���������� ����������������������������� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849

����������� e-ISSN : 2548-1398

����������� Vol. 3, No 2 Februari 2018

 

 


PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT MOBILISASI DINI TERHADAP PELAKSANAAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN PASCA PEMBEDAHAN LAPARATOMI

 

Reni Anggraeni

Poltekes Yapkesbi Sukabumi

Email: [email protected]

 

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk megetahui pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi di ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur. Jenis penelitian menggunakan Experimental dengan pengambilan sampel pasien laparatomi yang telah melakukan proses bedah menggunakan Acidental Sampling yakni 13 orang. Instrumen penelitian ini mmanfaatkan lembar observasi yang mengukur pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Analisa data tidak lain adalah analisa univariat dan bivariat. Dari hasil analisis univariat terdapat peningkatan yang cukup baik pada pelaksanaan mobilisasi dini. Mobilisasi dini di awal 1 orang (7,7%) meningkat menjadi 9 orang (69,2%), dan kategori cukup pada saat pretest adalah 4 orang (30,8%) dan pada saat posttest berkurang menjadi 1 orang (7,7%), kemudian pengetahuan yang dikategorikan kurang pada saat pretest adalah 8 orang (61,5%) berkurang menjadi 3 orang (23,1%) setelah diberikan penyuluhan/posttest. Sedangkan hasil uji statistik bivariat menggunakan uji wiloxom. Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan hasil nilai significancy (P) 0.001 (P<0.05). Maka HO ditolak dan Ha diterima karena ada pengaruh antara penyuluhan atas kegiatan mobilisasi dini pada pasien.. Diharapkan penelitian ini sebagai bahan informasi dan referensi tambahan dalam kegiatan tindakan keperawatan pada pasien post operasi terutama pada pasien pasca pembedahan laparatomi.

 

Kata Kunci: Mobilisasi Dini, Pembedahan laparatomi.

 

Pendahuluan

Operasi dan/atau pembedahan tidak lain adalah penanganan medis yang dilakukan secara invasive untuk mendiagnosa dan/atau mengobati penyakit, injuri, hingga deformitas tubuh (Nainggolan, 2013). Kiik (2013) menjelaskan bahwa tindakan bedah berujung pada pencederaan jaringan dan berdampak langsung pada perubahan fisiologi tubuh. Dalam catatanya, badan kesehatan dunia, WHO (dalam Sartika: 2013) bahkan menyebutkan bahwa jumlah pasien bedah meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011 lalu 140 juta pasien tercatat sebagai penerima tindakan bedah di seluruh dunia. Sedangkan satu tahun berikutnya, yakni 2012, angka tersebut meningkat menjadi 148 juta jiwa.

Tindakan operasi di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa (WHO dalam Sartika, 2013). Bahkan, tahun 2009 lalu, berdasarkan data tabulasi Depkes RI menyebutkan bahwa tindakan bedah dan operasi adalah urutan ke-11 tindakan yang paling sering dilakukan. Sedang dari sekian banyak tindakan bedah dan operasi, 32% diantaranya tidak lain adalah tindakan bedah laparatomi (DEPKES RI, 2009). Jumlah operasi pada tahun 2016 di RSUD Kelas B Cianjur adalah sebanyak 3.091 orang diantaranya merupakan tindakan pembedahan laparatomi.

Laparatomi tidak lain adalah pembedahan mayor yang meliputi penyayatan lapisan abdomen guna memperoleh organ abdomen yang bermasalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi) (Sjamsuhidajat & Jong, 2005; 2 http://medicastore.m, 2012). Laparatomi sendiri tidak berhenti pada sekedar kasus bedah biasa, namun juga pada banyak kasus seperti Hernia Inguinalis, Kanker Lambung, Apendiksitif, perforasi, Kanker Colon dan Rectum, Obstruksi Usus, Imflamasi Usus Kronis, Peritonisits, Kolestisitis (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Laporan Depkes RI (2007) sendiri pernah menyebutkan bahwa kasus bedah laparatomi meningkat dari tahun ke tahun. Akhir 2005 kasus ini berjumlah 162, kemudian meningkat menjadi 983 di 2016 dan terus meningkat di angka 1.281 pada akhir 2007. Jumlah pasien dengan laparatomi di RSUD Kelas B Cianjurpada tahun 2016 sebanyak 886 orang, sedangkan jumlah pembedahan laparatomi di ruangan Samolo I kelas B Cianjur sebanyak 600 orang pada tahun 2016.

Jumlah pasien dengan tindakan operasi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dapat mempengaruhi peningkatan komplikasi pasca operasi seperti resiko timbulnya infeksi luka pasca operasi (ILO) dan infeksi nosokomial (Haryanti, 2013). Pada praktiknya, mereka yang tidak mendapatkan perawatan khusus pasca operasi laparatomi cenderung memperoleh penyembuhan yang sedikit lebih lambat dibanding mereka yang memperoleh penanganan khusus (Depkes, 2010). Komplikasi pada pasien post laparatomi adalah nyeri yang hebat, perdarahan, bahkan kematian (Rustianawati, 2013). Tidak hanya itu, Nainggolan (2013) juga menerangkan bahwa pasien pasca bedah yang terlalu banyak tirah baring akan memiliki resiko komplikasi yang cukup serius. Komplikasi tersebut tidak lain adalah kekakuan otot tubuh, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi darah, hingga peristaltik dan sejenisnya (Nainggolan, 2013).

Menurut Kristiantari (2009) permasalahan keperawatan yang kerap muncul pada pasien post laparatomi meliputi pelemahan, keterbatasan 3 fungsi tubuh dan cacat. Pelemahan sebagaimana yang dimaksud menyangkut beberapa gangguan tubuh seperti, timbulnya nyeri pada area bedah, takut, hingga terbatasnya lungkup gerak sendi (LGS). Adapun keterbatasan fungsi tubuh sebagaimana yang dimaksud adalah kesulitan untuk berdiri, berjalan hingga cacat yang kemudian dapat mengganggu aktivitas. Hal-hal yang disebutkan di atas umumnya ditumbulkan oleh tindakan medis dan nyeri yang timbul pasca pemberian tindakan (Kristiantari, 2009).

Nyeri yang hebat merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi pada regio intraabdomen, sekitar 60% pasien mengalami nyeri yang cukup hebat sedang 25% sisanya mengalami nyeri sedang dan 15% terakhir mengalami nyeri ringan (Nugroho, 2010).

Pada pelaksanaanya proses keperawatan dilakukan untuk mengembalikan kestabilan batas fisiologi pasien, mengurangi dan/atau bahkan menghilangkan nyeri dan menghindari komplikasi (Ajidah, 2014). Pasien post laparatomi umumnya perlu perawatan yang maksimal untuk mempercepat pengembalian fungsi tubuh dan mengurangi rasa nyeri yang timbul pasca tindakan, hal ini diterapkan dengan cara-cara yang sederhana. Cara sederhana ini tidak lain adalah latihan batuk efektif, latihan napas, hingga mobilisasi dini ringan (Rustianawati, 2013).

Mobilisasi dini adalah perawatan khusus yang diberikan pasca tindakan medis dalam hal ini adalah tindakan bedah. Tindakan ini dilakukan dengan memberi latihan ringan seperti latihan pernapasan hingga menggerakan tungkai kaki yang dilakukan di tempat tidur pasien. Akhir dari proses latihan ini mengajak pasien untuk mau berjalan dan bergerak secara mandiri untuk sekedar ke kamar mandi (Ibrahim, 2013). Mobilisasi dini memiliki manfaat untuk melancarkan peredaran darah, statis vena, mencegah kontraktur, menunjang fungsi pernapasan (Kiik, 2013).

Potter & Perry (2005) menilai bawah mobilisasi dini sangat penting sebagai tindakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya. Apabila kemudian pasien tidak mendapat perawatan maka pasien tersebut akan mengalami gangguan seperti kurang efektifnya fungsi tubuh, aliran darah tidak lancar, intensitas nyeri meningkat, sistem pernapasan terganggu hingga timbulnya kardiovaskuler (Rustianawati, 2013; Suparyanto, 2010)

Mobilisasi dini mempunyai peranan penting, khususnya dalam mengurangi nyeri dan mencegah komplikasi. Selain itu fungsi lain dari mobilisasi dini adalah untuk mengurangi aktivitas mediator kimiawi dan mengurangi transmisi saraf nyeri menuju ke pusat. Dengan peran sebagaimana yang telah disebutkan di atas, mobilisasi dini akan sangat berguna untuk mereka yang sedang pada taraf penyembuhan pasca bedah (Nugroho, 2010).

Nainggolan (2013) mengemukakan bahwa mobilisasi dini adalah salah satu aspek penting yang dapat mempengaruhi percepatan penyembuhan pasien pasca bedah. Selain itu, kegiatan ini juga sangat berguna untuk memperpendek masa rawat dan menghindarkan pasien dari resiko komplikasi seperti kekakuan otot hingga dekubitus.

Anggapan pasien yang tidak boleh banyak bergerak jika dalam masa penyembuhan cenderung memberi pengaruh kurang baik terhadap proses mobilisasi dini (Kiik, 2013). Padahal, jika pasien melakukan mobilisasi dini, apa yang menjadi keluhan pasien seperti nyeri dan penurunan fungsi tubuh akan sedikit terhindarkan. Sejauh ini Nainggolan (2013) pernah menyebutkan melalui penelitiannya bahwa dari 15 responden yang terlibat 13 (86,6%) diantaranya tidak melakukan mobilisasi dini dan mengalami masa penyembuhan yang lambat. 2 (13,4%) pasien lain melakukan mobilisasi dini dengan lebih teratur. Hasilnya, 2 pasien tersebut mengalami masa penyembuhan yang lebih cepat dibanding mereka yang tidak melakukan. Artinya, anggapan bahwa pasien tidak diperkenankan bergerak selama masa penyembuhan adalah opini yang tidak terbukti secara klinis dan tidak benar-benar terbukti pasca penelitian ini. Kepercayaan pasien akan ketidakbolahannya bergerak selama masa penyembuhan juga diakibatkan oleh banyak. Dua hal yang paling menonjol adalah tingkat pendidikan dan ketidaktahuan pasien akan manfaat dan dampak yang ditimbulkan mobilisasi dini bagi dirinya (Ibrahim, 2013).

Hasil studi pendahuluan di RSUD Kelas B Cianjur pada tanggal 4 januari 2018. Penulis mendapatkan data pembedahan laparatomi dan non-laparatomi pada tahun 2017 di RSUD kelas B Cianjur dapat dilihat pada tabel berikut:


 

Tabel 1

Rekapitulasi Jumlah Pembedahan Abdomen dan Non-Abdomen

 

Pembedahan

Jumlah

Laparatomi

Non-Laparatomi

886 orang

2.205 orang

Jumlah

3.091 orang

Sumber: data rekamedik RSUD Kelas B Cianjur 2017

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien yang dilakukan tindakan pembedahan laparatomi sebanyak 886 (28,7%) orang dan tindakan pembedahan non-laparatomi sebanyak 2.205 (71,3%) orang dengan total bembedahan sebanyak 3.091 orang.

Tabel 2

Rekapitulasi jumlah pembedahan laparatomi dan non-laparatomi

 

Pembedahan

Jumlah

Laparatomi

Non-Laparatomi

175 orang

286 orang

Jumlah

461 orang

Sumber: data rekamedik RSUD Kelas B Cianjur 2017

 

Table 3

Rekapitulasi jumlah pembedahan laparatomi dan non-laparatomi

 

Pembedahan

Jumlah

Laparatomi

Non-Laparatomi

224 orang

447 orang

Jumlah

671 orang

Sumber: data rekamedik RSUD Kelas B Cianjur 2017

 

Table 4

Rekapitulasi jumlah bembedahan laparatomi dan Non-laparatomi

 

Pembedahan

Jumlah

Laparatomi

Non-Laparatomi

600 0rang

617 orang

Jumlah

1.217 orang

Sumber: data rekamedik RSUD Kelas B Cianjur 2017

dapat dilihat dari tabel 2-4 berikut di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah pasien bedah lebih banyak dirawat di ruang Samolo I daripada di ruang lain seperti ruang Kenanga dan ruang Anggur yaitu berjumlah 1.217. Oleh karena itu peneliti memutuskan melakukan penelitian di ruang Samolo I.


 

Tabel 5

Jumlah operasi di ruang Samolo I RSUD Kelas B Cianjur Januari 2018

 

Pembedahan

Januari

Laparatomi

Non-Laparatomi

61 orang

58 orang

Jumlah

119 orang

Sumber: data jumlah operasi di ruang Samolo I Januari 2018

Berdasarkan pada tabel di atas pada bulan Januari 2018 jumlah pasien dengan pembedahan laparatomi lebih banyak dibandingkan dengan pasien dengan pembedahan non-laparatomi, yaitu pasien dengan pembedahan laparatomi sebanyak 61 orang sedangkan pasien dengan pembedahan non-laparatomi sebanyak 58 orang. Oleh karena itu peneliti tertarik mengangkat pembedahan laparatomi sebagai judul penelitian ini.

Hasil observasi di ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur pada tanggal 11 Januari 2018. Peneliti menemukan menemukan 3 dari 4 pasien pasca operasi pembedahan laparatomi tidak mengetahui manfaat dari mobilisasi dini dan tidak melakukan mobilisasi dini. Menurut pasien sebelumnya dari pihak perawat belum ada yang menjelaskan tentang mobilisasi dini dan manfaat mobilisasi dini, oleh karena itu berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengetahui �Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi�.

 

Metodologi Penelitian

Penelitian Eksperimen atau percobaan (Experimental research) adalah suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan (experiment), yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut. Ciri khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan atau trial atau intervensi. Percobaan itu berupa perlakuan atau intervensi terhadap suatu variabel. Dari perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variabel yang lain (Nursalam: 2013).

Bentuk rancangan ini, sebagai berikut:

R���������� 01���������� X��������� 02

Keterangan :

R��������� : Pasien dengan pembedahanlaparatomi

O1������� :Observasi pelaksanaan mobilisasi dini pasien sebelum penyuluhan

X�������� : Intervensi

O2������� : Observasi pelaksanaan mobilisasi dini pasien setelah penyuluhan

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Nursalam: 2013). Variable independen (bebas) yaitu pelaksanaan mobilisasi dini sebelum dilakukan penyuluhan. Variable dependen (terikat) yaitu pelaksanaan mobilisasi dini setelah dilakukan penyuluhan.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien post operasi pembedahan laparatomi priode februari di ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu pasien post oprasi pembedahan laparatomi periode februari di Ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur tahun 2018.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Accidental sampling yaitu pengambilan sampel sembarangan, peneliti langsung kelapangan melakukan pengumpulan data terhadap sejumlah sample yang ditemui, berapapun jumlah sample tidak menjadi masalah, prinsipnya banyaknya jumlah sample sudah diang gapcukup berarti penelitian dianggap selesai (Nursalam: 2013).

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Adapun penjelasan mengenai kedua teknik analisis data tersebut, sebagai berikut; 1) Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Suzzane: 2008). Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Variabel penelitian data kategorik digambarkan dalam bentuk nilai distribusi frekuensi. Variabel penelitian data numerik digambarkan dalam bentuk nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi.

Keterangan :

P : Persentase

f: Frekuensi jawaban responden

N : Jumlah Responden

2) Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yaitu penyuluhan manfaat mobilisasi dini dengan variabel dependen yaitu pelaksanaan mobisasi dini.

Analisis ini menggunakan rumus uji wiloxom sebagai berikut:

Keterangan:

N = jumlah data

T = jumlah rangking dari nilai selisish yang negative atau positif

Kriteria Pengujian

H0 diterima dan H1 ditolak apabila nilai probabilitas > 0,05.

H0 ditolak dan H1 diterima apabila nilai probabilitas < 0,05.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Hasil Penelitian

1.      Hasil Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Nursalam: 2013). Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat gambaran responden yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan berdasarkan tingkat pelaksanaan mobilisasi dini sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dapat dilihat berturut-turut pada tabel berikut ini:

a.      Karakteristrik Responden

1)      Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Diagnosa medis

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosa Medis

 

Diagnosa medis

Frekuensi (F)

Persentase (%)

Hernia

Hill

Ilieus

Asites

Susp. Perforasi gaster

Cholangitis + chole decolithiasis

Appendiksitis

4

3

1

1

1

1

2

30,7

23,1

7,7

7,7

7,7

7,7

15,4

Jumlah

13

100

Sumber: Observasi Pada Tanggal 01-06 februari 2018

 

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa jumlah diangnosa medis terbanyak adalah penyakit hernia dengan jumlah 4 orang (30,7%).

2)      Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

 

Karakteristik

Jenis Kelamin

Frekuensi (F)

Persentase (%)

Laki-laki

11

84,6

Perempuan

2

15,4

Total

13

100,0

Sumber: Observasi Pada Tanggal 01-06 februari 2018

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa dari 13 responden, responden terbanyak adalah responden laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (84,6%) dibandingkan dengan wanita yang hanya berjumlah 2 orang (15,4%) dikarenakan pembedahan laparatomi kasus penyakit yang terbanyak adalah kasus pembedahan herniayang kebanyakan menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.

3)      Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 8

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur

 

Umur

Frekuensi (F)

Persentase (%)

15-25 Tahun

2

15,4

26-35 Tahun

1

7,7

36-45 tahun

2

15,4

46-55 tahun

3

23,1

56-65 tahun

5

38,4

Total

13

100,0

Sumber: Observasi Pada Tanggal 01-06 februari 2018

Berdasarkan Tabel 8 diperoleh data bahwa dari 13 responden sebagian besar usia responden berada dalam usia 56-65 tahun yakni 5 orang(30,7%). Umur yang sudah lumayan matang, apalagi palagi tua pasti akan mudah terserang penyakit hernia. Karena umur yang tua rentan terhadap terserangnya penyakit baik ringan ataupun berat.

 

4)      Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 9

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

 

Pendidikan

Frekuensi (F)

Persentase (%)

SD

7

53,8

SMP

4

30,8

SMA

2

15,4

Total

13

100,0

Berdasarkan Tabel 9 diperoleh data bahwa dari 13 responden sebagian besar pendidikan terahirresponden adalah ����������� SDyaitu 7 orang(53,8%). Pendidikan dasar yang dimiliki responden bisa menjadi salah satu alasan mengapa sebelum dilakukan penyuluhan banyak dari responden tidak melakukan mobilisasi, dibebabkan kurangnya pengetahuan menyebabkan ketidak tahuan tentang mobilisasi dini.

b.      Analisa Responden Berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi Sebelum Diberikan Penyuluhan

Tabel 10

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Mobilisasi Dini Sebelum Penyuluhan

Kategori

Pelaksanaan mobilisasi dini

Frekuensi (F)

Persentase (%)

Baik

1

7,7

Cukup

4

30,8

Kurang

8

61,5

Total

13

100,0

Sumber: Observasi Pada Tanggal 01 � 06 februari 2018

Berdasarkan Tabel 10 diperoleh data bahwa dari 13 responden, tingkat pelaksanaan mobilisasi dini dikategorikan baik sebelum diberikan penyuluhan yaitu sebanyak 1 orang (7,7%), kemudian kategori cukup sebanyak 4 orang (30,8%) dan kategori pelaksanaan mobilisasi dini kurang sebanyak 8 orang (61,5%). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi sebelum diberikan penyuluhan masuk pada kategori kurang dengan jumlah sebanyak 8 orang (61,5%).

 

 

 

c.       Analisa Responden Berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi Sesudah Diberikan Penyuluhan

Tabel 11

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasca Penyuluhan

 

Kategori

Pelaksanaan mobilisasi dini

Frekuensi (F)

Persentase (%)

Baik

9

69,2

Cukup

1

7,7

Kurang

3

23,1

Total

13

100,0

Sumber: Observasi Pada Tanggal 01-06 februari 2018

Berdasarkan Tabel 11 diperoleh data bahwa dari 13 responden yang tingkat pelaksanaan mobilisasi dini dikategorikan baik sesudah diberikan penyuluhan yaitu sebanyak 9 orang (69,2%), kemudian kategori cukup sebanyak 1 orang (7,7%) dan yang kategori pelaksanaan mobilisasi dini kurang 3 orang (23,1%). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pelaksanaan mobilisasi dini sesudah diberikan penyuluhan masuk pada kategori baik dengan jumlah sebanyak 9 orang (69,2%).

2.      Hasil Analisa Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yaitu penyuluhan manfaat mobilisasi dinidengan variabel dependen yaitu pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi .

a.      Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi

Tabel 12

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini

 

 

N

Rata-rata

(%)

Minimum-Maksimum

P

Pelaksanaan mobilisasi dini sebelum penyuluhan

13

66

0-2

0,001

Pelaksanaan mobilisasi dini sebelum penyuluhan

13

87

2-4

Uji Wilcoxom

Berdasarkan tabel 11 diperoleh hasil analisis bivariat dengan menggunakan Uji Wilcoxon. Tabel yang terdiri atas Njumlah subjek tiap kelompok yaitu 13 responden. Nilai rata-rata dari kelompokpelaksanaan mobilisasi dini sebelum penyuluhan yaitu 66% dengan nilai minimum 0, nilai maksimum 2 dan nilai rata-rata dari kelompok pelaksanaan mobilisasi dini sesudah penyuluhan yaitu 87% dengan nilai minimum 2 nilai maksimun 4 dari nilaipelaksanaan mobilisasi dini, ini berarti menunjukan adanya peningkatan pelaksanaan sesudah di lakukan penyuluhan. Didapat Nilai Significancy (p) 0.001 (p < 0.05) dengan demikian HO ditolak dan Ha di terima karena �ada pengaruh antara penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasini pada pasien pasca pembedahan laparatomi sebelum diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan penyuluhan.�

 

B.     Pembahasan

1.      Pembahasan Analisis Univariat

Berdasarkan hasil analisis deskriptifdiperoleh data bahwa dari 13 responden pelaksanaan mobilisasi dini sebelum diberikan penyuluhan masuk pada kategori kurang dengan nilai rata-rata 66%.

Dari gambaran di atas menunjukan bahwa kebanyakan responden tidak melakukan mobilisasi dini, dikarenakan responden sebelumnya tidak mengetahui apa itu mobilisasi dini dan manfaat mobilisasi dini, menyebabkan responden tidak melakukan mobilisasi dini. Di sisi lain, mayoritas responden memiliki taraf pendidikan yang rendah, sehingga berpengaruh pada ketidaktahuan responden terhadap manfaat mobilisasi dini.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh data bahwa dari 13 responden, terdapat peningkatanpelaksanaan mobilisasi dini menjadi dikategorikan baik sesudah diberikan penyuluhan dengan nilai rata-rata yaitu 87%.

Hal diatas tersebut memberikan gambaran mengenai pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahaan laparatomi setelah diberikan penyuluhan tentang manfaat mobilisasi dini terdapat peningkatan, dikarenakan responden menjadi tau setelah diberikan penyuluhan tentang manfaat mobilisasi dini dan dampak tidak melakukan mobilisasi dini. Dengan bertambahnya pengetahuan responden terjadilah perubahan perilaku.

2.      Pembahasan Analisis Bivariat

Hasil penelitian pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahaan laparatomi di ruang Samolo I kelas B RSUD Cianjur pada tanggal 01-06 Februari 2018 dari 13 responden terdapat peningkatan pelaksanaan mobilisasi dini responden yang awalnya dikategorikan pelaksanaan mobilisasi dini baik. Pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahaan abdomen, dapat dilihat dari hasil analisis dengan menggunakan uji statistik Wilcoxom yang dilakukan dari kelompok. Tabel yang terdiri atas Njumlah subjek tiap kelompok yaitu 13 responden. Nilai rata-rata dari kelompokpengetahuan sebelum penyuluhan yaitu 66 % dengan nilai minimum 0, nilai maksimum 2 dan Nilai rata-rata dari kelompok pengetahuan sesudah penyuluhan yaitu 87 % dengan nilai minimum 2 nilai maksimun 4.

Nilai rata-rata pengetahuan responden sebelum dilakukan penyuluhan adalah cukup yaitu 66%, sesudah dilakukan penyuluhan nilai rata-rata pengetahuan meningkat menjadi baik yaitu 87%, hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan mobilisasi dini sudah semakin baik.

Analisis menggunakan Uji Statistik Wilcoxom menunjukkan bahwa penyuluhan dapat mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini, dengan nilaipelaksanaan mobilisasi dini sebelum dan sesudah penyuluhan di dapatkan Nilai Significancy (p) 0.001 (p < 0.05).

Dapat disimpulkan bahawa penyuluhan memiliki pengaruh cukup besar terhadap perubahan perilaku seseorang menjadi meningkat lebih baik. Makna asli penyuluhan adalah pemberian penerangan dan informasi, maka setelah dilakukan penyuluhan manfaat mobilisasi dini akan terjadi peningkatan pelaksanaan mobilisasi dini oleh responden.

Dengan demikian Ho ditolak dan Ha di terima karena �ada pengaruh antara penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasini pada pasien pasca pembedahan laparatomi sebelum diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan penyuluhan.�

 

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi ruang samolo I RSUD kelas B Cianjur sampel yang digunakan sebanyak 13 orang dengan menggunakan Aksidental Samplingpenelitian ini di sajikan dalam bentuk analisis Univariat dan Bivariat dari hasil penelitian tersebut maka sesuai dengan tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini dapat di simpulkan sebagai berikut:

1.        Berdasarkan hasilanalisis deskriptifdiperoleh data bahwa pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi di ruang samolo I RSUD kelas B Cianjur sebelum diberikan penyuluhan manfaat mobilisasi dini masuk pada kategori kurang dengan nilai rata-rata 66%.

2.        Berdasarkan hasil analisis deskriptifdiperoleh data bahwa pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi di ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur sesudah diberikan penyuluhan manfaat mobilisasi dini masuk pada kategori baik dengan nilai rata-rata 87%.

3.        Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji Statistik Wilcoxom menunjukkan Nilai Significancy (p) 0.001 (p < 0.005). Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi di ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur di terima.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

A. Aziz alimul H. 2007. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

 

Anik, Maryunani. 2014. Asuhan Keperawatan Perioperatif � Pre Operasi. Jakarta: TMI.

 

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba medika.

 

Erwin-Tothdan Hocevar, Krasner, Motta. 2007. InETNA (Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association).

 

Lailatul fitriyah. Tahap mobilisasi dini; ( diunduh tanggal 22 maret 2017) tersedia dari :https://lailatulfitriyah.wordpress.com/2009/10/27/mobilisasi-dini/

 

Made Wirnata. Manfaat mobilisasi dini pada post apendiktomi; ( diunduh tanggal 21 maret 2017) tersedia dari : http://wir-nursing.blogspot.co.id

 

Mubaraq, Wahit Ikbal & Nurul Chayati. 2009. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.

 

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

 

Smeltzer & Bare 2006, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,Vol. 2,Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

 

Sugiyono. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

 

Suzannne C, Smeltzer dan Brenda G, Bare.2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Ed.8 Vol.1. Jakarta: EGC.

 

Yuniarti. Konsep dasar SAP; ( diunduh tanggal 19 maret 2017 ) tersedia dari : http://sahabatsejatimayah.blogspot.com/2012/07/penyusunan-sap-dan-proposal-komunitas.html