Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, No. 7, Juli 2021
�
PERBEDAAN PEMBERIAN ASI
EKSLUSIF DENGAN YANG TIDAK EKSLUSIF TERHADAP PERTUMBUHAN PADA BALITA DI UPTD
PUSKESMAS KRANGKENG KABUPATEN INDRAMAYU
Iis, Ela Rohaeni
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak�����������������������������������������
Air Susu Ibu (ASI)
Ekslusif yang diberikan kepada bayi semenjak dilahirkan sampai dengan usia 6
(enam) bulan adalah asupan makanan yang paling baik karena dalam ASI mengandung
kolostrum yang kaya akan
antibodi. Antibodi mengandung banyak protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat
untuk mematikan kuman dalam jumlah tinggi, sehingga pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Tujuan penelitian untuk
mengetahui perbedaan pemberian ASI Eksklusif
dengan yang tidak Eksklusif terhadap pertumbuhan pada balita di UPTD Puskesmas
Krangkeng Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan komparatif korelasional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh balita di UPTD
Puskesmas Krangkeng Kabupaten Indramayu sebanyak 4.029 balita.� Sampel yang diambil berjumlah� 38 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan hasil sebagai berikut: 1) Rata-rata
pertumbuhan pada balita yang tidak diberi ASI eksklusif adalah 8,96 dan
mediannya 8,75 dengan standar deviasinya 1,447. Pertumbuhan paling rendah 7,0
dan paling tinggi 13,0. Berdasarkan nilai 95% CI, diketahui bahwa pertumbuhan balita pada
kelompok yang tidak diberi ASI eksklusif berkisar antara 8,14-9,80. Sedangkan rata-rata pertumbuhan pada
balita yang diberi ASI eksklusif adalah 11,7 dan mediannya 10,5 dengan standar
deviasinya 8,042. Pertumbuhan paling rendah 10,51 dan paling tinggi 12,91.
Berdasarkan nilai 95%
CI, diketahui bahwa pertumbuhan balita pada kelompok yang diberi ASI
eksklusif berkisar antara 10,51-12,91. 2) Rata-rata pertumbuhan pada balita yang
tidak diberi ASI eksklusif adalah 8,96, sedangkan rata-rata pertumbuhan pada
balita yang diberi ASI eksklusif adalah 11,7, hal ini berarti ada perbedaan
sebesar 2,74.
��������������������������������������������������������������������������������������������������
Kata Kunci: asi ekslusif; pertumbuhan; balita
Abstract
Exclusive
breast milk given to babies from birth to the age of 6 (six) months is the best
food intake because breast milk contains colostrum rich in antibodies.
Antibodies contain a lot of protein for endurance and are beneficial for
turning off germs in high quantities, so exclusive breastfeeding can reduce the
risk of death in infants. The purpose of the study was to find out the
difference between exclusive breastfeeding and non-exclusive growth in toddlers
in UPTD Krangkeng Health Center in Indramayu Regency. This study uses
quantitative research with a comparative correlational approach. Data
collection is done using questionnaires. The population
in this study is all toddlers in uptd Krangkeng Health Center Indramayu
regency as many as 4,029 toddlers.� The
samples were taken by 38 people using purposive sampling techniques. Based on
the results of the study obtained the following results: 1) The average growth
in toddlers who are not breastfed exclusively is 8.96 and the median is 8.75
with a standard deviation of 1,447. Growth was at least 7.0 and as high as
13.0. Based on the value of 95% CI, it is known that the growth of toddlers in
the group that is not breastfed exclusively ranges from 8.14-9.80. While the
average growth in toddlers who are breastfed exclusively is 11.7 and the median
is 10.5 with a standard deviation of 8,042. Growth was at least 10.51 and the
highest was 12.91. Based on the value of 95% CI, it is known that the growth of
toddlers in the exclusively breastfed group ranges from 10.51-12.91. 2) The
average growth in toddlers who were not exclusively breastfed was 8.96, while
the average growth in toddlers who were given exclusive breast milk was 11.7,
this meant there was a difference of 2.74.
�
Keywords: exclusive breastfeeding; growth; toddler
Pendahuluan�����������������������������������������������
Pengukuran status gizi
didasarkan atas Standar World Health
Organization (WHO, 2015)
yang sudah diresmikan pada Keputusan Menteri Kesehatan No 1995/Menkes/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Bagi standar tersebut,
status gizi bayi bisa diukur bersumber pada 3 indeks, ialah berat tubuh bagi
usia (BB/U), besar tubuh bagi usia (TB/U), serta berat tubuh bagi besar
tubuh(BB/TB)� (Kemenkes, 2016).
Makanan satu-satunya yang terbaik untuk bayi
adalah Air Susu Ibu (ASI), karena komposisi gizi yang terkandung dalam ASI
merupakan komposisi yang paling lengkap untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan bayi (Sugiarti, Zulaekah, & Puspowati, 2018).
Hingga beberapa bulan setelah
lahir, bayi belum memiliki sistem pertahanan tubuh yang lengkap, sehingga bayi yang
diberi ASI jarang sakit, karena ASI mengandung zat kekebalan yang tidak
dimiliki bayi (Rahmadhani, Lubis, & Edison, 2013).
Gizi kurang baik merupakan
status gizi bersumber pada indeks massa tubuh (BB/B) bersumber pada umur. Menurut Studi
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang diselenggarakan Departemen Kesehatan,
proporsi anak umur 0- 23 bulan di Indonesia hadapi gizi kurang sebesar 3, 8%,
serta gizi kurang sebesar 11, 4%.� Hal
ini tidak jauh berbeda dengan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2017, yaitu angka gizi buruk
anak usia 0-23 bulan sebesar 3,5%, dan angka gizi kurang 11,3%.
Provinsi dengan angka gizi
buruk anak 0-23 bulan tertinggi pada tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur,
sedangkan provinsi dengan angka terendah adalah Jawa Barat (Kemenkes, 2016).
Sedangkan di Kabupaten
Indramayu pada tahun 2018, jumlah balita yang ditimbang 83.525 balita dan yang
mengalami gangguan pertumbuhan sebanyak 1.033 balita (1,24%). Adapun puskesmas
dengan presentase balita yang mengalami gangguan pertumbuhan paling tinggi adalah
UPTD Puskesmas Krangkeng yaitu sebanyak 183 balita (4,54%) dari 4.029 balita
yang ditimbang. Sedangkan jumlah anak yang diberi ASI eksklusif di UPTD
Puskesmas Krangkeng pada tahun 2018 sebanyak 749 anak (18,5%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, 2019).
Menurut (Rachmaniah, 2014)
sebagian aspek yang pengaruhi
pemberian ASI eksklusif Meliputi: aspek sosial budaya, pembelajaran resmi
bunda, status pekerjaan Bunda, aspek psikologis (khawatir kehabisan kewanitaan,
tekanan mental), aspek raga bunda (bunda yang sakit, semacam mastitis,
penciptaan ASI menurun, kesusahan mengisap balita, puting bunda tidak tertopang
dll), pembatasan tenaga kesehatan, pengaruh iklan ataupun Promosi pengganti
ASI, serta aspek pengetahuan bunda. Penelitian (Rachmaniah, 2014) menjelaskan bahwa pengetahuan Ibu terhadap pentingnya
pemberian ASI untuk bayi itu menjadi faktor yang sangat berpengaruh akan
kesadaran orang tua/Ibu untuk memberikan ASI Ekslusif untuk bayi, ini
ditunjukan bakal terjadi kenaikan pemberian ASI Eksklusif seandainya diiringi
dengan kenaikan pengetahuan tentang ASI Eksklusif. Bagi (Firmansyah, 2012)
memaparkan kalau 75, 6% ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif ialah ibu
dengan pendidikan tamat SD, dan berstatus sebagai pekerja lepas maupun buruh (Firmansyah, 2012).
Kabupaten Indramayu
pada tahun 2018, jumlah balita yang ditimbang 83.525 balita dan yang mengalami
gangguan pertumbuhan sebanyak 1.033 balita (1,24%). Adapun puskesmas dengan
presentase balita yang mengalami gangguan pertumbuhan paling tinggi adalah UPTD
Puskesmas Krangkeng� yaitu sebanyak 183
balita (4,54%) dari 4.029 balita yang ditimbang. Sedangkan jumlah anak yang
diberi ASI eksklusif di UPTD Puskesmas Krangkeng pada tahun 2018 sebanyak 749
anak (18,5%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, 2019).
Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan penelitian di UPTD Puskesmas krangkeng Kabupaten
Indramayu terhadap 10 ibu yang
mempunyai balita usia 7-60 bulan,
didapatkan sebanyak 7 ibu mengatakan anaknya tidak diberi ASI sampai usia 6
bulan dikarenakan faktor kesibukan dan ASI yang keluar sedikit, sedangkan
sisanya 3 ibu lainnya mengatakan tidak ada masalah dengan ASI dan anaknya
mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan. Disamping itu, juga didapatkan sebanyak 2
dari 7 balita yang tidak mendapatkan ASI mengalami penurunan garis pertumbuhan
di bawah normal.
Berdasarkan uraian
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang �Perbedaan
Pemberian ASI Eksklusif dengan yang tidak Eksklusif terhadap pertumbuhan pada
balita di UPTD Puskesmas Krangkeng Kabupaten Indramayu tahun 2019�
Metode Penelitian
A.
Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan komparatif korelasional (Cresswell, 2017). Komparatif korelasional dalam penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pemberian ASI Eksklusif dengan yang tidak Eksklusif terhadap pertumbuhan pada balita.�
a. Tempat
Penelitian
Tempat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah di UPTD Puskesmas Krangkeng Kabupaten Indramayu.�
b. Waktu
Penelitian
Penelitian
telah dilaksanakan Juni 2019
B.
Teknik
Pengumpulan Data
1. Populasi
Penelitian
Populasi
dalam penelitian adalah wilayah yang akan dijadikan objek kajian dalam
penelitian. Populasi juga merupakan bagian secara umum dari obyek atau subyek
yang memilki karakteristik dan kualitas tertentu yang sudah ditentukan peneliti
kemudian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulanya.
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh balita di UPTD Puskesmas Krangkeng
Kabupaten Indramayu sebanyak 4.029 balita.
2. Sampel
Penelitian
Sampel
adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Notoadmodjo S, 2010).
Sampel pada penelitian ini adalah balita di UPTD Puskesmas Krangkeng Kabupaten
Indramayu dan tidak sedang sakit sebanyak 38 orang terdiri dari 19 orang untuk
kelompok yang diberi ASI eksklusif dan 19 orang untuk kelompok yang diberi ASI
tidak eksklusif.�
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
1.
Analisis
Univariat
Tabel
1
Distribusi
Pertumbuhan pada Balita yang Diberi ASI Eksklusif dan Tidak ASI Eksklusif pada
Balita di UPTD Puskesmas Krangkeng
Pertumbuhan Balita |
Mean-Median |
S.D |
Minimal-Maksimal |
95% CI |
Tidak ASI eksklusif |
8,96 8,75 |
1,447 |
7,0-13,0 |
8,14-9,80 |
ASI eksklusif |
11,7 10,5 |
8,042 |
10,51-12,91 |
10,51-12,91 |
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan pada balita yang tidak diberi ASI eksklusif adalah 8,96 dan mediannya 8,75 dengan standar deviasinya 1,447. Pertumbuhan paling rendah 7,0 dan paling tinggi 13,0. Berdasarkan nilai 95% CI, diketahui bahwa pertumbuhan balita pada kelompok yang tidak diberi ASI eksklusif berkisar antara 8,14-9,80. Sedangkan rata-rata pertumbuhan pada balita yang diberi ASI eksklusif adalah 11,7 dan mediannya 10,5 dengan standar deviasinya 8,042. Pertumbuhan paling rendah 10,51 dan paling tinggi 12,91. Berdasarkan nilai 95% CI, diketahui bahwa pertumbuhan balita pada kelompok yang diberi ASI eksklusif berkisar antara 10,51-12,91.
2.
Analisis
Bivariat
Tabel 2
Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif dengan yang tidak
Eksklusif terhadap Pertumbuhan pada Balita di UPTD Puskesmas Krangkeng
Pertumbuhan Balita |
N |
Mean |
Beda Mean |
Std. Deviation |
P value |
Tidak eksklusif |
14 |
8.96 |
2.74 |
1.447 |
0.002 |
Eksklusif |
24 |
11.71 |
2.836 |
Berdasarkan
Tabel 2, Menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan pada balita yang tidak diberi
ASI eksklusif adalah 8,96, sedangkan rata-rata pertumbuhan pada balita yang
diberi ASI eksklusif adalah 11,7, hal ini berarti ada perbedaan sebesar 2,74.
Perbedaan ini menunjukkan perbedaan yang bermakna yang terlihat dari hasil uji
t independen pada α = 0,05 diperoleh nilai p = 0,002 yang artinya nilai p
< 0,05 dengan demikian maka terdapat perbedaan pemberian ASI Eksklusif
dengan yang tidak Eksklusif terhadap pertumbuhan pada balita di UPTD Puskesmas
Krangkeng.
B.
Pembahasan
1.
Gambaran
Pertumbuhan pada Balita yang diberi
ASI Eksklusif dan Tidak ASI Eksklusif pada Balita di UPTD Puskesmas Krangkeng
Berdasarkan
hasil penelitian, menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan pada balita yang
tidak diberi ASI eksklusif adalah 8,96, sedangkan rata-rata pertumbuhan pada
balita yang diberi ASI eksklusif adalah 11,7, hal ini berarti ada perbedaan
sebesar 2,74. Pertumbuhan pada balita dapat dikarenakan kebutuhan gizi pada
saat usia 0-6 belum terpenuhi dengan baik, sehingga anak yang tidak mendapatian
ASI secara eksklusif pertumbuhannya akan terhambat. Pada penelitian ini juga
didapatkan bahwa beberapa anak walaupun mendapatkan ASI eksklusif namun pertumbuhannya
tidak normal, hal ini dapat dimungkinkan karena adanya faktor lain seperti
lingkungan atau pola asuh orang tua yang kurang memperhatikan pertumbuhan
anaknya.
Air
Susu Ibu (ASI) dalam istilah kesehatan adalah dimulai dari proses laktasi. ASI merupakan
emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresi
oleh kedua belah kelanjar payudara dari seorang ibu, dan ASI merupakan makanan
utama bagi bayi (Natalia, 2021).
ASI ialah asupan makanan yang sangat sesuai untuk balita untuk memenuhi
kebutuhan gizi serta melindunginya dalam melawan serangan dari berbagai
penyakit. Balita yang usianya sampai 6 bulan, ASI dapat mencukupi kebutuhan
karbohidrat, lemak, protein, vit, serta antibodi yang tidak dimiliki oleh susu
dari merek apapun (Utami Roesli, 2012).
World Health
Organization (WHO) merekomendasikan para
oran tua buat menyusui secara eksklusif selama 6 bulan lamanya, melanjutkannya
dengan pemberian makanan pendamping ASI dari bahan-bahan lokal yang kaya akan
nutrisi sembari senantiasa tetap memberikan ASI ataupun menyusui hingga anak
berumur 2 tahun lebih. Balita yang tidak memperoleh ASI sepanjang 6 bulan bisa
menyebabkan balita lebih gampang terkena bermacam berbagai peradangan, penyakit
bahkan menimbulkan kematian (Kementrian kesehatan RI, 2018). Menurut WHO dalam (U Roesli, 2015)
pengaruh akibat tidak diberi ASI secara eksklusif, maka bayi kebanyakan akan
mudah-mudah diserang berbagai penyakit antara lain: asma, alergi, infeksi
saluran pernapasan akut, kurang gizi, bahkan dapat meningkatkan resiko kematian
pada bayi dan akan anak.
Pada penelitian ini masih terdapat balita yang
pertumbuhannya tidak normal, maka dari itu petugas kesehatan perlu meningkatkan
penyuluhan tentang ASI Eksklusif kepada ibu, memotivasi ibu untuk mengkonsumsi
makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI seperti sayur daun katuk, dan juga
memotivasi ibu untuk selalu melakukan kontak atau berkonsultasi dengan petugas
kesehatan untuk mendapatkan informasi tentang ASI dan juga tentang stimulus
pertumbuhan pada anak. Bagi ibu untuk lebih rajin mencari informasi tentang ASI
eksklusif agar memahami dengan baik dan benar.
2.
Perbedaan
Pemberian ASI Eksklusif dengan yang tidak Eksklusif terhadap Pertumbuhan pada
Balita di UPTD Puskesmas Krangkeng
Berdasarkan
penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan pemberian ASI Eksklusif dengan yang tidak Eksklusif terhadap
pertumbuhan pada balita di UPTD Puskesmas Krangkeng Kabupaten Indramayu tahun 2019. Adanya perbedaan
hal ini dikarenakan balita yang mendapatkan ASI secara eksklusif kebutuhan
gizinya akan terpenuhi sehingga pertumbuhannya normal dan sebaliknya, balita
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif tentunya pertumbuhannya akan terhambat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa pertumbuhan pada balita dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut (Soetjiningsih, 2015),
pertumbuhan pada balita dapat dipengaruhi oleh penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung yaitu kecukupan
gizi (asupan makanan) dan status infeksi/ penyakit, sedangkan penyebab tidak
langsungnya yaitu ketersediaan bahan pangan, sosial
ekonomi, pola asuh, pemberian ASI, pemberian MPASI, kehamilan remaja, jarak kelahiran yang dekat, kebersihan dan sanitasi,
pelayanan kesehatan dan lingkungan.
Hasil riset ini sejalan dengan teori perkembangan pada
bayi paling utama sebagian besar ditetetapkan oleh jumlah ASI yang diperoleh,
tercantum tenaga serta zat gizi yang lain yang tercantum di dalam ASI tersebut.
ASI tanpa bahan santapan lain bisa memadai kebutuhan perkembangan umur mulai
dari 6 bulan sampai 2 tahun. Pemberian ASI tanpa pemberian asupan lain selama 6
bulan tersebut dengan menyusui secara eksklusif. ASI memiliki
berbagai manfaat yang baik untuk pertumbuhan anak juga dapat menurunkan risiko
terjadinya penyakit akut dan kronik (Utami Roesli, 2012).
Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori bahwa ASI ini sangat penting bagi
pertumbuhan. Untuk mencapai pertumbuhan anak yang optimal maka ASI hendaknya
diberikan secara eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa makanan atau cairan lain
sampai 6 bulan dan dapat dilanjutkan hingga 2 tahun dengan tambahan makanan
lainnya (Kementrian kesehatan RI, 2018). ASI yang tidak
eksklusif akan menyebabkan anak akan mudah terserang infeksi saluran pernapasan atas (ISPA),
diare, dan penyakit usus parah dan pada ibu dapat meningkatkan risiko kanker
payudara (U Roesli, 2015).
Penelitian ini sangat jelas menerangkan bahwa adanya perbedaan
pada pemberian ASI yang Eksklusif
dengan pemberian ASI yang tidak Eksklusif terhadap pertumbuhan bayi, oleh
karena dari itu dinas kesehatan perlu mengadakan penyuluhan tentang ASI
Eksklusif kepada ibu-ibu dengan strategi dan langkah yang mudah untuk dipahami,
memberikan memotivasi kepada ibu-ibu agar berupaya untuk memberikan ASI secara
eksklusif walaupun ibu-ibu sibuk bekerja karena ada cara untuk menyimpan ASI
dengan baik. Bagi ibu untuk lebih rajin mencari informasi tentang ASI eksklusif
agar memahami dengan baik dan benar dan juga mengkonsumsi makanan yang dapat
meningkatkan produksi ASI seperti daun katuk dan lain sebagainya.
Kesimpulan�������������������������������������
Sesuai hasil penelitian dan kajian� pembahasan sebelumnya tentang perbedaan pemberian ASI Eksklusif dengan yang tidak
Eksklusif terhadap pertumbuhan pada balita di UPTD Puskesmas Krangkeng
Kabupaten Indramayu tahun 2019, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1). Rata-rata pertumbuhan pada balita yang tidak diberi ASI eksklusif di UPTD Puskesmas Krangkeng Kabupaten
Indramayu tahun
2019 adalah 8,96, sedangkan rata-rata pertumbuhan pada balita
yang diberi ASI eksklusif adalah 11,7. 2). Terdapat perbedaan
pemberian ASI Eksklusif dengan yang
tidak Eksklusif terhadap pertumbuhan pada balita di UPTD Puskesmas Krangkeng.
BIBLIOGRAFI
Cresswell, J. W. (2017). Research Design :
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Edisi Ketiga). Yogyakarta:
Pustaka Belajar. Google Scholar
Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu.
(2019). Jumlah anak yang diberi ASI eksklusif di UPTD Puskesmas Krangkeng
pada tahun 2018 sebanyak 749 anak (18,5%). Indramayu: Dinas Kesehatan
Kabupaten Indramayu.
Firmansyah, Nurhuda. (2012). Pengaruh
Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan), Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui
terhadap Pemberian Asi Eksklusif di Kabupaten Tuban. Universitas Airlangga.
Google Scholar
Kemenkes, R. I. (2016). Profl Kesehatan RI Tahun 2016. Jakarta, Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian kesehatan RI. (2018). Hasil
utama riskesdas 2018. 61.
Natalia, Kristin. (2021). Efektivitas Daun
Katuk (Sauropus Androgynus) Terhadap Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Dimasa
Pandemi Covid-19. Jurnal Penelitian Kebidanan & Kespro, 3(2),
1�6. Google Scholar
Notoadmodjo S. (2010). Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rachmaniah, Nova. (2014). Hubungan
tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan tindakan ASI Eksklusif.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Google Scholar
Rahmadhani, Eka Putri, Lubis, Gustina,
& Edison, Edison. (2013). Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka
kejadian diare akut pada bayi usia 0-1 tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 2(2), 62�66. Google Scholar
Roesli, U. (2015). Panduan Inisiasi
Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Jakarta: Pustaka Bunda. Google Scholar
Roesli, Utami. (2012). Panduan Inisiasi
Menyusu Dini; plus ASI eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda. Google Scholar
Soetjiningsih. (2015). ASI petunjuk
Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.
Sugiarti, Eni, Zulaekah, Siti, & Puspowati,
Dyah. (2018). Faktor � faktor yang berhubungan dengan pemberian asi eksklusif
di kecamatan karangmalang kabupaten sragen. Jurnal Kesehatan, 4(2),
195�206. Google Scholar
WHO. (2015). World Health Statistic Report
2015. Geneva: World Health Organization; 2015. Google Scholar
Copyright holder: Iis, Ela Rohaeni (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indoensia |
This article is licensed under: |