Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN :
2548-1398
Vol.
6, No. 6, Juni 2021
�
STUDI PROSES SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA DARI PERSPEKTIF
DUA PELAKU USAHA DI PERUSAHAAN X DAN PERUSAHAAN Y KOTA SEMARANG
Kartika
Isti Indirasandi, Susilo
Toto Raharjo
Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang Jawa
Tengah, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstract
Family companies provide good energy to the growth of the world as well
as the major players in the global economy. But only a small number around the
world, family companies that live up to the second generation, and which until
the life of generation three are rare. Succession then became a family company.
This research is to inform the succession process from the perspective of The X
and Company Y companies in Semarang. Moss research which in the research in
qualitative research that will be held by individuals from the most disoratif. This research uses information about data
collection techniques. Data analysis techniques in this study use methods of
drawing, observation, documents and checking members. One of the companies in
this study is a succession on the good generation and still in the process of
both generations while the other is still in the second generation. The results
of this study indated with incumbent support,
succession, family support, incumbent successor relationships, and the length
of the succession process of succession succession
and mistakes in the family company. So that for awareness and awareness in the
process of succession, incumbent must take initiative in the husband and 1
family to the successor from an early age.
Keywords:� family company; perspective
of business actors; succession process
Abstrak
Perusahaan keluarga
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dunia dan dapat dianggap sebagai pemain utama dalam ekonomi
global. Namun hanya sejumlah kecil diseluruh dunia, perusahaan keluarga yang bertahan hingga generasi kedua, dan yang bertahan sampai generasi ketiga jumlahnya jarang. Suksesi kemudian menjadi tantangan sendiri bagi perusahaan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk
membahas tentang proses suksesi dari perspektif
pelaku usaha Perusahaan X
dan Perusahaan Y di Semarang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif yang akan mengeksplorasi pengalaman individual dari para responden. Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, observasi, dokumentasi dan member checking. Salah satu perusahaan
dalam penelitian ini telah berhasil
melakukan proses suksesi
pada generasi kedua dan masih dalam proses dari generasi kedua
ke generasi ketiga sedangkan yang lainnya masih dalam
proses pada generasi kedua.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi incumbent, persiapan suksesi,
dukungan keluarga, hubungan incumbent successor, dan lamanya proses suksesi
berpengaruh terhadap keterampilan successor dan keberlanjutan dalam
perusahaan keluarga. Sehingga disarankan untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi dalam proses suksesi, incumbent harus berinisiatif dalam memperkenalkan dan mengajarkan perusahaan keluarga kepada successor sejak usia dini.
Kata kunci: perusahaan keluarga; perspektif pelaku usaha; proses suksesi
Pendahuluan
Perusahaan keluarga memegang peran
penting di dunia usaha. Berdasarakan hasil riset terbaru dari (PWC) Price
Water House Cooper (2014) bahwa perusahaan keluarga di Indonesia
berjumlah lebih dari 95%. Dalam laporan tersebut dituliskan juga sekitar 60%
perusahaan terbuka (tbk) di kawasan Asia Tenggara merupakan perusahaan
keluarga. Di Amerika Serikat juga terdapat 90% dari 15 juta perusahaan yang ada
merupakan bisnis keluarga. (Haryanto, 2014) menuliskan bahwa
50%, GDP (Gross Domestic Product) berasal dari perusahaan keluarga.
Dari sisi keunggulan bersaing,
perusahaan keluarga memiliki kelebihan dibandingkan perusahaan non keluarga (Habbershon &
Williams, 1999).
Terdapat bukti-bukti
baru yang� menunjukkan� bahwa perusahaan milik keluarga lebih unggul
dari perusahaan non-keluarga. Faktor keunggulan ini karena perusahaan keluarga
memiliki nilai yang secara umum disebut sebagai faktor
"kekeluargaan". (Habbershon &
Williams, 1999)
menuliskan faktor �kekeluar-gaan� yang dimaksud adalah adanya interaksi unik
antara lingkungan keluarga dan lingkungan perusahaan. Hal lain yang menjadikan
dasar perusahaan memiliki potensi keunggulan kompetitif ini adalah budaya dan
nilai-nilai keluarga yang mereka tanamkan di seluruh organisasi. Selain itu
adanya kepercayaan dan komitmen yang diutamakan dalam transaksi pemangku
kepentingan dan pendekatan proaktif dan disiplin untuk mencapai tujuan finansial
dan nonfinansial.
Perusahaan keluarga terdapat proses regenerasi yang
dinamakan suksesi. Pada kesimpulan (Hilb, 2011) yang
dimaksud dengan proses suksesi perusahaan keluarga adalah proses pergantian pimpinan
puncak atau incumbent adalah merupakan bagian penting yang paling sering
dibahas dan faktor
kritis penentu kelanjutan dan ketahanan perusahaan keluarga. Sementara daripada
itu, dinyatakan oleh (Barrett & Moores,
2010) kesinambungan
perusahaan keluarga sangat tergantung pada keberhasilan proses suksesi, maka
hal yang tidak terbantahkan bahwa keberhasilan proses suksesi menentukan masa
depan perusahaan keluarga.
Suksesi generasi pertama terjadi biasanya dikarenakan
faktor usia pendiri yang tidak lagi muda sehingga sehingga performa dalam memegang
kendali perusahaannya perlu diwariskan kepada generasi selanjutnya tetapi
generasi pertama merasa khawatir generasi kedua kurang siap (Edy, 2014). Selain itu, ada
permasalahan dalam perusahaan keluarga mengenai tata kelola perusahaan. Seperti
perihal pengelolaan aset perusahaan setelah regenerasi yang dinilai menjadi salah
satu tantangan tersulit yang dihadapi oleh perusahaan milik keluarga (Braun, Latham, &
Porschitz, 2016). Hal-hal yang
demikian ini akan dapat menyebabkan perusahaan keluarga menjadi hancur. Dengan
hanya 10 persen perusahaan keluarga yang berhasil beralih ke generasi ketiga,
bagaimana keluarga pengelola dapat mengamankan perusahaan tetap menjadi salah
satu tantangan tersulit yang dihadapi oleh perusahaan milik keluarga (Stalk & Foley,
2012).
Meskipun (Stalk & Foley,
2012) menuliskan hanya
10 persen perusahaan keluarga yang berhasil beralih ke generasi ketiga,
meneliti proses suksesi dalam perusahaan keluarga tetap merupakan hal yang
menarik� hal tersebut dikarenakan banyak
perusahaan� keluarga yang tumbuh besar
dan berkembang, sebagai contoh Nordstrom Inc, Martha Tilaar dan Gudang Garam
Group.
Nordstrom, Inc tetap memiliki
karakteristik perusahaan
keluarga walaupun telah menjadi perusahaan publik, Nordstrom, Inc adalah sebuah
perusahaan yang berbasis di Seattle, Washington, dan Amerika Serikat.
Bidang usaha perusahaan ini adalah perdagangan retail khusus di bidang pakaian,
sepatu, kosmetik, aksesoris dan produk-produk fashion. Perusahaan
keluarga Nordstrom, Inc memiliki� 27,9%
kepemilikan saham dan masih memiliki kapasitas dalam keputusan-keputusan
strategis perusahaan (Steier & Miller, 2010).
Seperti halnya Nordstrom, Inc, Martha
Tilaar� adalah contoh perusahaan keluarga
yang suksess di Indonesia, dan perusahaan keluarga ini juga telah berhasil
melakukan proses suksesi generasi kedua di perusahaannya. Putrinya, Wulan
Tilaar sudah diajarkan sejak dini lebih tepatnya sejak 2015 dengan ikut berpartisipasi dalam
perusahaan keluarga keluarga ini, kini Wulan Tilaar telah resmi menggantikan
ibunya Martha Tilaar (Putri, 2014).
Selain tersebut diatas, terdapat
beberapa perusahaan keluarga yang tidak berhasil bertahan dari generasi ke
generasi seperti, Bank NISP, PT Bentoel Internasional Investama Tbk, dan PT HM
Sampoerna Tbk. Oleh karenanya jumlah perusahaan keluarga yang berhasil bertahan
dari generasi ke generasi tidak terlalu tinggi di Indonesia.
Berdasar dari penjelasan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa kelangsungan perusahaan keluarga harus diperhatikan
sehingga dapat terus mengambil peranan dalam dunia perekonomian yang sangat penting,
tumbuh besar dan tetap dimiliki oleh anggota keluarga. Diperlukan ketekunan dan
tingkat kesadaran yang tinggi untuk melibatkan sejumlah komponen pada proses
suksesi yang matang untuk kepastian keberlanjutan perusahaan keluarga jangka
panjang (Filser, Kraus, &
M�rk, 2013).
Untuk melihat gambaran besar proses
suksesi dari perspektif pelaku usaha inilah penelitian ini dibuat sebagai
jembatan teori dan pengalaman praktis untuk mempersiapkan successor pada
proses suksesi untuk keberlangsungan perusahaan keluarga. Terdapat tiga
fokus� hal pada� penelitian ini baik pada� literatur empiris dan konseptual yang
dimasukkan dalam wawancara kualitatif diskusi, tiga fokus hal tersebut adalah
peran incumbent, persiapan successor dan proses suksesi. Penelitian ini
bertujuan untuk membahas tentang proses suksesi dari perspektif
pelaku usaha Perusahaan X
dan Perusahaan Y di Semarang.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif. Metode penelitian kualitatif banyak digunakan pada penelitian
terdahulu sebagai salah satu metode untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
pada penelitian tentang pengalaman hidup partisipan dengan konteks hidup
tertentu (Giovannini et
al., 2009).
�� Selain daripada itu, ditekankan
secara eksplorasi pengalaman individual, mendeskripsikan fenomena, dan
membangun teori dalam metode penelitian kualitatif (Cope, 2014). Dengan
kata lain, peneliti dapat mengungkapkan penilaian partisipan dan hubungan
partisipan terhadap pekerjaan dan pengalaman mereka dalam investigasi (Giovannini et
al., 2009).
Ada beberapa alasan memilih penelitian kualitatif dibandingkan metode
penelitian lainnya. Penelitian kualitatif dipilih sebagai metode penelitian
kali ini, karena metode penelitian lain dimungkinkan akan terjadi pembatasan oleh
ketidakmampuan membangun kondisi penelitian yang diperlukan, tidak tersedia
variabel yang cukup, dan kesulitan dalam mendapatkan sampel dan
tingkat respons yang tinggi (Yin, 2011).
Narasumber penelitian berasal dari dua pelaku usaha perusahaan keluarga
yang sedang melakukan proses suksesi. Narasumber dalam penelitian ini
ditetapkan adalah anggota keluarga yang berada pada manajemen puncak perusahaan
dan pihak anggota keluarga yang memiliki peran dalam proses suksesi.
�� Perusahaan keluarga yang dimiliki
narasumber adalah perusahaan yang telah berusia lebih dari dua dekade dan
memiliki lebih dari sembilan belas karyawan secara keseluruhan.
Perusahaan ini terpilih karena telah terbukti teruji secara survival pada
perusahaannya dan dan memiliki keturunan yang akan ditunjuk sebagai successor
dalam perusahaan tersebut.
�� Penelitian ini akan digunakan
tiga metode pengumpulan data yaitu:
1.
Pertama adalah penggunaan berbagai
sumber bukti dapat menjadi sebuah pegangan awal dalam seluruh studi kasus.
Triangulasi menggunakan berbagai sumber data yang dapat dipercaya. Dengan
triangulasi validitas data lebih terjaga karena berbagai bukti tentang penelitian
yang dilakukan dan dapat memberikan pemahaman lebih dalam.
2.
Wawancara yang akan dilakukan dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama adalah
untuk mengumpulkan informasi latar belakang dari partisipan, dan sesi dua untuk
mengeksplorasi proses suksesi pada perspektif pelaku usaha.
3.
Membangun bank data dari studi kasus. Bagaimana sebuah data dalam studi
kasus dikumpulkan, didata, dan didokumentasikan secara rapid dan terarah.
Hasil dan Pembahasan
�Partisipan yang diteliti
dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha dari
perusahaan masing-masing yaitu
pimpinan puncak dan successor
nya. Partisipan pelaku usaha pada Perusahaan X adalah pimpinan puncak Perusahaan X (Responden 1),
successor dari Perusahaan X (Responden 2) dan partisipan dari pelaku usaha
Perusahaan Y adalah pimpinan
puncak Perusahaan Y (Responden
3), dan successor dari Perusahaan Y (Responden 4).
�� Perusahaan X bergerak dibidang jasa dengan Responden
1 adalah generasi pendiri dan pimpinan puncak Perusahaan X sedangkan Responden 2 adalah generasi kedua dari Perusahaan X. Beliau adalah anak pertama
perempuan, dengan selisih usia dengan
generasi pertama sebanyak dua puluh
tahun. Saat ini responden-2 berada dalam tahap suksesi
early succession stage dengan pengalaman proses suksesi sepuluh tahun, Responden 2 memiliki pengalaman kerja diluar perusahaan keluarga dan pengalaman berorganisasi sebelum bergabung dengan perusahaan keluarga.
�� Perusahaan Y adalah perusahaan konglomerasi yaitu perusahaan yang memiliki beberapa anak usaha
yang masing-masing bidangnya tidak
saling berhubungan dengan induk usaha
percetakan dan anak usaha di bidang properti, yayasan pendidikan, dan beberapa anak usaha lainnya.
Pendiri perusahaan Y adalah bapak dari
responden 3, Responden 3 adalah generasi kedua dari perusahaan
Y. Beliau adalah anak laki-laki keempat dari delapan
bersaudara, dengan selisih usia dengan
generasi pertama adalah dua puluh
delapan tahun.
�� Pendiri
dari Perusahaan Y adalah
ayah dari Responden 3 yaitu Bapak T. Saat ini responden 3 sudah menjadi pemimpin
de facto dari organisasi
dan telah berhasil sampai ditahap suksesi yang matang atau mature succession stage. Responden
3 memiliki pengalaman kerja diluar perusahaan
keluarga dan pen-galaman berogranisasi sebelum bergabung dengan perusahaan keluarga.
�� Responden
4 adalah generasi ketiga pada Perusahaan Y, beliau merupakan anak laki-laki pertama nomor empat dengan
lima saudara dari responden 3 dan saat ini berada pada tahap suksesi Introductory
stage pada core usaha perusahaan
Y namun berada pada tahap suksesi Functional stage
pada unit usaha properti
Perusahaan Y. Selisih usia generasi kedua dan generasi ketiga adalah empat puluh
satu tahun. Responden 3 memiliki pengalaman kerja di luar perusahaan keluarga namun pengalaman itu didapat dari organisasi
dimana ayahnya menjadi ketua umum
dari organisasi tersebut dan mempunyai pengalaman berorganisasi sebelum bergabung dengan perusahaan keluarga.
����������� Secara profil, kedua perusahaan keluarga yang diteliti memiliki beberapa persamaan dan perbedaan, responden yang diteliti sama-sama menunjuk satu anak kandung
untuk menjadi successor
nya, sama-sama memiliki gelar sarjana, memiliki pengalaman kerja dan pengalaman berorganisasi di luar perusahaan keluarga, sedangkan perbedaannya adalah pada generasi kedua pada perusahaan X belum menyelesaikan tahap proses suksesinya sedangkan pada
Perusahaan Y generasi kedua
sudah menyelesaikan tahap proses suksesinya dan saat ini generasi
ketiga pun sudah terlibat dalam perusahaan.
Tabel 1
Proses Suksesi
Perusahaan X dan Perusahaan Y
Responden-2 |
Responden-3 |
Responden-4 |
|
Tingkat Pendidikan |
B.Com, MM |
M.BA,M.Sc |
ST,MEE |
Pengalaman Kerja
diluar perusahaan |
3thn Intership,
2thn Marketing |
4thn asisten dosen, 1thn dosen |
2thn staff engineer |
Motivasi Successor |
Affirmative
Motivation |
Normative Motivation |
Normative Motivation |
Pemilihan Successor |
Responden-2 |
Responden-3 |
Responden-4 |
Persyaratan Successor |
Sosok pemersatu, passion, keterampilan |
Visioner, passion, keterampilan |
Humble, passion, keterampilan |
Status
Successor |
Anak perempuan pertama |
Anak laki-laki ke empat |
Anak laki-laki ke empat |
Jumlah Saudara |
Empat |
Delapan |
Lima |
Proses Suksesi |
Responden-2 |
Responden-3 |
Responden-4 |
Jenis Suksesi |
Suksesi yang direncanakan kemudian |
Suksesi yang direncanakan kemudian |
Suksesi yang direncanakan kemudian |
Tugas pertama
successor |
Staff� Penjualan |
Manajer Proyek |
Manajer Proyek |
Budaya dalam
perusahaan |
Kekeluargaan |
Iman dan Taqwa |
Iman dan Taqwa |
Pengambilan Keputusan |
Otoritas pimpinan
puncak |
Demokrasi dengan
Rapat direksi yang hasilnya akan diberikan kepada pihak yang berwenang untuk diputuskan |
Demokrasi dengan
Rapat direksi yang hasilnya akan diberikan kepada pihak yang berwenang untuk diputuskan |
Nilai-nilai dalam perusahaan |
Jujur dan Bertaqwa |
Mendasarkan Iman dan Taqwa dalam
melakukan segala pekerjaan |
Mendasarkan Iman dan Taqwa dalam
melakukan segala pekerjaan |
Anggota keluarga
yang bergabung |
Golongan Pertama |
Golongan Pertama |
Golongan Pertama (Pada induk
usaha) |
Proses Suksesi |
Responden-2 |
Responden-3 |
Responden-4 |
Strategi
Perusahaan |
Membuat keputusan
bersama dengan successor |
Memberikan kepercayaan
100% |
Menempatkan Successor pada lini usaha terlebih
dahulu |
Tahapan Successor saat ini |
Early Sucession stage |
Mature function stage |
Introductory stage (pada induk usaha), functional
stage (pada unit usaha properti) |
Selisih usia
dengan incumbent |
Dua puluh
empat tahun |
Dua puluh
delapan tahun |
Empat puluh
satu tahun |
Evaluasi Incumbent |
Perlu lebih mematangkan
skill |
Yayasan ini tetap
harus diingat milik Umat sehingga
Umat boleh memanfaatkan |
Successor perlu
lebih memotivasi diri dan aktif dalam proses suksesi |
Perubahan yang Dibawa oleh successor |
Optimalisasi chanel-chanel digital |
Sentraliasasi dan kedisiplinan dalam
pengelolaan manajement finansial |
Belum diketahui |
Sumber:
Hasil Penelitian Tahun 2021
1.
Persiapan Successor
Para successor dalam penelitian ini telah
menyelesaikan pendidikannya sampai perguruan tinggi dengan gelar master, para successor
juga adalah anak kandung dari pendiri. Sebelum bekerja di perusahaan, responden 2 terlebih dahulu banyak bekerja pada perusahaan city
tourism dan F1 grand prix sewaktu kuliah dan setelah lulus kuliah bergabung
dengan agency di Jakarta sebagai media planner. Responden 3 sewaktu kuliah juga benar-benar memanfaatkan waktu studinya sampai
kemampuannya diakui dan bekerja menjadi asisten dosen, responden 4 juga telah bekerja dengan bergabung pada divisi
pembangunan di suatu universitas di semarang sebagai staff engineer.
Responden 2 dari hasil
wawancara beliau memang sejak kecil memiliki minat sejak awal untuk meneruskan
perusahaan keluarga, sehingga tidak ada cara khusus dari pihak lain untuk
membangun motivasi beliau, Pada responden 3 awalnya
tidak memiliki motivasi untuk
meneruskan perusahaan keluarga akan tetapi, setelah dimotivasi oleh ibunya
calon suksesor memutuskan untuk membantu masuk di perusahaan keluarga.
Sedangakan Responden 4 awalnya
adalah biasa saja atau tidak memiliki ketertarikan secara khusus.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada empat orang
partisipan menyatakan bahwa proses komunikasi yang berlangsung antara incumbent
dan suksesor, dibenarkan oleh para partisipan telah terjadi perbedaan dalam
cara berpikir sehingga ide-ide yang diberikan oleh incumbent maupun
calon suksesor belum tentu dapat langsung diterima satu sama lain. Calon
suksesor menyatakan bahwa cara untuk mengatasi perbedaan pendapat adalah dengan
melakukan diskusi atau sharing.
2.
Persiapan incumbent
Incumbent pun memiliki dua tujuan
dalam proses perencanaan suksesi, yaitu tujuan pada jangka pendek dan tujuan pada
jangka panjang . Tujuan in-cumbent jangka pendek dalam proses suksesi ini
menurut (Edy,
2014) suksesi generasi pertama terjadi biasanya
dikarenakan faktor usia pendiri yang tidak lagi muda, pada peralihan ke
generasi ketiga adalah perusahaan keluarga mengalami pergeseran masalah yaitu
memilih successor untuk keberlangsungan kepemimpinan baik successor dari dalam keluarga maupun melalui professional non keluarga (Kellermanns,
Eddleston, Barnett, & Pearson, 2008). Tujuan incumbent pada jangka panjang adalah
perencanaan kedepan setelah benar-benar telah melepaskan diri dari perusahaan.
Melalui pernyataan dari responden 2 bahwa beliau sempat tiba-tiba mengajukan cuti maka dimungkinkan gaya
pensiunnya adalah Generals, yaitu keadaan dimana pendiri hanya mau
pensiun jika dipaksa keluar namun akan kembali bila suksesor gagal memimpin.
Sedangkan menurut pengamatan peneliti pada responden 3 kemungkinan akan mengikuti gaya pensiun ayahnya
yaitu Ambassador, pendiri secara sukarela mengundurkan diri dan memilih
duduk sebagai penasehat keluarga.
Perencanaan suksesi hal yang krusial lainnya adalah
kepentingan dari incumbent. Setelah benar-benar telah melepaskan diri
dari perusahaan, incumbent harus masih memiliki andil dan kewenangan
dalam kepentingan-kepentingan dari aktivitas perusahaan. Menurut pernyataan responden 3 yang mulai melimpahkan kewenangan kepada para
direkturnya dan menjadikan dirinya seorang komisaris, maka untuk memenuhi
kebutuhan kepentingan dari incumbent setelah melepaskan diri dari
perusahaan adalah menjadikan dirinya seorang komisaris.
3.
Pemilihan Successor
Karakter calon suksesor merupakan syarat utama dari penunjukkan suksesor
menurut incumbent ditemukan pada perusahaan X di turunkan nilai kerukunan untuk kelangsungan
bisnis keluarga. Sedangkan pada Perusahaan Y faktor kepemimpinan yang humble
adalah syarat utama menjadi successor di Perusahaan Y. Setelah karakter, barulah calon suksesor
ditunjuk berdasarkan
kepemilikan passion dan tingkat keterampilan yang dibutuhkan untuk
melanjutkan perusahaan
4.
Hubungan Successor-Incumbent
Hal waktu khusus yang dilakukan bersama antara incumbent
dengan successor baik perusahaan X maupun perusahaan Y adalah tidak
adanya waktu khusus yang dihabiskan bersama. Berdasarkan penelitian oleh (Blomb�ck
& Craig, 2014) menyatakan bahwa ditemukan hubungan antara ayah dan
anak relatif harmonis ketika ayah berusia 50-59 dan putranya berusia 23-32.
Disisi lain, hubungan antara ayah dan anak relatif bermasalah ketika ayah
berusia 60-69 tahun dan putranya 34-40. Hanya dukungan lemah diperoleh untuk
hipotesis bahwa hubungan yang bermasalah antara ayah dan anak akan ada ketika
ayah adalah 41-45 dan putranya 17-22. Hal ini dibuktikan pada perusahaan X dimana
ketika pertama kali memasuki bisnis incumbent berusia 46 tahun dan successor
berusia 22 tahun sering terjadi konflik karena perbedaan pendapat dengan
ayahnya, namun seiring waktu ketika incumbent berusia 56 tahun dan successor
berusia 32 tahun , successor lebih mendengarkan incumbent dan incumbent
lebih legawa dalam mengasah keterampilan successor.
5.
Pelatihan Successor
Terdapat tiga tahap pelatihan pada suksesor yaitu tahap perkenalan, tahap
pencelupan dan tahap pembelajaran.� pada
tahap perkenalan Baik Perusahaan X maupun perusahaan Y mengikutsertakan
seksessor dalam kegiatan rapat tahunan maupun acara-acara informal seperti
pembukaan, ulang tahun, dan sebagainya. Dalam kegiatan tersebut successor
diperkenalkan pada anggota-anggota organisasi dan diakui sebagai anak dari
pemimpin puncak yang merupakan bagian dari manajemen.
Pada tahap pencelupan baik pimpinan puncak perusahaan X maupun pimpinan
perusahaan Y memperkenalkan successor kepada perjuangan dunia kerja
tidak langsung dengan memasukkan successor untuk masuk ke perusahaan
namun dengan berjuang terlebih dahulu di luar perusahaan, bagi successor
X beliau diminta untuk mencari pengalaman kerja diluar terlebih dahulu
sedangkan bagi successor Y beliau diminta untuk mendaftar masuk ke dalam
divisi pembangunan sebagai staff engineering dan pengawas lapangan pada
proyek pembangunan.
Pada tahap pencelupan, baik pimpinan puncak perusahaan X maupun pimpinan
perusahaan Y memperkenalkan successor kepada perjuangan dunia kerja
tidak langsung dengan memasukkan successor untuk masuk ke perusahaan
namun dengan berjuang terlebih dahulu di luar perusahaan, bagi successor
X be-liau diminta untuk mencari pengalaman kerja diluar terlebih dahulu
sedangkan bagi successor Y beliau diminta untuk mendaftar masuk ke dalam
divisi pem-bangunan sebagai staff engineering dan pengawas lapangan pada
proyek pembangunan. Setelah successor berhasil pada tugas-tugas
pencarian pengalaman tersebut, successor baru diizinkan untuk bergabung kedalam perusahaan, pada successor
X beliau langsung dimasukkan sebagai staff penjualan sesuai dengan
pengalaman-pengalaman kerja yang beliau dapatkan sedangkan generasi perusahaan
Y baru diijinkan masuk untuk menangani salah perusahaan setelah terbukti menghasilkan karya, responden 3 menghasilkan karya berupa merintis yayasan dan
responden 4 sedang dalam
tahap mengahasilkan karya berupa pengembangan properti.
Pada tahap pembelajaran atau tutorial Responden 2 setelah lima tahun bergabung dengan perusahaan X
telah banyak melakukan tugas lapangan, pengamatan dan berkontribusi pada
perubahan X sehingga saat ini dipercaya untuk menjadi wakil dari pimpinan
puncak. Pada tahap pembelajaran atau tutorial di Perusahaan Y, Responden 3 diberikan
kepercayaan penuh oleh ayahnya untuk mengembangkan perusahaan. Dan Responden 4 setelah melalui proses pencelupan berupa magang
pada proyek pembangunan bentang lebar dan bangunan lima lantai maka sekarang diserahkan tugas
manajerial untuk
mengembangkan salah satu aset properti.
6.
Waktu Proses
Suksesi
Waktu dalam proses suksesi adalah waktu yang dipelukan successor
untuk dapat mempersiapkan diri untuk menyambut tongkat estafet kepemimpinan
perusahaan dari generasi pertama. Proses ini dimulai sejak successor masuk ke
dalam perusahaan keluarga sampai nanti perusahaan keluarga itu
diserahterimakan.
Regenerasi di perusahaan X dilakukan dengan incumbent masih aktif
bekerja. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan tersebut belum diserahterimakan
seutuhnya kepada successor, sehingga waktu dalam proses suksesi ini masih berjalan. Sedangkan
regenerasi di perusahaan Y dilakukan sewaktu generasi pertama masih aktif
bekerja, dan saat ini sudah diserahterimakan seutuhnya kepada generasi kedua,
dan generasi ketiga masih berada pada tahap awal proses suksesi.
Untuk mempersiapakan successor dengan matang diperlukan waktu yang
cukup panjang dalam perencanaan suksesi. Waktu yang dibutuhkan dalam proses
suksesi minimum adalah lima belas tahun sebelum pemimpin puncak berencana
pensiun untuk perencanaan suksesi (Lea, 1991), hal ini sesuai dengan proses
suksesi pada Responden 3 dimana
proses suksesinya adalah enam belas tahun sebelum diangkat menjadi pemimpin
puncak perusahaan.
Dalam hal ini, waktu suksesi Responden-2 telah berjalan selama sepuluh
tahun, hal ini memberinya ruang untuk dapat mengembangkan ide, memberikan
masukan, ide dan inovasi dalam perusahaan. Sementara Responden 4 masih dalam proses suksesi dengan masa kurang dari
lima tahun. Semakin panjang waktu
yang akan tersedia untuk responden 2 dan responden 4, diharapkan
dapat semakin memantapkan para successor untuk nantinya meneruskan
perusahaan.
7.
Kontribusi Successor
Successor ditemukan bahwa mereka
melakukan dan membawa perubahan manajerial pada perusahaan. Pengambilan
keputusan dan usulan inovatif menjadi contoh dua hal yang dibawa oleh generasi
kedua dalam bisnis keluarganya. Pada perusahaan X perubahan yang dibawa successor berkaitan dengan
menggarap chanel-chanel digital yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh
perusahaan X, sedangkan pada perusahaan Y successor pada generasi kedua telah berhasil mengembangkan perusahaan sampai dengan
memiliki mesin on-production line, membuka banyak cabang toko dan
menjadikan perusahaannya menjadi perusahaan konglomerasi.
8.
Evaluasi
Proses Suksesi
Selama proses suksesi dilakukan, ada beberapa evaluasi yang ditemukan
para responden. Ayahnya dinilai cukup baik dalam mengasah keterampilan
Responden 2 walaupun
menurutnya seharusnya proses suksesi ini dilakukan dilakukan lebih awal ketika successor
mulai kecil mulai diperkenalkan, tetapi seiring waktu successor yang
berinisif tinggi dan aktif dalam proses suksesi ini dapat mengikuti jalannya
perusahaan dan saat ini telah memasuki tahap early succession stage.
Pada perusahaan Y, responden-3 menuntut responden-4 memiliki motivasi dan
passion yang lebih besar untuk bergabung dalam perusahaan y, dan responden-4
secara aktif berkoordinasi dan banyak bertanya dan berdiskusi dengan ayahnya
mengenai proses suksesinya. Proses transfer pengetahuan yang dilakukan pendiri berupa
pengajaran-pengajaran sehari-hari dan pemberian arahan-arahan secara langsung
kepada calon successor. Pengetahuan yang ditransfer seputar menjalankan
perusahaan, memimpin perusahaan, menjalankan proses produksi, memberi arahan
kepada karyawan dan sebagainya. Nantinya akan dilakukan proses evaluasi yang dilakukan pendiri kepada
calon successor melalui teguran langsung, nasehat, dan solusi.
Kesimpulan
�� Penelitian diatas didapatkan kesimpulan bahwa pengolahan proses� berawal
dari penunjukan oleh pimpinan puncak, anak nomer satu
atau anak laki-laki adalah cenderung yang dipilih menjadi successor, hal
lain yang mempengaruhi adalah
kerukunan keluarga. Dukungan anggota keluarga berpengaruh pada keberlangsungan bisnis. Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja diluar perusahaan
adalah faktor pendukung pemahaman successor
pada tugas pertamanya dan tugas-tugas selanjutnya dalam mengolah successor untuk mengerti segala aspek dalam
tata kelola perusahaan dan melatih keterampilan di proses suksesi. Peneliti menyarankan untuk memperkenalkan bisnis keluarga sejak dini untuk men-imbulkan kesadaran dan motivasi successor dalam mempersiapkan diri sejak kecil. Pembuktian
diri successor menimbulkan
kepercayaan anggota keluarga. Hubungan successor
dengan incumbent mempercepat
successor memiliki kecakapan
yang sama dengan incumbent,
namun jam terbang dan tingkat
kedewasaan membuktikan adanya konflik di awal-awal proses suksesi antara successor dengan incumbent
maka diperlukan jembatan komunikasi penghub-ung menggunakan orang kepercayaan atau menggunakan ibu. Lamanya proses suksesi dan mentoring
yang diterima mempengaruhi tingkat kecakapan successor
yang diharapakan memiliki keterampilan yang setidaknya sama dengan incumbent,
ideal proses suksesi yang harus
diterima successor adalah
lima belas tahun.
Barrett, Mary, & Moores, Ken.
(2010). Spotlights And Shadows: Preliminary Findings About The Experiences Of
Women In Family Business Leadership Roles. Journal Of Management & Organization,
15(3), 363�377. Google
Scholar
Blomb�ck, Anna, & Craig, Justin.
(2014). Marketing From A Family Business Perspective. The SAGE Handbook Of Family
Business, 423�441. Google
Scholar
Braun, Michael, Latham, Scott, & Porschitz,
Emily. (2016). All Together Now: Strategy Mapping For Family Businesses. Journal
Of Business Strategy, 37(1), 3-10. Doi:10.1108/JBS-12-2014-0154. Google
Scholar
Cope, Diane G. (2014). Methods And
Meanings: Credibility And Trustworthiness Of Qualitative Research. Oncology
Nursing Forum, 41(1), 89�91. Google
Scholar
Edy, David Octaviano. (2014). Tahapan
Perencanaan Suksesi Pada Perusahaan Keluarga PT. XXX Di Surabaya. Agora,
2(2), 1029�1033. Google Scholar
Filser, Matthias, Kraus, Sascha, & M�rk,
Stefan. (2013). Psychological Aspects Of Succession In Family Business
Management. Management Research Review, Emerald Group Publishing,
36(3), 256-277. Google
Scholar
Giovannini, Marc, Botelberge, Thomas, Bories,
Erwan, Pesenti, Christian, Caillol, Fabrice, Esterni, Benjamin, Monges, Genevi�ve,
Arcidiacono, Paolo, Deprez, Pierre, & Yeung, Robert. (2009). Endoscopic Ultrasound
Elastography For Evaluation Of Lymph Nodes And Pancreatic Masses: A Multicenter
Study. World Journal Of Gastroenterology: WJG, 15(13), 1587. Google
Scholar
Habbershon, Timothy G., & Williams, Mary
L. (1999). A Resource-Based Framework For Assessing The Strategic Advantages Of
Family Firms. Family Business Review, 12(1), 1�25. Google
Scholar
Haryanto, Shinta. (2014). Analisis Proses
Suksesi Pada Perusahaan Keluarga Berbudaya Tionghoa (Studi Kasus Pada PT X). Agora,
2(2), 984�989. Google
Scholar
Hilb, Martin. (2011). Integrierte Corporate
Governance (Vol. 4). Springer. Google
Scholar
Kellermanns, Franz W., Eddleston, Kimberly
A., Barnett, Tim, & Pearson, Allison. (2008). An Exploratory Study Of
Family Member Characteristics And Involvement: Effects On Entrepreneurial
Behavior In The Family Firm. Family Business Review, 21(1), 1�14.
Google
Scholar
Putri, Norma Nofita. (2014). Perkembangan
Bisnis Martha Tilaar Dalam Dunia Kecantikan Di Indonesia Tahun 1970-1999. Avatara,
2(3), 555-566. Google
Scholar
Stalk, George, & Foley, Henry. (2012). Avoiding
The Traps That Can Destroy Family Businesses. Harvard Business Review, 90(1/2),
25�27. Google
Scholar
Steier, Lloyd P., & Miller, Danny.
(2010). Pre-And Post-Succession Governance Philosophies In Entrepreneurial
Family Firms. Journal Of Family Business Strategy, 1(3), 145�154.
Google
Scholar
Yin, Robert K. (2011). Applications Of
Case Study Research. Sage. Google
Scholar
Copyright holder: Kartika
Isti Indirasandi, Susilo
Toto Raharjo (2021) |
First publication right: |
This article is licensed
under: |