Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol.
6, No. 7, Juli
2021
�
KAJIAN INDEKS DAYA SAING DESTINASI PARIWISATA DI
KABUPATEN MANGGARAI BARAT
Septian Hutagalung, Moyo Hady Poernomo,
Dodi Riadi, Roseven Rudiyanto
Politeknik eLBajo Commodus Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
Email:� [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penetapan Labuan
Bajo Flores menjadi Destinasi
Super Prioritas di 2019 perlu
diiringi dengan pembangunan infrastruktur dan praktik manajemen pariwisata yang berkelanjutan. Dalam
mencapai tujuan pembangunan ini perlu diadakan pengukuran kesiapan infrastruktur pendukung pariwisata yang nantinya akan jadi dasar
rekomendasi pengembangan di
destinasi Labuan Bajo Flores. Dalam penelitian ini mengadopsi indikator dalam kajian Tourism and Travel Competitiveness Index (TTCI) atau
Indeks Daya Saing Destinasi
Pariwisata yang dikeluarkan
oleh World Economic Forum (WEF). Dengan dilakukannya kajian TTCI maka akan diperoleh
pemetaan kondisi sektor pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat dalam hal produk
pariwisata, infrastruktur, regulasi pemerintah, dan sektor-sektor pendukung. Selain itu, data ini dapat
menjadi dasar rekomendasi penetapan kebijakan internal, perencanaan
dan pengembangan destinasi pariwisata yang berkelanjutan di Kabupaten Manggarai Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner TTCI dan wawancara yang dibagikan saat Focus Group Dissusion.
Hasil penelitian menunjukkan
performa industri pariwisata Kabupaten Manggarai Barat secara total berada pada nilai nilai 2.1 yang berarti berada pada tahap penyempurnaan. Nilai variabel
pada masing-masing empat variabel
utama berada pada nilai 2.2 pada variabel produk dan regulasi, kemudian untuk nilai infrastruktur dan support berada pada nilai 2.1.
Kata Kunci: labuanbajo; pariwisata; TTCI
Abstract
The determination of Labuan Bajo Flores as a Super Priority
Destination in 2019 needs to be accompanied by infrastructure development and
sustainable tourism management practices. In achieving this development goal,
it is necessary to measure the readiness of tourism supporting infrastructure
which, will later become the basis for recommendations for developing the
Labuan Bajo Flores destination. In this study, we adopt the Tourism and Travel
Competitiveness Index (TTCI) or the Tourism Destination Competitiveness Index
issued by the World Economic Forum (WEF). With the TTCI study, a mapping of the
condition of the tourism sector in the West Manggarai
Regency will be obtained in terms of tourism products, infrastructure,
government regulations, and supporting sectors. In addition, this data can be
the basis for recommendations for determining internal policies, planning, and
developing sustainable tourism destinations in West Manggarai
Regency. Data was collected through questionaries and interviews during focus
group discussion. The results showed that the tourism industry performance in
West Manggarai Regency in total was at a value of
2.1, which means that it is in the stage of refinement. In detail, the value of
the four main variables is 2.2 on the product and regulatory variables. 2.1 in
infrastructure and support variables.
Keywords: labuanbajo; tourism; TTCI
Pendahuluan
Daya saing destinasi menjadi sebuah hal yang penting bagi ekonomi. Dengan
meningkatkan daya saing destinasi, pemerintah memperoleh manfaat langsung seperti peningkatan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik
Bruto (PDB) dari jumlah kedatangan wisatawan mancanegara, serta terbukanya lapangan pekerjaan, terutama di area terpencil yang dapat dihidupkan dari sektor pariwisata
(Yakup, 2019).
Selain itu, daya saing dapat
menjadi tolak ukur untuk memposisikan
nilai jual suatu destinasi wisata. Menurut (Dwyer et al., 2003)
daya saing destinasi memiliki keterkaitan dengan jumlah kunjungan
wisatawan. Pengukuran akan daya saing
ini sudah menjadi tema penelitian
populer.� (Kayar & Kozak, 2010)
meneliti tentang daya saing Turki, (Nazmfar et al., 2019)
pada negara Kawasan Timur Tengah, Australia (Dwyer et al., 2003)
dan Hongkong (Enright & Newton, 2004).
Sebelumnya, penelitian
daya saing mengukur aspek yang berbeda-beda. Dalam penelitiannya (Nazmfar et al., 2019) menggunakan
model analisis Promethee
and analisis komparasi data
tahun 2015 dan 2017. (Dwyer et al., 2003)
�menitikberatkan
pada penilaian sumber daya alam dan budaya,
sumber daya buatan, sumber daya pendukung dan pengelolaan destinasi. Metode Importance
Performance Analysis digunakan untuk mengukur daya saing pariwisata
Hongkong (Enright & Newton, 2004).
Salah satu mentode terbaru untuk mengukur
indekas daya saing, yaitu Tourism and Travel
Competitiveness Index (TTCI), yang dikeluarkan
oleh World Economic Forum (WEF).
Daya Saing Destinasi Pariwisata. TTCI merupakan salah satu panduan yang digunakan oleh para pemangku kebijakan di hampir setiap negara dalam mengukur tingkat perkembangan suatu destinasi pariwisata. TTCI dikeluarkan oleh organisasi World Economic Forum (WEF) dan diperbarui setiap dua tahun sekali.
Indikator-indikator dalam
TTCI mengadopsi nilai-nilai
sustainable development yang dapat diterapkan dalam suatu destinasi
pariwisata (World Economic Forum, 2019).
Didalam Kajian TTCI 2019 yang dikeluarkan oleh WEF ini memiliki beberapa variabel utama, yaitu Potensi Alam,
Potensi Budaya dan Bisnis Perjalanan, Infrastruktur, Regulasi, dan Pendukung Pariwisata. Akan tetapi, penelitian yang menggunakan TTCI dilakukan untuk mengukur daya saing pada skala nasional atau negara. Penelitian ini mengukur indeks
daya saiing dalam skala yang lebih kecil yaitu
kabupaten.
Dalam kajian di skala kabupaten ini, potensi alam,
potensi budaya, dan bisnis perjalanan dimodifikasi menjadi variabel Produk Pariwisata. Hal ini dilatarbelakangi oleh dalam kajian internasional, mayoritas penilaian variabel pertama masih didasari oleh data-data sekunder yang skalanya tidak akan terlalu
aplikatif jika diterapkan di skala kabupaten yang lebih kecil dan spesifik. (Kusumawardhani, 2020)
mengatakan pada negara berkembang
terdapat beberapa indikator yang masih sulit untuk dicapai
karena pembangunan di sektor tertentu yang masih dalam proses pembangunan dan membutuhkan waktu cukup lama untuk dapat dinilai
setidaknya untuk mencapai nilai minimal indikator TTCI. Variable TTCI yang dijadikan
acuan dalam kajian TTCI di Kabupaten Manggarai Barat antara lain:
a. Produk
Pariwisata, terdiri dari: Kualitas Produk danKeterlibatan Masyarakat
b. Infrastruktur,
terdiri dari: Kualitas
dan Akses Bandara, Kualitas
Jalan dan Pelabuhan, dan Kualitas
Layanan Wisatawan
c. Regulasi,
terdiri dari: Prioritas
Pariwisata, Keterbukaan, Persaingan Harga dan Keberlanjutan Lingkungan
d. Pendukung
Pariwisata, terdiri dari: Lingkungan
Usaha, Keamanan, Kualitas SDM, Information and Communiaction
Technologies (ICT) dan Kesehatan
Labuan Bajo
Flores telah ditetapkan menjadi Destinasi Super Prioritas oleh Presiden Joko
Widodo pada tahun 2019 (BPIW, 2020).
Di saat yang sama Labuan
Bajo juga digagas menjadi Destinasi Wisata Premium karena menjadi gerbang pintu masuk
ke Taman Nasional Komodo yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO pada tahun
1991 (Claudino-Sales, 2019).
Selain itu, penetapan
Labuan Bajo sebagai Destinasi
Premium juga merupakan bentuk
persiapan untuk menyambut perhelatan ASEAN Summit dan Pertemuan
G-20 yang akan diadakan
pada tahun 2023 (BPIW, 2020).
Oleh karena itu, penetapan tersebut perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dan praktik manajemen pariwisata yang berkelanjutan.
Dengan dilakukannya
kajian Travel
& Tourism Competitiveness Index (TTCI) maka akan diperoleh pemetaan kondisi sektor pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat dalam hal produk pariwisata,
infrastruktur, regulasi pemerintah, dan sektor-sektor pendukung. Selain itu, data ini dapat menjadi dasar
rekomendasi penetapan kebijakan internal, perencanaan
dan pengembangan destinasi pariwisata yang berkelanjutan di Kabupaten Manggarai Barat.
Metode Penelitian
A.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dari kajian ini diperoleh dari
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner, wawancara dan observasi. Penentuan sampel sumber data dengan purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Etikan, 2016).� Pertimbangan penulis untuk sampel
sumber data adalah harus merupakan stakeholder atau pelaku industri
pariwisata. Sehingga, kegiatan
pengumpulan datanya dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), asosiasi pelaku usaha pariwisata, komunitas kreatif, pemuka agama dan tokoh masyarakat sebagai responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokument laporan
instansi terkait yang ada di Kabupaten Manggarai Barat.
B.
Metode dan Teknik Analisa Data
Metodologi yang digunakan mengadopsi
pendekatan yang digunakan
oleh World Economic Forum yaitu Travel and
Tourism Competitiveness Index di tahun 2019 dimana beberapa indikator disesuaikan dengan skala pada tingkat kabupaten. Terdapat empat variable utama dalam kajian
ini antara lain; 1) Produk (terdiri dari sumber daya
alam dan budaya); 2) Infrastruktur (terdiri dari kualitas bandara,
jalan & pelabuhan, fasilitas pelayanan wisata); 3) Regulasi (terdiri dari prioritisasi
pariwisata, keterbukaan, daya saing harga,
serta keberlanjutan lingkungan); 4) Support
(terdiri dari lingkungan usaha bisnis, keselamatan & keamanan; kesehatan & higienisitas, SDM, serta kesiapan ICT). Kajian TTCI skala internasional memiliki interval penilaian variabel dan indikator di setiap negara adalah 1 hingga 7. Namun kajian ini, menggunakan
skala yang lebih kecil menggunakan interval penilaian 1 hingga 3 dengan keterangan:
1. Nilai
0-1��������� : Tahap Belum Berkembang
2. Nilai
1-2��������� : Tahap Berkembang
3. Nilai
2-3��������� : Tahap Penyempurnaan
Hasil dan Pembahasan
Penelitian dilakukan
pada bulan desember 2020. Pengumpulan data dilakukan melalui FGD dengan mengundang dinas terkait, perwakilan pelaku usaha pariwisata,
tokoh agama dan tokoh adat, Adapun daftar undangan yang
hadir adalah sebagai berikut:
1.
Dinas Pariwisata
2.
Dinas Perhubungan
3.
Dinas Kesehatan
4.
Disnakertrans
5.
Dinas PUPR
6.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
7.
Badan Keuangan Daerah
8.
Dinas Lingkungan Hidup
9.
Dinas Pertanahan
10. Dinas Koperasi
dan Perdagangan
11. Dinas Kominfo
12. Dinas Perikanan
dan Kelautan
13. Dinas Penanaman
Modal dan PTSP
14. Bapelitbangda
15. Kepala Kepolisian
Resor
16. Badan Penanaman
Modal Daerah
17. Badan Keuangan
Daerah
18. Pengelola Bandar Udara
19. PHRI
20. ASITA
21. HPI
22. Perhimpunan Ranger Taman Nasional
23. PT. Telkom
24. Pemuka Adat
25. Perwakilan Komunitas
Kreatif
26. Pemuka Agama, Pemuka
Adat dan Tokoh Masyarakat
Hasil pengisian kuisioner yang telah diisi oleh responden secara spesifik sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam TTCI.
1.
Produk Pariwisata
Produk wisata merupakan keseluruhan fasilitas atau pelayanan berbentuk nyata atau tidak nyata yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati oleh wisatawan agar suatu kesatuan rangkaian perjalanan dapat memberikan pengalaman yang baik bagi wisatawan semenjak meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata hingga kembali ketempat asalnya (Octaviany, 2016).� Nilai Indikator Produk Pariwisata untuk Kabupaten Manggarai Barat adalah 2.2, di mana variabel pendukungnya terdiri dari kualitas produk pariwisata (1.9) dan pelibatan masyarakat (2.2). Terkait dengan perolehan nilai untuk kualitas produk sedikit di atas nilai rata-rata (1.9) menandakan bahwa Kabupaten Manggarai Barat masih perlu pembenahan untuk peningkatan kualitas produk pariwisatanya jika dibandingkan dengan perolehan nilai untuk potensi atau keistimewaan daya tarik wisata alam maupun budaya dengan nilai 2.7, di mana salah satunya yaitu Taman Nasional Komodo telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991 dan juga sebagai Cagar Biosfer Nasional tahun 1977 (Hidranto, 2020).
Kabupaten Manggarai Barat dengan daya tarik utamanya Taman Nasional Komodo telah ditetapkan sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas dan diharapkan dapat menjadi salah satu ikon pariwisata di Indonesia. Untuk memperkuat keistimewaan daya tarik wisatanya maka dibutuhkan penyusunan narasi seperti mengembangkan konsep storynomic tourism yaitu pendekatan komunikasi pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif dan kekuatan sejarah dan budaya (McKee & Gerace, 2018). Penyusunan narasi daya tarik wisata ini bertujuan untuk memperkaya informasi dan memperdalam deskripsi tentang kekayaan alam budaya Kabupaten Manggarai Barat dalam kemasan menarik, berkualitas, dan siap digunakan untuk menunjang promosi dan pemasaran destinasi yang memperoleh nilai 1.8.
Selama tahun 2020, Kabupaten Manggarai Barat terus berupaya untuk menciptakan diversifikasi produk wisata dengan melibatkan peran aktif masyarakat (2.3) berupa pelatihan dan pengembangan keterampilan di bidang pariwisata dan industri kreatif (2.3). Salah satunya adalah dengan pengembangan kawasan Kampung Air yang akan dijadikan sebagai pilot project untuk pengembangan daya tarik wisata berbasiskan masyarakat. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sendiri menurut Hausler dalam (Nurhidayati, 2007) merupakan� suatu� pendekatan� pembangunan� pariwisata� yang� menekankan� pada� masyarakat� lokal� (baik� yang� terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan akses dalam manajemen� dan� pembangunan� pariwista� yang� berujung� pada� pemberdayaan� politis� melalui kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Kawasan Kampung Air sendiri merupakan pemukiman dengan budaya masyarakat pesisir kental dan dihuni oleh masyarakat keturunan Bajo, Bugis dan Bima.
2.
Infrastruktur
Menurut peraturan (Peraturan Presiden RI, 2015)
infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. Secara
keseluruhan, nilai Infrastruktur berada pada nilai 1.85.� Ini terdiri dari sub-indikator Kualitas dan Akses
Bandara, Kabupaten Manggarai
Barat memperoleh nilai 2.8 dari 3 sebagai angka tertinggi. Perolehan angka ini tergolong cukup
baik dikarenakan Kabupaten Manggarai Barat telah didukung oleh hadirnya infrastruktur Bandar
Udara kelas 2 yang pengelolaannya
masih di bawah Kementerian Perhubungan melalui UPT Ditjen Hubud bekerja
sama dengan PT. Cardig Aero Services. Bandar Udara Komodo sejauh ini baru
melayani penerbangan domestik dengan jumlah tujuh maskapai
yaitu Garuda Indonesia, City Link, Batik Air,
Indonesia Air Asia, NAM Air, Transnusa dan Wings Air.
Bandara Komodo saat ini melayani
penerbangan dengan rute dari dan ke
Jakarta (Soekarno-Hatta International Airport), Surabaya, Denpasar, Makassar,
Lombok, Kupang, Tambolaka, Waingapu, Ruteng, Bajawa, Ende, Maumere, Larantuka, dan Alor (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2011).
Pesawat yang diakomodasi seperti Airbus 320, Boeing dan ATR 72. Panjang lintasan 2.250 X 45 m dan akan bertambah menjadi 2.450 X 45 m (Budhiman, 2018).
Dari Sub-indikator
Kualitas Jalan dan Pelabuhan, Kabupaten
Manggarai Barat juga memperoleh
nilai 2.5 dari 3 sebagai angka tertinggi,
hampir seluruh responden menyatakan bahwa kualitas jalan di Kabupaten Manggarai Barat masih belum semuanya baik dan sebagian menyatakan karena saat ini tengah
dilakukan perbaikan akses jalan utama
di Kota Labuan Bajo. Dari segi pelabuhan,
kualitas pelabuhan di Kabupaten Manggarai Barat memperoleh nilai sebesar 2.5 dengan jumlah responden lebih dari 50% menganggap bahwa kualitas pelabuhan di Kabupaten Manggarai Barat sudah tergolong baik. Untuk pelabuhan,
ASDP Marina merupakan proyek
pembangunan Kawasan Komersial
Labuan Bajo melalui kerja sama antara BPT ASDP Indonesia
Ferry (Persero), PT. Pembangunan Perumahan (Persero)
dan PT. Patra Jasa. Pembangunan meliputi Pelabuhan
Marina, peningkatan fasilitas
dermaga penyeberangan,
hotel dan area komersial.
Untuk sisi Kualitas Pelayanan Wisatawan memperoleh angka 2.3 di mana beberapa fasilitas pelayanan wisata seperti Tourist Information Center (TIC) saat ini
tengah dibangun di kawasan Puncak Waringin. Beberapa responden menyebutkan bahwa perlu juga untuk reaktivasi TIC milik Dinas Pariwisata untuk lebih mengoptimalkan
pelayanan informasi terhadap wisatawan. Namun untuk kualitas
pelayanan� fasilitas menginap dan rumah makan di beberapa tempat dianggap masih kurang terkait
dengan kualitas SDM.
3.
Regulasi
Pariwisata telah semakin disadari sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi dan peluang perluasan lapangan kerja di berbagai daerah. Meskipun demikian, bahwa keberhasilan pengembangan sektor pariwisata lebih banyak ditentukan oleh peran kebijakan pemerintah yang ikut serta secara aktif membangun regulasi untuk pengembangan kepariwisataan (Afandi et al., 2017). Dari sisi regulasi Kabupaten Manggarai Barat memperoleh nilai 2.2 di mana sektor pariwisata merupakan sektor yang prioritas di dalam pembangunan daerahnya. Dalam hal keterbukaan nilai yang diperoleh Kabupaten Manggarai Barat adalah 1.9 di mana kebijakan Pemerintah Pusat seperti mengenai bebas visa selama 30 hari bagi wisatawan mancanegara cukup memberikan dampak yang positif bagi jumlah kunjungan dan lama tinggal wisatawan ke Kabupaten Manggarai Barat. Penilaian terhadap indikator persaingan harga di Kabupaten Manggarai Barat tergolong baik dengan nilai 2.1 meskipun harga untuk fasilitas wisata seperti hotel dan restoran termasuk mahal. Hal ini juga menjadi perhatian dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk segera melakukan evaluasi terhadap persaingan harga di Manggarai Barat khususnya di Kota Labuan Bajo. Terkait aspek keberlanjutan lingkungan, nilai yang didapatkan di dalam pengukuran TTCI ini adalah 2.2 di mana Kabupaten Manggarai Barat telah memiliki kebijakan terkait lingkungan dalam bentuk Perda, SK Bupati dan lain sebagainya.
4.
Pendukung Pariwisata
Indikator Pendukung Pariwisata secara total berada pada nilai 2.1 di Kabupaten Manggarai Barat yang terdiri dari beberapa sub-indikator seperti lingkungan usaha (2) yang menggambarkan bahwa perlindungan usaha dan pelayanan hukum terkait usaha sudah berjalan baik di kabupaten ini. Demikian juga dengan keamanan dan keselamatan (2.2) di mana angka kriminalitas dan gangguan terorisme tidak begitu tinggi sehingga menjadikan Kabupaten Manggarai Barat sebagai kawasan yang cukup aman bagi pengembangan usaha di industri pariwisata.
Terkait kualitas SDM (2.1) di Kabupaten Manggarai Barat masih perlu peningkatan kualitas melalui berbagai pelatihan dan penguatan kapasitas jika dilihat bahwa di Labuan Bajo akan terus berkembang sebagai sebuah destinasi pariwisata akan segera menyelenggarakan berbagai perhelatan kelas dunia. Ini semua harus diiringi dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.
Keberadaan Internet/Web kini merupakan wahana yang potensial untuk mempromosikan pariwisata (Suleman, 2013). Pada sub indikator ICT (2) yang terdiri dari pemanfaatan internet dalam usaha (2.2), suplai listrik (2.1), dan pemanfaatan teknologi dalam usaha (2.4) Penggunaan teknologi berbasiskan internet sudah cukup bagus (2.0).� Pelaku usaha di Labuan Bajo sudah merasakan di bidang usaha seperti pemanfaatan media sosial untuk promosi usaha, penggunaan gawai EDC dalam transaksi non tunai dan pengembangan aplikasi berbasiskan internet. Indikator penunjang pariwisata lainnya adalah layanan Kesehatan (2.1) di mana Kabupaten Manggarai Barat memiliki fasilitas kesehatan sebanyak 109 unit yang terdiri dari 2 Rumah Sakit Umum, 9 unit Puskesmas rawat inap, 12 unit Puskesmas non rawat inap, 28 unit Puskesmas keliling, 36 unit Puskesmas pembantu dan 22 unit Apotek (BPS Kabupaten Manggarai Barat 2019).
�Secara keseluruhan performa industri pariwisata Kabupaten Manggarai Barat berada pada nilai 2.1 seperti pada gambar 1. Nilai tersebut diperoleh dari gabungan nilai tiap variabel yang digunakan dalam Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) seperti pada gambar 2. Hal ini seturut dengan penelitian indeks daya saing di Turki.� (Kayar & Kozak, 2010) mengatakan destinasi dengan nilai tinggi pada variabel infrastruktur, regulasi, sumberdaya alam dan budaya merupakan destinasi yang memiliki kinerja lebih baik pada daya saing pariwisata. Lebih lanjut dalam penelitian yang sama Kayar dan Kozak mengatakan destinasi dengan nilai tinggi ini juga akan memiliki nilai jual yang lebih besar pada pasar internasional.
Gambar 1
Indeks Daya
Saing Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat 2020
Gambar
2
Nilai
Variabel Kabupaten Manggarai Barat 2020
Kesimpulan
Performa industri pariwisata Kabupaten Manggarai Barat berada pada secara total berada pada nilai nilai 2.1 yang berarti berada pada tahap penyempurnaan. Nilai variabel pada masing-masing empat
variabel utama berada pada nilai 2.2 pada variabel produk dan regulasi kemudian nilai infrastruktur dan support
pada 2.1.
Indeks Daya Saing Destinasi dapat digunakan sebagai cerminan atau alat ukur
keberhasilan pembangunan sebuah destinasi secara luas. Indeks
ini juga dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat
kesejahteraan masyarakat
dan merupakan potret pembangunan sebuah daerah.
Indeks Daya Saing Destinasi atau Travel and
Tourism Competitiveness Index (TTCI) sangat penting dilakukan karena pengukuran TTCI bertujuan menginformasikan struktur komunikasi multi-stakeholder yang dapat meningkatkan sinergitas dalam pembangunan pariwisata di wilayah
kabupaten dan pusat seperti Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BOPLBF), dengan
menciptakan potensi sumber daya alam
dan budaya, serta sumber daya manusianya
yang dapat memberikan manfaat menyeluruh dan berkelanjutan di sektor pariwisata.
BIBLIOGRAFI
Afandi, A., Sunarti, S., & Hakim, L. (2017).
Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Destinasi Wisata Bahari Pulau Gili
Noko Kabupaten Gresik (Studi Pada Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Gresik). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas
Brawijaya, 49(1). Google Scholar
BPIW, L. I. (2020). BPIW Susun ITMP Labuan
Bajo Untuk Mendukung Peningkatan Jumlah Wisatawan.
Budhiman, I. (2018). Ini Rencana
Pengembangan Bandara Komodo di Labuan Bajo.
Claudino-Sales, V. (2019). Komodo National
Park, Indonesia. In Coastal Research Library (Vol. 28).
https://doi.org/10.1007/978-94-024-1528-5_80 Google Scholar
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
(n.d.). Data Bandar Udara. 2019.
Dwyer, L., Livaic, Z., & Mellor, R.
(2003). Competitiveness of Australia as a Tourist Destination. Journal of
Hospitality and Tourism Management, 10(1). Google Scholar
Enright, M. J., & Newton, J. (2004).
Tourism destination competitiveness: A quantitative approach. Tourism
Management, 25(6). https://doi.org/10.1016/j.tourman.2004.06.008 Google Scholar
Etikan, I. (2016). Comparison of
Convenience Sampling and Purposive Sampling. American Journal of Theoretical
and Applied Statistics, 5(1), 1.
https://doi.org/10.11648/j.ajtas.20160501.11
Hidranto, F. (2020). Pengakuan Unesco
untuk Tiga Cagar Biosfer Indonesia.
Kayar, �. H., & Kozak, N. (2010).
Measuring destination competitiveness: an application of the travel and tourism
competitiveness index (2007). Journal of Hospitality Marketing &
Management, 19(3), 203�216. Google Scholar
Kusumawardhani, Y. (2020). Kajian 14 Pillar
Pada Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) Sebagai Indikator Daya
Saing Pariwisata Suatu Negara. Tourism Scientific Journal, 6(1).
https://doi.org/10.32659/tsj.v6i1.129 Google Scholar
McKee, R., & Gerace, T. (2018).
Storynomics, Story-Driven Marketing in the Post-Advertising World. In Twelve,
New York-Boston (Vol. 53, Issue 9). Google Scholar
Nazmfar, H., Eshghei, A., Alavi, S., &
Pourmoradian, S. (2019). Analysis of travel and tourism competitiveness index
in middle-east countries. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 24(6).
https://doi.org/10.1080/10941665.2019.1590428 Google Scholar
Nurhidayati, S. E. (2007). Community Based Tourism
(CBT) sebagai Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan. Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan, Dan Politik Universitas Airlangga, Th XX 3(3).
Google Scholar
Octaviany, V. (2016). Pengaruh Kualitas
Produk Pariwisata Terhadap Keputusan Berkunjung Di Bale Seni Barli-Kota Bary
Parahyangan. Tourism Scientific Journal, 1(2).
https://doi.org/10.32659/tsj.v1i2.11 Google Scholar
Peraturan Presiden RI, S. (2015). Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Lembaran Negara, 151.
Google Scholar
Suleman. (2013). Pemanfaatan Ict
(Information and Communication Technology) Dalam Promosi Pariwisata Di
Indonesia. Bianglala Informatika, 1(1). Google Scholar
World Economic Forum. (2019). The Travel
& Tourism Competitiveness Report 2019. In World Economic Forum (Ed.), World
Economic Forum (Vol. 44, Issue October). Google Scholar
Yakup, A. P. (2019). Pengaruh Sektor
Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. In Universitas Airlangga
Surabaya. Google Scholar
Copyright holder: Septian Hutagalung, Moyo Hady Poernomo, Dodi Riadi, Roseven Rudiyanto (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |