Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia - ISSN : 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 2, No 2 Februari 2017
PENGARUH BUDAYA JAWA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Ahmad Zaelani Adnan
Akademi Minyak Bumi dan Gas Balongan Indramayu
Email : [email protected]
Abstrak
Internalisasi budaya adalah suatu proses penanaman nilai atau budaya menjadi
bagian diri atau orang yang bersangkutan, Jika sosialisasi lebih ke samping
(horizontal) dan lebih kuantitatif maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan
kualitatif. Penanaman nilai internalisasi dapat di terapkan dengan berbagai
didaktik-metodik, pendidikan dan pengajaran, seperti doktrinisasi, brain washing
dan lain sebagainya. Budaya kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada
perilaku karyawan dan harus diinternalisasikan kepada para anggota sehingga
dapat diwujudkan dalam pola perilaku sehari-hari. Karyawan harus tahu bahwa
dalam perusahaan mempunyai budaya organisasi Dan semua orang yag menjadi
bagiannya harus menghayati budaya organisasi tersebut. Proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang terpengauh oleh
budaya jawa mempunyai pertimbangan dari nilai rukun dan hormat. Nilai rukun:
tujuannya adalah untuk mempertahankan masyarakat yang harmonis, selaras,
tentram dan tenang tanpa perselisihan. Untuk itu semua individu diharapkan untuk
berlaku rukun agar tidak menimbulkan ketegangan dalam masyarakat . Nilai
Hormat, didasarkan pada pendapat bahwa semua hubungan dalam masyarakat
harus teratur secara hirarkis dan setiap orang dalam berbicara dan berperilaku di
kehidupan sehari-hari harus selalu mengimplementasikan sikap hormat terhadap
orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya
Kata Kunci: Budaya Jawa, BudayaOrganisasi, Pengambilan Keputusan
Pendahuluan
Budaya perusahaan merupakan hal terpenting yang dibangun dalam bisnis.
Terlepas dari ukuran dan status perusahaan, budaya mendorong keterlibatan karyawan,
memberi motivasi dan sebagai penyeimbang dalam organisasi. Hal itu akan
meningkatkan operasi di berbagai lini dalam perusahaan.
Pemahaman budaya organisasi sebagai salah satu tolak ukur suatu perusahaan
untuk dapat memberikan iklim yang baik bagi perusahaan, dalam arti lain budaya
organisasi dapat mengikat semua individu dalam sebuah organisasi dan mampu
8
Pengaruh Budaya Jawa Dalam Pengambilan Keputusan
menentukan batas-batas normatif prilaku anggota organisasi. Dalam implementasinya
peran budaya organisasi ialah membantu menciptakan rasa mencintai dan memiliki
terhadap organisasi, menciptakan suasana yang kondusif dan keterkaitan secara
emosional antara anggota dan organisasi yang terlibat didalamnya. Budaya organisasi
mampu membuat stabil organisasi sebagai sistem sosial dan membentuk pola prilaku
sebagai manifestasi dari kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian. Hal ini membuat
bahwa faktor budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap prilaku anggotanya.
Budaya perusahaan mampu memberikan kontribusi bagi kelangsungan hidup
perusahaan dan memberi suatu ciri khas bagi perusahaan. Agar kontribusinya dapat
dimanfaatkan, budaya organisasi harus disosialiasikan dengan baik dan komprehensif
sehingga budaya tersebut dalam diimplementasikan kepada para anggotanya. Dalam hal
ini pemimpin perusahaan memiliki peran penting untuk menenemkan pemahaman dan
persepsi tentang budaya organisasi kepada para bawahannya, pemimpin juga harus
memberikan tauladan yang baik kepada para bawahannya dan berprilaku sama persisi
seperti budaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Dari terciptanya budaya organisasi ini perusahaan mengharapkan agar setiap
anggotanya mampu menerapkan budaya perusahaan yang merupakan ciri khas mereka
sebagai bagian dari perusahaan tersebut. Ciri-ciri sudah terbentuknya budaya
perusahaan adalah perusahaan tersebut sudah dapat dibedakan dengan perusahaan lain
dapat dilihat dari bagaimana para pimpinan dan bawahannya berkerja dan saling
berinteraksi yang mendorong tercapaianya tujuan perusahaan.
Semakin budaya perusahaan dapat teruji dan beradaptasi dengan berbagai
perubahan yang dihadapinya maka budaya tersebut dianggap sebagai budaya
perusahaan yang baik dan kuat. Ketika suatu perusahaan melakukan kegiatan ekspansi
keluar, maka ia akan membawa budaya asal yang sudah terbentuk dari dulu ke daerah
baru dengan kebudayaan yang berbeda
Budaya organisasi menjadi perekat sosial dalam mempersatukan para angota
untuk mencapai tujuan perusahaan berupa ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang
harus diimplementasikan oleh karyawan. Selain sebagai perekat sosial budaya
organisasi berfungsi sebagai pengawasan atas prilaku para karyawan. Prestasi kerja
yang dihasilkan dari budaya organisasi tersebut menjadi modal utama yang selalu
dibawa sebagai pedoman ketika perusahaan melakukan pengembangan keluar nasional.
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017 : 8-18
9
Ahmad Zaelani Adnan
Budaya oranisasi tidak lepas pula dengan budaya daerah asal perusahaan
tersebut berdiri. Salah satu budaya yang paling besar diIndonesia adalah budaya jawa.
Budaya ini masih kental akan kearifan lokal yang mempunyai ciri khas pada tutur kata
dan tingkah laku pelaku budaya jawa. Perpaduan antara budaya organisasi perusahaan
dengan karakteristik budaya jawa menjadi salah satu alternatif dalam pengambilan
keputusan menuju good corporate governance
Pembahasan
Salah satu teori yang mempunyai kontribusi dalam kajian yang membahas
pengambilan keputusan adalah teori yang di kemukakan oleh Herbert A. Simon dalam
bukunya yang berjudul Administrative Behavior. Berdasarkan teori keputusan milik
Simon, yang memiliki konsep efisiensi administratif yang rasional
:
“perbaikan dari
sebuah keputusan administrasi merupakan sesuat yang relatif. Administrator yang
rasional menekankan pada pemilihan cara yang efektif.” Memilih cara yang paling baik
untuk mencapai tujuan yang telah di sepakati dengan didasarkan dengan logika dan
rasionalitas. Dalam proses pengambilan keputusan, alternatif di pertimbangkan dengan
cara yang tepat untuk menjangkau tujuan yang sering kali hanya sebagai instrument
untuk tujuan akhir yang utama.
Pengambilan keputusan bisa juga diartikan sebagai proses seleksi dari berbagai
alternatif yang akan diterapkan. Proses yang akan diterapkan adalah :
1. Pengidentifikasian alternatif-alternatif.
Sebelum sebuah keputusan dibuat, alternatif yang akan diterapkan harus ditelaah sampai
dengan akibat yang akan timbul jika altenatif ini diterapkan. Untuk mendapatkan
alternatif yang terbaik terlebih dahulu harus dilakukan penelitian masalah baik internal
maupun eksternal pada organisasi dan juga harus ingat bahwa semua tindakan tersebut
mengeluarkan waktu dan biaya
2. Penilaian teradap alternatif
Melalui sudut pandang tujuan yang akan di gapai untuk memperoleh alternatif yang
paling baik dengan tingkat keuntungan terbesar. Oleh sebab itu tujuan alternatif harus
sangat jelas sehingga pada proses pengambilan keputusan mempunyai landasan yang
baik.
10
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017
Pengaruh Budaya Jawa Dalam Pengambilan Keputusan
3. Pemilihan alternatif
Memutuskan pemilihan alternatif untuk memecahan suatu masalah guna mencapai
tujuan. Penentuan alternatif sering menimbulkan dampak yang sistemik yang bermuara
pada tujuan, hal ini menjadi sebuah permasalahan tersendiri sehingga dalam proses
pencapaian tujuan tidak dapat dilakukan sekaligus. Menurut Simon dalam sektor publik
keputusan dibuat dalam ruang lingkup organisasi yang mampu memelihara kemantapan
dan keseimbangan. Dia juga berpendapat bahwa hubungan antara organisasi dan para
anggota didalamnya dapat dipahami sebagai keseimbangan antara tujuan individu dan
organisasi.
Keduanya, yaitu individu dan organisasi yang rasional akan cenderung kea rah
efisiensi dimana mereka akan bersama -sama membuat keputusan yang akan mencapai
lebih banyak prefensi organisasi yang ada dan mempunyai nilai yang lebih memberikan
sumber daya dan konsekuensi lainnya.
Sebuah keputusan harus diposisikan sebagai sarana, bukan hasil, karena
keputusan adalah respon organisasi terhadap suatu permasalahan. Keputusan adalah
suatu proses yang dinamis yang terpengaruh oleh bermacam-macam kekuatan. Untuk
permasalahan yang jarang dan mengandung ketidakpastian, pengambilan keputusan
harus mengetahui seluruh proses pengambilan keputusan, sementara untuk masalah
yang rutin dihadapi dan sudah ada kebijakannya tidak perlu mengetahui seluruh proses
pengambilan keputusanya, dan jika masalah itu muncul kembali maka tidak
diperlakukan untuk mengevaluasi seluruh alternatif.
Menurut Simon, proses pengambilan keputusan hakekatnya terdiri dari
3
langkah utama yaitu :
1. Kegiatan intelejen
: kegiatan untuk mencari berbagai kondisi lingkungan yang
diperluka untuk proses pengambilan keputusan
2. Kegiatan desain
: kegiatan untuk menganalisa, mengembangkan dan pembuatan
rancangan yang akn dilakukan
3. Kegiatan pemilihan
: memilih dari beberapa rancangan kegiatan tertentu dan
alternatif yang telahdisediakan.
Dalam karyanya simon kemudian menambahkan tahap yang keempat pada
proses pengambilan keputusan yang disebut dengan tahap peninjauan atau review, pada
tahapini mencakup suatu proses penilaian terhadap pilihan-pilihan yang sudah
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017 : 8-18
11
Ahmad Zaelani Adnan
dilakukan, untuk bahan pertimbangan terhadap pendeatan yang telah dilakukan sebagai
persiapan untuk pengambilan keputusan selanjutnya.
Simon juga memberikan catatan bahwa semua perilaku baik disadari maupun
tidak melibatkan proses pemilihan terhadap tindalkan tertentu dari sejumlah tindakan
yang secara fisik memungkinkan para pelaku organisasi dan kepada orang-orang yang
meimiliki kebijakan. Istilah pemilihan merujuk pada fakta bahwa seorang individu
memilih satu tindakan tertentu, maka sesungguhnya ada pilihan tindakan lain yang tidak
diambilnya.
Bawahan akan menerima kebijakan atasan ketika bawahan menyetujui
perilakunya untuk diatur oleh keputusan dari atasan tanpa perlu menguji keputusan
tersebut, ketika melakukan seuatu kebijakan atasan tidak mencoba meyakinkan
bawahan tetapi hanya mengharapkan kepatuhan mereka.
Dalam kenyatannya, kewenangan biasanya juga diikuti saran dan bujukan. Jika
seorang atasan mencoba untuk melaksanakan kewenangan diluar titik tertentu
(zona
penerimaan oleh bawahan), maka biasanya bawahan tidak akan mematuhinya. Besaran
dari zona penerimaan ini akan bergantung pada keberadaan sanksi apabila tidak
mematuhi perintah atasan.
Struktur kewenangan formal dalam sebuah organisasi biasanya terkait dengan
masalah pengangkatan, pendisiplinan dan pemberhatian pegawai. Hubungan informal
dari kewenangan umumnya menjadi pendukung dari garis kewenangan formal ini.
Pendapat Simon tentang konsep rasionalitas merupakan konsep yang kompleks. Cara
menunjukkan dan memperjelas kompleksitas ini adalah dengan menggunakan istilah
rasional dalam hubungannya dengan kata keterangan yang sesuai.
Aksi dapat disebut rasional obyektif jika pada kenyatannya, itu adalah perilaku
yang benar untuk memaksimalkan nilai yang diberikan dalam situasi tertentu.
Tindakan adalah rasional sengaja untuk tingkat bahwa penyesuaian cara untuk
tujuan telah sengaja dibawa
(oleh individu atau oleh organisasi). Tindakan adalah
rasionalitas organisatoris jika berorientasi pada tujuan organisasi; tindakan adalah
rasional pribadi jika berorientasi pada tujuan individu. Tingkat rasionalitas dalam
tindakan akan berbeda sesuai dengan keadaan dan situasi struktur organisasi. Dalam
pengambilan sebuah keputusan dan tindakan dengan struktur yang sempurna dan
meimiliki informasi yang lengkap maka tingkat rasionalitas akan terlihat jelas, karena
12
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017
Pengaruh Budaya Jawa Dalam Pengambilan Keputusan
setiap alternatif dapat diprediksi dan dinilai manfaat dan biayannya. Sedangkan pada
situasi yang beriklim buruk dimana informasi tidak jelas, gagasan mengeni rasionalitas
menjadi kurang jelas
Tanpa informasi yang lengkap, setipa daftar perincian alternatif yang tersedia
akan menjadi tidak lengkap pula. Dalam situasi yang tidak lengkap tersebut maka akan
sulit menentukan pilihan alternatif yang tepat. Selain faktor organisasi, perilaku
individu juga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, baik mempengaruhi
seluruh proses pengambilan keputusan maupun pengaruh terhadap sebagian proses saja.
Yang termasuk dalam faktor perilaku individu:
1. Sistem tata nilai, akan berpengaruh pada saat seorang pengambil keputusan untuk;
menetapkan sasaran, mengembangkan alternatif, memilih alternatif, implementasi
keputusan, kontrol dan evaluasi.
2. Kepribadian, faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang secara sadar
atau tidak sadar yang membentuk seseorang menjadi berbeda dengan lainnya. Dari
penelitian Renwick dan Tosi tahun 1978, terdapat
3. variabel untuk melihat efek kepribadian dalam proses pengambilan keputusan yaitu:
variable kepribadian yang terdiri dari sikap, kepercayaan dan kebutuhan, kedua
adalah situasi eksternal dan ketiga adalah interaksi dari situasi yang spesifik dengan
kepribadian individu.
4. Kecenderungan mengambil resiko, merupakan salah satu aspek kepribadian yang
berpengaruh kuat terhadap pengambilan keputusan.
5. Potensi ketidaksesuaian, sering terjadi munculnya konflik dalam diri para pengambil
keputusan yang diakibatkan adanya sikap tidak konsisten setelah keputusan diambil.
Sehingga masalah ini sering menyebabkan timbulnya kebimbangan dan pengambil
keputusan berpikir ulang atas keputusan yang telah mereka buat. Selain keputusan
yang rasional, keputusan non rasional dan keputusan irrasional juga dapat digunakan
dalam proses penentuan tindakan.
Pengambilan keputusan yang tidak rasional adalah pengambilan keputusan
dengan menggungkan intuisi. Pengambilan keputusan menggunakan intuisi
(non
rasional) bukan berarti mengabaikan analisis permasalahan. Sebab intuisi merupakan
kristalisasi dari hasil praktek analisis yang telah dilakukan sehingga proses pengambilan
keputusan dapat dilakukan dengan reflek karena dapat secara cepat menganalisa suatu
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017 : 8-18
13
Ahmad Zaelani Adnan
masalah.
Sedangkan pengambilan keputusan secara irrasional adalah pengambilan
keputusan dilakukan dengan cara yang berbeda dari biasanya. Pengambilan keputusan
dengan irrasional didasari dari dorongan yang sangat kuat untuk berbeda dalam
pengambilan keputusan, selain itu pengambilan keputusan yang dilakukan memilih
untuk tidak melakukan analisis yang seharusnya dilakukan.
Internalisasi budaya organisasi
Internalisasi budaya adalah suatu proses penanaman nilai atau budaya menjadi
bagian diri atau orang yang bersangkutan, Jika sosialisasi lebih ke samping (horizontal)
dan lebih kuantitatif maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif. Penanaman
nilai internalisasi dapat di terapkan dengan berbagai didaktik-metodik, pendidikan dan
pengajaran, seperti doktrinisasi, brain washing dan lain sebagainya
Budaya kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku karyawan dan
harus diinternalisasikan kepada para anggota sehingga dapat diwujudkan dalam pola
perilaku sehari-hari. Karyawan harus tahu bahwa dalam perusahaan mempunyai budaya
organisasi Dan semua orang yag menjadi bagiannya harus menghayati budaya
organisasi tersebut.
Jadi, suatu organisasi dapat berjalan sesuai dengan misinya sesuai dengan nilai
kebersamaan yang dimiliki sungguh-sungguh di internalisasikan oleh anggota
organisasnya dan budaya yang sudah dilaksankan benar-benar menjadi pondasi bagi
keberlangsungan hidup organisasi.
Jika budaya organisasi sudah dapat diterima dan pahami oelh para anggota
berarti merek menginternalisasikan nilai-nilai budaya organisasi itu, serta mampu
menjadi nama baik dari perusahaan atau organisasi yang menjadi bagiannya.
Budaya kuat akan semakin terbentuk manakala nilai inti dipegang secara intensif
dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai inti, dan
makin besar komitmen mereka pada nilai itu, makin kuatlah budaya tersebut. Beberapa
karakteristik dari budaya organisasi yang sudah terinternalisasi dengan baik, dapat
nampak jelas dalam diri para anggotanya sebagai berikut :
1. It must be common: pola tingkah laku yang diinginkan hadir dalam diri mayoritas
anggota organisasi atau perusahaan. Umpamanya, sore hari mereka terlambat pulang
14
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017
Pengaruh Budaya Jawa Dalam Pengambilan Keputusan
karena harus menyelesaikan pekerjaan.
2. It must be habitual: seorang pelanggan datang di counter, pelayan menatapnya
dengan senyum, sambil mengucapkan selamat pagi, siang, atau sore. Ketika
pelanggan lain datang, si pelayan melakukan hal yang sama. Hal itu dilakukan
selama seluruh hari, kepada setiap pelanggan yang datang.
3. It is spontaneous: teman sekerja yang sedang dalam kesulitan atau butuh
pertolongan, temannya datang, secara spontan, memberikan bantuan, tanpa harus
diminta lebih dahulu
4. It is a deeply-held conviction: tanpa memperdebatkan lagi, semuanya yakin bahwa
mereka adalah yang terbaik, dan bahwa mereka ingin mempertahankan dan
meneruskan hal itu.
5. It is visible: setiap orang dalam kelompok atau perusahaan memiliki hubungan
persaudaraan yang hangat, yang terungkap melalui senyuman, salam, mau
mengambilkan kursi, atau segelas minuman untuk temannya.
Suatu budaya yang kuat memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan
anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi itu. Kebulatan maksud
semacam itu membina kebersamaan, kesetiaan, dan komitmen pada organisasi.
Selanjutnya, penghayatan yang baik terhadap budaya organisasi akan mengurangi
kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi itu.
Perlu diperhatikan juga, agar karyawan, dalam memperlakukan budaya
organisasi, hendaknya tidak dalam posisi menghakimi, tidak mengatakan bahwa budaya
itu baik atau buruk. Sebaiknya kita hanya mengatakan bahwa budaya itu ada. Hal yang
dikatakan terakhir ini terkait dengan kenyataan bahwa suatu budaya organisasi memiliki
kekhasan tersendiri yang harus dilihat dan dinilai dari sudut pandang organisasi itu
sendiri, dengan segala keunikannya.
Pengaruh Budaya Jawa dalam Pengambilan Keputusan
Memahami kebudayaan suatu masyarakat itu penting bagi aktor pengambil
keputusan untuk agar keputusan yang diambil dapat bermanfaat bagi masyarakat
(publik), tidak malah menjadi problem baru karena keputusan yang diambil atas suatu
problem tertentu tidak sesuai dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat.
Memahami kebudayaan dalam konteks penentuan keputusan intinya adalah
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017 : 8-18
15
Ahmad Zaelani Adnan
menciptakan suatu kebijakan atau keputusan yang tepat sasaran, efektif dan sesuai
dengan kebudayaan. Orang Jawa sudah terbiasa untuk menanamkan nilai-nilai budaya
kepada anak mereka semenjak masih kanak-kanak, nilai rukun dan nilai hormat
ditransformasikan ke generasi selanjutnya dengan sangat halus sehingga pengaruhnya
hampir tidak disadari.
Bagi anak-anak Jawa berlaku rukun baik kepada sesama teman atau saudara
adalah merupakan perilaku yang sangat dibanggakan, demikian juga anak-anak yang
bisa berlaku hormat kepada orang yang lebih tua juga menjadi tuntutan agar mereka
dapat diterima dalam pergaulan masyarakat. Untuk kepentingan pergaulan dan aktivitas
sehari-hari dalam melakukan interaksinya dengan orang lain baik secara intern maupun
ekstern, masyarakat Jawa mempunyai dua nilai dasar yang sangat dijunjung tinggi
yaitu:
1.
Nilai rukun: tujuannya adalah untuk mempertahankan masyarakat yang harmonis,
selaras, tentram dan tenang tanpa perselisihan. Untuk itu semua individu diharapkan
untuk berlaku rukun agar tidak menimbulkan ketegangan dalam masyarakat. Cita-
cita masyarakat Jawa pada hakekatnya adalah masyarakat yang harmonis, secara
individual orang Jawa harus mau mengorbankan dirinya untuk kepentingan umum.
Semua individu diharapkan selalu low profile, tidak menonjolkan diri dan saling
bersaing, harus mau selalu berbagi, patuh dan tergantung serta kooperatif.
Disamping itu manusia Jawa dituntut untuk nrimo dan pasrah terhadap kekuatan
yang lebih tinggi dan selalu menyadari bahwa hidupnya adalah bagian suatu
masyarakat luas (Mulder, 1983).
2.
Nilai Hormat, didasarkan pada pendapat bahwa semua hubungan dalam masyarakat
harus teratur secara hirarkis dan setiap orang dalam berbicara dan berperilaku di
kehidupan sehari-hari harus selalu mengimplementasikan sikap hormat terhadap
orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Pandangan tentang nilai hormat
ini awalnya bersumber dari cita-cita mewujudkan masyarakat yang teratur, artinya
setiap orang memahami tempat dan tugasnya masing- masing.
Mereka yang berkedudukan lebih tinggi harus diberi hormat, sedang sikap yang
tepat kepada yang lebih rendah kedudukannya adalah sikap kebapakan dan tanggung
jawab. Kesadaran akan kedudukan sosial masing-masing sudah meresap ke dalam
kehidupan orang Jawa, jadi tidak mungkin orang Jawa menyapa seseorang dan
16
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017
Pengaruh Budaya Jawa Dalam Pengambilan Keputusan
bercakap-cakap dengannya tanpa sekaligus membandingkan kedudukannya
Kefasihan orang jawa dalam mempergunakan nilai hormat yang tepat, diajarkan
kepada anak-anak mereka semenjak mereka masih kecil melalui pendidikan dalam
keluarga. Menurut Geertz tuntunan hormat itu tercermin dalam tiga sikap yang harus
dipahami oarang jawa :
a. Wedi, berarti takut, baik sebagai reaksi terhadap ancaman fisik maupun sebagai rasa
takut akibat kurang baiknya suatu tindakan
(takut terhadap orang yang dihormati,
yang lebih tua).
b. Isin, berarti malu, juga dalam arti malu-malu, merasa bersalah dll. Belajar masa
malu adalah langkah pertama untuk mempunyai kepribadian jawa yang matang.
c. Sungkan, berarti malu dalam arti lebih positif. Berbeda dengan isi perasaan sungkan
tidak perlu dicegah, karena sungkan menggambarkan rasa hormat yang sopan
kepada yang lebih tua atau kepada atasan yang dihormati.
Kesimpulan
Proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang
terpengauh oleh budaya jawa mempunyai pertimbangan dari nilai rukun dan hormat.
a. Nilai rukun: tujuannya adalah untuk mempertahankan masyarakat yang harmonis,
selaras, tentram dan tenang tanpa perselisihan. Untuk itu semua individu diharapkan
untuk berlaku rukun agar tidak menimbulkan ketegangan dalam masyarakat.
b. Nilai Hormat, didasarkan pada pendapat bahwa semua hubungan dalam masyarakat
harus teratur secara hirarkis dan setiap orang dalam berbicara dan berperilaku di
kehidupan sehari-hari harus selalu mengimplementasikan sikap hormat terhadap
orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017 : 8-18
17
Ahmad Zaelani Adnan
BIBLIOGRAFI
Hasibuan, Malayu S.P, 2002. Manajemen sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi aksara.
Suseno, F,M. 199. Etika Jawa. Jakarta: Gramedia.
Umar, Kayam. 1997. Peranan Budaya dalam Meningkatkan SDM. Usahawan. Juli.
No.07. TH.XX
Mulder, N. 1983. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Jakarta : Gramedia.
Ivancevich John, M. 2002. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Mangkunegara, Anwar Prabu.
2001, Profesionalisme Karyawan. Jakarta
: Raja
Grafindo Persada.
Mangkunegara, Anwar Prabu.
2008. Perilaku dan Budaya Organisasi, Bandung
:
Penerbit Rafika Adi Tama.
Taliziduhu Ndraha. 2005. Budaya organisasi. Jakarta : Rineka Cipta.
18
Syntax Literate, Vol. 2, No. 2 Februari 2017