���������� ������������������������������ Syntax Literate :
Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849
����������� e-ISSN : 2548-1398
����������� Vol. 3, No 2 Februari 2018
PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT
MOBILISASI DINI TERHADAP PELAKSANAAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN PASCA PEMBEDAHAN
LAPARATOMI
Reni
Anggraeni
Poltekes Yapkesbi Sukabumi
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari
penelitian ini untuk megetahui pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini pada
pasien pasca pembedahan laparatomi di ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur.
Jenis penelitian menggunakan Experimental dengan pengambilan sampel pasien
laparatomi yang telah melakukan proses bedah menggunakan Acidental Sampling
yakni 13 orang. Instrumen penelitian ini mmanfaatkan lembar observasi yang
mengukur pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Analisa data tidak lain
adalah analisa univariat dan bivariat. Dari hasil analisis univariat terdapat
peningkatan yang cukup baik pada pelaksanaan mobilisasi dini. Mobilisasi dini
di awal 1 orang (7,7%) meningkat menjadi 9 orang (69,2%), dan kategori cukup
pada saat pretest adalah 4 orang (30,8%) dan pada saat posttest berkurang
menjadi 1 orang (7,7%), kemudian pengetahuan yang dikategorikan kurang pada
saat pretest adalah 8 orang (61,5%) berkurang menjadi 3 orang (23,1%) setelah
diberikan penyuluhan/posttest. Sedangkan hasil uji statistik bivariat
menggunakan uji wiloxom. Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan hasil nilai
significancy (P) 0.001 (P<0.05). Maka HO ditolak dan Ha diterima
karena ada pengaruh antara penyuluhan atas kegiatan mobilisasi dini pada
pasien.. Diharapkan penelitian ini sebagai bahan informasi dan referensi
tambahan dalam kegiatan tindakan keperawatan pada pasien post operasi terutama
pada pasien pasca pembedahan laparatomi.
Kata Kunci: Mobilisasi Dini,
Pembedahan laparatomi.
Pendahuluan
Operasi
dan/atau pembedahan tidak lain adalah penanganan medis yang dilakukan secara invasive untuk mendiagnosa dan/atau
mengobati penyakit, injuri, hingga deformitas tubuh (Nainggolan, 2013). Kiik
(2013) menjelaskan bahwa tindakan bedah berujung pada pencederaan jaringan dan
berdampak langsung pada perubahan fisiologi tubuh. Dalam catatanya, badan
kesehatan dunia, WHO (dalam Sartika: 2013) bahkan menyebutkan bahwa jumlah
pasien bedah meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011 lalu 140 juta pasien
tercatat sebagai penerima tindakan bedah di seluruh dunia. Sedangkan satu tahun
berikutnya, yakni 2012, angka tersebut meningkat menjadi 148 juta jiwa.
Tindakan
operasi di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa (WHO dalam Sartika,
2013). Bahkan, tahun 2009 lalu, berdasarkan data tabulasi Depkes RI menyebutkan
bahwa tindakan bedah dan operasi adalah urutan ke-11 tindakan yang paling
sering dilakukan. Sedang dari sekian banyak tindakan bedah dan operasi, 32%
diantaranya tidak lain adalah tindakan bedah laparatomi (DEPKES RI, 2009). Jumlah operasi pada tahun 2016 di
RSUD Kelas B Cianjur adalah sebanyak 3.091 orang diantaranya merupakan tindakan
pembedahan laparatomi.
Laparatomi
tidak
lain adalah pembedahan mayor yang meliputi penyayatan lapisan abdomen guna memperoleh organ abdomen yang bermasalah (hemoragi,
perforasi, kanker, dan obstruksi)
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005; 2 http://medicastore.m, 2012). Laparatomi sendiri tidak berhenti pada
sekedar kasus bedah biasa, namun juga pada banyak kasus seperti Hernia Inguinalis, Kanker Lambung, Apendiksitif, perforasi, Kanker Colon dan Rectum, Obstruksi Usus, Imflamasi Usus Kronis, Peritonisits, Kolestisitis (Sjamsuhidajat & Jong,
2005).
Laporan
Depkes RI (2007) sendiri pernah menyebutkan bahwa kasus bedah laparatomi meningkat dari tahun ke
tahun. Akhir 2005 kasus ini berjumlah 162, kemudian meningkat menjadi 983 di
2016 dan terus meningkat di angka 1.281 pada akhir 2007. Jumlah pasien dengan laparatomi di RSUD Kelas B Cianjur� pada tahun 2016 sebanyak 886 orang, sedangkan
jumlah pembedahan laparatomi di
ruangan Samolo I kelas B Cianjur sebanyak 600 orang pada tahun 2016.
Jumlah
pasien dengan tindakan operasi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dapat
mempengaruhi peningkatan komplikasi pasca operasi seperti resiko timbulnya
infeksi luka pasca operasi (ILO) dan infeksi nosokomial (Haryanti, 2013). Pada praktiknya, mereka yang tidak
mendapatkan perawatan khusus pasca operasi laparatomi
cenderung memperoleh penyembuhan yang sedikit lebih lambat dibanding mereka
yang memperoleh penanganan khusus (Depkes, 2010). Komplikasi pada pasien post laparatomi adalah nyeri yang hebat,
perdarahan, bahkan kematian (Rustianawati, 2013). Tidak hanya itu, Nainggolan
(2013) juga menerangkan bahwa pasien pasca bedah yang terlalu banyak tirah
baring akan memiliki resiko komplikasi yang cukup serius. Komplikasi tersebut
tidak lain adalah kekakuan otot tubuh, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi
darah, hingga peristaltik dan sejenisnya (Nainggolan, 2013).
Menurut
Kristiantari (2009) permasalahan keperawatan yang kerap muncul pada pasien post laparatomi meliputi pelemahan,
keterbatasan 3 fungsi tubuh dan cacat. Pelemahan sebagaimana yang dimaksud
menyangkut beberapa gangguan tubuh seperti, timbulnya nyeri pada area bedah,
takut, hingga terbatasnya lungkup gerak sendi (LGS). Adapun keterbatasan fungsi
tubuh sebagaimana yang dimaksud adalah kesulitan untuk berdiri, berjalan hingga
cacat yang kemudian dapat mengganggu aktivitas. Hal-hal yang disebutkan di atas
umumnya ditumbulkan oleh tindakan medis dan nyeri yang timbul pasca pemberian tindakan
(Kristiantari, 2009).
Nyeri
yang hebat merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi pada regio intraabdomen, sekitar 60% pasien mengalami
nyeri yang cukup hebat sedang 25% sisanya mengalami nyeri sedang dan 15%
terakhir mengalami nyeri ringan (Nugroho, 2010).
Pada
pelaksanaanya proses keperawatan dilakukan untuk mengembalikan kestabilan batas
fisiologi pasien, mengurangi dan/atau bahkan menghilangkan nyeri dan
menghindari komplikasi (Ajidah, 2014). Pasien post laparatomi umumnya perlu perawatan yang maksimal untuk
mempercepat pengembalian fungsi tubuh dan mengurangi rasa nyeri yang timbul
pasca tindakan, hal ini diterapkan dengan cara-cara yang sederhana. Cara
sederhana ini tidak lain adalah latihan batuk efektif, latihan napas, hingga
mobilisasi dini ringan (Rustianawati, 2013).
Mobilisasi
dini adalah perawatan khusus yang diberikan pasca tindakan medis dalam hal ini
adalah tindakan bedah. Tindakan ini dilakukan dengan memberi latihan ringan
seperti latihan pernapasan hingga menggerakan tungkai kaki yang dilakukan di
tempat tidur pasien. Akhir dari proses latihan ini mengajak pasien untuk mau
berjalan dan bergerak secara mandiri untuk sekedar ke kamar mandi (Ibrahim,
2013). Mobilisasi dini memiliki manfaat untuk melancarkan peredaran darah, statis vena, mencegah kontraktur, menunjang
fungsi pernapasan (Kiik, 2013).
Potter
& Perry (2005) menilai bawah mobilisasi dini sangat penting sebagai
tindakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya. Apabila
kemudian pasien tidak mendapat perawatan maka pasien tersebut akan mengalami
gangguan seperti kurang efektifnya fungsi tubuh, aliran darah tidak lancar,
intensitas nyeri meningkat, sistem pernapasan terganggu hingga timbulnya
kardiovaskuler (Rustianawati, 2013; Suparyanto, 2010)
Mobilisasi
dini mempunyai peranan penting, khususnya dalam mengurangi nyeri dan mencegah
komplikasi. Selain itu fungsi lain dari mobilisasi dini adalah untuk mengurangi
aktivitas mediator kimiawi dan mengurangi transmisi saraf nyeri menuju ke
pusat. Dengan peran sebagaimana yang telah disebutkan di atas, mobilisasi dini
akan sangat berguna untuk mereka yang sedang pada taraf penyembuhan pasca bedah
(Nugroho, 2010).
Nainggolan
(2013) mengemukakan bahwa mobilisasi dini adalah salah satu aspek penting yang
dapat mempengaruhi percepatan penyembuhan pasien pasca bedah. Selain itu,
kegiatan ini juga sangat berguna untuk memperpendek masa rawat dan
menghindarkan pasien dari resiko komplikasi seperti kekakuan otot hingga dekubitus.
Anggapan
pasien yang tidak boleh banyak bergerak jika dalam masa penyembuhan cenderung
memberi pengaruh kurang baik terhadap proses mobilisasi dini (Kiik, 2013). Padahal,
jika pasien melakukan mobilisasi dini, apa yang menjadi keluhan pasien seperti
nyeri dan penurunan fungsi tubuh akan sedikit terhindarkan. Sejauh ini
Nainggolan (2013) pernah menyebutkan melalui penelitiannya bahwa dari 15
responden yang terlibat 13 (86,6%) diantaranya tidak melakukan mobilisasi dini
dan mengalami masa penyembuhan yang lambat. 2 (13,4%) pasien lain melakukan
mobilisasi dini dengan lebih teratur. Hasilnya, 2 pasien tersebut mengalami
masa penyembuhan yang lebih cepat dibanding mereka yang tidak melakukan.
Artinya, anggapan bahwa pasien tidak diperkenankan bergerak selama masa
penyembuhan adalah opini yang tidak terbukti secara klinis dan tidak
benar-benar terbukti pasca penelitian ini. Kepercayaan pasien akan
ketidakbolahannya bergerak selama masa penyembuhan juga diakibatkan oleh
banyak. Dua hal yang paling menonjol adalah tingkat pendidikan dan ketidaktahuan
pasien akan manfaat dan dampak yang ditimbulkan mobilisasi dini bagi dirinya (Ibrahim,
2013).
Hasil
studi pendahuluan di RSUD Kelas B Cianjur pada tanggal 4 januari 2018. Penulis
mendapatkan data pembedahan laparatomi dan
non-laparatomi pada tahun 2017 di
RSUD kelas B Cianjur dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
1
Rekapitulasi Jumlah
Pembedahan Abdomen dan Non-Abdomen
Pembedahan |
Jumlah |
Laparatomi Non-Laparatomi |
886 orang 2.205 orang |
Jumlah |
3.091 orang |
Sumber: data rekamedik RSUD Kelas
B Cianjur 2017
Dari tabel tersebut
dapat disimpulkan bahwa pasien yang dilakukan tindakan pembedahan laparatomi sebanyak 886 (28,7%) orang
dan tindakan pembedahan non-laparatomi
sebanyak 2.205 (71,3%) orang dengan total bembedahan sebanyak 3.091 orang.
Tabel
2
Rekapitulasi
jumlah pembedahan laparatomi dan non-laparatomi
Pembedahan |
Jumlah |
Laparatomi
Non-Laparatomi |
175 orang 286 orang |
Jumlah |
461 orang |
Sumber: data rekamedik RSUD Kelas B Cianjur 2017
Table
3
Rekapitulasi jumlah pembedahan
laparatomi dan non-laparatomi
Pembedahan |
Jumlah |
Laparatomi
Non-Laparatomi |
224 orang 447 orang |
Jumlah |
671 orang |
Sumber: data rekamedik RSUD Kelas B Cianjur 2017
Table 4
Rekapitulasi jumlah bembedahan
laparatomi dan Non-laparatomi
Pembedahan |
Jumlah |
Laparatomi
Non-Laparatomi |
600 0rang 617 orang |
Jumlah |
1.217 orang |
Sumber: data rekamedik RSUD Kelas
B Cianjur 2017
dapat dilihat dari
tabel 2-4 berikut di atas dapat disimpulkan bahwa
jumlah pasien bedah lebih banyak dirawat di ruang Samolo I daripada di ruang
lain seperti ruang Kenanga dan ruang Anggur yaitu berjumlah 1.217. Oleh karena
itu peneliti memutuskan melakukan penelitian di ruang Samolo I.
Tabel
5
Jumlah
operasi di ruang Samolo I RSUD Kelas B Cianjur
Januari 2018
Pembedahan |
Januari |
Laparatomi Non-Laparatomi |
61 orang 58 orang |
Jumlah |
119 orang |
Sumber: data jumlah operasi di ruang Samolo I Januari 2018
Berdasarkan
pada tabel di atas pada bulan Januari 2018 jumlah pasien dengan pembedahan laparatomi lebih banyak dibandingkan
dengan pasien dengan pembedahan non-laparatomi,
yaitu pasien dengan pembedahan laparatomi
sebanyak 61 orang sedangkan pasien dengan pembedahan non-laparatomi sebanyak 58 orang. Oleh karena itu peneliti tertarik mengangkat pembedahan laparatomi sebagai judul penelitian ini.
Hasil
observasi di ruang Samolo I
RSUD kelas B Cianjur pada tanggal 11 Januari 2018. Peneliti
menemukan menemukan 3 dari 4 pasien pasca operasi pembedahan laparatomi tidak mengetahui manfaat dari
mobilisasi dini dan tidak melakukan mobilisasi dini. Menurut pasien sebelumnya
dari pihak perawat belum ada yang menjelaskan tentang mobilisasi dini dan
manfaat mobilisasi dini, oleh karena itu berdasarkan latar belakang tersebut
maka peneliti ingin mengetahui �Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan
Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi�.
Metodologi Penelitian
Penelitian Eksperimen atau percobaan (Experimental research) adalah suatu
penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan (experiment), yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh
yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu atau eksperimen
tersebut. Ciri khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan atau
trial atau intervensi. Percobaan itu berupa perlakuan atau intervensi terhadap
suatu variabel. Dari perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau
pengaruh terhadap variabel yang lain (Nursalam: 2013).
Bentuk rancangan ini, sebagai berikut:
R����������
01���������� X��������� 02 |
Keterangan :
R��������� :
Pasien dengan pembedahan� laparatomi
O1������� :Observasi
pelaksanaan mobilisasi dini pasien sebelum penyuluhan
X�������� :
Intervensi
O2������� :
Observasi pelaksanaan mobilisasi dini pasien setelah penyuluhan
Variabel penelitian pada dasarnya adalah
segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang di tetapkan oleh peneliti untuk di
pelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya (Nursalam: 2013). Variable independen (bebas) yaitu pelaksanaan
mobilisasi dini sebelum dilakukan penyuluhan. Variable dependen (terikat) yaitu
pelaksanaan mobilisasi dini setelah dilakukan penyuluhan.
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
post operasi pembedahan laparatomi priode februari di ruang Samolo I RSUD kelas
B Cianjur tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu
pasien post oprasi pembedahan laparatomi periode februari di Ruang Samolo I
RSUD kelas B Cianjur tahun 2018.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan Accidental sampling
yaitu pengambilan sampel sembarangan, peneliti langsung kelapangan melakukan
pengumpulan data terhadap sejumlah sample yang ditemui, berapapun jumlah sample
tidak menjadi masalah, prinsipnya banyaknya jumlah sample sudah diang gapcukup
berarti penelitian dianggap selesai (Nursalam: 2013).
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Adapun penjelasan
mengenai kedua teknik analisis data tersebut, sebagai berikut; 1) Analisis
univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian (Suzzane: 2008). Bentuk analisis univariat tergantung dari
jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Variabel penelitian data kategorik
digambarkan dalam bentuk nilai distribusi frekuensi. Variabel penelitian data
numerik digambarkan dalam bentuk nilai mean atau rata-rata, median dan standar
deviasi.
�
Keterangan :
P : Persentase
f� : Frekuensi jawaban responden
N : Jumlah
Responden
2) Analisis bivariat merupakan analisis untuk
mengetahui interaksi dua variabel, Analisis bivariat dalam penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yaitu penyuluhan
manfaat mobilisasi dini dengan variabel dependen yaitu pelaksanaan mobisasi
dini.
Analisis ini menggunakan rumus uji wiloxom
sebagai berikut:
Keterangan:
N
= jumlah data
T
= jumlah rangking dari nilai selisish yang negative atau positif
Kriteria
Pengujian
H0
diterima dan H1 ditolak apabila nilai probabilitas > 0,05.
H0
ditolak dan H1 diterima apabila nilai probabilitas < 0,05.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
1.
Hasil Analisa Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Nursalam: 2013).
Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat gambaran responden yang
meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan berdasarkan tingkat pelaksanaan
mobilisasi dini sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dapat dilihat
berturut-turut pada tabel berikut ini:
a.
Karakteristrik Responden
1)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Diagnosa medis
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Diagnosa Medis
Diagnosa
medis |
Frekuensi
(F) |
Persentase
(%) |
Hernia Hill Ilieus
Asites
Susp.
Perforasi gaster Cholangitis
+ chole decolithiasis Appendiksitis
|
4 3 1 1 1 1 2 |
30,7 23,1 7,7 7,7 7,7 7,7 15,4 |
Jumlah |
13 |
100 |
Sumber: Observasi Pada Tanggal 01-06 februari
2018
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa jumlah diangnosa medis terbanyak
adalah penyakit hernia dengan jumlah 4 orang (30,7%).
2)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin
Karakteristik Jenis Kelamin |
Frekuensi (F) |
Persentase (%) |
Laki-laki |
11 |
84,6 |
Perempuan |
2 |
15,4 |
Total |
13 |
100,0 |
Sumber: Observasi Pada Tanggal 01-06 februari 2018
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa dari 13 responden, responden
terbanyak adalah responden laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (84,6%)
dibandingkan dengan wanita yang hanya berjumlah 2 orang (15,4%) dikarenakan
pembedahan laparatomi kasus penyakit yang terbanyak adalah kasus pembedahan
hernia� yang kebanyakan menyerang
laki-laki dibandingkan perempuan.
3)
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
umur
Umur |
Frekuensi (F) |
Persentase (%) |
15-25 Tahun |
2 |
15,4 |
26-35 Tahun |
1 |
7,7 |
36-45 tahun |
2 |
15,4 |
46-55 tahun |
3 |
23,1 |
56-65 tahun |
5 |
38,4 |
Total |
13 |
100,0 |
Sumber:
Observasi Pada Tanggal 01-06 februari 2018
Berdasarkan Tabel 8 diperoleh data bahwa dari 13 responden sebagian
besar usia responden berada dalam usia 56-65 tahun yakni 5 orang� (30,7%). Umur yang sudah lumayan matang,
apalagi palagi tua pasti akan mudah terserang penyakit hernia. Karena umur yang
tua rentan terhadap terserangnya penyakit baik ringan ataupun berat.
4) Karakteristik
Responden Berdasarkan Pendidikan
�Tabel 9
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan |
Frekuensi
(F) |
Persentase
(%) |
SD |
7 |
53,8 |
SMP |
4 |
30,8 |
SMA |
2 |
15,4 |
Total |
13 |
100,0 |
Berdasarkan Tabel 9 diperoleh data bahwa dari 13 responden sebagian
besar pendidikan terahir� responden
adalah ����������� SD� yaitu 7 orang�
(53,8%). Pendidikan dasar yang dimiliki responden bisa menjadi salah
satu alasan mengapa sebelum dilakukan penyuluhan banyak dari responden tidak
melakukan mobilisasi, dibebabkan kurangnya pengetahuan menyebabkan ketidak
tahuan tentang mobilisasi dini.
b.
Analisa Responden Berdasarkan Tingkat
Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi Sebelum
Diberikan Penyuluhan
Tabel 10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pelaksanaan Mobilisasi Dini Sebelum Penyuluhan
Kategori Pelaksanaan
mobilisasi dini |
Frekuensi (F) |
Persentase (%) |
Baik |
1 |
7,7 |
Cukup |
4 |
30,8 |
Kurang |
8 |
61,5 |
Total |
13 |
100,0 |
Sumber: Observasi Pada Tanggal 01 � 06 februari 2018
Berdasarkan Tabel 10 diperoleh data bahwa dari 13 responden, tingkat
pelaksanaan mobilisasi dini dikategorikan baik sebelum diberikan penyuluhan
yaitu sebanyak 1 orang (7,7%), kemudian kategori cukup sebanyak 4 orang (30,8%)
dan kategori pelaksanaan mobilisasi dini kurang sebanyak 8 orang (61,5%). Maka
dapat disimpulkan bahwa tingkat pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca
pembedahan laparatomi sebelum diberikan penyuluhan masuk pada kategori kurang
dengan jumlah sebanyak 8 orang (61,5%).
c.
Analisa Responden Berdasarkan Tingkat
Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi Sesudah
Diberikan Penyuluhan
Tabel 11
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasca Penyuluhan
Kategori Pelaksanaan
mobilisasi dini |
Frekuensi
(F) |
Persentase
(%) |
Baik |
9 |
69,2 |
Cukup |
1 |
7,7 |
Kurang |
3 |
23,1 |
Total |
13 |
100,0 |
Sumber: Observasi Pada Tanggal 01-06 februari 2018
Berdasarkan Tabel 11
diperoleh data bahwa dari 13 responden yang tingkat pelaksanaan mobilisasi dini
dikategorikan baik sesudah diberikan penyuluhan yaitu sebanyak 9 orang (69,2%),
kemudian kategori cukup sebanyak 1 orang (7,7%) dan yang kategori pelaksanaan
mobilisasi dini kurang 3 orang (23,1%). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
pelaksanaan mobilisasi dini sesudah diberikan penyuluhan masuk pada kategori
baik dengan jumlah sebanyak 9 orang (69,2%).
2. Hasil
Analisa Bivariat
Analisis
bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, Analisis
bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara
variabel independen yaitu penyuluhan manfaat mobilisasi dini� dengan variabel dependen yaitu pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi .
a.
Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini
Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi
Tabel 12
Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan
Mobilisasi Dini
|
N |
Rata-rata (%) |
Minimum-Maksimum |
P |
Pelaksanaan
mobilisasi dini sebelum penyuluhan |
13 |
66 |
0-2 |
0,001 |
Pelaksanaan
mobilisasi dini sebelum penyuluhan |
13 |
87 |
2-4 |
Uji Wilcoxom
Berdasarkan tabel 11 diperoleh hasil analisis bivariat dengan
menggunakan Uji Wilcoxon. Tabel yang
terdiri atas N� jumlah subjek tiap
kelompok yaitu 13 responden. Nilai rata-rata dari kelompok� pelaksanaan mobilisasi dini sebelum
penyuluhan yaitu 66% dengan nilai minimum 0, nilai maksimum 2 dan nilai
rata-rata dari kelompok pelaksanaan mobilisasi dini sesudah penyuluhan yaitu
87% dengan nilai minimum 2 nilai maksimun 4 dari nilai� pelaksanaan mobilisasi dini, ini berarti
menunjukan adanya peningkatan pelaksanaan sesudah di lakukan penyuluhan.
Didapat Nilai Significancy (p) 0.001 (p
< 0.05) dengan demikian HO ditolak dan Ha di terima
karena �ada pengaruh antara penyuluhan
manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasini pada pasien pasca
pembedahan laparatomi sebelum diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan
penyuluhan.�
B.
Pembahasan
1.
Pembahasan Analisis Univariat
Berdasarkan hasil analisis deskriptif� diperoleh data bahwa dari 13 responden
pelaksanaan mobilisasi dini sebelum diberikan penyuluhan masuk pada kategori
kurang dengan nilai rata-rata 66%.
Dari gambaran di atas menunjukan bahwa kebanyakan
responden tidak melakukan mobilisasi dini, dikarenakan responden sebelumnya
tidak mengetahui apa itu mobilisasi dini dan manfaat mobilisasi dini,
menyebabkan responden tidak melakukan mobilisasi dini. Di sisi lain, mayoritas
responden memiliki taraf pendidikan yang rendah, sehingga berpengaruh pada
ketidaktahuan responden terhadap manfaat mobilisasi dini.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh data
bahwa dari 13 responden, terdapat peningkatan�
pelaksanaan mobilisasi dini menjadi dikategorikan baik sesudah diberikan
penyuluhan dengan nilai rata-rata yaitu 87%.
Hal diatas tersebut memberikan gambaran mengenai
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahaan laparatomi setelah
diberikan penyuluhan tentang manfaat mobilisasi dini terdapat peningkatan,
dikarenakan responden menjadi tau setelah diberikan penyuluhan tentang manfaat
mobilisasi dini dan dampak tidak melakukan mobilisasi dini. Dengan bertambahnya
pengetahuan responden terjadilah perubahan perilaku.�
2.
Pembahasan Analisis Bivariat
Hasil penelitian pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi
dini terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahaan
laparatomi di ruang Samolo I kelas B RSUD Cianjur pada tanggal 01-06 Februari
2018 dari 13 responden terdapat peningkatan pelaksanaan mobilisasi dini
responden yang awalnya dikategorikan pelaksanaan mobilisasi dini baik. Pengaruh
penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada
pasien pasca pembedahaan abdomen, dapat dilihat dari hasil analisis dengan
menggunakan uji statistik Wilcoxom
yang dilakukan dari kelompok. Tabel yang terdiri atas N� jumlah subjek tiap kelompok yaitu 13
responden. Nilai rata-rata dari kelompok�
pengetahuan sebelum penyuluhan yaitu 66 % dengan nilai minimum 0, nilai
maksimum 2 dan Nilai rata-rata dari kelompok pengetahuan sesudah penyuluhan
yaitu 87 % dengan nilai minimum 2 nilai maksimun 4.
Nilai rata-rata pengetahuan responden sebelum dilakukan
penyuluhan adalah cukup yaitu 66%, sesudah dilakukan penyuluhan nilai rata-rata
pengetahuan meningkat menjadi baik yaitu 87%, hal ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan mobilisasi dini sudah semakin baik.
Analisis menggunakan Uji
Statistik Wilcoxom menunjukkan bahwa penyuluhan dapat mempengaruhi
pelaksanaan mobilisasi dini, dengan nilai�
pelaksanaan mobilisasi dini sebelum dan sesudah penyuluhan di dapatkan Nilai Significancy (p) 0.001 (p < 0.05).
Dapat disimpulkan bahawa penyuluhan memiliki pengaruh
cukup besar terhadap perubahan perilaku seseorang menjadi meningkat lebih baik.
Makna asli penyuluhan adalah pemberian penerangan dan informasi, maka setelah
dilakukan penyuluhan manfaat mobilisasi dini akan terjadi peningkatan
pelaksanaan mobilisasi dini oleh responden.
Dengan demikian Ho ditolak dan Ha di terima karena �ada pengaruh antara penyuluhan manfaat
mobilisasi dini terhadap pelaksanaan mobilisasini pada pasien pasca pembedahan
laparatomi sebelum diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan penyuluhan.�
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi
dini terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan
laparatomi ruang samolo I RSUD kelas B Cianjur sampel yang digunakan sebanyak
13 orang dengan menggunakan Aksidental
Sampling� penelitian ini di sajikan
dalam bentuk analisis Univariat dan Bivariat dari hasil penelitian tersebut
maka sesuai dengan tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini dapat di
simpulkan sebagai berikut:
1.
Berdasarkan hasil� analisis
deskriptif� diperoleh data bahwa
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi di ruang
samolo I RSUD kelas B Cianjur sebelum diberikan penyuluhan manfaat mobilisasi
dini masuk pada kategori kurang dengan nilai rata-rata 66%.
2.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif�
diperoleh data bahwa pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca
pembedahan laparatomi di ruang Samolo I RSUD kelas B Cianjur sesudah diberikan
penyuluhan manfaat mobilisasi dini masuk pada kategori baik dengan nilai
rata-rata 87%.
3.
Berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan Uji Statistik Wilcoxom
menunjukkan Nilai Significancy (p) 0.001 (p < 0.005). Dengan demikian, hipotesis yang
menyatakan bahwa pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi di ruang
Samolo I RSUD kelas B Cianjur di terima.
BIBLIOGRAFI
A.
Aziz alimul H. 2007. Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Anik,
Maryunani. 2014. Asuhan Keperawatan
Perioperatif � Pre Operasi. Jakarta: TMI.
Asmadi.
2008. Tehnik Prosedural Keperawatan,
Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba medika.
Erwin-Tothdan
Hocevar, Krasner, Motta. 2007. InETNA
(Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association).
Lailatul
fitriyah. Tahap mobilisasi dini; ( diunduh tanggal 22 maret 2017) tersedia dari
:https://lailatulfitriyah.wordpress.com/2009/10/27/mobilisasi-dini/
Made
Wirnata. Manfaat mobilisasi dini pada post apendiktomi; ( diunduh tanggal 21
maret 2017) tersedia dari : http://wir-nursing.blogspot.co.id�
Mubaraq,
Wahit Ikbal & Nurul Chayati. 2009. Buku
Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta:
EGC.
Notoatmodjo,
S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2007. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam.
2013. Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer
& Bare 2006, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,� Vol. 2,�
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sugiyono.
2010. Metode penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Suzannne
C, Smeltzer dan Brenda G, Bare.2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth Ed.8 Vol.1. Jakarta: EGC.
Yuniarti.
Konsep dasar SAP; ( diunduh tanggal 19 maret 2017 ) tersedia dari : http://sahabatsejatimayah.blogspot.com/2012/07/penyusunan-sap-dan-proposal-komunitas.html