Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
6, No. 7, Juli 2021
�
IMPLEMENTASI PERMENPERIN NO. 1 TAHUN 2020 TENTANG RKL
RPL RINCI DI KAWASAN INDUSTRI BLESSINDO (STUDI KASUS DI KABUPATEN TANGERANG)
Mico Juli Fikra, Gunawan Djajaputra
Universitas Tarumanagara (UNTAR) Jakarta, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Negara Indonesia adalah Negara Hukum, semua aktivitas masyarakat mengacu pada peraturan yang berlaku. Peraturan bersifat dinamis, sehingga akan selalu
ada peraturan baru yang akan dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu Peraturan baru yang dibuat untuk dibuat
untuk mengakomodir penyederhanaan proses perizinan
agar tingkat investasi meningkat adalah Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 1 Tahun 2020 tentang RKL RPL rinci. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi
kebijakan peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor
1 Tahun 2020 tentang Penyusunan RKL RPL rinci di kawasan industri Blessindo Kabupaten Tangerang, sebagai salah satu kebijakan yang baru diterapkan oleh Pemerintah
Indonesia. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, sampel dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan teknik
nonrandom secara purposive sampling dimana penarikan sampel dilakukan dengan cara mengambil
subjek berdasarkan pada tujuan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari hasil
wawancara dengan masyarakat setempat, didapatkan gambaran bahwa masyarakat
belum mengetahui mengenai adanya peraturan Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Rinci bagi perusahaan industri yang berada atau akan berlokasi di kawasan industri. Kurangnya informasi dan
pengetahuan masyarakat mengenai peraturan pemerintah ini� akan sangat mempengaruhi persepsi masyarakat
terhadap keberadaan suatu kegiatan dan akan menentukan bagaimana masyarakat
akan mengambil sikap dan tindakan
Kata Kunci: implementasi
kebijakan; RKL RPL rinci; kawasan industri
Abstract
The State of Indonesia is a State of Law, all community activities
refer to the prevailing regulations. Regulations are dynamic, so there will
always be new regulations that will be formed according to the needs of the
community. One of the new regulations made to be made to accommodate the
simplification of the licensing process in order to increase investment levels
is Regulation of the Minister of Industry and Trade No. 1 of 2020 concerning
detailed RPL RKL. The purpose of this research is to find out how to implement
the regulation policy of the Minister of Industry and Trade No. 1 of 2020
concerning the Preparation of detailed RPL RKL in the Blessindo
industrial estate of Tangerang Regency, as one of the new policies implemented
by the Government of Indonesia. The
research method used in this study is empirical juridical approach method, the
sample in this study was taken using non random
purposive sampling technique where sampling is done by taking the subject based
on a specific purpose. Based on the results of research obtained from
interviews with local communities, it is obtained an illustration that the
public does not yet know about the regulation of the Minister of Industry and
Trade Regulation No. 1 of 2020 concerning the Preparation of Environmental
Management Plans and Detailed Environmental Monitoring Plans for industrial
companies located or will be located in industrial areas. The lack of
information and knowledge of the public about this government regulation will
greatly affect the public's perception of the existence of an activity and will
determine how the community will take the attitude and action.
Keywords: policy implementation; RKL RPL detailed;
industrial estate
Pendahuluan
Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar
1945 dinyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum, yang
berarti bahwa hukum merupakan supremasi tertinggi, yang mengatur seluruh
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hukum� disini merupakan landasan atau dasar untuk
pelaksanaan seluruh kegiatan, baik itu meliputi kegiatan tata negara, ekonomi,
sosial, budaya bahkan bagaimana tata cara�
hidup bermasyarakat.
�� Hukum
itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau adat
yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah. Hukum memiliki produk berupa perundang-undangan atau kebijakan yang
dibentuk oleh pemerintah atau lembaga Negara.�
Menurut Hamid A. S. Attamimi, pembentukan Peraturan perundang-undangan
adalah pembentukan norma yang berlaku keluar dan mengikat secara umum, yang
dituangkan dalam peraturan Perundang-undangan sesuai hirarkinya (Attamimi et al., 1990).�
Negara Indonesia adalah
negara hukum yang dapat
melakukan pemisahan dan pembagian kekuasaan didalam menjalankan sistem
pemerintahannya, Janpatar Simamora menyatakan bahwa di Negara Indonesia
Presiden menjalankan kekuasaan eksekutif, DPR dan DPD menjalankan kekuasaan legislatif,
serta MA dan MK sebagai pelaksana kekuasaan Kehakiman atau kekuasaan Yudikatif (Simamora, 2015).�
�� Kewajiban
menyusun suatu Rancangan Undang-Undang, yang jika kemudian disetujui dan
disahkan menjadi Undang-Undang merupakan tugas legislatif, dalam hal ini adalah
DPR dan DPD. Suatu Perundang-undangan atau Kebijakan dibentuk dengan tujuan
untuk mengatur tata cara berkehidupan masyarakat Indonesia menyangkut semua
aktivitas yang dilakukannya. Suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan
akan disusun secara ideal, tertata dan yang terutama adalah untuk melindungi
hak-hak warga negaranya, yang sesuai dengan tujuan awal pembentukan Negara
Republik Indonesia, yaitu adalah untuk mencapai kesejahteraan Rakyat (Suantra & Nurmawati, 2019).
Salah satu Undang-Undang terbaru yang
banyak menarik perhatian masyarakat Indonesia, adalah Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Undang-undang ini banyak dianggap menjadi sebuah
kontroversi, karena Undang-Undang Cipta kerja tersebut, banyak memuat dan
menyentuh ranah undang-undang dan peraturan lainnya. Undang-undang Cipta kerja
ini dibuat dan disusun dengan tujuan agar proses perizinan atau regulasi dapat
dibuat dengan sederhana, sehingga dapat menarik investor dalam jumlah yang
banyak (Siallagan, 2016).��
�Disahkannya Undang- Undang Cipta kerja pada
tahun 2020, banyak membawa dampak bagi hampir seluruh peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang ada, karena dengan ditetapkannya
Undang-Undang Cipta Kerja tersebut, banyak Peraturan turunannya yang berubah,
baik itu Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga Peraturan Daerah.
Perubahan kebijakan yang hampir menyeluruh tentu saja menjadi tugas yang besar
untuk pemerintah, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, yang menjadi
pelaksana sekaligus penanggung jawab penerapan perundang-undangan atau
kebijakan yang ada.
Salah satu perubahan yang signifikan
berkaitan dengan perizinan adalah adanya perubahan sistem pengurusan proses
perizinan dari sistem Manual dan terpisah di masing-masing daerah, menjadi
elektronik dan terpusat. Perubahan ini, diawali dengan diterapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha� Terintegrasi secara Elektronik atau Online
Single Submission (OSS), yang setelah terbitnya Undang-undang Cipta Kerja
Tahun 2020, sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 12, diganti menjadi Peraturan
Nomor 5 Tahun 2021, tentang Penyelengaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Sejak diberlakukannya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 yang kemudian diganti menjadi Peraturan Nomor 5
Tahun 2021 tersebut, hampir seluruh mekanisme proses perizinan usaha di
Indonesia mengalami perubahan, salah satunya adalah berkaitan dengan proses
perizinan bagi perusahaan atau pelaku usaha yang akan atau sudah melakukan
kegiatan di dalam dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Didalam Pasal 35 ayat (1) sampai dengan
ayat (4), dinyatakan bahwa izin lingkungan tidak dipersyaratkan untuk
penerbitan izin usaha bagi perusahaan atau pelaku usaha yang Lokasi usaha
dan/atau kegiatannya berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri,
atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, sehingga mereka tidak
diwajibkan lagi untuk memiliki Dokumen Lingkungan Hidup berupa AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan) dan atau UKL UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), namun hanya diwajibkan untuk
menyusun Dokumen RKL RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup) Rinci, yang pelaksanaan dan pengawasannya diatur
dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan Hidup.
Pada Tahun 2020, Pemerintah Indonesia
kemudian menerbitkan Peraturan pendukung melalui Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020, yang mengatur tentang
penyusunan Rencana Pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup bagi perusahaan yang berada atau akan berlokasi di Kawasan
industri (Shoba, 2006).
Penerapan Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 yang merupakan peraturan atau
kebijakan baru ini, tentu saja akan menimbulkan dampak yang kendala tersendiri
didalam pelaksanaannya, hal ini dikarenakan akan selalu ada perubahan tanggung
jawab, peran serta aturan yang mengatur berbagai aspek serta pelaku yang ada
didalamnya, yang dapat menghambat implementasi penerapan kebijakan tersebut,
maka berdasarkan pemaparan tersebut diatas, penulis tertarik untuk
mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana implementasi kebijakan Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Penyusunan RKL
RPL Rinci di Kawasan
industri Blessindo Kabupaten Tangerang. Melalui Penelitian ini penulis akan
mencoba menganalisis bagaimana proses suatu kebijakan baru diimplementasikan di lapangan, serta
apa saja hambatan dan Upaya yang ada pada suatu proses implementasi kebijakan
baru.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Penyusunan RKL RPL Rinci di Kawasan
industri Blessindo Kabupaten Tangerang, sebagai
salah satu kebijakan yang baru diterapkan oleh Pemerintah Indonesia. Mengetahui kendala-kendala apakah yang timbul dalam implementasi
kebijakan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 di Kawasan industri Blessindo Kabupaten Tangerang. Mengetahui upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan oleh Pihak Pengelola Kawasan industri Blessindo serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Tangerang untuk mengurangi kendala-kendala yang timbul dalam penerapan
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 di Kawasan industri Blessindo Kabupaten Tangerang.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang gunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris, pendekatan ini merupakan pendekatan yang menggabungkan data-data primer dan sekunder
didalam penelitian yang dilakukan. Pada penelitian yuridis empiris, tahap awal yang dilakukan adalah mengkaji permasalahan dengan menggunakan peraturan yang ada, baik peraturan tertulis ataupun tidak tertulis, yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini, untuk kemudian
dianalisis dengan hasil yang didapatkan dari data primer yaitu melalui wawancara terstruktur yang dilaksanakan dilapangan untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor
1 Tahun 2020 Tentang Penerapan RKL RPL Rinci di Kawasan
industri Blessindo Kabupaten Tangerang.
Ruang lingkup atau
fenomena yang diamati tentang pembatasan keluasan dan kedalaman cakupan penelitian. Fenomena penelitian adalah suatu gejala
yang mendasar atau suatu kejadian, peristiwa tentang perilaku-perilaku yang diamati, atau proses aksi interaksi yang saling berkaitan. Penelitian ini dilakukan guna
untuk mendapatkan bahan-bahan berupa teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan.
Ruang lingkup penelitian hukum normatif menurut (Soekanto, 2005) meliputi:
1. Penelitian terhadap
asas-asas hukum.
2. Penelitian terhadap
sistematika hukum.
3. Penelitian terhadap
taraf sinkronisasi hukum secara vertikal
dan horizontal.
4. Perbandingan hukum.
5. Sejarah hukum.
Lokasi penelitian ini yaitu di Kawasan industri Blessindo, Cirarab, Kec. Legok,
Tangerang, Banten 15820. Sampel dalam
penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik nonrandom secara purposive sampling dimana
penarikan sampel dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil dari populasi
adalah perusahan yang ada di kawasan industri Blessindo Kabupaten Tangerang. Sedangkan responden dalam penelitian ini adalah:
1. Tenant atau
Perusahaan Yang ada di dalam
Kawasan industri Blessindo Kabupaten Tangerang
2. Pengelola Kawasan industri Blessindo Tangerang
3. Pejabat Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Tangerang.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh langsung dari instansi terkait
melalui penelitian lapangan. Sedangkan data sekunder� dalam penelitian ini mencakup:
1. Bahan-bahan hukum
primer, meliputi: Pancasila, UUD 1945, Peraturan Perundang-� undangan
dan� yurisprudensi.
2. Bahan-bahan hukum
sekunder, meliputi: buku teks, laporan
penelitian, artikel ilmiah.
3. Bahan�
hukum�
tersier,�
bahan� ini� sebagai� pedoman� untuk� mengkaji� bahan hukum primer dan bahan� sekunder, yang diperoleh dari kamus hukum,
kamus bahasa
Indonesia maupun bahasa Inggris, ensiklopedi, surat kabar maupun majalah.
Studi ini
dilakukan terhadap dokumen-dokumen dan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Selain studi kepustakaan,
alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian lapangan adalah wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Mula-mula kepada responden diajukan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian�� beberapa butir pertanyaan tersebut diperdalam. Hasil dari�� wawancara�� ini�� diharapkan�� dapat�� memberikan�� gambaran� secara komprehensif� tentang pembangunan� Kawasan�
Industri�
dalam� menunjang minat investasi di Kabupaten Tangerang.
Setelah keseluruhan data primer dan
data sekunder terkumpul, langkah yang diambil peneliti selanjutnya adalah mengolah dan melakukan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan tujuan untuk
merapikan data hasil pengumpulan data dilapangan sehingga siap pakai
untuk dianalisis. Selanjutnya data yang ada akan dianalisis secara kualitatif. Analisis ini dapat
diperoleh gambaran secara utuh atas
masalah yang menjadi pembahasan.
Hasil dan Pembahasan
A. Implementasi
Kebijakan� Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Penyusunan RKL RPL
Rinci di Kawasan industri Blessindo Kabupaten Tangerang.
Pemerintah
bertekad menciptakan iklim bisnis yang kondusif di Tanah Air. Salah satunya
adalah dengan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha dalam mengurus
mekanisme perizinan. Langkah strategis ini tertuang pada Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik, yang telah diganti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2020
Tentang� Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko.
Salah satu
implikasi yang paling berdampak untuk para pelaku usaha dan kegiatan adalah
dihilangkannya kewajiban dari para pelaku usaha yang ada atau berencana untuk
melakukan kegiatan di dalam kawasan industri, untuk menyusun dokumen lingkungan
hidup baik berupa Amdal ataupun UKL UPL yang semula harus dinilai dan
diserahkan kepada Pemerintah Daerah atau Pusat sesuai dengan jenis kegiatan dan
kewenangan penilaiannya, sekarang hanya diwajibkan untuk melakukan penyusunan
Dokumen RKL RPL Rinci, yang penilaiannya dilaksanakan oleh pemilik atau
pengelola kawasan.
Mengatur teknis
pelaksanaan kebijakan tersebut diatas, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan
dan Perindustrian mengeluarkan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL
RPL) Rinci bagi perusahaan industri yang berada atau berlokasi di Kawasan
industri. Lawrence Meir Friedman menyatakan bahwa untuk menilai berhasil atau
tidaknya suatu hukum atau kebijakan tergantung dari
tiga elemen utama, yaitu:
1. Substansi
Hukum
Substansi hukum
merupakan sistem yang menentukan apakah suatu hukum atau kebijakan dapat
dilaksanakan atau tidak. Substansi hukum disini adalah isi atau muatan dari
Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 1 Tahun 2020 ini sendiri.
Kita jabarkan substansi atau
muatan dari peraturan Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 1
Tahun 2020 tersebut memuat enam bab, yang terdiri dari:
-Bab I��� : Ketentuan Umum
-Bab II�� : Penyusunan dan Permohonan Persetujuan RKL RPL Rinci
-Bab
III: Pemeriksaan
dan Persetujuan RKL RPL Rinci
-Bab IV: Pembiayaan
-Bab V�� : Pembinaan Pemantauan dan Pengawasan Pelaksanaan RKL
RPL Rinci
-Bab IV: Ketentuan
Peralihan
-Bab
VII: Penutup
-Lampiran
1: Tambahan
penjelasan atau lampiran mengenai Format surat dan formulir dalam rangka
penyusunan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup rinci bagi perusahaan industri yang berada
atau akan berlokasi di� kawasan industri.
Garis besar substansi peraturan
menteri tersebut, kita dapat melihat bahwa secara substansi proses pelaksanaan
penyusunan dokumen rkl rpl rinci mulai dari pihak-pihak yang diwajibkan untuk
menyusun dokumen rkl rpl rinci, pihak yang dapat melaksanakan penyusunan
dokumen rkl rpl rinci, pihak yang menilai dan mengawasi penyusunan dokumen rkl
rpl rinci, serta pihak yang mengawasi berjalannya implementasi
kebijakan tersebut sudah termuat didalam Peraturan Menteri tersebut dengan
jelas. Selain
itu, didalam Peraturan Menteri tersebut telah dijelaskan tentang tata cara
penyusunan dokumen rkl rpl rinci, tata cara penilaian dokumen rkl rpl rinci,
serta hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.
Sehingga secara
sistematis Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 1 Tahun 2020
ini sudah dapat dilaksanakan oleh pihak-pihak yang tercantum dalam peraturan
menteri tersebut, yaitu:
a. Pelaku
usaha yang sudah dan atau akan melaksanakan kegiatan usaha di kawasan industri,
selaku penyusun dokumen rkl rpl rinci.
b. Pemilik
atau pengelola kawasan industri, selaku penilai dan pengawas penyusunan dokumen rkl rpl
rinci.
c. Pemerintah
pusat dan pemerintah daerah selaku pengawas terhadap implementasi kebijakan
Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 1 Tahun 2020 tersebut.
Berkaitan dengan
Substansi
hukum ini, Lawrence Meir Friedman pun menyatakan bahwa, dalam penilaian
mengenai aspek substansi hukum,� kita
harus memperhatikan hukum yang hidup, baik itu berupa peraturan tertulis
ataupun peraturan
yang tidak tertulis, menyangkut dari hukum atau kebijakan yang sedang kita
teliti. Maka disini kita harus mengetahui hukum atau kebijakan yang terkait
dengan Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 1 Tahun 2020 ini,
adapun beberapa hukum dan kebijakan yang terkait adalah:
Undang-undang
nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
telah diganti oleh Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
a. Peraturan
Pemerintah Tahun 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik, yang telah diganti oleh Peraturan Pemerintah
nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
b. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, yang telah diganti oleh
Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 26 tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Dalam Pelaksanaan Pelayanan
Perizinan Berusaha Secara Elektronik (OSS), yang diganti oleh Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Rinci Bagi
Perusahaan Industri Yang Berada atau akan Berlokasi di Kawasan industri.
d. Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 15 Tahun 2019 tentang Penerbitan Izin
Usaha Industri dan Izin Perluasan Dalam Kerangka Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik, yang telah diganti oleh Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 30 Tahun 2019, tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 15 Tahun 2019 tentang
Penerbitan Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan Dalam Kerangka Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
Berdasarkanberbagai
peraturan tersebut diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa, aspek substansi hukum
dalam implementasi kebijakan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1
Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup Rinci Bagi Perusahaan Industri Yang Berada atau
akan Berlokasi di Kawasan industri sudah terpenuhi, sehingga kebijakan ini
seharusnya sudah dapat diimplementasikan, karena substansi dalam kebijakan
tersebut telah memuat berbagai pengaturan terhadap permasalahan yang
berhubungan dengan perubahan kebijakan yang ada.
2. Struktur
Hukum
Struktur hukum
adalah perangkat yang menentukan apakah suatu hukum atau kebijakan dapat
ditegakan atau tidak. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, struktur
hukum adalah meliputi Kepolisian, kejaksaan, pengadilan, Badan Pelaksana Pidana
(LAPAS), kewenangan lembaga penegak hukum tersebut dijamin oleh Undang-Undang,
sehingga dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab terlepas dari pergantian
kekuasaan pemerintah atau pengaruh-pengaruh yang lainnya.
Penegakan hukum
yang berkaitan dengan lingkungan sudah dimulai sejak diterapkannya
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
yang sekarang telah menjadi telah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Ansori, 2018). Sarana
penegakan hukum tersebut dilakukan melalui tiga tahap yaitu:
a. Sanksi
Administrasi
Sanksi administrasi
merupakan tahap pertama yang akan dikenakan kepada pelaku usaha atau perusahaan
yang terbukti melakukan pencemaran atau pengrusakan terhadap lingkungan. Sanksi
administrasi ini tercantum dalam Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang No 32 tahun
2009, yang menjelaskan bahwa sanksi administrasi terdiri dari:
1) teguran
tertulis
2) paksaan
pemerintah
3) pembekuan
izin
lingkungan
4) pencabutan
izin
lingkungan
Sanksi
administrasi ini merupakan fungsi instrumental yang berfungsi untuk mencegah
dan menanggulangi pelanggaran terhadap lingkungan hidup. Pemberian sanksi ini
dilaksanakan dengan tujuan agar pelanggaran terhadap aturan dapat dihentikan
secara langsung. Dalam hal ini, kepala daerah berhak dan memiliki wewenang
untuk mengajukan usul pencabutan usaha kepada pejabat yang berwenang, terutama
jika ada aduan dari masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat pencemaran
yang terjadi.
Sanksi administrasi
ini biasanya
diberikan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk penyelenggara kegiatan yang berada
di kewenangan
Pusat,� atau dari Dinas Lingkungan Hidup
dan Kehutanan atau Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan untuk yang kegiatannya
berada di kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kota atau Kabupaten.
b. Sanksi
Perdata
Sanksi perdata
merupakan tindakan hukum yang kedua yang diberikan terhadap perusahaan yang
melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan. Terhadap penyelesaian sengketa
lingkungan hidup untuk menggugat ganti kerugian dan atau biaya pemulihan
lingkungan hidup, terdapat dua jalur ( Pasal�
84 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup ) yaitu:
1) Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan.
2) Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan.
Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan menurut Pasal 85 dan Pasal 86 UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
kerugian dan atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak terjadinya
atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup (Yuliana, Purnaweni, & Rengga, 2015). Hal
ini dilakukan secara sukarela oleh pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang
dirugikan dan yang mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang terkait
serta dapat pula melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian terhadap
pengelolaan lingkungan hidup. Penyelesaian melalui cara ini dilakukan dengan
cara mediasi lingkungan, akibat hukum mediasi lingkungan yang oleh para pihak
biasanya dituangkan dalam bentuk persetujuan mediasi tertulis yang dianggap
berkekuatan hukum sebagai kontrak yang tunduk pada ketentuan BW.�
c. Sanksi
Pidana
Sanksi pidana
merupakan aspek tindakan hukum yang terakhir. Sanksi pidana diberikan terhadap
perusahaan yang melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan, mempunyai fungsi
untuk mendidik perusahaan sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan, terutama
ditujukan terhadap perlindungan kepentingan umum yang dijaga oleh ketentuan
hukum yang dilanggar tersebut. Selain itu fungsinya juga untuk mencegah atau
menghalangi pelaku potensial agar tidak melakukan perilaku yang tidak
bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
Menjatuhkan
pidana untuk kasus lingkungan pada perusahaan maka juga berlaku
peraturan-peraturan seperti kasus pidana lainnya yaitu asas legalitas maksudnya
harus berdasarkan hukum yang ada pada saat perbuatan itu dilakukan dan harus
terbukti kesalahannya.
Ancaman pidana
sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup adalah pidana penjara dan denda.
Selain itu ada pidana tambahan atau tindakan tata tertib terhadap badan usaha
Pasal 119 UU No.32 Tahun 2009 berupa:
1) Perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
2) Penutupan
seluruh atau sebagian tempat usaha dan / atau kegiatan.
3) Perbaikan
akibat tindak pidana.
4) Kewajiban
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak.
5) Penempatan
Perusahaan dibawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun
3. Budaya
Hukum
Budaya Hukum menurut
(Friedman &
Hayden, 2017) adalah sikap
manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai pemikiran serta
harapannya. Budaya hukum disini merupakan keadaan atau kekuatan sosial, yang
menentukan bagaimana
hukum tersebut digunakan, dihindari atau disalahgunakan, sehingga budaya hukum
ini erat kaitannya dengan kesadaran hukum di dalam suatu masyarakat. Suatu
masyarakat yang taat kepada hukum, akan dianggap memiliki budaya hukum yang
baik, dan sebaliknya suatu masyarakat yang ketaatan terhadap hukumnya rendah,
maka dapat dikatakan bahwa budaya hukum yang mereka miliki adalah
kurang baik (Pertiwi, 2018).
Maka
implementasi kebijakan peraturan disini lebih berkenaan kepada bagaimana
masyarakat mempercayai dan meyakini bahwa suatu kebijakan atau peraturan yang
ada, dapat membawa manfaat bagi masyarakat disekitar lingkungannya, ketika
mereka mengetahui bahwa peraturan yang ada akan melindungi mereka dan
lingkungan yang ada disekitarnya, maka kecenderungan untuk mentaati peraturan
itu akan tinggi, namun jika masyarakat merasa bahwa kebijakan tersebut tidak
mengakomodir kebutuhan mereka, maka masyarakat akan cenderung untuk menolak
atau membiarkan segala bentuk kebijakan yang ada (Purba, 2017).
Proses
implementasi sebuah peraturan baru, memang dibutuhkan komunikasi yang baik dan
terarah dari pemerintah ataupun pemilik kawasan terhadap masyarakat yang ada
disekitar lokasi kegiatan. Jika pemerintah mampu berkoordinasi dengan aparatur
setempat seperti di tingkat Desa dan Kecamatan, maka biasanya sebuah peraturan
akan lebih mudah diterima oleh masyarakat, sedangkan untuk kebijakan yang
melibatkan pelaku usaha, jika mereka mampu mengelola kegiatan usahanya agar
tidak mencemari lingkungan, dan melakukan menjalin hubungan baik dengan
masyarakat yang ada disekitar lokasi kegiatan, misalnya melalui kegiatan CSR,
maka kecenderungan masyarakat untuk menerima kebijakan tersebut akan cenderung
tinggi.
B. Kendala-Kendala
Dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 1 Tahun 2020.
1. Substansi
Hukum
Penerapan
kebijakan teknis, dalam hal ini substansi yang ada didalam Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 seringkali tidak konsisten
dengan substansi yang ada didalam Peraturan yang ada diatasnya, yaitu
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018, yang telah diganti oleh Peraturan
Pemerintah nomor 5 Tahun 2021, misalnya pada Pasal 53 ayat (4) yang menyatakan
bahwa pelaksanaan dan pengawasannya diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan Hidup. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa Peraturan ini
dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian dan Perdagangan, sehingga dalam
pelaksanaan kewenangan, terutama didaerah dalam hal ini di Kabupaten sendiri
ada kerancuan wewenang, apakah pelaksanaan penyelenggaraan peraturan
ini ada di bawah pengawasan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
Kabupaten Tangerang atau ada di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Tangerang. Yang Jelas dari hasil wawancara yang peneliti
lakukan dengan pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup Tangerang, belum ada sama
sekali kawasan industri di Kabupaten Tangerang yang telah menerapkan kebijakan ini,
sehingga perusahaan atau pelaku usaha yang ada dikawasan industri masih
menyusun dokumen lingkungan berupa dokumen UKL UPL yang masih dinilai oleh
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Tangerang (Ulih, 2016).
Permasalahan
lainnya yang cukup menjadi hambatan untuk penerapan implementasi kebijakan ini
adalah, adanya peralihan tanggung jawab penilaian penyusunan
dokumen lingkungan dari pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Tangerang kepada pengelola kawasan. Padahal dalam wawancara yang
dilakukan dengan pengelola kawasan, mereka sendiri belum mendapatkan informasi
tentang kebijakan
tersebut, serta mereka tidak memiliki sumber daya manusia dan sarana seperti
yang dipersyaratkan dalam peraturan tersebut.
2. Struktur Hukum
Kendala yang
seringkali dihadapi dalam implementasi kebijakan sebuah Peraturan adalah
berkaitan dengan Sarana hukum dan aparat hukum itu sendiri. Dalam kaitannya
dengan sarana hukum, fasilitas serta sarana penunjang dalam pelaksanaan
penegakan dan pengawasan berjalannya suatu peraturan seringkali tidak memadai
misalnya sumber daya manusia serta biaya operasional yang tidak memadai untuk
melakukan pengawasan. Sedangkan berkaitan dengan aparatur� hukum itu sendiri, banyak kasus-kasus
lingkungan terkendala dikarenakan jumlah aparat penegak hukum profesional yang
mampu menangani kasus-kasus lingkungan masih sangat terbatas. Disamping itu
adalah mustahil kiranya kita mengharapkan para penegak hukum itu dapat
menguasai berbagai aspek lingkungan. Karena lingkungan hidup mencakup aspek
yang sangat luas dan kompleks yang berkenaan dengan berbagai disiplin ilmu.
Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman aspek-aspek lingkungan oleh penegak
hukum menjadi faktor kendala yang sangat dominan dalam upaya untuk menciptakan
kesamaan persepsi
penanganan perkara lingkungan
3. Budaya
Hukum
Berdasarkan
hasil penelitian yang didapatkan dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat,
didapatkan gambaran bahwa masyarakat belum mengetahui mengenai adanya peraturan
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup Rinci Bagi Perusahaan Industri Yang Berada atau akan Berlokasi
di Kawasan industri. Kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai
peraturan pemerintah ini� akan sangat
mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap keberadaan suatu kegiatan dan akan
menentukan bagaimana masyarakat akan mengambil sikap dan tindakan. Menurut (Chasanah, 2017), pengetahuan
adalah suatu daya didalam hidup manusia. Dengan pengetahuan manusia mengenali
peristiwa dan permasalahan, menganalisa, mengurai, mengadakan interpretasi dan
menentukan pilihan-pilihan. Dengan daya pengetahuan ini manusia mempertahankan
dan mengembangkan hidup dan kehidupan. Bermodal kepada daya itu manusia
membentuk sikap dan nilai hidup, menentukan pilihan-pilihan dan
tindakan-tindakan.
Berkaitan dengan
implementasi
peraturan menteri nomor 1 tahun 2020 ini, masyarakat seharusnya harus dibekali
dengan pengetahuan yang benar mengenai lingkungan dan bagaimana kewajiban dari
para pelaku usaha dalam melakukan pengelolaan terhadap lingkungan, sehingga
persepsi adanya kegiatan usaha industri yang ada dilingkungan sekitar mereka,
dapat terbentuk secara baik. Disini masyarakat sebenarnya dapat berfungsi
sebagai mitra perusahaan untuk sama-sama menanggulangi pencemaran yang ada.
Namun pada kenyataannya di lapangan kita sering menemukan adanya kesenjangan pengetahuan
masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan itu sendiri, sehingga masyarakat
tidak terlibat dalam menentukan sikap�
dan tindakan dalam suatu kebijakan (Jainah, 2011).�
Sebenarnya� gap pengetahuan� ini dapat dikurangi dengan adanya edukasi
dari pemerintah setempat mengenai pengelolaan lingkungan, terutama bagi
masyarakat yang termasuk dalam wilayah peruntukan bagi industri. Kualitas
lingkungan yang baik sangat tergantung pada persepsi masyarakat terhadap
kualitas lingkungan. kualitas lingkungan yang baik dapat tercapai secara optimal sesuai dengan� harapan�
dan� keinginan masyarakat
mengenai kualitas
suatu lingkungan.
Bila�� persepsi masyarakat mengenai
lingkungan� didukung oleh
pengetahuan� masyarakat� tentang kualitas lingkungan yang baik dan
cara mencapainya, tentunya akan sangat mempengaruhi setiap tindakan atau
perlakuan yang diambil terhadap lingkungan sekitarnya. Masyarakat akan� mengetahui�
setiap� perubahan� yang �mungkin�
akan� terjadi� bila�
ada� suatu kegiatan disekitarnya (Prameswari, Resen, & Dahana, 2014).
C. Upaya-Upaya
yang dilakukan
dalam
Mengatasi Kendala-Kendala yang Ada
1. Substansi
Hukum
a. Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
Rinci Bagi Perusahaan Industri, Pemerintah Pusat perlu secara jelas memberikan
batasan waktu maksimal pemberlakukan Peraturan ini kepada Pemerintah Daerah.
b. Perlu
ada pendelegarian atau garis tugas yang jelas tentang kewenangan pelaksanaan
pengawasan implementasi kebijakan Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Rinci Bagi Perusahaan
Industri Yang Berada atau akan Berlokasi di Kawasan industri ini.
c. Pemerintah
Daerah Kabupaten Tangerang perlu memberikan pengarahan dan informasi yang jelas
kepada Pemilik atau Pengelola Kawasan tentang Tata cara pelaksanaan peraturan
menteri ini, terutama tentang sistem penilaian dokumen lingkungan hidup, yang
harus dilakukan.
2. Struktur
Hukum
a. Perlu adanya
pembiayaan dan penyediaan sarana yang jelas untuk para penegak hukum,
sehubungan dengan pengawasan penerapan kebijakan baik untuk
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup Rinci Bagi Perusahaan Industri Yang Berada atau akan Berlokasi
di Kawasan industri ini sendiri, ataupun implementasi peraturan yang lainnya.
b. Perlu
dibentuknya badan atau aparatur hukum yang secara khusus mengawasi berjalannya
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
c.
Perlu adanya pembekalan atau pelatihan
berkaitan dengan pengelolaan dan pemantauan lingkungan bagi para aparatur
hukum, sehingga mereka mengetahui kewajiban dan hak dari pada pelaku usaha,
pemerintah serta masyarakat yang terlibat dalam suatu kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan usaha, dampak yang ditimbulkan serta pengelolaan lingkungan
hidup dan
pemantauan lingkungan hidup.
3. Budaya
Hukum
a.
Perlu adanya sosialisasi dan koordinasi
yang baik antara pemerintah dengan aparat desa atau kecamatan sehubungan dengan
implementasi Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020
tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup Rinci Bagi Perusahaan Industri Yang Berada atau akan Berlokasi
di Kawasan industri.
b.
Perlu adanya komunikasi yang baik antara
pihak pelaku usaha baik dalam hal ini sebagai pengelola kawasan, ataupun pelaku
usaha yang ada dialam kawasan industri dengan pihak aparat
pemerintah setempat,
dalam hal ini ditingkat Desa dan Kecamatan, sehingga dapat meminimalisir konflik
yang akan timbul.
c.
Perusahaan harus melakukan kegiatan CSR
kepada masyarakat, sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Kesimpulan
Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Rinci Bagi
Perusahaan Industri Yang Berada atau akan Berlokasi di Kawasan industri, pada Kawasan
industri Blessindo Kabupaten Tangerang belum dilaksanakan di Kawasan industri
Blessindo Kabupaten Tangerang. Tiga sistem unsur dalam penegakan suatu kebijakan
atau peraturan dapat dilihat dari tiga unsur, yaitu adalah Substansi Hukum,
Struktur Hukum dan Budaya Hukum. Substansi hukum yang
termuat dalam Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1 Tahun
2020 secara substansial, semua pengaturan pelaksanaan telah terakomodir dengan
jelas didalam peraturan tersebut, namun sosialisasi implementasi kebijakan ini
masih sangat kurang memadai, sehingga banyak pengelola kawasan yang tidak siap
menerapkan peraturan ini dalam waktu yang dekat, dikarenakan terbatasnya sumber
daya manusia dan sarana yang mereka miliki. Struktur Hukum
atau pranata hukum, yang berfungsi sebagai penegak hukum belum berjalan secara
maksimal, hal ini karena belum adanya garis koordinasi yang
jelas antara pemerintah dan aparat hukum dalam pelaksanaan dan pengawasan
penerapan sebuah kebijakan. Budaya Hukum merupakan hal yang harus sangat
diperhatikan oleh pemerintah baik pusat ataupun pemerintah daerah dalam
implementasi sebuah kebijakan, karena tanpa adanya dukungan
yang positif dari masyarakat, implementasi sebuah kebijakan tidak
akan berjalan dengan maksimal, namun seringkali, masyarakat itu sendiri, tidak
mengetahui tentang berbagai kebijakan yang ada, padahal banyak kebijakan itu
yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat, terutama yang berkaitan
langsung dengan kegiatan industri.�
Ansori, Lutfil. (2018). Reformasi
Penegakan Hukum Perspektif Hukum Progresif. Jurnal Yuridis, 4(2),
148�163. Google
Scholar
Attamimi, A. Hamid S., Wahyono, Padmo,
Suny, Ismail, Martosoewignjo, Sri Soemantri, Soekanto, Soerjono, Budiardjo,
Miriam, Rahardjo, Sutjipto, Hardjasoemantri, Koesnadi, & Basah, Sjachran.
(1990). Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita Iv. Google
Scholar
Chasanah, Uswatun. (2017). Ontologi,
Epistemologi Dan Aksiologi Pendidikan. Tasyri�: Jurnal Tarbiyah-Syari�ah
Islamiyah, 24(01), 77�92. Google
Scholar
Friedman, Lawrence Meir, & Hayden,
Grant M. (2017). American Law: An Introduction. Oxford University Press.
Google
Scholar
Jainah, Zainab Ompu. (2011). Membangun
Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam Pemberantasan Tindak Pidana
Narkotika. Keadilan Progresif, 2(2). Google
Scholar
Pertiwi, Endah. (2018). Tanggung Jawab
Notaris Akibat Pembuatan Akta Nominee Yang Mengandung Perbuatan Melawan Hukum
Oleh Para Pihak. Jurnal Ius Kajian Hukum Dan Keadilan, 6(2),
245�258. Google
Scholar
Prameswari, K., Resen, M., & Dahana, C.
(2014). Efektivitas Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2014
Tentang Ketertiban Umum Terkait Penyalahgunaan Fungsi Trotoar Sebagai Tempat
Parkir. Google
Scholar
Purba, Iman Pasu. (2017). Penguatan Budaya
Hukum Masyarakat Untuk Menghasilkan Kewarganegaraan Transformatif. Jurnal
Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 14(2), 146�153. Google
Scholar
Shoba, Ana. (2006). Evaluasi Pelaksanaan
Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Pada Beberapa Industri Di Kabupaten
Tangerang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Google
Scholar
Siallagan, Haposan. (2016). Penerapan
Prinsip Negara Hukum Di Indonesia. Sosiohumaniora, 18(2),
122�128. Google
Scholar
Simamora, Janpatar. (2015). Comparison Of
Constitutional Court Authority Between Indonesia And South Korea. Jurnal
Dinamika Hukum, 15(3), 331�338. Google
Scholar
Soekanto, Soerjono. (2005). Hukum Adat
Indonesia. Google
Scholar
Suantra, I. Nengah, & Nurmawati, Made.
(2019). Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Atas Ketentuan Perizinan Toko
Swalayan Di Wilayah Provinsi Bali. Jurnal Magister Hukum Udayana(Udayana
Master Law Journal), 8(2), 188�206. Google
Scholar
Ulih, Adewisesa. (2016). Implementasi
Peran Inspektorat Dalampengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten
Agam Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman
Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Universitas
Andalas. Google
Scholar
Yuliana, Chintya Elva, Purnaweni, Hartuti,
& Rengga, Aloysius. (2015). Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan:(Khusus) Untuk Pengendara Sepeda Motor
Di Kota Semarang. Journal Of Public Policy And Management Review, 4(2),
143�153. Google
Scholar
Mico Juli Fikra, Gunawan Djajaputra (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |