�������� ������������������������������ Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849

����������� e-ISSN : 2548-1398

����������� Vol. 3, No 2 Februari 2018

 

 


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DALAM PENANGGULANGAN VIRUS HIV DAN AIDS DI KABUPATEN KUNINGAN

 

Figih Pratama

Universita Islam Al-Ihya Kuningan

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian berjudul Implementasi Kebijakan Penanggulangan Virus HIV dan AIDS di Kabupaten Kuningan bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan belum efektifnya implementasi kebijakan penanggulangan virus HIV/AIDS dan bagaimana peran dari faktor-faktor tersebut. Penelitian ini bermetodekan kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terhadap informan kunci yang merupakan pejabat eselon pada beberapa lembaga yaitu Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan Klinik VCT Puskesmas Cilimus Kabupaten Kuningan. Guna menjaga keabsahan data peneliti kemudian melakukan triangulasi terhadap sumber data. Triangulasi dilakukan peneliti dengan menginformasikan keterangan yang diberikan kepada pihak lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa timbulnya permasalah dari dampak negatif keberadaan tempat hiburan di berbagai lokasi yang saat ini sudah cukup memberikan persoalan bagi pihak masyarakat, pemerintah dan LSM di Kabupaten Kuningan. Bila tidak ada peraturan yang jelas bagi penggulangan HIV dan AIDS diperkirakan di tahun-tahun yang akan datang akan manmabah beban pihak yang terkait. Uraian tersebut merupakan dampak tidak efektifnya implementasi kebijakan penanggulangan virus HIV dan AIDS dimana kurangnya sinergitas antara pemangku kebijakan terhadap program-program yang dijalankan sebagai visi jangka panjang Kabupaten Kuningan. Faktor ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, komunikasi antarorganisasi, karakteristik agen pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial, politik dan sikap/disposisi pelaksana menjadi faktor yang menyebabkan tidak efektifnya implementasi kebijakan penanggulangan virus HIV dan AIDS di Kabupaten Kuningan.

 

Kata Kunci: Kebijakan, Sistem Informasi, Virus HIV

 

Pendahuluan

HIV/AIDS adalah masalah besar bagi seluruh negara dunia. AIDS sendiri merupakan kependekan dari acquired Immune Deficiency Syndrome atau bisa dikatakan sebagai penurunan daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus Human Immunodeviciency Virus (Djoerban dan Djazuli: 2006). Pada kasus ini seseorang yang telah terkena AIDS akan cenderung peka terhadap berbagai infeksi kuman apapun karena kekebalan tubuh yang melemah. Bahkan, penulis mendapati bahwa penderita AIDS juga cenderung peka terhadap infeksi kuman yang tidak terlalu berbahaya. Infeksi yang tidak terlalu berbahaya sebagaimana yang telah disebut di atas disebut juga dengan infeksi oportunistik. Infeksi ini umumnya timbul akibat sentuhan mikroba yang berasal dari luar dan dalam tubuh manusia, yang dimana, dalam keadaan normal sentuhan tersebut tidaklah berbahaya dan dapat dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat (Yunihastuti: 2005).

UNAIDS, Badan WHO yang menangani AIDS menyebutkan bahwa, kurang lebih jumlah ODHA di dunia per Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang. Di seperti masa sekarang, negara dunia tidak ada yang bisa lepas dari ancaman HIV/AIDS. Ancaman HIV/AIDS sendiri tidak hanya dilingkup kesehatan, namun juga pembangunan negara, pendidikan, sosial, ekonomi hingga kemanusiaan. Dari sini penulis dapat berkesimpulan bahwa HIV/AIDS adalah sesuatu yang menyebabkan krisis multidimensi.

Sebagaimana yang telah disampaikan di atas, AIDS adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh virus HIV dan memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan progresif dengan sedikit atau bisa tanpa gejala. Kegagalan progresif sistem kekebalan tubuh, menyebabkan terjadinya berbagai infeksi dan tumor. Virus HIV inilah yang kemudian menghancurkan sel-sel tubuh, setelah itu berbagai virus dan kuman dapat menyerang tubuh manusia.

HIV/AIDS tidak hanya mengancam orang dewasa, melainkan juga anak-anak. Di dunia, setiap hari lebih dari 5.000 kaum muda berusia 15-24 tahun terjangkit HIV, dan 1.400 anak usia 15 tahun ke bawah diperkirakan meninggal akibat komplikasi AIDS. 15 juta anak di dunia telah kehilangan orang tua karena AIDS. Meskipun demikian, sebagian besar kaum muda tidak mengetahui bagaimana cara menghindari penyakit ini, baik yang tinggal di negara dengan pervalensi tinggi di Afrika sub-Sahara maupun di kawasan lain karena HIV/AIDS mulai menyebar.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pebentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penggulangan HIV dan AIDS di Daerah pada dasarnya yaitu:

1)   Penanggulangan HIV/AIDS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan secara terpadu dengan Program Pemberdayaan Masyarakat yang ada dengan prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas, serta mencerminkan nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia.

2)   Program sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah terkait memberdayakan masyarakat agar mau, tahu, dan menanggulangi HIV/AIDS.

3)   Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melibatkan masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, kelompok masyarakat, Kader Pemberdayaan Masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, swasta, ODHA, OHIDHA, dan sebagainya.

4)   Penanggulangan HIV/AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menitikberatkan pada semua aspek penanggulangan HIV dan AIDS sesuai dengan peran masing-masing, termasuk pencegahan diskriminasi dan stigmatisasi terhadap ODHA dan OHIDHA.

Kasus HIV-AIDS di Kab. Kuningan Pertama kali ditemukan tahun 2004 sebanyak 1 Kasus melalui zero survei. Selama kurun waktu 6 tahun (2004-2010) kasus HIV ditemukan sebanyak 88 Kasus, Sampai September tahun 2012 (selama 8 tahun) ditemukan sebanyak 113 Kasus Penderita HIV/AIDS.

Pada tahun 2009-2011 telah dilakukan pemberian Antiretroviral (ARV) sebanyak 10 penderita, dan tersisa 4 penderita dengan 6 orang lainnya telah meninggal dunia. Pada tahun 2012 sampai dengan bulan Desember 2012 ditemukan penderita sebanyak 26 orang, di antaranya 4 anak dan 7 ibu rumah tangga. Sedangkan di tahun 2012 dari 26 penderita HIV/AIDS telah dilakukan pemberian ARV sebanyak 4 penderita.

Dari kacamata penulis, termasuk juga yang terjadi di Kabupaten Kuningan, kasus penanggulangan HIV/AIDS cenderung sering terbentur dengan kebijakan yang kurang tepat dan cenderung setengah-setengah. Terkait dengan kebijakan, Indiahono (2009) pernah menyebutkan bahwa, kebijakan adalah arah tindakan yang diusulkan individu, kelompok dan/atau pemerintah dalam satu lingkup tertentu guna mengatasi masalah dan/atau mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Sejalan dengan apa yang disampaikan Indiahono, Leo Agustino (2008) juga menjelaskan bahwa fungsi utama dari diberikannya kebijakan adalah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai sebelumnya. Sementara itu, berkaitan dengan kebijakan, peneliti tidak benar-benar mendapati kebijakan yang tegas terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS. Sehingga, dari apa yang telah disampaikan di atas, penulis kemudian berkeinginan membuat suatu penelitian dengan judul �Implementasi Kebijakan dalam Penanggulangan Virus HIV dan AIDS di Kabupaten Kuningan.�

 

Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Dalam kacamatanya Moleong (2007) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang berproduk data deskriptif dari subjek dan/atau objek yang sedang diteliti. Sementara itu, terkait dengan pendekatan penelitian analisis deskriptif, Nawawi (1991) menerangkan bahwa metode ini lebih pada suatu penelitian yang berproduk uraian deskriptif atau uraian penggambaran dari apa yang sedang diteliti. Melalui metode kualitatif dengan analisis deskriptif, penulis bertujuan untuk memberikan penjelakan dan uraian berdasarkan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian. Di samping itu penelitian ini dapat juga diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan usaha mengemukakan hubungan yang satu dengan yang lain di dalam proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi tidak efektifnya implementasi kebijakan dalam penanggulangan virus HIV dan AIDS di Kabupaten Kuningan.

Untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data demi data dalam penelitian tersebut maka agar lebih bersinergis dalam hal implementasi kebijakan penanggulangan virus HIV dan AIDS dikabupaten kuningan, perlu dibutuhkan proses di bawah ini:


 

Gambar 1

�Proses Dari Penelitian

 

 

 

 


�����������

Dalam analisis dan mengolah data agar peneliti bisa mempunyai keluaran yang tepat dan bisa menghasilkan sesuatu dari penelitian ini maka peneliti menggunakan Analisis S.W.O.T sehingga antara penelitian dan sumber data yang dihasilkan dan diolah bisa bersinergi dan bisa menghasilkan sesuatu dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Adapun terkait analisis S.W.O.T sebagaimana yang dipaparkan di atas adalah berikut:

Strenght (Kekuatan): mengetahui bagaimanakah kekuatan dari internal pemangku kebijakan dalam rangka pelaksanaan implementasi kebijakan HIV dan AIDS di Kabupaten Kuningan.

Weakness (Kelemahan): mengetahui bagaimanakah kelemahan yang ada di internal pemangku kebijakan dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan virus HIV dan AIDS dan bagaimana cara mengurangi kelemahan faktor tersebut.

Oppurtunities (Peluang): menganalisis peluang yang ada dari ekternal untuk meningkatkan pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan virus HIV dan AIDS agar lebih efektif.

Threats (Tantangan): menganalisis setiap tantangan yang ada agar menjadi motivasi tersendiri untuk pemangku kebijakan agar maksimal pelaksanaan kebijakan tersebut.

 

Hasil dan Pembahasan

Ukuran dan tujuan kebijakan harus jelas agar tidak menimbulkan paradigma yang berbeda dan harus realistis agar dapat diimplementasikan, untuk itu dalam proses pencapaiannya perlu pemahaman terhadap kebijakan yang akan dilaksanakan. Pemahaman yang dimaksud dalam hal ini adalah pemahaman tentang bagaimana cara penanggulangan virus HIV dan AIDS itu sendiri. Dalam penelitian ini untuk menentukan informan dianggap paham atau tidak, tergantung dari kemampuan mereka dalam menjelaskan tentang bagaimana cara penanggulangan virus HIV dan AIDS, dianggap cukup paham apabila menjelaskan dari makna penanggulangan virus HIV dan AIDS itu sendiri.

Pemahaman tentang hal ini, kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan penyakit/bidang Dalmakes Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan yang diwawancarai peneliti selaku informan kunci mengatakan bahwa;

�karena kita sudah sosialisasikan ke tingkat wilayah kinerja puskesmas bahkan sudah quarter metting di bulan Juni kalau tidak salah, Mei atau Juni kalau tidak salah agak lupa bulannya tahun 2013 bertempat di hotel Grand Pumama kita sosialisasikan mengenai kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS bahwa di Kabupaten Kuningan ada 4 layanan yang pertama layanan VCT atau KTS (Voluntary Conseling and Testing) Konseling dan tes sukarela VCT Cilimus lalu Puskesmas Kuningan, rumah sakit itu PDP ( perawatan dukungan pengobatan) dan PPIA (pencegahan, penularan dari ibu ke anak) yang satunya Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) puskesmas Cidahu itu 4 layanan, semua layanan ini diinstruksikan untuk melakukan mobile clinic kecuali rumah sakit karena rumah sakit kan sifatnya statis ya, di tempat bilamana ada yang sakit untuk tes dan pengobatannya kita rujuk ke rumah sakit 45 Kuningan�.

Sumber daya merupakan salah satu faktor penting agar implementasi sebuah kebijakan dapat berjalan dengan efektif dan efisien, keberhasilan dari sebuah proses implementasi tergantung dari bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya manusia sebagai unsur pelaksana memegang peranan penting dalam pelaksanaan sebuah kebijakan, dalam pelaksanaan sebuah kebijakan keberadaan sumber daya manusia dapat dilihat dan diukur ketersediaannya secara kuantitas atau jumlah staf pelaksana yang ada dan secara kualitas melihat latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pegawai atau staf pelaksana dengan posisi jabatan yang dimilikinya dari masing-masing instansi lembaga pelaksana kebijakan.

Keberadaan staf dengan jumlah dan latar belakang pendidikan yang berbeda dan dimiliki ini sangatlah penting, artinya dalam rangka menerjemahkan dan melaksanakan kebijakan yang telah diprogramkan agar dijalankan yaitu pencegahan dan penanggulangan untuk dapat dicapai dan diselesaikan sesuai dengan beban pekerjaan yang ada.

Agar lebih efektif dalam implementasinya maka harus sesuai prosedur yang berlaku. Adapun prosedur yang berlaku menurut salah seorang informan kunci yang penulis wawancara adalah berikut:

�15 orang untuk 4 layanan HIV-AIDS di Kabupaten Kuningan, yang jelas ini harus ditingkatkan, kalau ada anggaran (dana) harus dibuka klinik VCT yang lainnya apabila perlu di tiap kecamatan kalau emang ada dana, kita terbentur membentuk klinik VCT tuh terbentur dengan dana kan dana dari APBD gak ada, layanan di sini juga dapat bantuan dana dari Global Fun. Bagusnya kalau mau efektif di tiap kecamatan ada, tiga puluh tujuh (37) minimal x3 = konselor satu, dokter satu dan analis satu, keinginan saya di tiga puluh tujuh puskesmas itu menjadi VCT HIV/AIDS keinginan saya seperti itu, baru tiga kriterianya konselor tenaga ahli SDM-nya, tenaga RR dan analis (tenaga laboratorium) untuk satu layanan cukup tiga orang untuk memberikan layanan�.

Dalam kaitannya dengan komunikasi antarorganisasi dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan virus HIV dan AIDS maka koordinasi sangatlah diperlukan untuk dapat tercapainya keterpaduan dalam kegiatan-kegiatan pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan karena ini menyangkut kepada masyarakat luas sehingga langkah atau tindak lanjutnya dapat mengarah pencapaian yang optimal.

Pejabat pembuat kebijakan adalah orang yang mempunyai kewenangan yang sah untuk ikut serta dalam formulasi hingga penetapan kebijakan publik walau dalam kenyataanya beberapa orang mempunyai wewenang sah untuk bertindak dikendalikan oleh orang lain.

Banyak analis yang menyatakan bahwa saat ini kita hidup dalam sebuah� era yang disebut dengan �executive-centre era�, dimana efektivitas pemerintah selaku lembaga eksekutif secara substansial tergantung pada kepemimpinan eksekutif yang berperan penting dalam membuat kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya, baik dalam pembentukan kebijakan maupun dalam pelaksanaan kebijakan.

 


 

Kesimpulan

Kebijakan penanggulangan vrus HIV dan AIDS di Kabupaten Kuningan tidak berjalan efektif, hal ini terlihat di lapangan dengan adanya beberapa kendala yang perlu segera diatasi, seperti:

1.      Aspek Legalitas, yaitu aspek legalitas berkaitan dengan kesiapan rencana pencegahan dan penanggulangan virus HIV dan AIDS yang suda berkekuatan hukum dengan tingkat kedalaman rencana detail belum tersedia.

2.      Keterbatasan dan Ketersediaan Tenaga Ahli, yaitu untuk aspek ketenaga kerjaan, pada tingkat tenaga konselor, tenaga RR dan Analis masih belum tersedia dan memadai untuk di 37 Kecamatan di Kabupaten Kuningan

3.      Sistem Informasi dan Sosialisasi, yaitu belum diupayakan pembentukan sistem informasi dan sosialisasi secara terencana dengan maksimal.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

 

Djoerban, S. Djauzi. 2009. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , Jilid III, Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

 

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasias Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Gava Media.

 

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

 

Yunihastuti, E.dan Djauzi S. Djoerban. 2005. Infeksi Oportunistik Pada AIDS. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.