Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 7, Juli 2021
HUBUNGAN
ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA AWAL PENGHUNI PANTI ASUHAN
BANI YAQUB SURABAYA
Khairuddin
Barbarosa, Nirmala Manindra Dwi Putri, Achmad Chusairi
Universitas Airlangga (UNAIR)
Surabaya Jawa Timur, Indonesia
Email:� [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara Dukungan Sosial dengan Resiliensi pada Remaja
Awal Penghuni Panti Asuhan Bani Yakub Surabaya. Subjek penelitian ini laki-laki
dan perempuan yang berusia 12-15 tahun. Penelitian ini dilakukan pada Remaja
Awal Penghuni Panti Asuhan Bani Yakub yang berada di Surabaya. Teknik sampling
yang dilakukan pada penelitian ini adalah Purposive
Sampling, dimana peneliti menggunakan data anak penghuni panti asuhan Bani
Yaqub sehingga di dapatkan jumlah sampel sebanyak 32 sampel. Analisis
penelitian ini menggunakan Rank Order
dari Spearman dengan bantuan SPSS versi
16.0 for Windows. Dari hasil analisis
data yang diperoleh hasil signifikansi 0,00 yang menggambarkan adanya hubungan
antara variabel X dan variabel Y dalam penelitian ini. Besarnya korelasi dari
masing-masing variabel adalah 0,587. Dalam hal ini koefisien korelasi bernilai
positif yang berarti semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi
resiliensi pada subyek, demikian juga sebaliknya, semakin rendah dukungan
sosial maka resiliensi subyek akan semakin rendah.
Kata Kunci:�� dukungan sosial; resiliensi; remaja awal; Panti Asuhan
Bani Yaqub Surabaya
Abstract
This study aims to determine
whether there is a relationship between Social Support and Resilience in Early
Adolescents Inhabitants of the Bani Yakub Surabaya Orphanage. The subjects of
this study were men and women aged 12-15 years. This research was conducted on
Early Adolescents in the Children of the Orphanage of Children of Jacob located
in Surabaya. The sampling technique used in this study was Purposive Sampling,
in which the researcher used the data of the children of Bani Yaqub orphanage to get 32 samples. The analysis of this
study uses Rank Order from Spearman with the help of SPSS version 16.0 for
Windows. From the results of the analysis of the data obtained the significance
of 0.00 which illustrates the relationship between variable X and variable Y in
this study. The magnitude of the correlation of each variable is 0.587. In this
case the correlation coefficient is positive which means that the higher the
social support, the higher the resilience of the subject, and vice versa, the
lower the social support, the lower the resilience of the subject.
Keywords: social support; resilience; early adolescents; Bani Yaqub Orphanage Surabaya
Pendahuluan
Bertempat tinggal dan menetap di panti
asuhan merupakan hal yang tidak mudah bagi seorang anak, khsususnya mereka yang
baru menginjak usia remaja. Karena mereka tidak mendapatkan hangatnya kasih
sayang yang diberikan dari orang tua kandung. Panti asuhan sendiri merupakan
lembaga yang bergerak di bidang sosial dengan tujuan untuk membantu anak-anak
yang sudah tidak memiliki orang tua atau ditelantarkan oleh orang tuanya.
Anak-anak di dalam panti asuhan akan di asuh oleh pengasuh yang menggantikan
peran orang tua mereka dalam mengasuh, merawat, dan menjaga mereka serta
memberikan pengarahan kasih sayang kepada anak-anak agar kelak mereka menjadi
manusia yang bertanggung jawab atas dirinya dan bermanfaat untuk masyarakat di
kemudian hari (Departemen Sosial, 1999).
Surabaya sebagai salah satu kota besar
yang tidak dapat terhindar dari permasalahan-permasalahan sosial
seperti yang terjadi pada anak. Salah satu solusi dari permasalahan ini adalah
banyak panti asuhan yang berfokus pada pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan untuk
anak salah satunya BKSPAIS (Badan Kerja Sama Panti Asuhan Islam Surabaya).
BKSPAIS sendiri memiliki anggota panti asuhan islam di surabaya yang tersebar,
jumlah anggotanya adalah 103 panti asuhan dengan jumlah total keseluruhan anak
mencapai 7.061 anak. Jumlah tersebut dibagi menjadi setidaknya terdapat 2.508
anak yang menetap di panti asuhan tersebut dan sisanya 4.553 adalah anak non
panti.
Masa remaja merupakan masa memasuki tahap storm dan stress dalam perkembangan jiwa manusia, dimana dalam masa ini
adalah masa yang penuh dengan masalah, tuntutan, tekanan yang ada dalam
hidupnya dan juga masa remaja merupakan masa dimana manusia sedang mencari jati dirinya. Salah satu lingkungan yang bisa membantu
para remaja ini agar menjadi lebih baik dan siap menghadapi tugas perkembangan
adalah lingkungan keluarga. Akan tetapi hal ini menjadi berbeda dengan remaja
yang tinggal di panti asuhan, dikarenakan peran keluarga yang harusnya mereka
dapatkan terpaksa telah tergantikan (Napitupulu, 2017). Tugas-tugas perkembangan yang dialami
pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stress dan harapan baru yang akan dialami
remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan, baik berupa gangguan pikiran,
perasaan remaja ataupun perilaku remaja tersebut. Remaja merupakan fase krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Karakteristik remaja yang sedang
berproses untuk mencari identitas diri ini sering menimbulkan masalah pada diri
remaja, salah satunya seperti kenakalan remaja. Kenakalan remaja biasanya
dilakukan oleh remaja yang gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Dari sudut pandang psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud ketidakmampuan
remaja menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan perubahan jaman yang
cepat, serta konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa sebelumnya.
Dalam melewati masa transisi ini, remaja membutuhkan figur lekat atau objek attachment yang mampu mendampinginya
menyesuaikan diri untuk meninggalkan masa anak-anaknya dan belajar menjadi
orang dewasa kelak. Namun ketidakhadiran salah satu orangtua membuat anak
merasa kehilangan figur untuk dijadikan sebagai teladan bagi dirinya.
Stress,
kesedihan, kecemasan, kesepian, dan keraguan pada diri remaja itu sendiri bisa
membuat remaja mudah mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Safitri, Rahmadhany, & Irwansyah, 2021). Berdasarkan hasil penelitian (Amir, 2017) ditemukan bahwa sebagian besar anak-anak
yang tinggal di panti asuhan memiliki kecenderungan stress yang sedang yaitu 37,5% dan tinggi dengan perolehan
prosentase 49%. Stress adalah respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (disebut stresor) yang mengancam individu dan mengurangi kemampuan individu dalam
mengatasi segala bentuk stressor (Jw, 2017). Stress adalah reaksi organisme terhadap rangsangan (stimulation)
yang tidak menyenangkan, stress harus dipahami sebagai relasi interaktif yang terjadi di antara system fisik, fisiologis,
psikologis dan prilaku (Hanurawan, 2019).
Peraturan yang ada di panti asuhan membuat
mereka menjadi tertekan dan tidak bisa bereksplorasi, serta mereka juga tidak
ada yang terbebas dari trauma karena di tinggal oleh orang tuanya atau jauh
dari keluarga. Kondisi lingkungan yang terbatas di panti asuhan bisa membuat
para remaja ini rentan stress. Untuk menghindari stress yang dialami remaja di panti asuhan, maka mereka harus
memiliki resiliensi untuk bisa beradaptasi dan bangkit dari kondisi yang tidak
menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan mereka (Desmita, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Indriani, 2018) diketahui bahwa remaja yang memiliki
resiliensi yang baik bisa dilihat melalui kemampuannya untuk bisa mengelola
emosi, mengendalikan impuls-impuls negatif yang muncul, dan seorang individu
itu akan menjadi seseorang yang optimis, mampu berempati, serta aspek-aspek positif dalam hidupnya juga akan
meningkat.
Remaja yang resilien akan tumbuh menjadi
remaja yang resilien pula. Remaja yang tidak resilien akan sulit untuk bangkit
dari masalah yang dihadapi dan tidak mampu mengontrol dirinya sendiri. Salah
satu faktor eksternal seseorang agar dapat menjadi individu yang resilien
adalah dengan adanya dukungan sosial (Sun & Stewart, 2007). Menurut (Monks & Knoers, 2014) mengatakan bahwa pada masa remaja
diperlukan dukungan sosial dari orang lain saat memasuki masa kritis yaitu usia
15-17 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh (Rahma, 2011) menyatakan bahwa remaja membutuhkan
dukungan dari lingkungan yang ada disekitarnya. Dukungan yang diterima bisa
berupa dorongan semangat, perhatian, penghargaan, bantuan dan kasih sayang
membuat remaja tersebut merasa bahwa dirinya dicintai, diperhatian, dan
dihargai oleh orang lain. Jika remaja merasa bahwa dirinya dterima dan dihargai
secara positif, maka remaja tersebut bisa mengembangkan sikap positif terhadap
dirinya sendiri dan lebih menghargai dirinya sendiri. Dengan bantuan yang telah
diterima dari orang lain, maka individu akan merasa bahwa dirinya akan lebih
mampu menghadapi permasalahan yang dialaminya. Bantuan dari pengasuh, teman
sebaya, serta orang-orang disekitar akan dapat mengurangi beban masalah dari
individu tersebut.
Berdasarkan konsep dari resiliensi akan
menjadi berpengaruh pada seseorang yang mengalami tekanan dalam hidup, serta
kondisi yang negatif sehingga berhujung pada stress. Dari kondisi seseorang
yang demikian, maka dukungan sosial akan sangat memiliki pengaruh besar dalam
terciptanya resiliensi yang mengatakan bahwa dukungan yang berasal dari teman,
saudara, atau pengasuh merupakan faktor protektif yang potensial dan dapat
mengurangi dampak negatif (Johnson, Crosnoe, & Elder Jr, 2011).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
Panti Asuhan Bani Yaqub di kota Surabaya karena panti asuhan tersebut memiliki
jumlah anak yang cukup banyak akan tetapi, jumlah anak tersebut tidak sebanding
dengan jumlah pengasuh yang ada. Sehingga anak asuh yang ada didalam panti
asuhan tersebut kurang mendapatkan perhatian dan dukungan sosial yang diberikan
oleh pengasuh mereka.
Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian kuantitatif. Karena menggunakan metode pengumpulan data
dalam bentuk angka. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang
memiliki karakteristik menggunakan data dalam bentuk angka dari hasil
pengukuran yang tepat, dengan adanya uji hipotesis, proses analisa menggunakan
data statistik dan tabel-tabel, atau diagram yang menunjukkan adanya hubungan
untuk menguji hipotesis, serta penggunaan prosedur yang terstandar (Neuman, 2013). Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah survey. Survey ialah pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti dengan menggunakan beberapa pernyataan secara tertulis melalui
alat pengumpul data (Neuman, 2013). Variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dukungan sosial, sedangkan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah resiliensi. Dukungan sosial adalah bantuan yang bersifat
nyata atau tidak nyata yang mengarah pada kenyamanan, kepedulian, penghargaan,
atau bantuan seseorang yang diberikan oleh orang-orang yang ada disekitar.
Peneliti menggunakan alat ukur dukungan sosial BSSS (Berlin Social Support Scale) dari (Schwarzer & Schulz, 2000), yang terdiri dari 17 item. Sedangkan
resiliensi adalah kemampuan individu dalam menghadapi suatu kesulitan yang luar
biasa untuk beradaptasi, mengembalikan keseimbangan hidupnya dan menghindari
potensi stress yang merusak diri individu tersebut. Pengukuran resiliensi
menggunakan alat ukur READ (Resilience
Scale for Adolescents) yang disusun oleh (Hjemdal, Friborg, Stiles, Rosenvinge, & Martinussen, 2006) dengan jumlah item sebanyak 22 item.
Peneliti melakukan uji coba alat ukur yang
telah disusun berdasarkan acuan adaptasi alat ukur kepada beberapa subjek yang
dimaksudkan untuk mengetahui aitem-aitem yang sesuai dengan r tabel. Uji coba
yang dilakukan peneliti melibatkan 30 orang, dengan karakteristik yang sama
dengan konteks yang diteliti oleh peneliti. Uji coba disini diperlukan untuk
membuang aitem yang memiliki nilai r dibawah r tabel.
Kemudian peneliti menemukan item yang
gugur dari variabel x (dukungan sosial) dari 17 item, yang gugur sebanyak 4
aitem. Sebelum dinyatakan gugur nilainya dari 0,742 menjadi 0,790 setelah
eliminasi item. Dari 22 item resiliensi, item yang gugur sebanyak 4 item
dinyatakan gugur karena tidak memenuhi r tabel. Sebelum aitem dinyatakan gugur
nilainya dari 0,859 menjadi 0,868.
Jumlah subyek dalam penelitian ini
sejumlah 32 orang. Ukuran sampel yang layak untuk penelitian korelasional
adalah antara 30 sampai 500, sehingga penentuan sampel dalam penelitian ini
dapat dikatakan layak dan memenuhi standar kelayakan jumlah sampel (Martono, 2010). Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu purposive sampling.
Purposive sampling adalah salah satu
jenis teknik non probability sampling
yang digunakan dengan menentukan subjek secara spesifik sesuai dengan kriteria
yang ditentukan dalam penelitian (Neuman, 2013). Kriteria sampel yang telah ditentukan
oleh peneliti yaitu:
1. Laki-laki dan Perempuan
2. Remaja awal berusia 12-15 tahun
3. Tinggal di Panti Asuhan Bani Yaqub (bukan
non panti)
Hasil dan Pembahasan
Hasil uji korelasi Rank Order dari
Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial
dengan resiliensi pada remaja awal penghuni panti asuhan. Remaja awal yang
menjadi subyek adalah 32 orang remaja yang berusia 12-15 tahun yang tinggal di
Panti Asuhan Bani Yaqub Surabaya.
Hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan adanya hubungan antara�
dukungan sosial dan resiliensi pada remaja awal penghuni Panti Asuhan
Bani Yaqub Surabaya dengan hubungan sedang. Ini dapat dibuktikan dengan melihat
nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil penelitian yang di dapat yakni
sebesar 0,000, dimana nilai dari p < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis nihil (Ho) pada penelitian ini ditolak, dan hipotesis
alternatif (Ha) yaitu �ada hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi
pada remaja awal penghuni Panti Asuhan Bani Yaqub Surabaya� diterima.
Tabel 1
Correlations
|
|
|
TotDS |
TOTRES |
Spearman's rho |
TotDS |
Correlation Coefficient |
1.000 |
.587** |
Sig. (2-tailed) |
. |
.000 |
||
N |
32 |
32 |
||
TOTRES |
Correlation Coefficient |
.587** |
1.000 |
|
Sig. (2-tailed) |
.000 |
. |
||
N |
32 |
32 |
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Setelah melakukan uji korelasi, langkah selanjutnya adalah
melakukan interpretasi tingkat hubungan antara variabel-variabel di atas
berdasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi Hinkle seperti dibawah ini:
Tabel 2
Pedoman Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi (Hinkle, 2003)
Interval
Koefisien |
Tingkat
Hubungan |
0,00
� 0,30 |
Sangat Rendah |
0,31
� 0,50 |
Rendah |
0,51
� 0,70 |
Sedang |
0,71
� 0,90 |
Kuat |
0,91
� 1,00 |
Sangat Kuat |
Hasil uji korelasi Rank
Order Spearman pada variabel dukungan sosial dengan resiliensi mendapatkan
nilai korelasi sebesar 0,587. Jika melihat pedoman tabel interpretasi di atas
maka tingkat hubungan kedua variabel tersebut masuk ke dalam golongan sedang.
Hasil pengambilan data yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan
terdapat korelasi yang positif antara dukungan sosial dengan tingkat
resiliensi. Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah di lakukan diperoleh
dukungan sosial dengan variabel resiliensi memiliki signifikansi sebesar 0,000.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Hasil koefisien dalam
penelitian ini menyatakan arah hubungan yang positif, maka dapat diartikan arah
hubungan antara variabel dukungan sosial dan resiliensi searah. Hasil uji
korelasi rank order spearman pada variabel dukungan sosial dan resiliensi
mendapatkan nilai korelasi sebesar 0,587. Dari angka koefisien tersebut dapat
menyatakan kuat atau lemahnya hubungan diantara variabel dukungan sosial dan
resiliensi. Kemudian hasil koefisien tidak terdapat tanda negatif (-) yang berarti
menyatakan dalam hasil bahwa koefisien positif, maka dapat diartikan arah
hubungan variabel dukungan sosial dan resiliensi searah. Kesimpulannya jika
dukungan sosial pada remaja awal penghuni panti asuhan tinggi maka resiliensi
juga tinggi. Atau sebaliknya jika dukungan sosial pada remaja awal rendah, maka
resiliensinya juga akan rendah. Dari hasil koefisien diatas tadi dapat di
interpretasikan sesuai dengan skala penormaan terhadap koefisien korelasi
Hinkle yang menyatakan berada dalam taraf sedang.
Bertempat tinggal dan hidup di panti asuhan ini bukanlah
hal yang mudah bagi seorang anak,
khususnya mereka yang memasuki usia remaja.
Karena mereka tidak mendapatkan hangatnya kasih sayang dari
orang tua kandung. Menurut penelitian (Apriani & Listiyandini, 2019)
remaja yang tinggal di panti asuhan menunjukkan
bahwa mereka mengalami stress yang berada pada
tingkat sedang. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Fadlilah, 2007)
menunjukkan bahwa pada remaja yang tinggal di panti asuhan menunjukkan
bahwa akan penerimaan orang lain dalam kategori sedang (74,29%), penilaian remaja terhadap diri sendiri
berada pada kategori sedang (45,29%), kemampuan sosialisasi remaja dalam kategori sedang (68,57%), sikap dan perilaku remaja dalam kategori sedang (70%). Memasuki masa remaja berarti memasuki tahap strom and stress dalam
perkembangan jiwa manusia, yaitu masa remaja yang penuh dengan masalah, tuntutan tekanan, dalam hidupnya. Salah satu lingkungan yang berperan membantu remaja agar menjadi lebih baik dan siap dalam menghadapi
tugas perkembangan adalah keluarga. Hal ini menjadi berbeda
dengan remaja yang tinggal di Panti Asuhan, karena peran keluarga inti telah tergantikan (Napitupulu, 2017).
Remaja yang tidak memiliki orang tua (yatim piatu) tekanan-tekanan
yang akan dialami mereka akan semakin banyak terkait dengan tidak adanya orang
tua sebagai sumber kasih sayang, perlindungan, dan dukungan merupakan kondisi
yang sangat sulit bagi remaja. (Hurlock, Istiwidayanti, Sijabat, & Soedjarwo, 1990) menyatakan
bahwa selain pemenuhan kebutuhan fisiologis, anak membutuhkan kasih sayang bagi
perkembangan psikis yang sehat, remaja dapat bertahan dengan baik dari situasi
yang menekan apabila remaja memiliki hubungan yang dekat dan penuh kasih sayang
dengan orang tua terutama ibu. Perkembangan remaja yang baik secara fisik,
psikologis dan sosial seseorang individu akan menghasilkan kepribadian yang
utuh dan dewasa. Individu yang mampu berpikir secara dewasa maka secara psikis
akan mampu menerima kehidupan yang dihadapi. Salah satu keadaan yang sering
menyebabkan perkembangan kepribadian yang kurang optimal menurut (Hurlock et al., 1990) adalah
ketiadaan orang tua baik karena meninggal, atau tidak diketahui keberadaanya
ataupun anak yang tidak dikehendaki (unwanted
children).
Selain kehilangan
orang tua, kondisi terpuruk lainnya adalah keharusan remaja untuk hidup
mandiri di panti, hidup dengan orang-orang baru di lingkungan yang baru pula. Berbagai macam peraturan yang ada di panti asuhan
juga merupakan salah satu hal yang menyebabkan remaja merasa terpuruk
dan kurang nyaman tinggal di panti asuhan. Kebanyakan orang sangat rentan dengan
kejadian traunatis dalam kehidupan mereka, sebagaian besar lainnya memikul
beban stress secara presisten sepanjang waktu. Bahkan tidak
ada seseorang anak pun yang terbebas dari tekanan dan trauma, perubahan yang terjadi secara cepat dan lingkungan yang memberi pengaruh stress telah menciptakan resiko baru bagi anak-anak
dan remaja. untuk menghindari dari stress dan depresi yang disebabkan oleh kondisi tertekan maka remaja panti
asuhan harus memiliki resiliensi untuk bangkit dari
keterpurukan.
Cara individu untuk bangkit dari keterpurukan yang dialaminya
disebut dengan istilah resilien. Resilien adalah keadaan dimana individu memungkinkan untuk dapat menghadapi,
mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah
kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi (Desmita, 2012).
Berdasarkan konsep resiliensi akan menjadi berpengaruh pada seseorang yang mengalami tekanan dalam hidup,
serta kondisi yang negatif hingga berhujung pada stress. Dari kondisi
seseorang yang demikian, dukungan sosial akan sangat memiliki
pengaruh yang besar dalam terciptanya resiliensi yang mengatakan bahwa dukungan sosial berasal dari teman, saudara,
dan pengasuh sebagai faktor protektif yang potensial dapat mengurangi dampak negatif dari faktor
resiko (Johnson et al., 2011).
Remaja pada umumnya masih tergantung kepada orang tua mereka, namun remaja
panti asuhan yang tidak memiliki orang tua ini terpaksa
harus berusaha menyelesaikan masalah sendiri.
Konsep resiliensi akan berpengaruh pada seseorang yang mengalami
tekanan yang ada dalam hidupnya, dalam hal ini remaja yang tinggal di dalam
panti asuhan akan lebih banyak mendapatkan tekanan yang ada dalam hidupnya
dikarenakan ketiadaan orang tua dan jauh dari keluarganya. Dari kondisi
seseorang yang demikian, dukungan sosial akan sangat memiliki pengaruh besar
dalam kehidupan resiliensi. Dukungan sosial dalam hal ini merupakan salah satu
faktor yang mampu membentuk resiliensi pada remaja di panti asuhan dalam
menghadapi permasalahannya sehari-hari. Dukungan sosial termasuk dalam faktor
ekternal di dalam resiliensi.
Dukungan sosial merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menerangkan bagaimana hubungan menyumbang manfaat bagi kesehatan mental atau kesehatan individu (Indrawati, Maslihah, & Wulandari, 2010).
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat mempengaruhi resiliensi seorang remaja yang tinggal di panti asuhan. Menurut
(Monks & Knoers, 2014)
remaja membutuhkan dukungan dari orang lain saat memasuki masa kritis yaitu saat
mereka menginjak usia 15-17 tahun.
(Hurlock et al., 1990)
mengatakan bahwa remaja dapat memperoleh
dukungan sosial dari teman sebaya,
berupa perasaan senasib yang menjadikan adanya hubungan saling mengerti, simpati yang tidak didapat dari orang tuanya sekalipun. Dukungan dari orang-orang terdekat berupa kesediaan untuk mendengarkan keluhan- keluhan remaja akan membawa efek
positif yaitu sebagai pelepasan emosi dan mengurangi kecemasan. Sehingga dalam hal ini
remaja merasa dirinya diterima dan diperhatikan oleh lingkungan sekitarnya.
Kemudian Menurut (Kumalasari & Ahyani, 2012)
dukungan sosial merupakan hubungan interpersonal
yang didalamnya berisi pemberian bantuan yang melibatkan aspek- aspek yang terdiri dari informasi, perhatian emosional, penghargaan dan bantuan
instrumental yang diperoleh individu
melalui interaksi dengan lingkungan. Masing-masing dukungan tersebut memiliki manfaat bagi si penerima
nantinya. Sehingga dapat membantu remaja dalam mengatasi
masalahnya yaitu mengurangi stress, kecemasan atau berbagai tekanan
lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, setelah melakukan pengelompokan subjek berdasarkan skor dukungan sosial diketahui bahwa kategori paling tinggi adalah pada range sedang, sebanyak 72% dari total subjek memperoleh skor antara 33-41. Dan jika dilihat dari
kategori skala dukungan sosial berdasarkan usia maka dapat dilihat
bahwa subjek dengan dukungan sosial yang tinggi adalah subjek di usia 14 tahun. Sedangkan untuk subjek yang memiliki dukungan sosial rendah adalah di usia 12 tahun. Kemudian untuk perhitungan skor skala resiliensi setelah peneliti melakukan penelitian dan telah mengelompokan subjek berdasarkan skor resiliensi diketahui bahwa kategori paling tinggi adalah sedang, sebanyak 78% dari total keseluruhan subjek yang memperoleh skor 47-55. Untuk kategorisasi skala resiliensi berdasarkan usia� maka
dapat dilihat bahwa subjek dengan
resiliensi yang paling tinggi
adalah subjek yang berusia 13 tahun, sedangkan untuk subjek dengan resiliensi
yang rendah menujukkan usia 12 tahun.
Menurut hasil penelitian bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan
oleh remaja panti asuhan adalah dukungan berupa dukungan emotional support,
yaitu dukungan yang berupa perhatian, kepedulian, semangat kepada remaja panti
asuhan. Hal ini disebabkan karena remaja panti membutuhkan semangat dari sesama
teman sebaya ataupun pengasuh untuk menghadapi tekanan yang dialami dalam
kehidupannya. Ketika remaja telah mendapatkan dukungan sosial yang berasal dari
lingkungannya, maka remaja akan lebih memandang kehidupan yang dialaminya
dengan positif. Dukungan yang mampu melibatkan keterikatan secara emosional
dapat diperoleh dari teman sebaya atau pengasuh dan orang-orang yang terdekat
dengan subyek. Pemberian dukungan sosial juga harus disesuaikan dengan kondisi
individu yang akan berdampak positif dan nantinya akan mampu membentuk
kemampuan resiliensi terhadap individu tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dan
telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada remaja penghuni Panti
Asuhan Bani Yaqub Surabaya. Hasil uji korelasi yang menyatakan kuat lemahnya
hubungan antara variabel tidak terdapat tanda negatif ini berarti variabel
tersebut berkorelasi postif, maka dapat disimpulkan bahwa jika dukungan sosial
pada remaja awal panti asuhan tinggi, maka resiliensinya juga akan tinggi dan
begitu pula sebaliknya jika dukungan sosial pada remaja awal penghuni panti
asuhan rendah, maka resiliensinya rendah.
Dari hasil penelitian ini diharapkan remaja awal yang tinggal di
panti asuhan mampu bangkit dan bersemangat menjalani kehidupan selanjutnya dan
bisa hidup sukses menjadi penerus bangsa dan negara yang dapat diandalkan.
Peran dari para pengasuh juga yang membuat remaja yang tinggal di panti asuhan
bisa bangkit dan kembali menemukan semangat untuk menjalani hidup dan menjadi
generasi penerus bangsa.
BIBLIOGRAFI
Amir, Novita. (2017). Kecemasan Sosial pada Remaja yang
Tinggal di Panti Asuhan Ditinjau dari Tipe Kepribadian. University of
Muhammadiyah Malang. Google Scholar
Apriani, Fitri, & Listiyandini, Ratih Arruum. (2019). Kecerdasan emosi
sebagai prediktor resiliensi psikologis pada remaja di panti asuhan. Persona
Jurnal Psikologi Indonesia, 8, 325�339. Google Scholar
Departemen Sosial, R. I. (1999). Pedoman perlindungan anak. Jakarta:
DirektoratBina Kesejahteraan Anak, Keluarga Dan Lanjut Usia & Direktorat
JenderalBina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI. Google Scholar
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Fadlilah, Siti. (2007). Studi Deskiptif Harga Diri Remaja yang Tinggal
di Panti Asuhan di Kota Semarang. Diponegoro University. Google Scholar
Hanurawan, Fattah. (2019). Psikologi sosial suatu pengantar. Google Scholar
Hjemdal, Odin, Friborg, Oddgeir, Stiles, Tore C., Rosenvinge, Jan H.,
& Martinussen, Monica. (2006). Resilience predicting psychiatric symptoms:
A prospective study of protective factors and their role in adjustment to
stressful life events. Clinical Psychology & Psychotherapy: An
International Journal of Theory & Practice, 13(3), 194�201. Google Scholar
Hurlock, Elizabeth Bergner, Istiwidayanti, Sijabat, Ridwan Max, &
Soedjarwo. (1990). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Erlangga, Jakarta. Google Scholar
Indrawati, S. W., Maslihah, S., & Wulandari, A. (2010). Studi tentang
Religiusitas, Derajat Stres, dan Strategi Penanggulangan Stres (Coping Stres)
pada Pasangan Hidup Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Retrieved
January, 2, 2015. Google Scholar
Indriani, Merlin. (2018). Resiliensi remaja korban perceraian orangtua.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Google Scholar
Johnson, Monica Kirkpatrick, Crosnoe, Robert, & Elder Jr, Glen H.
(2011). Insights on adolescence from a life course perspective. Journal of
Research on Adolescence, 21(1), 273�280. Google Scholar
Jw, Santrock. (2017). Psikologi Pendidikan
Edisi Kedua. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. Google Scholar
Kumalasari, Fani, & Ahyani, Latifah Nur. (2012). Hubungan antara
dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Jurnal
Psikologi: Pitutur, 1(1), 19�28. Google Scholar
Martono, Nanang. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raya Grafindo Persada. Google Scholar
Monks, J. F., & Knoers, Alphonsus Maria Petrus. (2014). Psikologi
Perkembangan; Pengantar dalam berbagai bagiannya. Google Scholar
Napitupulu, May Veronica. (2017). Perbadaan kepercayaan diri antara
siswa yang tinggal di panti asuhan dan bersama orangtua. Google Scholar
Neuman, W. Lawrence. (2013).
Metodologi penelitian sosial: Pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Jakarta: PT. Indeks. Google Scholar
Rahma, Ayu Nuzulia. (2011). Hubungan efikasi diri dan dukungan sosial
dengan penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Psikoislamika: Jurnal
Psikologi Dan Psikologi Islam, 8(2). Google Scholar
Safitri, Anggi Aldila, Rahmadhany, Anissa, & Irwansyah, Irwansyah.
(2021). Penerapan Teori Penetrasi Sosial pada Media Sosial: Pengaruh
Pengungkapan Jati Diri melalui TikTok terhadap Penilaian Sosial. Jurnal
Teknologi Dan Sistem Informasi Bisnis, 3(1), 1�9. Google Scholar
Schwarzer, Ralf, & Schulz, Ute. (2000). Berliner Social Support Skalen. Freie Universit�t: Berlin, Germany. Google Scholar
Sun, Jing, & Stewart, Donald. (2007). Age and gender effects on
resilience in children and adolescents. International Journal of Mental
Health Promotion, 9(4), 16�25. Google Scholar
Copyright
holder: Khairuddin Barbarosa, Nirmala Manindra
Dwi Putri, Achmad Chusairi (2021) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article
is licensed under: |