Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
VALIDASI METODE REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION UNTUK DETEKSI
DNA BABI (SUS SCROFA DOMESTICA) DAN CELENG (SUS BARBATUS) PADA SOSIS SAPI
Mariyani, Sismindari, Rumiyati
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Babi (Sus
scrofa domestica) dan celeng (Sus barbatus) hewan satu spesies
yang� memiliki kemiripan sangat tinggi,
perbedaan keduanya dilihat dari susunan basa
Kata
Kunci: real-time
PCR; babi (Sus
scrofa domestica); DNA
celeng (Sus barbatus); validasi
�
Abstract
Pigs (Sus scrofa domestica) and
boars (Sus barbatus) are animals of one species that have a very high
similarity, the difference between the two is seen from the base arrangement of
DNA. Dna analysis method between pigs and boars many have not managed to
distinguish the two species as in the study conducted Hikmah (2019) to
distinguish pigs and boars using primer Nk-ND1 with real time PCR method but
managed to get the difference between the dna fragments of pigs and boars from
the results of sequencing so that the difference in the order of the base is
used as a specific primer pig to distinguish the two species of pigs and boars
with real time pcr method. The five animal species used are
pigs, boars, cows, goats and chickens, forward pig primer
5'-GATGCCCTAAAACTATTCACC-3' from sequencing results and reverse pig primer i.e.
5'-TAGTGCTAGGGATAAGGCTAGG-3' Hikmah design (2019), SsoFast� EvaGreen� Supermix
(Bio-Rad), proteinase-K (Invitrogen), DNA isolation using Geneaid Genomic DNA
Mini Kit. Validation of real time PCR method with primary specificity test
against 5 isolates of fresh tissue DNA, efficiency and sensitivity tests on 6
DNA concentrations (50; 5; 0.5; 0.05; 0.005 and 0.0005 ng) and reference
sausages of beef:pork mixture (100%; 50%; 25%; 10%; 5% and 1%), recurrence
tests were conducted 5 times replication. The results of the analysis showed a specific
pair of primers on the DNA of pigs and boars. Pig DNA efficiency is 109.5% and
R2 = 0.967, boar efficiency is 99.1% and R2 = 0.999. The absolute detection
limit of pig and boar DNA is 0.05 ng/μL and 0.5 ng/μL, the relative
detection limit of pig sausage is 5% and boar sausage is 1%. The average RSD
value in the analysis of the recurrence of pig and boar DNA was 4.210% and
3.611%. In the sample there is no detectable presence of dna of pigs and boars,
quantitatively this method does not meet the validation requirements.
Keywords: real-time PCR; pig (Sus scrofa domestica); DNA of boars (Sus barbatus);
Validation
Pendahuluan
Mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat muslim
sehngga pangan yang beredar harus terjamin kehlalannya Umat Islam mengikuti
hukum yang ada dalam Alquran. melarang umat muslim makan atau menggunakan
produk apa pun yang berasal dari babi (Nakyinsige, Man, & Sazili, 2012).
Populasi manusia yang semakin meningkat dan aktivitas yang semakin padat
sehingga dalam hal konsumsi pangan cenderung memilih makanan yang siap dimasak
maupun siap dimakan (Palandeng, Mandey, & Lumoindong, 2016)
salah satunya produk olahan daging.
Maraknya pemalsuan daging sapi sering ditemukan
seperti yang ditemukan oleh Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta sebanyak
17,71% sampel mengandung daging babi (Gusti, 2014).
Cemaran daging babi dan celeng juga ditemukan pada produk olahan daging (Priyanka, 2017),
(Septiani, 2019),
(Aina, Erwanto, Motalib Hossain, Ali, & Rohman, 2019).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya campuran daging
babi pada produk olahan makanan yaitu metode spektroskopi FTIR (Guntarti, Rohman, Martono, & Yuswanto, 2017);
(Rohman, Erwanto, & Man, 2011)
dan analisis berbasis protein yaitu ELISA (Cahyaningsari, Latif, & Sudarnika, 2019).
Celeng (Sus
barbatus) merupakan nenek moyang dari babi (Sus scrofa domestica) sehingga memiliki kemiripan, karena hal
tersebut daging babi (Sus scrofa
domestica) maupun daging celeng (Sus
barbatus) sering menjadi sasaran pemalsuan produk olahan makanan yang
berbahan dasar daging, sehingga perlu adanya metode yang sensitive yang mampu
medeteksi adanya campuran daging yang tidak diharapkan pada olahan makanan dan
mampu membedakan antara kedua spesies tersebut. Metode analisis berbasis DNA
dapat diandalkan untuk menentukan kehalalan produk karena sangat baik dalam
mengidentifikasi cemaran daging yang tidak diinginkan. DNA bersifat relatif
stabil pada suhu tinggi (Aida, Man, Wong, Raha, & Son, 2005).
Metode berbasis DNA Identifikasi cemaran daging babi dengan menggunakan real-time PCR juga telah dilakukan
sebelumnya (Hikmah, 2019);
(Maryam, Sismindari, Raharjo, Sudjadi, & Rohman, 2016);
(Raharjo & Rohman, 2016).
Beberapa penelitian mengenai deteksi DNA babi dan
DNA celeng telah berhasil dilakukan dan mampu membedakan antara kedua spesies babi
dan celeng diantaranya penggunaan primer CYTBWB2-wb spesifik terhadap babi
hutan (Aina et al., 2019),
primer spesifik spesies pada DNA babi hutan Sumatra (Mutalib et al., 2012),
perbedaan genetik antara babi dan babi hutan yang berhasil dikonfirmasi
menggukan analisis PCR-RFLP (Mutalib et al., 2012).
Selain itu banyak metode yang belum mampu membedakan
antara DNA celeng dan DNA babi menggunakan primer spesifik babi dengan metode real
time PCR seperti yang dilakukan (Hikmah, 2019)
mendesain primer spesifik yang dapat membedakan DNA babi dan celeng, namun
hasilnya belum dapat membedakan DNA babi dan celeng pada sosis ayam dimana
hasil real-time PCR masih memberikan
respon amplifikasi terhadap DNA celeng. Dari hasil sekuensing yang dilakukan,
diperoleh hasil pensejajaran fragmen DNA babi dan celeng dimana terdapat
perbedaan basa antara fragmen DNA babi (Sus
scrofa domestica) dan celeng (Sus
barbatus). Mengacu hasil sekuensing yang diperoleh Hikmah pada tahun 2019,
perbedaan basa pada kedua sekuen tersebut dijadikan sebagai primer yang lebih
spesifik terhadap babi. Pada penelitian ini menggunakan primer babi forward yang berbeda
dari peneliti sebelumnya yaitu 5�- GATGCCCTAAAACTATTCACC-3� diperoleh dari
perbedaan basa pada sekuen antara babi dan celeng hasil sekuensing (Hikmah, 2019)
sebagai keterbaruan dalam penelitian ini dan primer reverse yaitu
5�-TAGTGCTAGGGATAAGGCTAGG-3� �hasil
desain primer (Hikmah, 2019).
Metode
Penelitian
Sampel daging celeng (Sus barbatus)
diperoleh dari Provinsi Kalimantan Timur, daging babi (Sus scrofa domestica)
diperoleh dari peternak babi di D.I Yogyakarta, daging ayam, sapi dan kambing
diperoleh dari pasar tradisional Yogyakarta. Sampel sosis di peroleh secara
acak dari supermarket yang ada di Provinsi D.I Yogyakarta. Primer babi forward 5�-
GATGCCCTAAAACTATTCACC-3�
diperoleh dari perbedaan basa pada sekuen antara
babi dan celeng hasil sekuensing (Hikmah, 2019)
dan primer reverse yaitu 5�-TAGTGCTAGGGATAAGGCTAGG-3�� hasil desain primer spesifik babi (Hikmah, 2019).
A. Isolasi
DNA dan Pengukuran Kemurnian
Isolasi DNA dilakukan menggunakan Geneaid Genomic Mini Kit (Tissue) GT050
sesuai dengan protokol. Analisis kemurnian DNA hasil isolasi diukur pada
panjang gelombang 260nm dan konsentrasi hasil isolasi DNA diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 260 nm (A260) dikalikan dengan faktor
pengenceran dan konstanta penyerapan (50 �l/ml) (Orbayinah, Widada, Hermawan, Sudjadi, & Rohman, 2019).
B.
Analisis
amplifikasi DNA dengan real-time PCR
1.
Protokol
Real Time PCR
Formula campuran reaksi
yang digunakan untuk running real - time �PCR dengan total volume 10 �L yang terdiri
dari Ssofast Evagreen� supermix 5 �L, forward primer babi 0,5 �L (10 �M/�L) ,
reverse primer babi 0,5 �L (10 �M/�L), DNA 0,5 �L (50 ng) dan air bebas
nuklease 3,5 �L, dengan tahap denaturasi awal diatur pada suhu 95oC
selama 30 detik, annealing pada 54,4oC (hasil optimasi suhu
penempelan primer) selama 30 detik dan elongation pada 72oC selama
10 detik sebanyak 25 siklus.
2.
Optimasi
Suhu Penempelan Primer
Optimasi
suhu penempelan primer babi yang digunakan berkisar antara 53oC hingga 60oC berdasarkan hasil perhitungan suhu annealing
primer. Dengan menggunakan lima suhu yang mewakili dari range tersebut
yaitu 53,35oC; 54,4oC;
56oC; 57,9oC & 59,5oC.
3.
Uji
Spesifitas Primer
Spesifitas
primer dikonfirmasi dengan mengamplifikasi 50 ng/�L DNA babi, celeng, ayam,
sapi, dan kambing serta kontrol negative tanpa DNA yang disebut dengan NTC (No
Templat Control). Protokol real time PCR yang digunakan merupakan hasil
optimasi suhu annealing primer yang telah dilakukan sebelumnya. primer
spesisifik terhadap spesies babi apabila hanya terdapat 1 melt curve yang
terbentuk.
4.
Validasi Real Time PCR
untuk Analisis Kuantitatif.
Validasi
metode real time PCR secara kuantitatif mencakup spesifitas, efisiensi
yang ditentukan dari kurva kalibrasi, sensitivitas dan pengulangan pengujian
pada analisis DNA secara real time PCR (Anonim, 2010).
Efisiensi diuji berdasarkan nilai
Ct dri minimal 6 seri kadar konsentrasi atau lebih baik pada DNA daging babi
murni dan celeng (50; 5; 0,5; 0,005; dan 0,0005 ng/�L) dan isolate DNA sosis
babi 100% dan sosis celeng konsentrasi 100% (50; 5; 0,5; 0,05; 0,005; dan
0,0005 ng/�L) (Orbayinah et al., 2019). Nilai efisiensi yang
baik pada kisaran 90-105% (Bio‐Rad, 2006).
Sensitifitas atau batas deteksi
untuk melihat konsentrasi erkecil yang masih dapat di amplifikasi. Batas
deteksi absolut diukur dengan amplifikasi seri pengenceran DNA jaringan segar
daging babi dan celeng (50; 5; 0,5; 0,05; 0,005; dan 0,0005 ng/�L). Sedangkan
untuk sosis referensi LOD relatif diukur berdasarkan konsentrasi formula sosis
sebagai refernsi yang mengandung babi (100%; 50%, 25%, 10%; 5% dan 1%).
Uji keterulangan dinilai
berdasarkan nilai koefisien variasi (CV) dari 5 kali replikasi amplifikasi DNA
hasil isolasi sampel yang sama pada daging babi dan daging celeng konsentrasi
50 ng/�L. Syarat keberterimaan repeatabilitas untuk metode real-time PCR yaitu RSD <25% (Luque-Perez et al., 2013).
Analisis pada sampel pasaran menggunakan 4 sosis sapi yang diambil secara acak
dari berbagai supermarket yang ada di D.I Yogyakarta.
Hasil
dan Pembahasan
Upaya menjamin kehalalan dari suatu produk yang
beredar khususnya makanan berbahan dasar daging perlu perhatian khusus dari pemerintah maupun instansi terkait untuk menjamin keamanan dan
kehalalan produk yang berlabel halal karena maraknya produk berlebel halal
palsu.
Sejalan
dengan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang
jaminan
produk halal yang menyatakan bahwa seluruh produk yang beredar
dan
diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal, pada penelitian ini dilakukan identifikasi DNA babi maupun celeng dalam
produk sosis
dengan menggunakan primer
babi
forward 5�- GATGCCCTAAAACTATTCACC-3� dan primer reverse yaitu 5�-
TAGTGCTAGGGATAAGGCTAGG-3�
A.
Isolasi
DNA pada berbagai spesies
Hasil isolat DNA dilakukan
pengujian secara kualitatif untuk mendeteksi adanya DNA dengan melarutkan gel
agarosa dalam larutan buffer TBE untuk menjaga kesetimbangan pH
saat migrasi fragmen DNA berlangsung, karena perubahan pH dapat mendenaturasi
struktur DNA sehingga mengubah elektromobilitas DNA (Badrut MH, 2012). DNA
molekul bermuatan negatif sehingga jika diberikan medan listrik pada kedua
ujung gel maka DNA yang bermuatan negative akan bergerak dari kutub negative
(katoda) menuju kutub positif (anoda) (Sismindari, 2012).
Hasil elektroforesis el agarosa isolate DNA seperti yang ditunjukkan pada
gambar 1 terlihat adanya pita DNA yang diikuti smear pada hasil elektroforesis
gel agarose. Pita DNA yang paling terang dan tebal pada sampel ayam yang
menunjukkan bahwa pada isolate DNA ayam memiliki konsentrasi yang tinggi
diantara isolate DNA yang lainnya.
S C B A K DNA Smear
Hasil
Elektroforesis Gel Agarose Isolate Berbagai
Spesies
(sapi, celeng, babi, ayam, kambing)
Pengujian secara kuantitatif dengan
pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA yang ditunjukkan pada tabel 1
menunjukkan nilai konsentrasi dan kemurnian isolat DNA yang berbeda, pada
sampel isolate DNA sapi, babi, dan celeng memiliki kemurnian DNA 1,9. Isolat
DNA ayam dan babi memiliki kemurnian >2, hal ini menandakan bahwa adanya
kontaminan RNA karena RNA juga menyerap pada panjang gelombang 260 nm sehingga
serapan DNA berkurang (Maftuchah, Winaya, A., dan Zainuddin, 2014);
(Mar�n, Castillo, L�pez-Lavalle, Chalarca, & P�rez, 2021).
Tabel 1
Hasil Kemurnian Isolat
DNA Berbagai Spesies
�������������������������������������������������������������������������������������
Indeks Kemurnian No.������� Jenis Daging��������������������������� ng/�l��������������������� (A260/A280)������������������������� ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ |
|
1 2 3 �� 4 5 |
Sapi������������������������������������������
46.64�����������������������������
1.97 Celeng��������������������������������������
58.26�����������������������������
1.91 Babi������������������������������������������
71.24�����������������������������
1.96 Ayam��������������������������������������
118.21�����������������������������
2.04 Kambing�����������������������������������
57.09�����������������������������
2.09 |
B.
Optimasi
suhu penempelan primer
Berdasarkan Tm primer hasil BLAST yaitu primer forward 54,33oC
dan primer reverse 57,95oC. Suhu
penempelan primer biasanya berada dibawah 5oC suhu Tm diperoleh
perkiraan suhu optimum 56oC, sehingga dilakukan running real
time-PCR untuk optimasi suhu penempelan primer
diuji pada 5 suhu yang berbeda dengan menggunakan range 8 yaitu 53,35oC;
54,4oC; 56oC; 57,9oC & 59,5oC.
Optimasi suhu dilakukan untuk
mengetahui suhu penempelan optimum dari primer yang dapat mengamplifikasi
target, pemilihan suhu berdasarkan jumlah respon fluoresensi (RFU) yang tinggi
dan jumlah siklus yang kecil. Hasil running real time PCR
menunjukkan data melt peak pada 5 suhu yang mewakili sebagai suhu uji
coba. Kurva yang memberikan jumlah respon fluoresensi (RFU) tertinggi pada suhu
54,4oC dan pada melt peak denaturasinya mempunyai puncak
tertinggi berarti pada suhu tersebut jumlah amplikon yang terbentuk paling
banyak (gambar 2). Sehingga suhu 54,4oC yang dipilih sebagai suhu
optimum untuk penempelan primer.
54,4oC 59,5oC 56oC 57,9oC 53,3oC
Melt Peak Hasil Optimasi Suhu Penempelan Primer Babi Pada DNA Babi 25
Siklus, Menggunakan Real Time PCR
C. Uji
spesifitas primer
Pada uji spesifitas primer digunakan suhu dari
hasil optimasi sebelumnya yaitu suhu 54,4oC menguji spesifitas
primer babi terhadap spesies target DNA babi dan 4 spesies DNA non target yaitu celeng,
kambing, ayam dan sapi yang digunakan untuk memastikan bahwa primer tersebut
hanya spesifik terhadap DNA babi.
Babi Celeng NTC, Kambing, Ayam, Sapi
Gambar 3
Hasil Amplifikasi
Spesifitas Primer Babi Terhadap DNA Celeng, Babi, Ayam, Sapi��� dan Kambing 25 Siklus Menggunakan Real
Time-PCR
Berdasarkan hasil amplifikasi
seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 primer yang digunakan mampu
mengamplifikasi DNA babi pada siklus 15,72, selain DNA babi ternyata juga mampu
memberikan respon amplifikasi terhadap DNA celeng yang memberikan hasil
amplifikasi di siklus 19,70 seperti terlihat pada gambar 3. Meskipun primer
babi yang digunakan ini tidak hanya spesifik terhadap DNA babi namun juga
spesifik terhadap DNA celeng, hal ini menjadi suatu keuntungan terhadap
analisis non halal karena primer tersebut mampu mendeteksi adanya DNA babi
maupun DNA celeng pada produk yang akan dianalisis untuk menjamin kehalalannya.
D. Uji batas deteksi
Uji efisiensi dan batas deteksi
absolut dilakukan pada rangkaian pengenceran 10 kali lipat dengan lima seri
kadar konsentrasi isolat DNA daging babi dan daging celeng yaitu 50 ng; 5 ng;
0,5 ng, 0,05 ng; 0,005 ng dan 0,0005 ng. Batas deteksi relatif merupakan
kemampuan untuk mengenali rasio terendah spesies target dalam campuran daging,
dan batas deteksi absolut yaitu kemampuan untuk mengenali jumlah template
terendah dari spesies target (Li, Li, Liu, Wei, & Wang, 2021).
DNA
Babi (ng/�L)
Gambar
4
Hasil Amplifikasi Seri
Pengenceran DNA Jaringan Segar Babi dengan Real Time-PCR. Konsentrasi DNA Babi
50; 5; 0,5; 0,05; 0,005 dan 0,0005 ng/�l
Hasil amplifikasi dari lima seri
pengenceran DNA babi ditampilkan pada gambar 5 menunjukkan bahwa empat seri
pengenceran DNA babi dapat teramplifikasi yaitu 50 ng, 5 ng, 0,5 ng dan 0,05 ng
pada nilai Cq berturut-turut yaitu 15,58; 17,35; 20,56 dan 24,89 sedangkan pada
pengenceran 0,005 ng dan 0,0005 ng sudah tidak dapat teramplifikasi dengan
menggunakan 25 siklus pada real time � PCR. Dapat dikatakan batas
deteksi absolut pada DNA babi yaitu 0,05 ng/�L.
Gambar 5
Kurva Baku Seri Pengenceran DNA Jaringan Segar Babi Real Time-PCR.
Konsentrasi DNA Babi 50; 5; 0,5; 0,05; 0,005 Dan 0,0005 Ng/�l
Kurva standar memberikan informasi
mengenai seberapa baik kinerja reaksi dengan berbagai parameter reaksi yaitu
efisiensi, R2 dan slope. Berdasarkan hasil amplifikasi dari lima
seri pengencaran DNA babi, dibuat kurva baku yang di tampilkan pada gambar 5.
Pada kurva baku DNA babi diperoleh nilai E = 109,5%, R2 = 0,967 dan
slope=-3,114. Nilai E yang dihasilkan memiliki nilai efisiensi yang baik antara
90%-110% yang sesuai dengan nila slope yaitu antara -3,58 dan -3,10 (Tan et al., 2020).
Untuk nilai R2 yang diperoleh tidak memenuhi nilai keberterimaan
yaitu R2>0,980. R2 dari kurva baku untuk melihat
seberapa baik data penelitian mengikuti garis regresi, linearitas memberikan
perubahan pengukuran replikasi dan melihat apakah efisiensi amplifikasi tetap
sama atau tidak (Anonim, 2010);
(Bio‐Rad, 2006);
(Luque-Perez et al., 2013).
Sensitivitas uji PCR bergantung pada kualitas DNA karena adanya inhibitor PCR
seperti lemak, glikogen, polisakarida dan mineral yang dapat mengganggu hasil
PCR (Tan et al., 2020).
Uji batas deteksi juga
dilakukan pada DNA jaringan segar celeng dengan menggunakan seri pengenceran
yang sama. Hasil amplifikasi di tampilkan pada gambar 7, menunjukkan empat konsentrasi yaitu 50, 5, 0,5 dan 0,05 ng/�L yang teramplifikasi dengan nilai Cq yang diperoleh
berturut-turut yaitu 14,69; 18,29; 21,46 dan 24,37 sedangkan pada konsentrasi
0,005 ng dan 0,0005 ng tidak teramplifikasi sehingga batas deteksi absolut pada
DNA jaringan segar celeng yaitu 0,5 ng/�L.�
DNA Celeng (ng/�L) ��������������� 50 5 0,5 0,05 0,005 0,0005
Gambar
6
Hasil Amplifikasi Seri
Pengenceran DNA Jaringan Segar Celeng�
Dengan Real� Time-PCR. Konsentrasi
DNA Celeng 50; 5; 0,5; 0,05; Dan 0,005 Ng/�l
Berdasarkan hasil
amplifikasi seri pengenceran pada DNA jaringan segar celeng diperoleh kurva
baku (gambar 7) untuk melihat efisiensi dan linearitas dari hasil metode
real time � PCR yang digunakan. Diperoleh nilai
efisiensi = 99,1%, R2 = 0,999 dan slope = -3,344, Nilai efisiensi
yang diperoleh memberika hasil yang baik dimana reaksi yang baik harus memiliki
efisiensi antara 90%-110% dan nilai R2 pada kurva baku menunjukkan
seberapa baik data eksperimental mengikuti garis regresi dan nilai R2
yang baik yaitu >0,980 0000.
Kurva Baku Seri Pengenceran
DNA Jaringan Segar Celeng� Real Time-PCR.
Konsentrasi DNA Celeng 50; 5; 0,5; 0,05;�
0,005 Dan 0,005 Ng/�l
Pengujian batas deteksi relatif
dilakukan untuk mengenali rasio terendah spesies target dalam campuran daging,
konsentrasi daging babi maupun daging celeng yang di tambahkan pada daging sapi
dimaksudkan dengan meniru kemungkinan penambahan babi ataupun adanya
kontaminasi silang (skouridou 2019), pada sampel sosis celeng
konsentrasi 1% masih dapat terdeteksi dengan baik (gambar 8) pada penelitian
ini, pada sampel sosi babi konsentrasi 5% masih dapat terdeteksi sedangkan pada
konsentrasi 1% sudah tidak dapat terdeteksi menggunakan 25 siklus (gambar 9).
Tidak terdeteksinya pada konsentrasi 1% mungkin disebabkan kurang homogen pada
saat pencampuran daging pada pembuatan sosis, ataupun adanya kemungkinan
konsentrasi 1% dapat terdeteksi dengan baik apabila menggunakan siklus real
time-PCR yang lebih banyak (>25 siklus). Sensitivitas 1% campuran daging
babi ditunjukkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya (Anonim, 2010);
(Bio‐Rad, 2006);
(Luque-Perez et al., 2013).
�
Hasil Amplifikasi Seri
Pengenceran DNA Sosis Refrensi Celeng�
Dengan Real Time-PCR. Konsentrasi DNA Sosis Celeng Referensi 100%, 50%,
25%, 10%, 5% Dan 1%
Hasil Amplifikasi Seri
Pengenceran DNA Sosis Refrensi Babi Dengan Real Time-PCR. Konsentrasi DNA Sosis
Babi Referensi 100%, 50%, 25%, 10%, 5% Dan 1%
E.
Uji Keterulangan
Uji keterulangan atau presisi
melihat kedekatan antar hasil pengukuran Ketika suatu metode analisis dilakukan
secara berulang terhadap sampel yang homogen dalam waktu yang berbeda, presisi
dinyatakan sebagai RSD dalam persen. Metode yang digunakan akan dikatakan valid
jika presisinya masuk. Presisi dihitung berdasarkan dari nilai RSDr
(Relative repeatability standard deviation) < 25%.
Dari nilai Cq amplifikasi DNA babi
diperoleh masing-masing nilai SD (standar deviasi) rata-rata 0,557 dan DNA
celeng 0,500 dan nilai rata-rata RSDr (relative repeatability
standar deviation) DNA babi yaitu sebesar 4,210%, DNA celeng 3,611%.
Berdasarkan nilai RSDr yang diperoleh bahwa metode analisis yang
digunakan untuk mendeteksi DNA babi dan DNA celeng memenuhi persyaratan
validasi PCR yaitu <25% (Anonim, 2010);
(Luque-Perez et al., 2013).
Pengujian validasi yang dilakukan
pada DNA babi dan DNA celeng tidak semua memberikan hasil efisiensi dan
koefisien determinasi yang baik sehingga data yang diperoleh dari persamaan
regresi menunjukkan hasil yang kurang optimal untuk validasi analisis secara
kuantitatif dengan metode real time PCR.
Uji untuk mendeteksi adanya DNA
babi atau tidak digunakan 4 sosis berlabel halal yang diperoleh dari beberapa
supermarket yang ada di Yogyakarta sebagai sampel.
NTC,
Sampel
pasaran Kontrol positif
Hasil amplifikasi sampel
isolate DNA sosis pasaran dengan real time PCR
Identifikasi DNA babi maupun celeng
pada sampel sosis sapi pasaran menggunakan primer spesifik babi tidak
memberikan hasil amplifikasi pada semua sampel dan NTC (not template control)
seperti yang terlihat pada gambar 10 berarti ke empat sampel sosis pasaran tersebut
tidak mengandung DNA babi.
Kesimpulan
Primer babi yang digunakan yaitu forward 5�-
GATGCCCTAAAACTATTCACC-3� dan primer reverse 5�-TAGTGCTAGGGATAAGGCTAGG-3� belum
dapat membedakan secara spesifik antara DNA babi (Sus scrofa domestica)
dan DNA celeng (Sus barbatus) dengan menggunakan metode real time PCR.
Secara kualitatif primer babi dapat digunakan untuk mendeteksi adanya DNA babi
atau celeng sedangkan secara kuantitatif metode real time PCR yang
digunakan untuk mendeteksi DNA babi (Sus scrofa domestica) maupun DNA
celeng (Sus babrbatus) belum memenuhi persyaratan validasi.
Aida, Azrina A., Man, Y. B. Che, Wong, CMVL, Raha, A. R.,
& Son, R. (2005). Analysis of raw meats and fats of pigs using polymerase
chain reaction for Halal authentication. Meat Science, 69(1),
47�52. Google Scholar
Aina, Ganea Qorry,
Erwanto, Yuny, Motalib Hossain, Mohd Rafie Johan, Ali, Md Eaqub, & Rohman,
Abdul. (2019). The employment of q-PCR using specific primer targeting on
mitochondrial cytochrome-b gene for identification of wild boar meat in
meatball samples. Journal of Advanced Veterinary and Animal Research, 6(3),
300. Google Scholar
Anonim. (2010).
Guidlines On Performance Criteria and Validation of Methods for Detection,
Identification and Qantification of Spesific DNA Sequences and Spesicifc
Proteins In Foods. CAC/GL, 74, 1�22.
Badrut MH, T. (2012). Pengertian
dan Cara Kerja Elektroforesis. Retrieved from
https://generasibiologi.com/2012/08/elektroforesis.html
Bio‐Rad, L.
(2006). Real-time PCR applications guide. Hercules: Bio-Rad Laboratories Inc,
41. Google Scholar
Cahyaningsari, Diyan,
Latif, Hadri, & Sudarnika, Etih. (2019). Identifikasi Penambahan Daging
Babi pada Pangan Berbahan Dasar Daging Sapi Menggunakan ELISA dan qPCR. Acta
VETERINARIA Indonesiana, 7(2), 17�25. Google Scholar
Guntarti, Any, Rohman,
Abdul, Martono, Sudibyo, & Yuswanto, Agustinus. (2017). Authentication of
wild boar meat in meatball formulation using differential scanning calorimetry
and chemometrics. Journal of Food and Pharmaceutical Sciences, 5(1),
8�12. Google Scholar
Gusti. (2014). Pengawasan
Peredaran Daging Babi sebagai Hasil Olahan Bahan Pangan Asal Hewan di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Positif Mengandung Babi, Pemalsuan Daging di DIY Kurang
Diawasi, . Yogyakarta.
Hikmah, N. (2019). Validasi
Metode Real Time PCR dan Analisis Sekuensing Untuk Deteksi DNA Babi (Sus scrofa
domesticus) dan Celeng (Sus scrofa) Pada Sosis Ayam. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Li, Jinchun, Li,
Jiapeng, Liu, Ruixi, Wei, Yixuan, & Wang, Shouwei. (2021). Identification
of eleven meat species in foodstuff by a hexaplex real-time PCR with melting
curve analysis. Food Control, 121, 107599. Google Scholar
Luque-Perez,
Encarnaci�n, Mazzara, Marco, Weber, Thomas P., Foti, Nicoletta, Grazioli,
Emanuele, Munaro, Barbara, Pinski, Gregor, Bellocchi, Gianni, Van den Eede,
Guy, & Savini, Cristian. (2013). Testing the robustness of validated
methods for quantitative detection of GMOs across qPCR instruments. Food
Analytical Methods, 6(2), 343�360. Google Scholar
Maftuchah, Winaya, A.,
dan Zainuddin, A. (2014). Teknik Dasar Analaisis Biologi Molekuler, 1st ed,
1. Yogyakarta: Deepublish.
Mar�n, Diana Victoria,
Castillo, Diana Katherine, L�pez-Lavalle, Luis Augusto Becerra, Chalarca, Jairo
Rodr�guez, & P�rez, Cristo Rafael. (2021). An optimized high-quality DNA
isolation protocol for spodoptera frugiperda JE smith (Lepidoptera: Noctuidae).
MethodsX, 8, 101255. Google Scholar
Maryam, St, Sismindari,
Raharjo, Tri Joko, Sudjadi, & Rohman, Abdul. (2016). Determination of
porcine contamination in laboratory prepared dendeng using mitochondrial
D-Loop686 and cyt b gene primers by real time polymerase chain reaction. International
Journal of Food Properties, 19(1), 187�195. Google Scholar
Mutalib, Sahilah Abd,
Nazri, Wan Sakeenah Wan, Shahimi, Safiyyah, Yaakob, Norhayati, Sani, Norrakiah
Abdullah, Abdullah, Aminah, Babji, Abdul Salam, & Ghani, Maaruf Abd.
(2012). Comparison between pork and wild boar meat (Sus scrofa) by polymerase
chain reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). Sains
Malaysiana, 41(2), 199�204. Google Scholar
Nakyinsige, Khadijah,
Man, Yaakob Bin Che, & Sazili, Awis Qurni. (2012). Halal authenticity
issues in meat and meat products. Meat Science, 91(3), 207�214. Google Scholar
Orbayinah, Salmah,
Widada, Hari, Hermawan, Adam, Sudjadi, Sismindari, & Rohman, Abdul. (2019).
Application of real-time polymerase chain reaction using species specific
primer targeting on mitochondrial cytochrome-b gene for analysis of pork in
meatball products. Journal of Advanced Veterinary and Animal Research, 6(2),
260. Google Scholar
Palandeng, Feriana C.,
Mandey, Lucia C., & Lumoindong, Frans. (2016). Karakteristik fisiko-kimia
dan sensori sosis ayam petelur afkir yang difortifikasi dengan pasta dari
wortel (Daucus carota L). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan, 4(2),
19�28. Google Scholar
Priyanka, Vallery
Athalia. (2017). Deteksi Cemaran Daging Babi Pada Produk Sosis Sapi di Kota
Yogyakarta Dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta: Universitas
Atmajaya, 4, 9�15. Google Scholar
Raharjo, T. J., &
Rohman, A. (2016). Analysis of pork contamination in Abon using mitochondrial
D-Loop22 primers using real time polymerase chain reaction method. International
Food Research Journal, 23(1), 370. Google Scholar
Rohman, A., Erwanto,
Y., & Man, Yaakob B. Che. (2011). Analysis of pork adulteration in beef
meatball using Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy. Meat Science,
88(1), 91�95. Google Scholar
Septiani, Triayu.
(2019). Detection of Porcine DNA in Processed Beef Products Using Real
Time�Polymerase Chain Reaction. Indonesian Journal of Halal Research (IJHAR),
1(2), 31�34. Google Scholar
Sismindari. (2012). Replikasi
DNA Dan Mutasi, 1st ed, Seri Biologi Molekuler Farmasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Tan, Lee Lee, Ahmed,
Siti Aminah, Ng, Siew Kit, Citartan, Marimuthu, Raabe, Carsten A.,
Rozhdestvensky, Timofey S., & Tang, Thean Hock. (2020). Rapid detection of
porcine DNA in processed food samples using a streamlined DNA extraction method
combined with the SYBR Green real-time PCR assay. Food Chemistry, 309,
125654. Google Scholar
Copyright
holder: Mariyani
(2021) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |