh gagal untuk membuang racun produk sisa dari darah. Penyakit ini ditandai dengan adanya protein dalam urin (proteinuria/albuminuria) atau penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LGF) yang sekaligus menunjukkan derajat kerusakan ginjal (Zadeh, 2010).
Menurut data The United States Renal Data System (USRDS), pada Januari 2016 lebih dari 660.000 penduduk Amerika Serikat (AS) dirawat karena gagal ginjal. Dari jumlah tersebut, 468.000 pasien menjalani terapi dialisis dan lebih dari 89.000 pasien dengan PGK stadium akhir meninggal setiap tahunnya (Registry, 2015). Di Taiwan tercatat bahwa prevalensi PGK mengalami peningkatan yang signifikan dari 2.111 orang pada 2005, menjadi 2.926 orang pada 2012 (Jameson & Loscalzo, 2013). Di Indonesia, insidensi PGK juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2015, jumlah pasien baru (pasien yang pertama kali menjalani dialisis) mengalami kenaikan 5 kali lipat dibandingkan pada 2007 (Murphy, B., 2016).
Pada PGK stadium 5, pasien mengalami gangguan berkurangnya kenyamanan, penurunan status gizi, serta terjadi homeostatis air dan elektrolit dapat mengarahkan pasien pada sindrom uremik. Keadaan ini akan berakhir pada kematian kecuali jika dilakukan terapi sulih ginjal (dialisis atau transplantasi). Dialisis meliputi hemodialysis dan peritoneal dialysis (Registry, 2015). Hemodialisis mampu mencegah kematian pada pasien gagal ginjal kronis, namun tetap tidak dapat menyembuhkan ataupun mengimbangi aktivitas metabolik ginjal yang sebenarnya. Proses terapi yang lama, biaya yang mahal, serta membutuhkan restriksi cairan dan juga diet membuat pasien kehilangan banyak hal. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan turunnya kualitas hidup (QoL) pasien PGK. Dalam dunia kesehatan, kualitas hidup terkait kesehatan (HRQoL) berfungsi sebagai bagian integral dalam mengevaluasi efektivitas pengobatan dan menilai hasil kesehatan dari pasien dengan penyakit kronis. Evaluasinya memungkinkan munculnya penyesuaian keputusan medis terhadap kebutuhan fisik, emosional, dan sosial pasien tersebut (Dipiro, JT., 2017).
Short Form 36
(SF-36) merupakan suatu
instrument yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi kualitas hidup pada berbagai kondisi kesehatan termasuk penderita PGK. Instrumen ini terdiri dari
2 komponen dasar yaitu komponen fisik dan mental yang kemudian terbagi menjadi 8 dimensi kualitas hidup. Dimensi tersebut meliputi fungsi fisik, keterbatasan
akibat masalah fisik, perasaan sakit atau nyeri,
kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan akibat masalah emosional, dan kesehatan mental (Kallenbach, 2020).
Sumber informasi media cetak dan elektronik yang penulis dapatkan di wilayah Cirebon, belum ada penelitian yang membahas kualitas hidup pada pasien hemodialisis PGK. Berdasarkan latar belakang diatas dan fenomena yang muncul, maka penelitian ini difokuskan pada penilaian kualitas hidup pasien hemodialisis PGK menggunakan instrumen yang valid dan terstruktur seperti Short Form-36 (SF-36).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien dari segi sosiodemografi, sosioekonomi, biofisiologi, kemampuan fungsional, ketidakmampuan, kekhawatiran yang timbul akibat penyakit, serta mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada QoL di stadium 5 gagal ginjal. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode cross sectional
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan metode case control study pada kelompok hemodialisis dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan pada bagian rekam medik, ruang hemodialisa di Rumah Sakit TK III Ciremai Denkesyah 03.04.03 Cirebon dan Rumah Sakit Sumber Waras Cirebon. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan penyakit gagal ginjal kronis yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Rumah Sakit TK III 03.06.01 Ciremai Denkesyah 03.04.03 Cirebon dan Rumah Sakit Sumber Waras Cirebon. Metode pengambilan sampel menggunakan tehnik purposive sampling. Sampel adalah seluruh pasien stadium 5 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner terstruktur HRQoL SF-36, sedangkan data sekunder menggunakan rekam medik pasien PGK periode April 2017 hingga Agustus 2018. Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil dan Pembahasan
A.
Karakteristik Sosiodemografi
Usia pasien PGK paling banyak terdapat pada rentang 40-49 tahun, yaitu 32 orang (31.9%). Menurut
(I., 2011)
seiring bertambahnya usia, fungsi ginjal
akan semakin menurun. Setelah usia 40 tahun, Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun
sekitar 10 ml/menit sehingga pada usia 70 tahun GFR telah menurun sekitar 30 ml/menit. Penurunan fungsi ginjal pada penuaan ini bersifat
irreversible (Chan et al., 2014).
Proses penuaan juga diperparah
oleh faktor klinis yang menjadi faktor resiko terjadinya penyakit gangguan ginjal. Faktor klinis yang dimaksud adalah penyakit kronis yang diderita seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, penyakit kardio vaskuler, dan lain-lain (Mallappallil, M., Friedman, E.A., Delano, B.G., McFarlane, S.I., dan
Salifu, 2014).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Aroem, Maliya, & Ambarwati, 2015) bahwa sebagian besar kelompok usia pasien penderita PGK yang menjalani hemodialisa adalah 41-50 tahun. Pada kategori jenis kelamin, perempuan merupakan responden tertinggi. Responden jenis kelamin laki-laki 88 orang (48.4%), sedangkan perempuan 94 orang (51.6%).
Berdasarkan kategori pendidikan,
responden pada kelompok sekolah menengah (SMP-SMA) berada di peringkat teratas, yaitu 78 orang (70.3%). Menurut penelitian yang dilakukan (Yuliaw, 2009), pada penderita PGK yang memiliki
pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas, sehingga
memungkinkan pasien dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang
dihadapi mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai
perkiraan yang lebih tepat dalam mengatasi penyakitnya, serta mudah mengerti
tentang apa yang dianjurkan oleh para petuga kesehatan.
Berdasarkan jenis pekerjaan, terdapat 28 responden yang tidak memiliki pekerjaan, 21 responden wiraswasta (pedagang), 17 responden karyawan pabrik, 29 responden buruh/pekerjaan tidak tetap, dan 15 responden profesional. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan (Butar-Butar & Siregar, 2013), bahwa berbagai jenis pekerjaan akan dapat mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit. Kejadian gagal ginjal bisa terjadi karena faktor pekerjaan yang tanpa disadari menuntun ke arah gaya hidup tidak sehat seperti stres, kelelahan, konsumsi minuman suplemen, makanan yang mengadung pengawet, serta kurangnya minum air putih dapat menjadi faktor pemicu (Notoatmodjo, 2012).
B. Karakteristik Sosioekonomi
Berdasarkan status pernikahan, sebanyak 94 orang (84,7%) menikah, 4 orang (3,6%) pernah menikah, dan 13 responden (11,7%) belum menikah. Penelitian oleh Martono dalam (Dewi & Anita, 2015) menyebutkan bahwa keluarga memiliki tuntutan lebih kuat dibanding tenaga medis karena hubungan kekerabatannya. Dukungan sosial dan partisipasi aktif dari keluarga sangat penting untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.
Hal penghasilan terlihat bahwa sebagian besar responden berpenghasilan sangat minim. Hal ini tentunya dapat menyulitkan akses responden dalam mendapatkan edukasi yang layak yang bermanfaat bagi kesehatannya. Semakin kecil pendapatkan, maka semakin sulit untuk mendapatkan akses pekerjaan dan pendidikan. Pada kategori jenis Rumah Sakit, sebanyak 62 responden (55,9%) berasal dari Rumah Sakit privat dan sisanya sebanyak 49 responden (44,1%) berasal dari Rumah Sakit publik. Dalam penelitian ini, jenis Rumah Sakit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah responden. Hal ini dikarenakan kedua Rumah Sakit tersebut meskipun berbeda kepemilikan (publik dan privat), namun sama-sama bertipe B dan menggunakan BPJS sebagai rujukan utama pembiayaan.
C. Karakteristik Biofisiologis
Keadaan malnutrisi umum dijumpai pada pasien PGK tingkat lanjut. Malnutrisi ditandai dengan berkurangnya nilai IMT pasien PGK secara signifikan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan keadaan malnutrisi pada pasien, antara lain penurunan napsu makan, diet yang tidak tepat, ataupun adanya penyakit komorbid (Stolic et al., 2010). Namun pada pasien PGK tahap awal (pre dialisis), penurunan IMT jarang terjadi. Hal ini dikarenakan pasien masih belum menyadari perkembangan penyakit yang diderita di masa depan. Perasaan cemas, stres, dan depresi yang dapat mempengaruhi pola makan masih belum muncul. Oleh sebab itu, dapat dilihat bahwa kecenderungan IMT responden adalah normal hingga gemuk. Kondisi kegemukan lebih banyak muncul pada wanita sebesar 16 responden (14,4%), sedangkan laki-laki sebanyak 6 responden (5,4%). Pada Stadium 5 PGK (Grup B) memiliki 6 responden obesitas (5,4%). Hal ini karena peneliti mudah bertemu mereka karena adanya jadwal kontrol cuci darah yang sudah pasti (2-3 kali dalam seminggu).
Pada variabel lama menderita adalah waktu yang dimulai saat pasien terdiagnosa PGK stadium 5 hingga waktu pada saat peneliti menggambil data. Pada kategori 0-1 tahun ada 39 responden (35,2%), Pada kategori 1-2 tahun ada 22 responden (19,8%)dan pada kategori �tidak ada� atau tidak menderita PGK, ada 50 responden (45,0%) proporsi. Menurut penelitian (Ananta, K.S. Mardiyanto, 2014), rentang waktu menjalani sakit gagal ginjal kronik sangat berpengaruh terhadap keadaan dan kondisi pasien baik fisik maupun psikisnya. Pada umumnya, semakin lama seseorang menderita PGK, maka kualitas hidupnya berada di kategori sedang hingga baik. Karena pasien sudah mampu beradaptasi dengan kondisi tubuhnya.
Untuk variabel komorbid, yang dimaksud dengan kategori tidak ada adalah responden (baik kelompok kasus maupun kontrol) yang tidak memiliki penyakit penyerta. Dalam hal ini peneliti menggambil beberapa penyakit degeneratif yang sering dijumpai sebagai faktor resiko PGK di Rumah Sakit tempat peneliti mengambil data. Penyakit tersebut adalah diabetes mellitus, hipertensi, dan ACDV (Atherosclerosis Cardiovascular Disease). Dalam variabel ini, responden yang kategori tidak ada komorbid ada 55 orang yang memiliki hanya 1 jenis komorbid sebanyak 31 orang, kategori memiliki 2 komorbid ada 15 orang, dan kategori responden yang memiliki lebih dari 2 komorbid ada 9 orang. Menurut (Farida, 2010) untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup seseorang maka dapat diukur dengan mempertimbangkan keadaan status fisik, psikologis, sosial, dan kondisi penyakit.
D. Karakteristik Responden di 8 Domain QoL SF-36
Berdasarkan hasil survei menggunakan kuesioner SF-36, diperoleh data bahwa dalam kategori kesehatan fisik sebesar 72,1% responden
atau 80 responden dari total 111 menjawab bahwa kondisi kesehatannya secara umum adalah baik.
Hal serupa dapat dilihat pada domain kesehatan
mental dimana sebesar 52 responden atau 46,82% dari proporsi, menjawab bahwa kondisi kesehatan mentalnya ada pada kategori sedang.
Dengan demikian, meskipun gagal ginjal merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan waktu lama dalam pengobatan, biaya yang mahal, dan lain sebagainya,
namun dengan sikap disiplin dalam berobat atau melakukan hemodialisa, maka
pasien PGK tetap masih bisa merasakan kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya
sehari-hari.
E. Hubungan Karakteristik Pasien PGK dengan Kualitas
Hidup
1.
Hubungan Faktor Sosiodemografi
dengan Stadium PGK
Berdasarkan hasil uji bivariat dengan Uji Mann Whitney untuk usia antara grup A dan B diperoleh
nilai signifikansi (sig 0,05) = 0,05 sehingga disimpulkan bahwa ada perbedaan antara usia terhadap status
PGK. Menurut (I., 2011),
setelah usia
40 tahun, Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun sekitar 10 ml/menit sehingga pada usia 70 tahun GFR telah menurun sekitar
30 ml/menit. Penurunan fungsi ginjal pada penuaan ini bersifat
irreversible (Chan et al., 2014).
Proses penuaan juga diperparah
oleh faktor klinis yang menjadi faktor resiko terjadinya penyakit gangguan ginjal. Faktor klinis yang dimaksud adalah penyakit kronis yang diderita seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, penyakit kardio vaskuler, dan lain-lain (Mallappallil, M., Friedman, E.A., Delano, B.G., McFarlane, S.I., dan
Salifu, 2014).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
(Aroem et al., 2015)
bahwa sebagian besar kelompok usia pasien penderita
PGK yang menjalani hemodialisa
adalah 41-50 tahun.
Pada kategori jenis kelamin, perempuan merupakan responden tertinggi. Responden jenis kelamin laki-laki 43 orang (38.7%), sedangkan perempuan 68 orang (61.3%). Berdasarkan jenis kelamin antara grup A dan B diperoleh nilai signifikansi (sig =0,013) <0,05 sehingga disimpulkan bahwa ada perbedaan antara jenis terhadap status PGK. Namun peneliti berpendapat bahwa jenis kelamin tidak meningkatkan resiko terkena PGK. Karena setiap orang memiliki resiko yang sama untuk mengalami penyakit ini. Semua bergantung dari kebiasaan pola hidup masing-masing.
Tabel 1
Hubungan
Faktor Sosiodemografi dengan Stadium PGK
Faktor Sosiodemografi |
Grup A |
Grup B |
P value |
Usia |
|
|
0,05 |
Rerata |
40.62 |
56.45 |
|
� < 30 tahun � 30-39 tahun � 40-49 tahun � 50-59 tahun � ≥ 60 tahun |
23.67 34.5 43.54 53.67 63 |
23.5 34.43 46.25 54.53 64 |
|
Jenis kelamin |
|
|
0,013 |
Laki-laki |
11 |
32 |
|
Perempuan |
40 |
28 |
|
Pendidikan |
|
|
0,450 |
Tidak Sekolah-SD |
7 |
14 |
|
Sekolah Menengah (SMP- SMA) |
34 |
44 |
|
Perguruan Tinggi |
10 |
2 |
|
Pekerjaan |
|
|
0,000 |
Tidak Ada |
21 |
7 |
|
Buruh (Pekerja tidak tetap) |
8 |
21 |
|
Swasta (Karyawan Pabrik) |
17 |
0 |
|
Wiraswasta (Penjualan) |
0 |
21 |
|
Manager/Profesional |
4 |
11 |
|
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2021
Responden dengan
jenjang pendidikan perguruan tinggi menempati proporsi terendah pada stadium 5
(grup B) dan tidak bersekolah pada kontrol (grup A). Di grup A pun pendidikan
tinggi masih dianggap proporsinya rendah. Hasil Uji Mann Whitney antara grup A
dan B diperoleh nilai signifikasi (sig =0,450) > 0,05 sehingga� disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara
pendidikan terhadap status PGK. Namun demikian pendidikan sedikit banyak
mempengaruhi seseorang dalam menjalankan pola hidup sehari-hari. Orang dengan
pendidikan tinggi cenderung lebih terbuka terhadap informasi dan tidak sulit
dalam mencerna instruksi kesehatan yang diberikan tenaga medis. Pada tingkatan
SMP-SMA,
jumlah responden yang menderita PGK stadium 5 (grup B) lebih banyak daripada
responden yang tidak sekolah, hal ini diduga berkaitan dengan faktor jenis
pekerjaan.
Peneliti
menemukan kenyataan di lapangan bahwa, orang dewasa dengan tingkat pendidikan
rendah (tidak sekolah-SD) cenderung tidak memiliki pekerjaan dan memiliki tingkat
pengetahuan yang minim terhadap kesehatan. Sedangkan orang dengan pendidikan
tinggi umumnya memiliki pekerjaan yang lebih baik, pengetahuan yang banyak dan
lebih waspada terhadap kesehatan dirinya. Hal ini dibuktikan dari data bahwa
responden yang bekerja sebagai profesional menduduki peringkat terakhir dalam
hal jumlah penderita gagal ginjal kronis. Sedangkan responden penderita PGK
terbesar ada pada kategori tidak bekerja.
2. Hubungan Faktor Sosioekonomi dengan Stadium PGK
Tabel 2
Hubungan Faktor
Sosioekonomidengan Stadium PGK
Faktor Sosioekonomi |
Grup A |
Grup B |
P value |
Pernikahan |
|
|
0,058 |
Belum Menikah |
3 |
10 |
|
Menikah |
47 |
47 |
|
Pernah Menikah (Janda/Duda) |
1 |
3 |
|
Penghaslan |
|
|
0,342 |
< 1 juta |
16 |
25 |
|
1-3 juta |
23 |
25 |
|
> 3-4 juta |
10 |
8 |
|
> 4 juta |
1 |
2 |
|
Jenis Rumah Sakit |
|
|
|
Rumah Sakit publik |
25 |
24 |
|
Rumah Sakit privat |
25 |
37 |
|
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2021
Hasil Uji Mann Whitney dari status pernikahan antara grup A dan B diperoleh nilai
signifikansi (sig=0,058) > 0,05 sehingga �disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan antara status pernikahan terhadap status PGK
Responden sebagian telah menikah.
Sisanya 10 responden di grup B dan 3 responden di grup A belum menikah
dan 3 orang di grup B dan 1 orang di grup A adalah duda
karena kematian pasangan. Orang yang sudah menikah cenderung memiliki banyak tuntutan dalam hidup, sehingga mengharuskan responden bekerja keras agar bisa menafkahi keluarganya. Hal ini dapat menjadi salah satu pemicu kenaikan
populasi pasien PGK, dimana org yang terlalu giat bekerja seringmengabaikan
jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi. Untuk menambah semangat, mereka sering meminum
obat atau jamu anti pegal linu, konsumsi makanan tinggi garam, dan juga minuman penambah energi. Pola hidup demikian lambat laun akan berujung
pada kasus gagal ginjal.
Faktor penghasilan erat
kaitannya dengan jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan. Pada umumnya semakin rendah tingkat pendidikan akan semakin berat pekerjaan
(pekerjaan yang mengandalkan fisik, bukan intelektual),
maka akan semakin minim upah yang didapat. Semakin minim upah yang didapat, maka kesempatan responden untuk memiliki pola hidup
sehat akan semakin kecil. Responden dengan
penghasilan di bawah Rp. 3.000.000,- menempati proporsi tertinggi dalam status stadium gagal ginjal kronis. Sementara responden
dengan penghasilan lebih tinggi, mempunyai
cukup biaya untuk dapat mengatur
pola hidupnya agar lebih sehat. Hasil uji Mann Whitney penghasilan antara grup A
dan B diperoleh nilai signifikansi ( sig =0,342) > 0,05 sehingga� disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan antara penghasilan terhadap status PGK
Pemilihan Rumah Sakit oleh responden di penelitian ini sebenarnya tidak memberikan pengaruh yang cukup bermakna terhadap pengobatan PGK. Hal ini disebabkan kedua Rumah Sakit sama-sama menggunakan sistem BPJS dalam pembiayaan pengobatan. Peneliti juga melakukan wawancara dengan dokter penanggungjawab ruangan hemodialisa dan rawat jalan, hasilnya kedua Rumah Sakit telah menerapkan KDIGO (Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease) sebagai tatalaksana pengobatan PGK. Sehingga satu-satunya yang mempengaruhi selisih besar responden yang berobat di Rumah Sakit Ciremai dan Rumah Sakit Sumber Waras hanya berdasarkan jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan pasien dari rumah ke Rumah Sakit. PGK merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengobatan seumur hidup, dengan intensitas berobat 2-3 kali dalam seminggu oleh pasien, maka dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk biaya operasional. Oleh sebab itu pemilihan Rumah Sakit oleh pasien adalah Rumah Sakit dengan jarak yang terdekat dari rumah mereka.
3.
Hubungan Faktor Biofisiologis
dengan Stadium PGK
Berdasarkan hasil uji Mann Whitney dapat disimpulkan bahwa Index Massa Tubuh (IMT) antara grup A dan B diperoleh nilai signifikansi (sig=0,837) > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara IMT terhadap status PGK. Salah satu indikator status gizi pada pasien yang menderita PGK adalah masa tubuh yang dinilai dari IMT. Pada penderita PGK, prevalensi malnutrisi meningkat secara progresif sejalan dengan hilangnya fungsi ginjal. Akan tetapi hal yang berbeda diperoleh pada responden penelitian ini, dimana sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan mengalami obesitas (Grup B). Berdasarkan data pasien pada Grup B sudah mulai bisa menerima kondisi kesehatannya dan juga merasa tidak punya pilihan untuk bertahan hidup selain melakukan cuci darah secara teratur.
Tabel 3
Hubungan Faktor Biofisiologis
dengan Stadium PGK
Faktor Biofisiologis |
Grup A |
Grup B |
P value |
Indeks Massa Tubuh (IMT) |
|
|
0,837 |
Laki-laki |
|
|
|
Normal |
21.92 |
22.06 |
|
Gemuk |
25.42 |
26.18 |
|
Obesitas |
0 |
40.27 |
|
Perempuan |
|
|
|
Normal |
21.28 |
21.38 |
|
Gemuk |
24.58 |
25.29 |
|
Obesitas |
27.68 |
27.87 |
|
Lama menderita |
|
|
0,000 |
Tidak ada |
50 |
0 |
|
0-1 tahun |
0 |
38 |
|
1-2 tahun |
0 |
22 |
|
Komorbid |
|
|
0,000 |
Tidak Ada |
50 |
5 |
|
1 Komorbid |
0 |
31 |
|
2 Komorbid |
0 |
15 |
|
> 2 Komorbid |
0 |
9 |
|
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2021
Berdasarkan hasil dan pemantauan
data rekam medik, peneliti mengasumsikan bahwa komorbid dan gagal ginjal saling mem-pengaruhi. Komorbid dapat menyebabkan gagal ginjal, dan gagal
ginjal dapat me-nyebabkan komorbid.
Dalam penelitian ini pasien PGK setidaknya memiliki 1 jenis komorbid, adapun bagi pasien
yang tidak memiliki komorbid jumlahnya masih sangat sedikit. Hasil Uji Mann Whitney komorbid antara
grup A dan B diperoleh nilai signifikansi (sig =0,000) < 0,05 sehingga� disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara komorbid terhadap status PGK
4. Hubungan Kualitas Hidup dengan Stadium PGK
Hasil uji Mann Whitney pada hubungan antara kualitas hidup dengan
stadium PGK diperoleh nilai P value 0,000 (< 0,05) sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan kualitas
hidup pada domain fungsi fisik, domain keterbatasan peran akibat kesehatan fisik, domain perasaan nyeri, domain kesehatan umum, domain
vitalitas, domain fungsi sosial, domain keterbatasan peran akibat masalah
emosi, dan
pada domain kesejahtraan mental.
F. Analisis Multivariat
Pada penelitian ini untuk melakukan analisis multivariat, digunakan analisis Generalized Multilinier Model (GLM). Model ini dipilih karena dapat menggabungkan beberapa variabel independen dengan variabel dependen dalam waktu bersamaan, sehingga dapat diketahui variabel independen manakah yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Dari hasil GLM didapatkan 3 variabel independen yang signifikan, yaitu stadium, penghasilan, dan usia. Berdasarkan hipotesis, variabel yang tidak signifikan (menerima Ho), maka nilai koefisiennya dianggap = 0, sehingga terbentuklah model persamaan seperti di bawah ini:
Y= 3,014+(-1,039) *Stadium+0,541*Penghasilan+(-0,510) *usia
Keterangan:
Y adalah kualitas hidup
Tabel 4
Hasil Uji Generalized
Multilinier Model
Variabel |
B |
SE |
p |
Model Akhir |
|||
(Constant) |
3,014 |
0,2834 |
0,000 |
Stadium |
-1,039 |
0,1261 |
0,000 |
Penghasilan |
0,541 |
,2061 |
0,009 |
usia |
-0,510 |
0,1959 |
0,009 |
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2021
Persamaan GLM di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Konstanta
sebesar 3,014, artinya jika stadium sebesar 0,
penghasilan sebesar 1,
pendidikan sebesar 1 dan usia sebesar 1, maka
kualitas hidup adalah sebesar 3,045.
2.
Koefisien
GLM variabel stadium sebesar -1,039, artinya jika
variabel independen lainnya tetap dan stadium mengalami kenaikan sebesar
1, maka kualitas hidup akan mengalami penurunan sebesar 1.039. Koefisien
bernilai negatif artinya terjadi hubungan yang berlawanan antara stadium dengan
kualitas hidup, semakin naik nilai kode stadium maka kode kualitas hidup juga
akan semakin turun.
3.
Koefisien
GLM variabel penghasilan sebesar 0.541, artinya jika variabel independen
lainnya tetap dan penghasilan mengalami kenaikan
sebesar 1, maka kode kualitas hidup akan sebesar 0.541. Koefisien bernilai
positif artinya terjadi hubungan searah (positif) antara penghasilan dengan
kualitas hidup semakin naik nilai kode penghasilan maka kode kualitas
hidup akan semakin naik.
4.
Koefisien
GLM variabel usia sebesar -0.510, artinya jika
variabel independen lainnya tetap dan status usia mengalami kenaikan
sebesar 1, maka kode kualitas hidup akan mengalami penurunan sebesar -0.510. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi
hubungan berlawanan antara usia dengan kualitas hidup semakin naik nilai kode usia maka kode kualitas
hidup akan turun.
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik sosiodemografi, sosioekonomi dan biofisiologis terhadap kualitas hidup pasien PGK. Terdapat perbedaan kualitas hidup pada 4 domain fungsi fisik dan 4 domain fungsi mental antara pesien PGK stadium 0 (Grup A) dan stadium 5 (Grup B). Jenis stadium, penghasilan, dan usia, merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup penderita PGK di Rumah Sakit wilayah Cirebon.
Ananta, K.S. Mardiyanto, Y. (2014). Studi
Deskriptif Gaya Hidup Dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Terapi Hemodialisa Di Rsud Kraton Kabupaten Pekalongan. UNSPECIFIED
thesis. Diakses dari repository.ugm.ac.id Google
Scholar
Aroem, Hari Ratna, Maliya, Arina, &
Ambarwati, Rina. (2015). Gambaran Kecemasan Dan Kualitas Hidup Pada Pasien
Yang Menjalani Hemodialisa. Skripsi Thesis. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/view/subjects/X.html . Google
Scholar
Butar-Butar, Aguswina, & Siregar,
Cholina Trisa. (2013). Karakteristik Pasien Dan Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Departemen Keperawatan
Dasar Dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan: Universitas Sumatera Utara,
3�6. Google
Scholar
Chan, Joseph, Bajnath, Anil, Fromkin, Beth,
Haine, Debbie, Paixao, Rute, Sandy, Dianne, Rhandhawa, Umair, Wang, Fei, &
Braun, Mauro. (2014). Ketorolac Prescribing Practices In An Acute Care Hospital
And The Incidence Of Acute Renal Failure. World Journal Of Nephrology And
Urology, 3(3), 113�117. Google
Scholar
Dewi, Sufiana Puspita, & Anita, Diyah
Candra. (2015). Hubungan Lamanya Hemodialisa Dengan Kualitas Hidup Pasien
Gagal Ginjal Di Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Stikes�aisyiyah Yogyakarta.
Google
Scholar
Dipiro, Jt., Et Al. (2017). Pharmacotherapy
� A Pathophysiologic Approach 10th Ed. United States Of America: The
Mcgraw-Hill Companies. Google
Scholar
Farida, Anna. (2010). Pengalaman Klien
Hemodialisis Terhadap Kualitas Hidup Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Di Rsup
Fatmawati Jakarta. Jurnal Keperawatan Universitas Indonesia. Diakses dari http://journal.ui.ac.id/
Google
Scholar
I., Alam S. &. Hadibroti. (2011). Gagal
Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka. Google
Scholar
Jameson, J. Larry, & Loscalzo, Joseph.
(2013). Harrison Nefrologi Dan Gangguan Asam Basa. Jakarta: Egc. Google
Scholar
Kallenbach, Judith Z. (2020). Review Of
Hemodialysis For Nurses And Dialysis Personnel-E-Book. Elsevier Health
Sciences. Google
Scholar
Mallappallil, M., Friedman, E.A., Delano,
B.G., Mcfarlane, S.I., Dan Salifu, M. O. (2014). Chronic Kidney Disease In
The Elderly: Evaluation And Management, Clinical Practice. London: England.
Google
Scholar
Murphy, B., Et Al. (2016). Artikel
Penelitian Jurnal Keperawatan Sriwijaya. Australia: Journal Australian
Whoql-100, Whoql- Bref And Cawhoql Instruments, 3(2). Google
Scholar
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi
Kesehatan & Ilmu Perilaku. In Jakarta: Rineka Cipta. Google
Scholar
Registry, (2015). 8th Report Of
Indonesian Renal Registry. Tim Indonesian Renal. Google
Scholar
Stolic, Radojica V, Trajkovic, Goran Z., Peric,
Vladan M., Stolic, Dragica Z., Sovtic, Sasa R., Aleksandar, Jovanovic N., &
Subaric-Gorgieva, Gordana Dj. (2010). Impact Of Metabolic Syndrome And
Malnutrition On Mortality In Chronic Hemodialysis Patients. Journal Of Renal
Nutrition, 20(1), 38�43. Google
Scholar
�
Yuliaw, Anny. (2009). Hubungan
Karakteristik Individu Dengan Kualitas Hidup Dimensi Fisik Pasien Gagal Ginjal
Kronik Di Rs Dr. Kariadi Semarang. Google
Scholar
Zadeh, Kk. (2010). Quality Of Life In
Patients With Chronic Renal Failure [Online]. J Nephrol. Google
Scholar
Yully Awan Damayanti, Prih Sarnianto (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |