Analisis Diskursus Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Selama
Mewabahnya Pandemi COVID-19 di Indonesia
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 4047
Karantina Kesehatan. Melalui PSBB, pemerintah pusat mengomandoi penanganan
COVID-19 sehingga visi pemerinta pusat dan daerah sama. PSBB diharapkan dapat
menyelesaikan ketidakjelasan wewenang pemerintah pusat dan daerah mengenai
penanganan COVID-19. Selain itu, dengan memperhatikan kondisi ekonomi
masyarakat, kebijakan PSBB diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengurangi
penyebaran Covid-19 sekaligus meminimalisir gangguan terhadap aktivitas ekonomi
masyarakat.
Dengan merujuk pada hal-hal tersebut maka penelitian ini diharapkan dapat
memperlihatkan diskursus yang muncul selama penerapan kebijakan PSBB dalam
upaya penanganan COVID-19 di Indonesia. Hal ini didasari dari keberadaan kebijakan
PSBB sendiri tidak menyebabkan diskursus mengenai kebijakan yang paling tepat
dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia selesai, namun kemudian
memunculkan kelompok yang menentang terhadap kebijakan itu. Publik menjadi
terbelah dalam penyikapan penanganan atas COVID-19, sebagian menyatakan
pemerintah harus mengambil kebijakan karantina wilayah/lockdown sebagaimana yang
dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, Malaysia, dan sebagainya. Sedangkan sebagian
lainnya menyatakan tidak perlu melakukan karantina wilayah/lockdown dan cukup
melakukan social distancing atau jaga jarak seperti di Korea Selatan, Jepang, dan
sebagainya (Edie, Agus, & Safira, 2020).
Lebih lanjut, menurut temuan Chan Sun & Wah (2020), kebijakan publik terkait
dengan penanganan pandemi COVID-19 di negara manapun tidak lepas dari adanya
diskursus. Penelitian ini dengan negara Mauritius sebagai studi kasusnya menunjukkan
bahwa sebagian besar masyarakat merespon pemerintahnya dalam implementasi strategi
pencegahan, strategi manajemen wabah, dan strategi komunikasi terkait COVID-19.
Adapun, Menurut Nurhayati & Suwarno (2020), diskursus terkait COVID-19 tidak
sama sekali netral, tetapi sarat dengan makna linguistik yang memiliki hubungan
kontekstual dengan kekuasaan. Selain itu, menurut temuan Eriyanto & Ali (2020)
dengan menggunakan metode discourse network analysis (DNA), kemudian memetakan
aktor-aktor di dalam diskursus terkait kebijakan dalam penanganan COVID-19 di
Indonesia.
Kemudian, untuk menjelaskan terkait bagaimana diskursus yang terbangun dalam
kebijakan PSBB dalam upaya penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian
ini akan menggunakan teori diskursus yang digagas oleh Laclau dan Mouffe. Menurut
Laclau dan Mouffe dalam (Howarth, Norval, & Stavrakakis, 2000), diskursus adalah
konstruksi sosial yang mana setiap pelaku memberi makna pada suatu objek atau
praktik. Misalnya pandangan dan pemaknaan yang berbeda antara pemerintah dan
oposisi mengenai penerapan kebijakan PSBB. Makna yang kemudian terbentuk melalui
objek atau tindakan terjadi di dalam sistem konstruksi khusus yang disebut sebagai
arena diskursif. Arena diskursif adalah arena yang bersifat tanpa batas dan dan dinamis
(Howarth et al., 2000). Arena diskursif bisa terjadi karena pemaknaan itu bersifat tidak
pasti (kontingen), tidak tetap, parsial, relasional, dan tidak pernah mutlak. Dalam hal ini,
Laclau dan Mouffe dalam (Howarth et al., 2000) kemudian menjelaskan tiga konsep