Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN
: 2548-1398
Vol.
6, No. 7, Juli 2021
�
EFEK MEDIASI KEPUASAN PADA HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DAN
ORGANISASIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
Rini Fatmawati
Universitas Hang Tuah Surabaya, Jawa Timur,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Dinamika bisnis
dalam konteks global menarik sebagai pembahasan praktek pengelolaan organisasi dalam studi sumber
daya manusia internasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji
efek mediasi kepuasan kerja pada hubungan antara motivasi kerja dan organizational citizenship
behavior (OCB). Metode yang dilakukan dalam penelitian menggunakan 106 karyawan sebagai responden dan menggunakan model path analysis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa motivasi kerja memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kepuasan kerja dan OCB, dan juga menemukan
adanya hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan OCB. Secara umum kepuasan
kerja terbukti memediasikan hubungan tersebut, tetapi spesifiknya berbeda-beda yang disebabkan oleh adanya karakteristik yang berbeda-beda diantara karyawan. Efek mediasi itu
terbukti pada karyawan laki-laki, karyawan yang berusia tua (>40 tahun), dan karyawan dengan masa kerja yang tinggi (>5 tahun), sementara pada karyawan perempuan, karyawan yang berusia muda (<40 tahun), dan karyawan dengan masa kerja yang rendah (<5 tahun), efek mediasi itu
tidak terbukti. Adapun pada
karakteristik pendidikan, tidak dapat disimpulkan
secara pasti, karena variansi penjelasannya yang sangat rendah.
Kata Kunci: motivasi kerja; kepuasan kerja; organizational
citizenship behavior
Abstract
Business
dynamics in business in the global retract the issue of organizational
management practices in the study of international human resources. The purpose
of this study was to test the effect of occupational mediation on the
motivation between work work and organizational
citizenship behavior (OCB). The way in which in the study in the way is s 106
employees as victims and analysis of model paths. the results of the study let
alone the cooperation of positive and good relationships with work and OCB, and
also deadlocked the existence of a positive and good relationship between
respect and OCB. In general, work comments let mediate the relationship, but
the specifics vary, which make it between different employees in 2020. The
effect of mediation has occurred on male employees, older employees (>40
years), and employees of high employment (>5 years), while in female
employees, young employees (<40 years), and low tenure employees (<5
years), the effect of mediation does not exist. As for the texture of education,
it can not be concluded for sure, it's a very low
variance of the explanation.
Keywords: �motivation work; job satisfaction; organizational citizenship behavior
Pendahuluan
Organizational citizenship behavior (OCB)
merupakan perilaku individu yang bersifat diskresioner yang tidak secara
langsung atau eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal dan secara
agregat mempromosikan berfungsinya organisasi secara efektif (Dennis W. Organ,
1988).
Perilaku ini telah dipelajari sejak akhir tahun 1970-an, dan dalam tiga dekade
terakhir, minat peneliti terhadap perilaku ini telah meningkat secara substansial.
Perilaku ini telah dikaitkan dengan efektivitas organisasi secara keseluruhan,
sehingga jenis perilaku karyawan ini memiliki konsekuensi yang besar di tempat
kerja.
Penelitian awal mengenai antesenden OCB
difokuskan pada sikap karyawan, disposisi, dan dukungan pemimpin. Baru-baru ini
banyak variabel yang diperiksa dalam upaya menentukan antesenden OCB, antara
lain motivasi dan kepuasan kerja. Beberapa bukti empiris telah menunjukkan
bahwa motivasi berhubungan positif dengan OCB misalnya (Shareef & Atan, 2019), (Shim & Faerman, 2017), (Lavanya & Kalliath, 2015), (Bourdage, Lee, Lee, & Shin, 2012), (Finkelstein, 2011), (Barbuto Jr & Story, 2011). Motivasi kerja yang tinggi akan
meningkatkan perilaku tersebut dan sebaliknya motivasi kerja yang rendah akan
memicu melemahnya perilaku tersebut. Sementara itu, hubungan antara kepuasan
kerja dan perilaku tersebut juga telah banyak dilakukan, bahkan kepuasan kerja
diklaim sebagai faktor yang paling signifikan dalam menjelaskan perilaku
tersebut diantara antesenden yang lain. Literatur klasik, seperti (Williams &
Anderson, 1991), (Moorman, 1993), (Dennis W. Organ &
Lingl, 1995), (Foote & Tang,
2008), telah
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif diantara keduanya. Demikian pula
dengan literatur-literatur terbaru, seperti (Talachi, Gorji, &
Boerhannoeddin, 2014), (Swaminathan &
Jawahar, 2013), (Subhadrabandhu, 2012), (Fatimah, Amiraa,
& Halim, 2011), (Nadiri & Tanova,
2010), (Li, Liang, &
Crant, 2010), dan (Zeinabadi, 2010).
Motivasi dan kepuasan kerja juga
memiliki hubungan positif yang sangat kuat. Keduanya tidak bisa berdiri
sendiri-sendiri, melainkan saling melengkapi satu sama lain. Akan tetapi,
literatur klasik menyarankan agar keduanya diperlakukan secara terpisah. Hal
ini dimaksudkan agar faktor-faktor yang memengaruhinya dapat diidentifikasi
dengan mudah sehingga menghasilkan pemahaman yang lebih baik. Teori motivasi �Herzberg yang
dikembangkan melalui teori kebutuhan (Maslow, 1943),
mengarahkan dua faktor motivasi (intrinsik dan ekstrinsik) kepada kepuasan
kerja, karena keduanya memenuhi kebutuhan individu untuk aktualisasi diri.
Sementara itu, teori harapan Porter and Lawler tahun 1968
juga mengarahkan motivasi kepada kepuasan kerja. Bukti empiris tentang hubungan
keduanya juga telah banyak dilakukan dan secara umum temuannya adalah positif (misalnya (Breaugh, Ritz, &
Alfes, 2018), (Homberg, McCarthy,
& Tabvuma, 2015), (Ncube & Samuel,
2014). Dengan
demikian, ada kecenderungan yang besar bahwa hubungan antara motivasi kerja dan
OCB tidak langsung melainkan melalui kepuasan kerja. Motivasi yang tinggi akan
mendorong kepuasan kerja yang tinggi dan selanjutnya
akan meningkatkan OCB. Sebaliknya, penurunan motivasi kerja akan menurunkan
kepuasan yang pada akhirnya akan mengurangi OCB. Jadi, kepuasan kerja akan
berperan sebagai mediator pada hubungan tersebut.
Konsep Organizational Citizenship
Behavior (OCB) digagas oleh Dennis Organ, yang dikembangkan berdasarkan
karya asli dari Katz pada tahun 1964. OCB didefinisikan sebagai perilaku
individu yang bersifat diskresioner tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh
sistem penghargaan formal dan secara agregat mempromosikan fungsinya organisasi
secara efektif (Dennis W. Organ,
1988). Makna
sederhana dari OCB adalah sebuah perilaku kecintaan individu terhadap
organisasinya, dimana ia bersedia memberikan segala potensi yang dimilikinya
untuk membangun atau mengembangkan organisasinya, meskipun itu bukan dari
bagian pekerjaan formalnya bahkan untuk itu ia bersedia melakukannya dengan
sukarela. Seseorang dengan OCB yang tinggi akan melihat pekerjaannya melebihi
dari sekedar gaji dan berusaha untuk melakukan semua yang bisa dilakukannya
untuk membuat lingkungan kerjanya berjalan lancar bahkan meskipun
semua itu tidak memiliki hubungan langsung dengan tugas formalnya. Perilaku ini
tentu saja akan sangat berdampak positif bagi organisasi.
Penelitian tentang OCB telah banyak
dilakukan (Michael G. Organ et
al., 2006) menawarkan lima
dimensi dari OCB, yaitu: (1) Altruism, yang mengarahkan pada perilaku
seseorang untuk menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan, baik
berkaitan dengan tugas pekerjaannya maupun terkait masalah pribadi; (2) conscientiousness,
yang mengarahkan pada perilaku seseorang untuk berusaha melebihi harapan
organisasi; (3) Sportmanship, yang mengarahkan pada perilaku toleransi
seseorang terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan
keberatan-keberatan; (4) Courtessy, mengarahkan
perilaku seseorang untuk menghindari masalah-masalah interpersonal dengan
sesama rekan kerjanya; dan (5) civil viretue, mengarahkan pada perilaku
tanggung jawab seseorang pada kehidupan organisasinya. Penelitian awal mengenai
antesenden OCB difokuskan pada sikap karyawan, disposisi, dan dukungan
pemimpin. Baru-baru ini, banyak variabel yang diperiksa dalam upaya menentukan
antesenden OCB, antara lain motivasi dan kepuasan kerja.
Motivasi baik intrinsik maupun
ekstrinsik diyakini mempunyai hubungan yang positif dengan OCB. Motivasi kerja
yang tinggi akan mendorong OCB yang tinggi dan sebaliknya motivasi yang rendah
akan memicu penurunan OCB. Motivasi kerja merupakan kekuatan psikologis seorang
pekerja untuk meningkatkan semangat dalam pekerjaannya. Motivasi kerja terdiri
dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik (George, Jones, &
Sharbrough, 2005).
Motivasi intrinsik merupakan perilaku yang ditunjukkan untuk kepentingan diri
sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah perilaku yang ditujukan untuk
mendapatkan materi atau penghargaan sosial atau untuk menghindari hukuman. (Luthans, Youssef,
& Rawski, 2011) mengemukakan
bahwa ada lima indikator dari motivasi intrinsik: (1) achievement, yaitu
motivasi yang didorong rasa bangga atas keberhasilan seseorang terhadap
pekerjaan; (2) recognition, yaitu motivasi seorang pekerja yang didorong oleh
adanya pengakuan orang-orang atau rekan kerja atau atau atasannya terhadap
keberhasilan yang telah dilakukannya; (3) work itself, yang merupakan
motivasi seorang pekerja terhadap pekerjaan itu sendiri; (4) responsibility,
yaitu motivasi seorang pekerja yang didorong oleh adanya tanggung jawab atau
wewenang penuh kepada dirinya terhadap pekerjaan yang dilakukannya; dan (5) advancement, yaitu
motivasi seorang pekerja yang didorong oleh adanya unsur-unsur pengembangan.
Sementara itu, (Luthans et al., 2011) juga
mengemukakan lima indikator untuk motivasi ekstrinsik, yaitu: (1) policy and
administration, yaitu motivasi yang didorong dari kebijakan dan
administrasi organisasi yang baik; (2) quality supervisor, yaitu
motivasi yang didorong oleh kualitas supervisor; (3) interpersonal relation,
yaitu motivasi yang didorong oleh hubungan interpersonal; (4) working
condition, yaitu motivasi yang didorong oleh kondisi
pekerjaan itu sendiri; dan wages, yaitu motivasi yang didorong oleh gaji.
Secara spesifik, hubungan motivasi kerja dan OCB juga sudah banyak diuji,
dengan hasil yang positif, antara lain oleh (Shareef & Atan,
2019), (Shim & Faerman,
2017), (Lavanya &
Kalliath, 2015), (Bourdage et al., 2012), (Finkelstein, 2011), (Barbuto Jr &
Story, 2011).
Selain berhubungan dengan OCB, motivasi
kerja juga memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja. Hubungan keduanya
secara eksplisit dijelaskan dalam teori dua faktor, Herzberg, yang merupakan
pengembangan dari teori Maslow dan juga berhubungan erat dengan teori tiga
faktor sosial, McClelland. Teori ini menjelaskan bahwa ada faktor-faktor
tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian
yang lain ada pula faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Salah satu
faktor yang dimaksud adalah motivasi, yang berperan sebagai faktor pemuas pada
pekerjaan. Faktor motivasi dikaitkan dengan konten pekerjaan, termasuk
keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan pertumbuhan
dalam pekerjaan. Berbagai hasil kajian empiris juga telah membuktikan bahwa
motivasi memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kepuasan kerja,
dimana motivasi yang tinggi akan meningkatkan kepuasan kerja, dan motivasi yang
rendah dapat memicu ketidakpuasan kerja. Dengan demikian, ada kecenderungan
yang besar bahwa hubungan antara motivasi kerja dan OCB tidak langsung,
melainkan melalui kepuasan kerja. Motivasi yang tinggi akan mendorong kepuasan
kerja yang tinggi, dan selanjutnya akan
meningkatkan OCB. Sebaliknya, penurunan motivasi kerja akan menurunkan
kepuasan, yang pada akhirnya akan mengurangi OCB. Jadi, kepuasan kerja akan
berperan sebagai mediator pada hubungan mereka, dan paper ini akan pergi untuk
membuktikannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menguji efek moderasi dari kepuasan kerja pada hubungan antara motivasi kerja
dan OCB. Spesifiknya, penelitian ini akan menjawab apakah kepuasan kerja
memediasikan hubungan tersebut atau tidak.
Metode Penelitian
Data penelitian diperoleh
dari penyebaran angket secara acak
kepada 150 orang karyawan
yang bekerja di seantero
Kota Surabaya, Indonesia, namun hanya
106 angket yang kembali dan
dapat digunakan. Angket terdiri dari 23 pertanyaan tertutup, yang semuanya diukur dengan lima skala likert, yaitu:
(1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.
Organizational citizenship behavior (OCB) diukur
dengan lima item pertanyaan
untuk lima dimensi yang dikemukakan (Michael
G. Organ et al., 2006), yaitu
altruism, conscientiousness, sportmanship, courtessy, dan civil viretue.� Sedangkan motivasi kerja diukur dengan sepuluh
item pertanyaan, yang mencakup
lima pertanyaan untuk motivasi intrinsik dan sisanya untuk motivasi
ekstrinsik. Kedua tipe motivasi ini
didasari pada indikator
yang dikemukakan oleh (Luthans
et al., 2011), yaitu
achievement, recognition, work itself, responsibility, dan advancement
untuk motivasi intrinsik, dan policy and administration, quality supervisor,
interpersonal relation, working condition, dan wages untuk
motivasi ekstrinsik. Adapun
kepuasan kerja diukur dengan delapan
pertanyaan untuk delapan indikator yang dikemukakan (Hasibuan,
2001), yaitu
kesetiaan, kemampuan, kejujuran, kreativitas, kepemimpinan, gaji, kompensasi tidak langsung, dan lingkungan kerja.
Model analisis data menggunakan path analysis. Model matematis
yang dikembangkan untuk
model tersebut adalah:
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
motivasi berhubungan positif dan signifikan dengan kepuasan kerja, dan juga
berhubungan positif dengan OCB (Shareef
& Atan, 2019), (Shim
& Faerman, 2017), (Lavanya
& Kalliath, 2015), (Bourdage
et al., 2012), (Finkelstein,
2011), (Barbuto
Jr & Story, 2011).
Sementara itu, kepuasan juga memiliki hubungan yang positif dan signifikan
dengan OCB. Hubungan positif antara motivasi dan kepuasan cukup kuat (R2 =
55.5%), tetapi kemampuan motivasi untuk menjelaskan kepuasan tergolong lemah
(adj. r-square = 30.5%). Sementara itu, hubungan antara motivasi dan� OCB sangat kuat (R2 = 90.6%) dan kemampuannya
untuk menjelaskan OCB sangat tinggi (adj. r-square = 82%). Adapun hubungan
antara kepuasan dan OCB lebih rendah (R2 = 62.5%) dibandingkan dengan hubungan
motivasi dan OCB, dan kemampuannya untuk menjelaskan OCB juga lebih rendah
(adj. r-square = 38.8%). Dengan demikian, kepuasan kerja tidak terbukti
memediasikan hubungan antara motivasi dan OCB karena keduanya
mempunyai hubungan langsung. Spesifiknya, hubungan-hubungan itu dapat dilihat
pada Gambar 1 dan Tabel 1.
Gambar 1
Hubungan Motivasi,
Kepuasan, dan OCB
Tabel 1
Hasil Analisis Data
|
Model 1 |
|
Model 2 |
|
Decision |
||||||||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||
Panel A. Umum |
|||||||||||||||
Motivasi Kerja |
0.767 |
0.073 |
10.503*** |
|
0.911 |
0.034 |
26.594*** |
|
0.110 |
Direct |
|||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
|
0.144 |
0.025 |
5.793*** |
||||||||
Panel B.Perspektif
Genre |
|||||||||||||||
Laki-laki |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Motivasi Kerja |
0.535 |
0.103 |
5.171*** |
|
0.317 |
0.084 |
3.782*** |
|
0.262 |
Direct |
|||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
|
0.490 |
0.065 |
7.555*** |
||||||||
Perempuan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Motivasi Kerja |
0.491 |
0.107 |
4.575*** |
|
0.108 |
0.140 |
0.769*** |
|
0.164 |
Indirect |
|||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
|
0.334 |
0.111 |
2.998*** |
||||||||
Panel C. Perspektif
Usia |
|||||||||||||||
Tua (>40 tahun) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Motivasi Kerja |
0.625 |
0.127 |
4.933*** |
0.100 |
0.108 |
0.930*** |
|
0.348 |
Indirect |
||||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
0.556 |
0.085 |
6.516*** |
|||||||||
Muda
(<40 tahun) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
Motivasi Kerja |
0.521 |
0.091 |
5.702*** |
0.344 |
0.331 |
4.759*** |
|
0.138 |
Direct |
||||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
0.265 |
0.332 |
4.767*** |
|||||||||
Panel D. Perspektif
Masa Kerja |
|||||||||||||||
Masa Kerja Tinggi (> 5 Thn.) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Motivasi Kerja |
0.726 |
0.184 |
3.935*** |
|
-0.067 |
0.153 |
-0.441*** |
|
0.413 |
Indirect |
|||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
|
0.569 |
0.091 |
6.227*** |
||||||||
Masa Kerja Rendah (<5 Thn.) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Motivasi Kerja |
0.461 |
0.103 |
4.461*** |
|
0.270 |
0.081 |
3.323*** |
|
0.205 |
Direct |
|||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
|
0.445 |
0.056 |
7.993*** |
||||||||
Panel E. Perspektif
Pendidikan |
|||||||||||||||
Pendidikan
Tinggi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Motivasi Kerja |
0.482 |
0.097 |
4.968*** |
0.218 |
0.086 |
2.526*** |
|
0.147 |
Direct |
||||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
0.305 |
0.065 |
4.693*** |
|||||||||
Pendidikan
Rendah |
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
Motivasi Kerja |
0.588 |
0.130 |
4.508*** |
0.301 |
0.107 |
2.812*** |
|
0.254 |
Direct |
||||||
Kepuasan Kerja |
|
|
|
0.432 |
0.080 |
5.372*** |
|||||||||
Independent
variable model 1: job satisfaction; Independent variable model 2:
organizational citizenship behavior *** significant
at the 1% level; ** significant at the 5% level; * significant at the 10% level |
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
Sumber: data primer yang diolah,
2021
Terkait hubungan antara motivasi dan
kepuasan, motivasi intrinsik dan ekstrinsik sama-sama memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap kepuasan, namun kontribusi motivasi ekstrinsik lebih
mendominasinya. Semua indikator motivasi, baik intrinsik maupun ekstrinsik
signifikan meningkatkan kepuasan. Kepuasan terkait kemampuan terhadap hasil
kerja tidak berkaitan dengan kedua motivasi tersebut. Selain dengan kepuasan,
motivasi juga berhubungan positif dan langsung dengan OCB. Motivasi intrinsik
dan ekstrinsik juga sama-sama memberikan kontribusi yang signifikan
terhadapnya. Semua indikator motivasi, kecuali motivasi terkait advancement dan
gaji, signifikan meningkatkan OCB, baik yang berkaitan dengan altruism,
conscientiousness, sportmanship, courtessy, maupun civil virtue.
Sementara itu, kepuasan juga berhubungan positif dengan OCB. Semua indikator
kepuasan signifikan meningkatkan OCB.
Meskipun secara umum kepuasan kerja
tidak terbukti memediasikan hubungan antara motivasi kerja dan OCB hal
tersebut tidak mendukung (Breaugh et al., 2018), (Homberg et al., 2015), (Ncube & Samuel, 2014), namun
spesifiknya disetiap karyawan berbeda-beda. Pada perspektif gender, efek
mediasi kepuasan pada hubungan motivasi dan OCB terbukti pada karyawan
perempuan, tetapi tidak pada karyawan laki-laki. Pada karyawan laki-laki,
selain berhubungan positif dengan kepuasan, motivasi secara langsung juga
berhubungan positif dengan OCB. Disamping itu, kepuasan juga berhubungan
positif dengan OCB. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik signifikan meningkatkan
kepuasan kerja mereka, namun motivasi ekstrinsik lebih mendominasinya. Secara
substansial,
kedua motivasi itu akan meningkatkan kepuasan terkait kemampuan terhadap hasil
kerja, kreativitas terhadap hasil pekerjaan, supervisor atau pimpinan, gaji,
dan lingkungan kerja. Terkait dengan motivasi dan OCB, hanya motivasi intrinsik
yang signifikan, terutama yang berkaitan dengan recognition. Peningkatan
motivasi terkait recognition akan meningkatkan OCB terkait civil viretue.
Sementara itu, kepuasan terkait supervisor atau pemimpin, gaji, dan kompensasi tidak
langsung signifikan meningkatkan OCB mereka, terutama yang berkaitan dengan conscientiousness,
sportmanship, dan civil viretue. Hubungan motivasi dan kepuasan
pada karyawan laki-laki lebih rendah daripada hubungannya dengan OCB (R2 =
18.5% vs. 39.0%), demikian pula variansi penjelasannya (adj. r-square = 2.6%
vs. 14.4%). Sementara itu, hubungan antara kepuasan dan OCB cukup kuat (R2 =
31.5%), namun variansi penjelasannya sangat lemah (adj. r-square = 9.1%).
Sedangkan pada karyawan perempuan, motivasi intrinsik dan ekstrinsik signifikan
meningkatkan kepuasan mereka, terutama terkait dengan kemampuan terhadap hasil
pekerjaan, supervisor atau pimpinan, gaji, kompensasi tidak langsung, dan
lingkungan kerja. Secara substansial, kepuasan-kepuasan tersebut akan mendorong
OCB mereka terutama yang berkaitan dengan conscientiousness, sportmanship,
courtessy, dan civil viretue. Hubungan motivasi dan kepuasan cukup
kuat (R2 = 41.4%), tetapi variansi penjelasannya sangat rendah (adj. r-square =
16.5%), sementara hubungan kepuasan dan OCB juga cukup kuat dan variansi penjelasannya
cukup tinggi (adj. r-square = 40.9%).
Perspektif usia, efek mediasi kepuasan pada hubungan
motivasi dan OCB juga terbukti pada karyawan berusia tua (>40 tahun).
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik signifikan meningkatkan kepuasan, terutama
yang berkaitan dengan supervisor, gaji, kompensasi tidak langsung, dan
lingkungan kerja. Secara substansial, kepuasan-kepuasan itu akan mendorong OCB,
terutama terkait conscientiousness, sportmanship, courtessy, dan civil viretue.
Pada karyawan yang berusia tua, hubungan motivasi dan kepuasan lebih tinggi
dibandingkan dengan hubungannya dengan OCB (R2 = 49.5% vs. 40.5%), demikian
pula dengan determinasinya (adj. r-square = 23.5% vs. 15.3%). Sementara itu,
hubungan kepuasan dan OCB jauh lebih kuat (R2 = 68%) daripada hubungan motivasi
dan OCB, demikian pula determinasinya (adj. r-square = 45.5%). Sedangkan pada
karyawan yang berusia muda (<40 tahun), efek mediasi tersebut tidak
terbukti. Motivasi mempunyai hubungan langsung dengan OCB, meskipun motivasi
juga memiliki hubungan positif signifikan dengan kepuasan, dan kepuasan dengan
OCB. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik (terutama) secara langsung akan meningkatkan
OCB. Sementara itu, kedua motivasi itu juga signifikan meningkatkan kepuasan
mereka, terutama yang berkaitan dengan kemampuan terhadap hasil kerja,
kejujuran dalam bekerja, supervisor, gaji, kompensasi tidak langsung, dan
lingkungan kerja. Secara substansial, kepuasan-kepuasan itu akan meningkatkan
OCB, terutama yang berkaitan dengan conscientiousness, sportmanship, courtessy,
dan civil viretue. Hubungan motivasi dan OCB lebih kuat dibandingkan dengan
hubungannya dengan kepuasan (R2 = 46.4% vs. 40.0%), demikian pula
determinasinya (adj. r-square = 21.1% vs. 15.5%). Adapun hubungan kepuasan
dengan OCB sama kuatnya dengan hubungan motivasi dan OCB, demikian pula
variansi penjelasannya.
Perspektif masa kerja, efek mediasi itu juga terbukti
pada karyawan yang masa kerja tinggi. Motivasi, baik intrinsik maupun
ekstrinsik tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan OCB. Hanya motivasi
ekstrinsik (terutama yang terkait dengan quality supervisor, interpersonal
relation, dan working condition) yang berhubungan positif signifikan dengan
kepuasan, terutama yang berkaitan dengan kejujuran dalam bekerja, kompensasi tidak
langsung, dan lingkungan kerja. Secara substansial kepuasan-kepuasan itu signifikan
meningkatkan OCB, terutama yang berkaitan dengan conscientiousness,
sportmanship, dan courtessy. Hubungan motivasi dan kepuasan memang cukup kuat
(R2 = 43.3%), namun determinasinya sangat rendah (adj. r-square = 17.6%).
Sementara itu, hubungan kepuasan dan OCB tergolong lemah (R2 = 23.8%), dan
determinasinya juga sangat rendah (adj. r-square = 4.2%). Sebaliknya pada
karyawan masa kerja rendah. Efek moderasi kepuasan pada hubungan itu tidak
terbukti. Motivasi, baik internal maupun eksternal mempunyai hubungan positif
signifikan dan langsung dengan OCB, terutama yang berkaitan dengan altruism,
conscientiousness, sportmanship, dan civil viretue. Hubungan ini cukup kuat (R2
= 46.7%), namun determinasinya masih rendah (adj. r-square = 19.6%). Sementara
itu, motivasi intrinsik dan ekstrinsik juga memiliki hubungan positif
signifikan dengan kepuasan, terutama terkait kreativitas terhadap hasil,
supervisor, gaji, kompensasi tidak langsung, dan lingkungan kerja. Hubungannya
juga cukup kuat (R2 = 43.2%), namun determinasinya juga masih tergolong rendah
(adj. r-square = 14.9%). Adapun kepuasan dan OCB memiliki hubungan positif dan
kuat (R2 = 67.20%), dengan determinasi yang juga cukup kuat (adj. r-square =
43.6%). Kepuasan terkait kemampuan, kejujuran, kreativitas, kepemimpinan, gaji,
kompensasi tidak langsung, dan lingkungan kerja memiliki kontribusi yang
signifikan dalam meningkatkan OCB, terutama terkait conscientiousness,
sportmanship, courtessy, dan civil viretue.
Perspektif pendidikan, efek mediasi kepuasan pada
hubungan motivasi dan OCB tidak terbukti, baik pada karyawan yang berpendidikan
tinggi (sarjana dan setelahnya) maupun berpendidikan rendah (diploma dan
sebelumnya). Pada karyawan yang berpendidikan tinggi, hubungan motivasi dan OCB
adalah positif dan signifikan, namun hubungan itu tergolong lemah (R2 = 31.8%),
demikian pula determinasinya (adj. r-square = 9.6%). Sementara hubungan
motivasi dan kepuasan hanya sedikit lebih kuat daripada hubungannya dengan OCB
(R2 = 36.4%), dan determinasinya juga sangat rendah (adj. r-square = 12.7%).
Adapun hubungan kepuasan dan OCB memang cukup kuat (R2 = 42.2%), tetapi
determinasinya masih sangat rendah (adj. r-square = 17.3%). Spesifiknya,
motivasi intrinsik dan ekstrinsik hanya signifikan meningkatkan OCB terkait
conscientiousness dan civil viretue. Sementara itu, kedua motivasi itu hanya
berdampak positif terhadap kepuasan terkait kejujuran dalam bekerja,
kreativitas terhadap hasil kerja, supervisor, gaji, dan lingkungan kerja.
Secara substansial, kepuasan-kepuasan tersebut hanya akan berdampak positif
terhadap OCB terkait conscientiousness, sportmanship, courtessy, dan civil
viretue. Namun demikian, semua model menunjukkan determinasi yang sangat rendah
(adj. r-square < 20%). Berbeda pada karyawan yang berpendidikan rendah,
hubungan motivasi dan OCB lebih kuat dibandingkan dengan hubungannya dengan
kepuasan dan hubungan kepuasan dengan OCB (R2 = 61.2% vs. 44.1% vs. 47.9%),
demikian pula determinasinya (adj. r-square = 36.7% vs. 18.5% vs. 22.1%).
Motivasi, baik intrinsik maupun ekstrinsik secara langsung dapat meningkatkan
OCB, terutama terkait altruism, conscientiousness, sportmanship, dan civil
viretue. Sementara itu, kedua motivasi itu juga signifikan meningkatkan
kepuasan, dan kepuasan tersebut signifikan meningkatkan OCB (Williams &
Anderson, 1991), (Moorman, 1993), (Dennis W. Organ & Lingl, 1995), (Foote
& Tang, 2008).
Kesimpulan
Secara umum kepuasan kerja terbukti
memediasikan hubungan antara motivasi kerja dan OCB. Namun spesifiknya
berbeda-beda, yang disebabkan oleh adanya karakteristik yang berbeda-beda
diantara karyawan. Jadi, hubungan antara motivasi kerja, kepuasan kerja, dan
OCB sangat bergantung pada karakteristik demografi karyawan. Bagi karyawan
perempuan motivasi dapat meningkatkan OCB secara langsung, namun tidak bagi
karyawan laki-laki. Bagi karyawan laki-laki, motivasi tidak serta-merta
meningkatkan OCB, melainkan memerlukan proses lain, salah satunya melalui
peningkatan kepuasan kerja. Selain itu, karyawan yang berusia muda, dan masa
kerja rendah, motivasi juga dapat meningkatkan OCB dengan cepat. Sebaliknya,
karyawan yang berusia tua, dan masa kerja tinggi, motivasi, baik intrinsik
maupun ekstrinsik tidak serta-merta meningkatkan OCB. Akan tetapi, memerlukan
proses lain, antara lain melalui peningkatan kepuasan kerja. Setelah kepuasan
sudah terpenuhi, maka barulah OCB tercipta. Adapun pada karakteristik
pendidikan, tidak dapat disimpulkan secara pasti, karena variansi penjelasannya
yang sangat rendah. Temuan-temuan ini mendukung penuh hipotesis pertama (H1),
kedua (H2), dan ketiga (H3). Sedangkan hipotesis inti, yaitu hipotesis keempat
(H4) didukung sebagian.
BIBLIOGRAFI
Barbuto Jr, John E., & Story, Joana S.
P. (2011). Work motivation and organizational citizenship behaviors: A field
study. Journal of Leadership Studies, 5(1), 23�34. Google
Scholar
Bourdage, Joshua S., Lee, Kibeom, Lee, Jong
Hyun, & Shin, Kang Hyun. (2012). Motives for organizational citizenship
behavior: Personality correlates and coworker ratings of OCB. Human
Performance, 25(3), 179�200. Google
Scholar
Breaugh, Jessica, Ritz, Adrian, & Alfes,
Kerstin. (2018). Work motivation and public service motivation: disentangling
varieties of motivation and job satisfaction. Public Management Review, 20(10),
1423�1443. Google
Scholar
Fatimah, O., Amiraa, A. M., & Halim, F.
W. (2011). The relationships between organizational justice, organizational
citizenship behavior and job satisfaction. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum,
19(5), 115�121. Google
Scholar
Finkelstein, Marcia A. (2011). Intrinsic
and extrinsic motivation and organizational citizenship behavior: A functional
approach to organizational citizenship behavior. Journal of Psychological
Issues in Organizational Culture, 2(1), 19�34. Google
Scholar
Foote, David A., & Tang, Thomas
Li‐Ping. (2008). Job satisfaction and organizational citizenship behavior
(OCB): Does team commitment make a difference in self‐directed teams? Management
Decision. Google
Scholar
George, Jennifer M., Jones, Gareth R.,
& Sharbrough, William C. (2005). Understanding and managing
organizational behavior. Pearson Prentice Hall Upper Saddle River, NJ. Google
Scholar
Hasibuan, Muhammad Rizal. (2001). Pengaruh
Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial (Social Disclosures)
Dalam Laporan Tahunan Emitmen Di Bursa Efek Jakarta Dan Bursa Efek Surabaya.
program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Google
Scholar
Homberg, Fabian, McCarthy, Dermot, &
Tabvuma, Vurain. (2015). A meta‐analysis of the relationship between
public service motivation and job satisfaction. Public Administration Review,
75(5), 711�722. Google
Scholar
Lavanya, T., & Kalliath, Namrata Alice
Mani. (2015). Work Motivation and Leadership Styles in relation to
Organizational Citizenship Behavior. Annamalai International Journal of
Business Studies & Research. Google
Scholar
Li, Ning, Liang, Jian, & Crant, J.
Michael. (2010). The role of proactive personality in job satisfaction and
organizational citizenship behavior: a relational perspective. Journal of
Applied Psychology, 95(2), 395. Google
Scholar
Luthans, Fred, Youssef, Carolyn M., &
Rawski, Shannon L. (2011). A tale of two paradigms: The impact of psychological
capital and reinforcing feedback on problem solving and innovation. Journal
of Organizational Behavior Management, 31(4), 333�350. Google
Scholar
Maslow, Abraham H. (1943). Preface to
motivation theory. Psychosomatic Medicine. Google
Scholar
Moorman, Robert H. (1993). The influence of
cognitive and affective based job satisfaction measures on the relationship
between satisfaction and organizational citizenship behavior. Human
Relations, 46(6), 759�776. Google
Scholar
Nadiri, Halil, & Tanova, Cem. (2010).
An investigation of the role of justice in turnover intentions, job
satisfaction, and organizational citizenship behavior in hospitality industry. International
Journal of Hospitality Management, 29(1), 33�41. Google
Scholar
Ncube, Chrisbel M., & Samuel, Michael
O. (2014). Revisiting employee motivation and job satisfaction within the
context of an emerging economy: Theoretical representation and developing the
model. Mediterranean Journal of Social Sciences, 5(9), 267. Google
Scholar
Organ, Dennis W. (1988). Organizational
citizenship behavior: The good soldier syndrome. Lexington Books/DC Heath
and Com. Google
Scholar
Organ, Dennis W., & Lingl, Andreas.
(1995). Personality, satisfaction, and organizational citizenship behavior. The
Journal of Social Psychology, 135(3), 339�350. Google
Scholar
Organ, Michael G., Avola, Stephanie,
Dubovyk, Igor, Hadei, Niloufar, Kantchev, Eric Assen B., O�Brien, Christopher
J., & Valente, Cory. (2006). A User‐Friendly, All‐Purpose
Pd�NHC (NHC= N‐Heterocyclic Carbene) Precatalyst For The Negishi
Reaction: A Step Towards A Universal Cross‐Coupling Catalyst. Chemistry�A
European Journal, 12(18), 4749�4755. Google
Scholar
Shareef, Raad Abdulkareem, & Atan,
Tarik. (2019). The Influence Of Ethical Leadership On Academic Employees�
Organizational Citizenship Behavior And Turnover Intention: Mediating Role Of
Intrinsic Motivation. Management Decision. Google
Scholar
Shim, Dong Chul, & Faerman, Sue.
(2017). Government Employees� Organizational Citizenship Behavior: The Impacts
Of Public Service Motivation, Organizational Identification, And Subjective OCB
Norms. International Public Management Journal, 20(4), 531�559. Google
Scholar
Subhadrabandhu, Thanya. (2012). Job Satisfaction
And Organizational Citizenship Behavior Of Personnel At One University Hospital
In Thailand. Journal of the Medical Association of Thailand, 95(6),
S102�S108. Google
Scholar
Swaminathan, Samanvitha, & Jawahar, P.
David. (2013). Job Satisfaction As A Predictor Of Organizational Citizenship
Behavior: An Empirical Study. Global Journal of Business Research, 7(1),
71�80. Google
Scholar
Talachi, Rahil Kazemi, Gorji, Mohammad
Bagher, & Boerhannoeddin, Ali Bin. (2014). An Investigation Of The Role Of
Job Satisfaction In Employees� Organizational Citizenship Behavior. Collegium
Antropologicum, 38(2), 429�436. Google
Scholar
Williams, Larry J., & Anderson, Stella
E. (1991). Job Satisfaction And Organizational Commitment As Predictors Of
Organizational Citizenship And In-Role Behaviors. Journal of Management,
17(3), 601�617. Google
Scholar
Zeinabadi, Hassanreza. (2010). Job Satisfaction
And Organizational Commitment As Antecedents Of Organizational Citizenship
Behavior (OCB) Of Teachers. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 5,
998�1003. Google
Scholar
Rini Fatmawati (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |