Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN
: 2548-1398
Vol.
6, No. 7, Juli 2021
�
PENERAPAN KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK PADA
PASIEN SKIZOFRENIA TIDAK TERPERINCI (UNDIFFERENTIATED) DI RUMAH SAKIT
JIWA MENUR SURABAYA
Laksita Wulya Danastri,
Tatik Meiyuntariningsih
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jawa Timur,
Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Skizofrenia merupakan
suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama proses pikir serta ketidak
harmonisan antara proses pikir, emosi, kemauan,
dan psikomotor disertai distorsi kenyataan terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, emosi inadekuat, dan psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi, dan perilaku bizar. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui cara kerja dan peran dari penerapan
konseling eksistensial humanistik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara dengan menggunakan pendekatan eksistensial humanistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa klien memiliki skor IQ sebesar 93 yang termasuk dalam kategori rata-rata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa klien cukup mampu
menyelesaikan tugas-tugas
yang bersifat agak kompleks namun beberapa tugas masih membutuhkan bantuan orang lain. Klien memiliki indikasi MD sebesar 14,58%. Terdapat kemunduran IQ akibat gangguan Skizofrenia yang dialami klien saat
ini serta obat yang sudah dikonsumsi klien. Full IQ dan
Original IQ klien hanya memiliki selisih 1 skor saja yang artinya klien memang
memiliki kemunduran dan ada indikasi mengalami
sakit atau gangguan.
Kata Kunci: skizofrenia; pasien;
Rumah Sakit Jiwa
Abstract
Schizophrenia is a function psychosa with the main disorder of the process and the misaldity of harmony between thought processes, artistic,
and psychomotor accompanied by ris hebata due to waham and
hallucinations, divided associations so that there is an incoherence, artistic inadekuat, psychomotor self-showing, ambivalence and kris bizar. The purpose of this research is what exists to know
the workings and roles of the style of mankind. Which research method in this
study is observation and drawing method to close humanistic. The results of
this study showed that the client scored an IQ score of 93 that was included in
the Average team. As with the embankment, the client is quite capable so the
tasks are a bit complex but some tasks are still syen
help others. The client has an MD indication of 14.58%. whether there is an IQ
of schizophrenia disorder experienced by the client at this time and the
medication that the client has Tidaken. Full IQ and
Original IQ of the client is only a difference of 1 score which means the
client does do the doing and there are indications of illness or disorder.
Keywords: �schizophrenia; patients; Mental Hospital
Pendahuluan
Skizofrenia merupakan suatu psikosa
fungsional dengan gangguan utama proses pikir serta ketidak harmonisan antara
proses pikir, emosi, kemauan, dan psikomotor disertai distorsi kenyataan terutama
karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi,
emosi inadekuat, dan psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan
perilaku bizar (Maramis &
Maramis, 2009).
Berdasarkan PPDGJ III, Skizofrenia
ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted)
(Ambarita, 2014).
Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian (Hertinjung, Arifiani, & Hanifah,
2020). Untuk
mendiagnosis Skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini:
1. Thought
echo = isi pikiran dirinya sendiri yang bergema dan berulang
dalam kepalanya dan isi pikiran yang berulang. Walaupun isinya sama namun
kualitasnya beda Thought insertion or withdrawal = isi pikiran asing
dari luar masuk ke dalam pikirannya (Insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) Thought
broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mengetahuinya.
2. Delution
of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu
kekuatan dari luar. Delution of influence = waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh sesuatu dari luar. Delution of perception = pengalaman
inderawi
yang tidak wajar
yang bermaksa sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat. Delution of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap kekuatan dari luar.
3. Halusinasi
auditorik adalah suara halusinasi yang berkomentar
secara terus menerus tentang perilaku pasien (Pratami,
2013).
a. Suara
halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien.
b. Mendiskusikan
perihal pasien diantara mereka sendiri.
c. Jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4. Waham-waham
menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan
sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain.
5. Halusinasi
yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengembang
maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (Over-valued ideas) yang menetap atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan secara
terus menerus (Ihsiani, 2019).
6. Arus
pikiran yang terputus (break) atau apa yang mengalami sisipan (interpolution),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relavan atau neologisme.
7. Perilaku
katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, multisme dan stupor.
8. Gejala-gejala
�negatif� seperti
sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul
atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi juga harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
a. Adanya
gelaja-gelaja khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
b. Harus
ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sehingga hilanglah minat, hidup tidak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Skizofrenia
dibagi menjadi beberapa macam, yakni:
1. Skizofrenia
Paranoid
Memiliki
karakteristik yaitu kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain dengan
halusinasi dan waham kejar atau waham kebesaran (Ripangga & Damaiyanti, 2018).
2. Skizofrenia
Hebefrenik
Ditandia dengan
regiditas otot, negativisme, kegembiraan berlebihan atau posturing
(mematung), ciri penyerta lain adalah gerak stereotip, manerisme, dan
fleksibilitaslin (waxi flexibility), dan gejala yang
sering dijumpai adalah mutisme (Fitriani, 2020).
3. Skizofrenia
Katatonik
Ditandai dengan
adanya percakapan dan perilaku yang kacau serta efek yang datar, gangguan
asosial pasien, mempunyai sifat aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara
sosial yang ekstrim, mengabaikan higine, penampil diri, dan terjadi
sebelum usia 25 tahun (Enggar Ayuningtyas, 2020).
4. Skizofrenia
Tidak Terperinci (Undifferentiated)
Gelaja yang
muncul sulit digolongkan pada tipe Skizofrenia tertentu. Skizofrenia ini
dikarakteristikkan dengan perilaku yang disorganisasi dan gejala-gejala
psikosis yang mungkin memenuhi lebih dari satu tipe atau kelompok Skizofrenia. Skizofrenia
tidak terperinci
didiagnosis dengan memenuhi kriteria umum untuk diagnosa Skizofrenia, tidak
memiliki kriteria untuk Skizofrenia paranoid, hiberfenik, katatonik, dan tidak
memenuhi kriteria depresi pasca Skizofrenia.
5. Schizoaffective
Merujuk kepada
perilaku yang berkarakteristik Skizofrenia, ada tambahan indikasi kelainan alam
perasaan seperti depresi atau mania.
6. Skizofrenia
Residual
Merupakan
eksentrik tetapi gejala-gejala psikosis saat perilaku diperiksa atau dirawat tidak
menonjol, menarik diri, dan efek serasi merupakan karakteristik dari
kelainan ini adalah pasien yang memiliki riwayat
paling sedikit satu episode Skizofrenia dan gejala-gejala yang menonjol (Rahmawati, 2019).
Kriteria diagnosis dalam Skizofrenia
menurut (Maramis &
Maramis, 2009)
meliputi:
1. Gangguan
Isi Pikiran
Delusi atau
kepercayaaan yang mendalam merupakan gangguan pikiran yang paling umum
dihubungkan dengan Skizofrenia. Delusi ini mencakup delusi rujukan, penyiksaan
kebesaran, cinta, kesalahan diri, kontrol, nihil atau doss, dan
penghianatan. Delusi ini berkenaan dengan kepercayaan irasional mengenai suatu
proses berpikir seperti
percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain atau hilang dari alam
pikirannya karena paksaan dari orang lain atau obyek dari luar. Delusi somatik
meliputi kepercayaan yang salah dan aneh tentang kerja tubuh, misalnya pasien Skizofrenia
menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap (Sirait, 2012).
2. Gangguan
dalam Bentuk Pikiran, Bahasa, dan Komunikasi
Proses berpikir
dari pasien Skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan tidak berfungsi
kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam
pikiran menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam
pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti, akan sangat
membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita gangguan pikiran (Sidqi, 2020). Contoh
umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi, neologisme, blocking,
dan pemakaian
kata-kata yang salah.
3. Gangguan
Persepsi Halusinasi
Salah satu
simptom Skizofrenia yang merupakan kesalahan dalam persepsi yang melibatkan
kelima alat indera kita walaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus
yang di luar, tetapi
kelihatan begitu nyata bagi pasien Skizofrenia. Halusinasi tidak berada dalam
kontrol individu, tetapi begitu spontan walaupun individu mencoba untuk
menghalangi (Hartanto, 2018).
4. Gangguan
Afeksi (perasaan)
Pasien Skizofrenia
selalu mengekspresikan
emosinya secara subnormal dibandingkan dengan orang lain secara umum,
perasaan ini konsisten dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai
dengan perasaannya.
5. Gangguan
Psikomotor
Pasien Skizofrenia
kadang terlihat aneh dan dengan cara yang berantakan, memakai
pakaian yang aneh atau membuat mimik yang aneh atau memperlihatkan gangguan
katatonik stupor (keadaan dimana pasien tidak merespon stimulus dari luar atau tidak
mengetahui ada orang disekitarnya), katatonik rigid (mempertahankan posisi
tubuh atau tidak mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang
gerakan tubuh) menonjol adalah afek yang menumpul, hilangnya dorongan kehendak
atau bertambahnya kemunduran sosial (Lawita, 2010).
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui
cara kerja dan peran dari penerapan konseling eksistensial humanistik.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode observasi. Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan
data dengan cara mengamati atau meninjau secara cermat dan langsung di lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi yang terjadi atau membuktikan kebenaran dari sebuah desain penelitian
yang sedang dilakukan. Kegiatan observasi dilakukan untuk memproses objek dengan maksud untuk
merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena
berdasarkan pengetahuan dan
ide-ide yang sudah diketahui
sebelumnya, untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan melanjutkan ke proses investigasi (Sumantri, 2015).
Metode lain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara.
Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara
ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut adalah pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.
Penelitian diambil berdasarkan hasil
rangkaian tes yang dilakukan oleh salah satu pasien di Rumah Sakit Jiwa Menur,
Kota Surabaya, Jawa Timur. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan
eksistensial humanistik, pendekatan ini berfokus pada kondisi manusia, dimana
menekankan pada pemahaman atas diri manusia itu sendiri.
Tujuannya adalah membantu individu agar mampu bertindak, menerima kebebasan dan
bertanggung jawab untuk tindakan yang dilakukan. Dalam terapi eksistensial berpijak
pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan, bahwa
kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam penerapannya
pendekatan ini memusatkan perhatian pada kesadaran individu akan keberadaan dan
potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuannya (Corey, 2013).
Hasil dan Pembahasan
A. Pelaksanaan
Asesmen
1.
Observasi
a.
Observasi Fisik
Secara umum
klien memiliki penampilan yang bersih dan terawat. Klien memiliki tinggi 158 cm
dengan berat badan 52 kg. Berkulit kuning langsat dengan mata berwarna coklat
gelap. Wajah klien bulat dan selalu menatap lawan bicaranya setiap kali berkomunikasi.
Rambut klien pendek, sebelumnya sempat digundul saat pertama kali masuk Rumah
Sakit Jiwa, bibir klien berwarna merah muda dan tidak tampak pucat, namun
ketika berbicara air liur klien sering kali muncrat. Postur tubuh klien
ideal namun agak pendek dibandingkan rata-rata laki-laki pada umumnya, cara
berjalannya agak lemas, dan baju klien juga cenderung miring.
Klien lebih suka menyendiri dan menghabiskan
waktunya hanya dengan duduk-duduk saja dengan tatapan mata yang kosong tanpa
melakukan aktivitas lain sekalipun didekatnya ada pasien lain, klien hanya
bicara ketika diajak bicara saja. Klien agak cadel sehingga
beberapa kata yang diucapkan tidak terlalu jelas. Ketika bertemu dengan orang
yang dikenalnya klien akan menyapa dengan melambaikan tangan, tersenyum, dan menyebut
namanya.
b.
Observasi Lingkungan Rumah Sakit Jiwa
Ruang perawatan
klien berada di Bangsal Gelatik di Rumah Sakit Jiwa Menur tepat dibelakang
Graha Menur. Bangunan ruangan cukup besar, bersih, dan terawat dengan baik.
ditengah-tengan bangsal terdapat tumbuhan-tumbuhan dan beberapa pohon kecil
yang membuat ruangan tampak teduh dan tidak terlalu panas. Dalam bangsal
terdapat 2 ruangan untuk tidur yang sudah dilengkapi kamar mandi, dapur, ruang
dokter, ruang isolasi, tempat makan, tempat rekreasi, tempat isolasi untuk
pasien yang bermasalah, koperasi atau tempat yang menjual barang-barang yang
diperlukan klien, serta tempat-tempat untuk bersantai atau untuk kunjungan
keluarga klien. Dalam bangsal juga dilengkapi tempat khusus untuk pegawai Rumah
sakit beserta tempat penyimpanan berkas rekam medis pasien.
Bangsal Gelatik
merupakan bangsal untuk pasien kelas III sehingga pasien yang berada dalam
ruang tersebut kebanyakan sudah koperatif dan dapat diajak berkomunikasi.
Hampir tidak ada masalah yang ditimbulkan oleh pasien sehingga suasana dalam
bangsal sangat tenang dan kondusif.
c.
Observasi Lingkungan Tempat Tinggal
Tempat tinggal
klien berada dalam lingkungan perumahan yang asri, klien termasuk dari golongan
keluarga menengah keatas. Klien tinggal bersama ibu dan kedua saudaranya (kakak
ke dua dan adiknya), selain itu dirumah juga ada kakak ipar serta keponakan
klien yang masih berusia satu tahun. Rumah klien cukup besar dengan gaya Vintage
sehingga masih banyak barang-barang dalam rumah yang antik dan unik. Di rumah
klien terdapat empat kamar tidur dan beberapa diantaranya sudah dilengkapi
dengan kamar mandi. Keluarga klien memiliki asisten rumah tangga untuk membantu
membersihkan
rumah dan memasak karena selama ini keluarga klien cenderung sibuk dengan
pekerjaan masing-masing. Ibu klien sibuk mengurus cucunya, kakak pertama klien
sedang dalam proses menyelesaikan studinya dan bekerja hingga malam, begitu
juga dengan adik klien yang juga bekerja hingga pulang larut setiap hari. Lingkungan
tempat tinggal klien bersih dan tenang, tetangga klien juga memahami kondisi klien dan
sering kali membantu ibu klien ketika terjadi masalah terlebih jika masalah
tersebut berhubungan dengan klien.
2. Wawancara
a. Autoanamnesa
Saat dilakukan
wawancara dengan klien, klien menjelaskan
dengan detail kejadian yang
pernah klien alami maupun pengalaman
yang sudah klien alami. Klien mampu
menyebutkan nama lengkapnya dengan benar, namun saat
menyebutkan tanggal lahir klien salah menuliskan tanggal lahirnya dan salah menuliskan alamatnya. Saat diminta tanda tangan
klien menuliskan tanda tangannya dengan menggunakan simbol atau lambang
kesukaan klien. Masa kecil klien suka
dihabiskan dengan bermain bersama kakaknya karena usia kakaknya hanya
berbanding 2 tahun saja dengan klien.
Klien suka bermain sepak bola saat hujan dengan
kakaknya saat berlibur di desa kelahiran ibunya. Klien juga suka bisa melihat persawahan
yang hijau bersama kakaknya setiap kali berlibur ke desa.
Hubungan klien
dengan orang tuanya cukup baik, klien
berpendapat sebelum ayahnya meninggal klien merupakan anak kesayangan ayahnya, namun disisi lain juga merasa sangat berdosa pada ayahnya kerena pernah menyakiti ayahnya baik melalui
kata-katanya ataupun pernah memukul ayahnya hingga kesakitan hanya karena masalah kecil, hingga saat
beliau meninggal klien belum sempat
minta maaf pada ayahnya atas kesalahannya
saat itu. Pada saat ayahnya masih
hidup dan belum pensiun, klien selalu tercukupi segala kebutuhannya dan berharap ayah klien mendapatkan promosi agar naik jabatan sehingga gaji ayahnya juga naik. Namun sayangnya saat itu ayah klien
jatuh sakit dan harus beristirahat sehingga membuat keuangan keluarga klien menurun. Sosok ibu bagi
klien adalah orang yang sangat penyayang dan selalu ada untuk
klien. Ibu klien tidak pernah marah
hanya saja agak kolot, cerewet
dan terlalu over protective.
Klien tidak
begitu dekat dengan saudaranya, kakak pertama klien
sudah menikah dan tinggal di Tangerang sehingga komunikasi dengan kakaknya hanya melalui telfon, ketemu kakak secara
langsung hanya pada saat lebaran saja.
Hubungan klien dengan kakak keduanya
cukup baik, kakaknya sering kali memberikan uang saku pada klien, namun klien
benci pada kakaknya karena peristiwa sebelumnya dimana klien dipukul oleh kakaknya hingga nekat melaporkan kakaknya ke kantor
Polisi. Hubungan klien dengan adiknya
juga tidak begitu dekat, karena selama
ini adiknya sangat sibuk dengan
pekerjaannya, sehingga ketika pulang kerja
malam dan terlihat lelah jadi jarang
sekali berkomunikasi dengan klien. klien
juga membenci adiknya karena bagi klien
adiknya juga penyebab masuknya klien di Rumah Sakit Jiwa. Klien juga pernah tidak menyapa adiknya
selama tiga minggu karena masalah
kecil. Klien mengakui bahwa kakak dan adiknya sudah minta maaf
padanya hanya saja klien merasa
tidak bisa memaafkannya saat ini.
Setelah keluar
dari rumah sakit jiwa klien
berharap segera bekerja, keinginannya adalah bisa membeli
salah satu jenis mobil mewah dalam
waktu dekat ini. Namun klien
tidak menyukai pekerjaan yang membutuhkan waktu lama dan harus ada tekanan, disisi
lain klien mempunyai harapan tinggi bahwa klien bisa
mendapatkan pekerjaan yang menggajinya banyak dalam sebulan tanpa
lelah atau tertekan dalam bekerja. Klien tidak suka berbisnis
karena dianggapnya terlalu ribet dan membutuhkan waktu lama untuk kaya.
Disisi lain klien
sangat suka menceritakan pengalamannya saat kuliah terlebih
saat menjelaskan mengenai pemograman yang pernah klien lakukan
saat kuliah. Klien masih sangat
ingat istilah-istilah yang ada didalam bahasa
pemograman. Klien merasa senang ketika
bercerita mengenai hal-hal yang di kuasainya atau dipahaminya dengan baik. klien
berhenti kuliah karena merasa tertekan
dengan tugas-tugas kuliahnya yang berat. Klien bisa menyelesaikan
praktik hanya saja tidak suka
jika harus ada ujian teori
karena klien malas membaca atau menulis,
bagi klien hal tersebut terlalu
melelahkan dan lebih baik langsung dipraktikkan
saja.
b. Alloanamnesa
Menurut keluarga
klien merupakan anak yang sangat aktif, anak mama dan selalu cerita. Saat masih kecil
tidak ada tanda-tanda gangguan pada klien sehingga klien tumbuh normal seperti anak pada umumnya. Klien mulai terlihat ada gangguan ketika
sudah memasuki dunia perkuliahan, mulai berubah gaya hidup
dan sikapnya. Klien suka menghambur-hamburkan uang
dan mentraktir teman-temannya,
klien juga selalu minta antar jemput
orang tuanya dengan menggunakan mobil tidak mau jika
harus naik angkot ataupun naik motor. Jika tidak diberikan uang klien akan marah dan pernah melempar barang pada ibunya. Ketika ayahnya meninggal ibunya berjualan pecel dengan menggunakan
mobilnya untuk mencukupi kebutuhan keluarga, saat itu juga adik klien
juga dalam proses menyelesaikan
kuliahnya.
Beberapa kali dirumah
klien terlibat perbedaan pendapat dengan kedua saudaranya
namun kedua saudaranya selalu memilih mengalah agar masalah tidak tambah
besar dan membuat klien emosi. Klien
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan tidak dapat ditekan, klien juga jarang sekali mengungkapkan perasaannya pada keluarganya sehingga keluarga tidak tahu apa
yang sebenarnya klien rasakan. Klien memilih untuk memendamnya
dan mengurung dirinya dalam kamar seharian
penuh. Klien juga sering kali usil menggoda adiknya dengan selalu membuang
air yang akan dipakai adiknya mencuci atau untuk mandi, saat ditanya alasannya
klien mengatakan bahwa airnya sudah
kotor dan harus diganti.
Menurut ibunya
keadaan rumah berubah menjadi tegang setiap kali klien marah dan bertengkar dengan saudaranya. Ibunya merasa bahwa klien
menganggap ibunya tidak peduli dan cenderung membeda-bedakan anak. Klien pernah
berkata bahwa selama ini ibunya
selalu membela kakak dan adiknya sehingga klien selalu dalam posisi
terpojokkan. Hal tersebut membuat ibu klien
ingin segera menikahkan klien, ibu klien beranggapan
bahwa dengan menikah klien akan
belajar bertanggung jawab dengan keluarganya,
ibu klien pun mengatakan sanggup membiayai seluruh kebutuhan klien beserta istrinya serta dibantu untuk
memulai bisnis agar dapat dijalankan bersama untuk bekal
kehidupannya klien nantinya.
3. Tes Psikologi
Berdasarkan penelitian,
untuk mengungkap gangguan skizophrenia yang dialami klien, maka digunakanlah alat tes sebagai
berikut untuk mengungkap nilai IQ serta gambaran mengenai diri klien
termasuk id, ego superego yang membentuk
klien hingga saat ini dan figur
dalam keluarga. Alat tes yang digunakan adalah:
a. Tes DAP
Klien cenderung
menarik diri dari lingkungan sosialnya, klien lebih suka menghabiskan
waktu sendirian dengan memikirkan beberapa hal yang akan dilakukannya setelah itu. Klien
kurang percaya diri dan merasa tidak yakin akan
kemampuannya sendiri, hal tersebut membuat
klien kurang bersemangat dalam aktivitas sehari-harinya. Ada
rasa tertekan dalam diri klien sehingga
klien cenderung menghindari masalah dan memilih meninggalkan masalah tersebut daripada menyelesaikannya.
Klien belum
dapat menerima kenyataan atas keadaanya saat ini, selalu merasa
tidak aman dan lemah sehingga cenderung membutuhkan dorongan dari lingkungan
sekitarnya. Disisi lain
juga klien memiliki perasaan berdosa akan masa lalunya dan memiliki keinginan untuk memperbaikinya namun dalam dirinya
merasa ada keraguan untuk memulai.
b. Tes BAUM
Imajinasi klien
cukup besar sehingga klien suka berfantasi mengenai kehidupannya kedepan, termasuk individu yang idealis, memiliki hasrat yang tinggi untuk sukses
namun ada rasa takut untuk memulai.
Klien cenderung individualis dan mudah meremehkan orang lain. Disisi
lain klien seringkali merasa tertekan sehingga mudah sekali emosi jika
keadaan tidak sesuai dengan keinginannnya.
Klien kurang dapat membuat keputusan
yang tepat dan cenderung tergesa-gesa dalam menangkap pengertian akan sesuatu.
Disisi lain klien
ada keinginan untuk dapat bergaul
dengan banyak orang, klien juga merupakan pribadi yang menyenangkan hanya saja beberapa
hal membuat klien tampak sombong
dan terlalu membanggakan kemampuannya. Setelah membanggakan
dirinya sendiri, kepercayaan diri klien akan muncul
sedikit demi sedikit.
c. Tes HTP
Hubungan klien
dengan orang tuanya tidak begitu baik,
karena bagi klien baik ibu
atau ayah merupakan sosok yang kurang dalam melakukan perannya sebagai orang tua pada klien. Hal tersebut membuat klien memiliki keinginan untuk keluar dari lingkungan
keluarga karena selama ini klien
menganggap bahwa dirinya kurang berperan dalam keluarga dan merasa adanya penolakan dari keluarga, sehingga klien lebih suka mencari
penghiburan dirinya diluar rumah.
d. Tes SSCT
Klien memiliki
ketakutan yang berlebihan mengenai kegagalan di masa depannya, rasa tersebut muncul akibat rasa bersalah klien terhadap apa yang telah klien lakukan
dulu sehingga klien memiliki banyak kekhawatiran mengenai cita-citanya yang belum tercapai. Disamping itu tidak
adanya pengalaman klien dalam berhubungan
dengan wanita membuat klien merasa
malas, bagi klien wanita hanya mau
dengan orang yang punya uang saja
sedangkan klien sendiri belum dapat
menghasilkan uang sendiri.
Hal tersebut yang dijadikan
klien alasan mengapa hingga saat ini klien
memutuskan untuk sendiri dulu.
e. Tes TAT
Klien memiliki
rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga klien selalu mencoba
belajar dari orang-orang terdekatnya tentang suatu hal yang menarik baginya. Namun disisi lain klien merasa lelah
dengan kehidupannya saat ini, merasa
bahwa tidak ada orang yang memberikannya dukungan serta mau mendengarkan klien disaat klien
merasa sedih atau binggung. Klien merasa dirinya
membutuhkan perlindungan
dan lebih banyak kasih sayang dari
orang lain, karena bagi klien saat ini
beberapa orang mencoba menyakiti klien dan tidak dapat memahami
keinginan klien. Hal tersebut membuat klien merasa membutuhkan
tempat dimana klien bisa merasakan
kebebasan, ketenangan, dan menyenangkan.
f. Tes WWQ
Klien mengalami
beberapa kecenderungan, diantaranya adalah klien mengalami Depressive and
Hypochendriace Tendenzen yang artinya
klien merupakan individu yang pesimis dalam mencapai tujuannya, klien juga memiliki emosi yang sensitif sehingga mudah marah jika
dihadapkan pada situasi
yang tidak sesuai baginya, adanya rasa bersalah membuat klien mudah cemas
walau dengan hal yang bersifat sepele. Klien merasa
tidak bahagia dengan hidupnya, sehingga gangguang tersebut juga menyerang pada fisik klien. Seperti
klien mudah sekali mengeluhkan sakit pada tubuhnya, disisi lain hal itu juga membuat klien kesulitan untuk tidur dan berkonsentrasi.
Selain itu
klien juga mengalami Pshisoide Tendenzen yakni tidak adanya keinginan
klien untuk berhubugan dengan orang lain, klien cenderung menghindar dan menarik diri ketika berada
dilingkungan sosial. Disamping itu juga klien memiliki Tendenzen zur Haltlusigkeit (instabillitie) yakni kondisi dimana klien memiliki suasana hati dan emosi mudah sekali
berubah-ubah (tidak stabil).
g. Tes SCL 90
Klien mengalami
kecemasan, hanya saja kecemasan tersebut sudah menunjukkan penurunan, perlahan kecemasan pada diri klien sudah
dapat teratasi dengan baik.
h. Tes WAIS
Klien memiliki
kapasitas intelektual dengan skor 93 yang berada dalam kategori
Rata-Rata, artinya klien mampu menyelesaikan persoalan yang agak kompleks namun dalam beberapa hal masih membutuhkan
bantuan orang lain. pada original IQ klien memiliki skor yakni 94 dan juga dalam kategori rata-rata, hanya memiliki selisih satu skor
saja dengan full IQ klien. Namun klien
memiliki indikasi penurunan MD sebesar 14,58 %, hal ini didapatkan
akibat gangguan Skizofrenia yang dialaminya serta obat yang dikonsumsi klien.
Verbal IQ bertanda
diatas performance IQ mengindikasikan
klien tidak mampu mengaplikasikan hal-hal yang ada dalam pikirannya. Klien memiliki konsentrasi yang kurang sehingga mudah teralihkan, disatu sisi klien kurang
dalam pekerjaan yang berhubungan dengan angka dan hitungan serta kurang dalam
mengingat peristiwa atau hal yang termasuk
dalam ingatan jangka pendek.
Klien memiliki
pembentukan konsep yang baik, sehingga mampu berpikir secara abstrak dan dapat menelaah masalah secara praktis. Kemampuan penggunaan bahasa yang dimiliki klien juga baik, membuat klien
memiliki ide, wawasan, serta pengalaman yang cukup banyak. Dalam
hal ini kemampuan
klien dalam ingatan jangka panjang ataupun pembentukan konsep juga baik sehingga klien
tidak mengalami kesulitan dalam memahami persoalan umum.
4. Dinamika Psikologi
Beberapa asesmen
yang telah dilakukan, maka diketahui bahwa klien memiliki
skor IQ sebesar 93 yang termasuk dalam kategori Rata-rata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa klien cukup mampu
menyelsaikan tugas-tugas
yang bersifat agak kompleks namun beberapa tugas masih membutuhkan bantuan orang lain. Klien memiliki indikasi MD sebesar 14,58%, terdapat kemunduran IQ akibat gangguan Skizofrenia yang dialami klien saat
ini serta obat yang sudah dikonsumsi klien. Full IQ dan
Original IQ klien hanya memiliki selisih 1 skor saja yang artinya klien memang
memiliki kemunduran dan ada indikasi mengalami
sakit atau gangguan.
Secara emosional
klien mengalami ketidakstabilan, klien merasa rendah diri
dan memiliki beberapa kecemasan. Banyak hal sepele yang membuat klien tertekan terlebih jika hal
tersebut tidak menguntungkan atau tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan klien. Kondisi ini membuat klien
merasa tidak nyaman, namun binggung
harus melakukan apa. Dalam hal
ini klien membutuhkan banyak perhatian dan dukungan dari keluarga maupun
lingkungan tempat tinggalnya. Disisi lain klien juga mudah marah, hal ini
membuat klien bersifat agresif dan tidak dapat dikendalikan
saat marah.
Hubungan klien
dengan keluarga cukup baik, hanya
saja klien sering kali memiliki persepsi yang berbeda mengenai keluarganya, klien juga sangat ketergantungan pada ibunya. Bagi klien ibu
adalah orang yang berjuang membesarkannya dan selalu menyayangi klien. Namun selama ini
klien masih belum pernah menunjukkan
rasa sayang dan terimkasih
pada ibunya karena malu jika ibunya
tidak merespon seperti yang diinginkannya. Meskipun hubungan klien dengan keluarga
cukup baik, klien hampir tidak
pernah menceritakan masalah yang di hadapinya kepada keluarga, klien memilih memendam
masalah tersebut dan merasa bahwa jika
diceritakan keluarganya
juga tidak akan pernah memahaminya.
Secara sosial,
klien cenderung menghindar. Klien tidak mudah bergaul
dengan orang lain, ada rasa
malu dan takut untuk memulai. Hal tersebut muncul karena klien tidak
cukup percaya diri untuk menjalin
hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. Ini membuat klien tidak
memiliki teman untuk bercerita dan berbagi serta cenderung
menghabiskan waktunya sendiri, kurang adanya semangat untuk beraktivitas dan tajut melakukan hal baru karena
merasa hal tersebut pasti akan memberikan tekanan pada klien, klien bukan individu
yang dapat tahan dengan tekanan sehingga lebih memilih berdiam diri dan berpikir rencana kedepannya. Sikap keras yang suka menyendiri tersebut menunjukkan adanya hambatan klien dalam menempatkan
diri dalam lingkungan sekitarnya, adanya gangguan dalam menyesuaikan diri serta dalam
hubungan dengan realitas.
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat
dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses intervensi terhadap klien berjalan cukup lancar karena adanya
kerja sama yang baik antara praktikan,
keluarga, dan klien. Berdasarkan penelitian dengan menerapkan konseling eksistensial humanistik pada pasien Skizofrenia, sebelumnya klien cenderung menyalahkan dirinya mengenai kegagalan yang dialami selama ini, merasa kurang
yakin terhadap dirinya sendiri, mudah tertekan dan merasa semua orang tidak mengerti dirinya, klien tidak mau meminta
maaf pada ibunya mengenai kesalahannya yang dilakukan sebelum masuk RSJ, hubungan klien dengan saudaranya
buruk, klien tidak mau menerima
maaf dari saudaranya ataupun menerima maaf saudaranya,
menghabiskan waktunya untuk melamun dan mengurung diri di kamar, tidak realistik
dalam memilih pekerjaan, gaji, dan keinginan untuk membeli beberapa barang bermerk. Setelah penerapan konseling eksistensial humanistik pada pasien Skizofrenia klien mulai mengakui
kelemahan dan juga potensi apa yang dimiliki, klien mau belajar
lagi untuk mengatasi kelemahannya, mulai dapat mengatur
emosi dan mau bercerita ketika sedang bingung, mulai terbuka mengenai
pikiran yang tidak dapat diselesaikan kepada ibunya, klien mau meminta
maaf kepada ibunya serta kesaudaranya
atas kesalahannya, klien juga mengatakan hal yang selama ini belum pernah
dikatakan klien pada ibunya karena malu,
klien mengatakan sayang kepada ibunya,
meminta maaf karena sudah banyak
merepotkan ibunya serta berterimakasih atas perjuangan ibunya selama ini,
hubungan klien dengan saudaranya mulai membaik, mau menerima maaf
saudaranya dan meminta maaf. Klien dan saudaranya selalu menghabiskan waktu bersama ketika sebelum tidur, berbincang mengenai kegiatan apa saja
yang klien lakukan di rumah setiap hari,
klien mulai menghabiskan banyak waktunya dengan membantu dirumah seperti bersih-bersih, berbelanja, mencuci piring, dan lain-lain, klien juga
tidak melamun lagi karena ketika
bosan klien memilih untuk menonton
tv ataupun mendengarkan siaran radio, klien mulai mencari pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan yang klien miliki, klien juga tidak terlalu muluk
dalam menetapkan standar gaji dan barang apa saja
yang akan dibeli dalam waktu dekat,
klien ingin menabung terlebih dulu dan tidak menghamburkan uang untuk hal yang tidak perlu karena uang didapatnya susah.
Ambarita, Roi Holan. (2014). Skizofrenia
Paranoid Pada Wanita Usia 38 Tahun. Jurnal Medula, 2(03),
101�110. Google
Scholar
Corey, Gerald. (2013). Teori Praktek
Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. Google
Scholar
Enggar Ayuningtyas, Palupi. (2020). Studiliteratur:
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Isolasi
Sosial Menarik Diri. Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Google
Scholar
Fitriani, Anisa. (2020). Psikoterapi
Suportif pada Penderita Skizofrenia Hebefrenik. Proyeksi: Jurnal Psikologi,
13(2), 123�133. Google
Scholar
Hartanto, Agung Eko. (2018). Model Peran
Keluarga Dalam Perawatan Diri Pasien Skizofrenia. Universitas Airlangga. Google
Scholar
Hertinjung, Wisnu Sri, Arifiani, Desti,
& Hanifah, Monica Huaida. (2020). Terapi Okupasi untuk Meningkatkan
Kesabaran pada Pasien RSJD. Proceeding of The URECOL, 68�72. Google
Scholar
Ihsiani, Nadhifa. (2019). Hubungan
antara Derajat Merokok dengan Fungsi Kognitif Penderita Skizofrenia.
Universitas Andalas. Google
Scholar
Lawita, Yola. (2010). Investarisasi
gejala-gejala gangguan psikomotorik sebagai indikator autisme anak.
Universitas Negeri Malang. Google
Scholar
Maramis, Willy F., & Maramis, Albert A.
(2009). Catatan ilmu kedokteran jiwa edisi 2. airlangga university
Press. Google
Scholar
Pratami, Yusi Nurlianti. (2013). Skizofrenia
Paranoid Pada Seorang Wanita Dengan Faktor Psikososial Sebagai Stressor. Jurnal
Medula, 1(04), 117�122. Google
Scholar
Rahmawati, Ety Diah. (2019). Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Residual Dengan Masalah Harga Diri Rendah
Kronik Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo. Google
Scholar
Ripangga, Fanggi, & Damaiyanti,
Mukhripah. (2018). Hubungan Beban Keluarga Dengan Sikap Keluarga Dalam
Merawat Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Atma Husada Mahakam
Samarinda. Google
Scholar
Sidqi, Inayah. (2020). Ruqyah Surat
al-Zalzalah Sebagai Upaya Penanganan Pasien Penderita Skizofrenia di Yayasan
Jalma Sehat Pusat Rehabilitasi dan Cacat Mental Bulungkulon Jekulo Kudus.
IAIN Kudus. Google
Scholar
Sirait, Deskina. (2012). Pendekatan
Terapi Spiritual terhadap Penderita Skizofrenia. Google
Scholar
Sumantri, H. (2015). Metodologi
penelitian kesehatan. Prenada Media. Google
Scholar
Laksita Wulya Danastri,
Tatik Meiyuntariningsih (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |