Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, No.
8, Agustus 2021
ANALISIS
STRUKTURAL GENETIK PADA NOVEL ORANG-ORANG
BIASA KARYA ANDREA HIRATA
Maharani
Katarina Shinta
Magister Kajian Sastra dan Budaya, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
Email: maharani.katarina.inta-2019@fib.unair.ac.id
Abstrak
Fakta
sosial juga dapat ditemukan di dalam karya sastra. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui secara struktur novel Orang-orang
Biasa karya Andrea Hirata, tidak hanya dari unsur intrinsik dan ekstrinsik,
namun juga fakta dan kelas sosial yang diangkat dalam novel. Selain itu,
penelitian ini juga memberikan fokus pada subjek kolektif dan pandangan dunia
pengarang di dalam karya tersebut. Penelitian ini menggunakan metode
desktriptif kualitatif dengan teori strukturalisme genetik Lucien Goldmann
sebagai pisau analisis. Analisis struktural genetik adalah penelitian yang
memfokuskan secara struktur pada asal-usul suatu karya sastra. Hasil penelitian
ini adalah fakta yang mengangkat penindasan dari yang kuat terhadap yang lemah.
Subjek kolektif yang mendominasi karya sastra ini adalah masyarakat kelas bawah
yang penuh pergolakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu,
penelitian ini menemukan pandangan dunia pengarang, yakni Andrea Hirata yang
menentang kapitalisasi pendidikan. Pendidikan tinggi tidak seharusnya hanya
dinikmati oleh kelompok tertentu, dan negara wajib hadir serta memenuhi hak
belajar siapapun dan dari kelas sosial manapun.�
Kata Kunci:
strukturalisme genetik, Lucien Goldmann, fakta sosial, subjek kolektif,
pandangan dunia
Abstract
Social facts can also be found in literary works. This study aims to determine the structure of the novel Orang-Orang Biasa by Andrea Hirata, not only from the intrinsic and extrinsic elements, but also the facts and social class raised in the novel. In addition, this research also focuses on the collective subject and worldview of the author in the literary work. This study uses a qualitative descriptive method with Lucien Goldmann's theory of genetic structuralism as an analytical tool. Structural genetic analysis is a research that focuses structurally on the origin of a literary work. The results of this study are facts that raise the oppression of the strong against the weak. The collective subject that dominates this literary work is the lower class society which is full of turmoil in living their daily lives. In addition, this study finds the author's world view, namely Andrea Hirata, which opposes the capitalization of education. Higher education should not only be enjoyed by certain groups, and the state must be present and fulfill the learning rights of anyone and from any social class.
Keywords: genetic structuralism, Lucien Goldmann, social
fact, collective subject, worldview
Pendahuluan
Kajian sosiologi sastra
muncul ketika perspektif strukturalisme dianggap terlalu kuno dan involusi
dalam mengkaji karya-karya sastra. Para ahli sosiologi sastra berpendapat bahwa
teks sastra adalah cerminan dari masyarakat, maka sudah seharusnya dikembalikan
pada masyarakat. Alasannya adalah pengarang sebuah karya sastra, pencerita
karya sastra, ataupun pemikmat sastra adalah bagian dari anggota masyarakat (Utami, 2013).
Membaca sebuah karya
sastra sama dengan membaca karangan ilmu sosial. Unsur-unsur karya sastra
seperti tokoh, karakter, maupun jalannya cerita merupakan hal-hal yang sering
terjadi di dunia nyata (Wicaksono, 2017).
Bahkan sebuah karya sastra dapat sekali mengandung alat propaganda yang merubah
sistem atau cara hidup masyarakat. Karya sastra bisa disebut sebagai suatu alat
untuk mempengaruhi masyarakat dan berdampak pada hidup masyarakat (Rahmi, Chaesar, & Kusyani, 2016).
Salah satu contoh pada novel laskar pelangi karya Andrea Hirata, sejak novel
itu meledak, masyarakat pulau Belitong pun mendapatkan suatu pengaruh sehingga pulau
tersebut menjadi tujuan wisata yang diminati hingga saat ini. Latar tempat
dimana tokoh utama dalam novel tersebut bermain bersama teman-temannya begitu
membekas di pikiran pembaca sehingga tempat tersebut menjadi salah satu tujuan
wisata yang paling sering dikunjungi.
Hubungan karya sastra
dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas
merupakan hubungan yang hakiki (Putra, 2012).
Karya sastra memiliki tugas penting, baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor
pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan (Ratna, 2019).
Bahkan, karya sastra juga bisa digunakan sebagai alat untuk melihat bagaimana sistem
sosial pada suatu periode. Ada tiga macam model analisis yang dapat dilakukan
pada suatu karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat (Ratna, 2019).
1. Menganalisis
masalah sosial dalam karya sastra dan menghubungkannya dengan kenyataan yang
pernah terjadi.
2. Menganalisis
masalah sosial dalam karya sastra dan menemukan hubungan antarstruktur, dengan
model hubungan yang bersifat dialektika.
3. Menganalisis
karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh
disiplin tertentu.
Lucien Goldmann adalah
salah satu filsuf yang mempelajari bagaimana terdapat suatu hubungan dialektika
antara karya sastra dengan masyarakat. Menurut Goldmann, tidak cukup hanya
menemukan struktur dalam sebuah karya, namun juga makna dari struktur. Dalam
sastra, terdapat tiga tingkah laku manusia, yakni 1) manusia cenderung
mengadaptasi lingkungan sosialnya, watak dan perilakunya berkaitan satu sama
lain; 2) manusia cenderung berhubungan dalam proses global dalam masyarakat; 3)
watak dan perilaku manusia cenderung berubah dari waktu ke waktu (Faruk, 2013).
Karena sebuah karya tidak akan muncul dari sebuah kekosongan budaya, dan
struktur tidak akan ada tanpa arti. �Harus
terdapat suatu penyeimbang antara karya sastra dengan sesuatu di luarnya. Teori
Goldmann disebut dengan teori strukturalisme genetik. Teori ini tidak serta
merta menghubungkan karya dengan struktur sosial yang menghasilkan, melainkan
mengaitkannya dahulu dengan kelas sosial dominan (Ratna, 2019).
Teori strukturalisme
genetik memberikan fokus pada asal-usul sebuah karya secara struktur (Ahmadi & Kartiwi, 2020).
Selain memperhatikan unsur intrinsik dan ekstrinsik, teori ini juga
memperhatikan kelas-kelas sosial, fakta sosial, subjek transindividual, dan
pandangan dunia dalam suatu karya. Kelas-kelas sosial yang dimaksud dalam teori
ini adalah kolektivitas yang menciptakan gaya hidup tertentu, dengan struktur
yang ketat dan koheren (Ratna, 2019).
Alasannya, kelas sudah pasti sangat berpengaruh terhadap makna, bentuk, dan
seni dari sebuah karya. Kelas sosial di sini bermanfaat sebagai batasan
penelitian untuk pengarang. Jadi pemahaman mengenai kelas di sini berbeda
dengan marxisme yang sering didefinisikan dengan pertentangan dan eksploitasi.
Apabila dianalisis dari
sudut pandang sosiologi, pengarang menghasilkan karya berdasarkan kelasnya,
bukan dari sisi komitmen, namun pada sisi ketertarikan atas suatu objek. Dalam
sisi inilah teori ini mendapat pengaruh dari marxis dimana karya merupakan
wakil dari suatu kelas sosial dalam menyampaikan aspirasi kelompoknya. Sejajar
dengan masalah kelas sosial, teori Goldmann ini juga menyoroti konsep
transindividual, yakni pemikiran individu namun membawa struktur mental atas
kelompok tertentu. Masalah ini penting karena pemikiran kelompok yang dibawa
individu atas karyanya inilah yang menjadi energi dalam membangun pandangan
dunia. Pandangan dunia dalam teori strukturalisme genetik dianggap sebagai
keberhasilan atas suatu karya. Kelas sosial, makna atas struktur, dan
transindividual menghasilkan suatu pemahaman atas suatu pandangan dunia
kelompok tertentu yang mencerminkan minat suatu kelompok masyarakat, sistem
ideologi, dan perilaku sehari-hari. Maka bisa dikatakan bahwa visi dari
strukturalisme genetik adalah untuk menunjukan kecenderungan atas kelas sosial
tertentu.
Terdapat banyak sekali
karya besar yang mampu menggerakan begitu banyak orang dalam khasanah sastra
Indonesia. Salah satu sastrawan yang mumpuni dalam memasukan ideologi dan
pandangannya serta menuliskannya dalam bentuk yang berbeda dengan pasar buku
yang telah terbentuk di Indonesia adalah Andrea Hirata. Seperti novel-novel
yang ia tuliskan sebelumnya, Andrea Hirata sering mengangkat cerita-cerita
masyarakat marginal yang selama ini luput dari publikasi secara politis ataupun
akademis. Andrea Hirata mengangkatnnya dalam dunia sastra. Dalam novel-novel sebelumnya,
Andrea Hirata memfokuskan tulisannya pada bagaimana anak-anak miskin dari
negeri yang kaya mampu merobohkan kapitalisasi pendidikan dengan kecerdasan dan
semangat belajar, seperti yang tertulis dalam tetralogi Laskar Pelangi. Namun, dalam novel Orang-Orang Biasa yang menjadi objek penelitian ini, Andrea Hirata
menuliskan secara berbeda. Berbanding terbalik dengan novel sebelumnya, dalam
novel Orang-Orang Biasa, Andrea Hirata
mengungkap bahwa tidaklah mudah merobohkan tembok kapitalisme dalam dunia pendidikan.
Bahkan, orang-orang kecil yang selama ini terdiam dalam suatu kebudayaan bisu
harus menjadi perampok agar anak mereka bisa melanjutkan sekolah. Andrea Hirata
yang berasal dari kelas sosial yang selama ini dianggap marginal, menggambarkan
bahwa terdapat suatu cacat besar dalam sistem pendidikan Indonesia. Dimana
pendidikan telah menjadi konsumsi golongan tertentu.
Negara Indonesia
menjamin pendidikan warga negaranya, diantaranya tertuang dalam undang-undang
no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 12 dan pasal 60, yaitu:
1) Pasal 12: �Setiap orang berhak
atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan,
mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia
yang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia dan
sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia�. 2) Pasal 60: �Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya.
Namun pada prakteknya,
tidak semua warga negara atau anak Indonesia dapat mengambil �hak� memperoleh
pendidikan itu. Banyak faktor yang menghalangi seperti keterbatasan ekonomi
atau lokasi sekolah yang tidak terjangkau. Indonesia adalah negara yang sangat besar
dan terdiri dari pulau-pulau kecil yang tidak jarang luput dari perhatian
pemerintah pusat bahkan pemerintah provinsi. Pendidikan wajib yang dijamin
pemerintah pun tidak dapat dinikmati oleh banyak anak-anak Indonesia karena
orangtua mereka tidak berkemampuan untuk membayar biaya pendidikan dan terlalu
sibuk untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih primitif. Sehingga hanya kelas
sosial tertentu yang dapat menikmati sekolah. Hal serupa yang berusaha diangkat
dalam novel Orang-Orang Biasa karya
Andrea Hirata ini. Pasal 60 yang menjanjikan hal pendidikan berdasarkan tingkat
kecerdasan anak hanyalah berbunyi secara tekstual saja. Seperti yang diangkat
dalam novel Orang-Orang Biasa ini,
orang-orang dari kalangan bawah harus melakukan perampokan bank hanya karena
seorang anak tidak dapat membayar biaya masuk fakultas kedokteran universitas
negeri. Dalam novel ini terdapat kritik terhadap negara yang abai pada generasi
cerdas bangsa dan tak mampu melindungi mereka dari tembok kapitalisasi
pendidikan.
Novel Orang-Orang Biasa ditulis oleh Andrea
Hirata secara sengaja untuk mengkritisi pemerintah bahwa pendidikan yang
seharusnya adalah hak setiap warga negara masih menjadi sebuah imajinasi bagi
banyak orang. Cerdas dan lulus tes masuk perguruan tinggi negeri belum tentu
bisa serta merta merasakan kenikmatan belajar. Tanpa adanya biaya, pendidikan
tinggi hanyalah cita-cita yang tidak akan tercapai bagi kaum marginal. Berdasarkan
paparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis fakta-fakta
sosial dan subjek kolektif yang terkandung dalam novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata, (2) menganalisis pandangan
dunia pengarang yakni Andrea Hirata dalam novel Orang-Orang Biasa. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui fakta-fakta sosial dan subjek kolektif dalam novel yang dipilih
sebagai objek penelitian, dan pesan-pesan yang ingin disampaikan penulis dalam
karyanya. Penelitian ini penting dilakukan agar masyarakat lebih mengetahui
penindasan dalam bidang pendidikan terhadap kaum marginal.
Penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini adalah �Paradigma Pendidikan Kaum Marginal
Andrea Hirata dalam Karya-Karyanya (Kajian Strukturalisme Genetik)� oleh (Sutri, 2014),
�Analisis Struktural Genetik Novel Akulah
Istri Teroris Karya Abidah El Khalieqy oleh (Wigati & Widowati, 2017),
�Realitas Sosial dalam novel Laut
Bercerita Karya Leila S. Chudori: Analisis Strukturalisme Genetik� oleh (Sembada & Andalas, 2019),
dan Analisis Strukturalisme Genetik Novel Bulan
Lebam di Tepian Toba Karya Sihar Ramses Simatupang oleh (Sigalingging, 2020).
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif (Creswell & Creswell, 2017).
Sumber data yang dipakai adalah novel berjudul Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata. Teori yang digunakan adalah
teori strukturalisme genetik yang dimanfaatkan untuk menganalisis data yang
diambil dalam kalimat dan paragraf yang berisikan informasi mengenai fakta
sosial dalam cerita, subjek kolektif, dan pandangan dunia dalam novel Orang-Orang Biasa. Selain itu,
penelitian ini juga menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik berupa tokoh
dan penokohan, alur beserta tahapan-tahapannya, dan latar dalam cerita yang
meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Hasil
dan Pembahasan
1.
Struktur
Novel Orang-Orang Biasa
Novel Orang-Orang
Biasa karya Andrea Hirata adalah sebuah novel yang menceritakan tentang
sepuluh orang yang selalu kalah dalam hidupnya. Menjalani keseharian yang
biasa, latar belakang ekonomi yang biasa, serta pekerjaan yang tidak ada
istimewanya. Titik balik dalam hidup mereka adalah ketika salah satu teman
mereka memiliki putri yang lulus tes masuk fakultas kedokteran di salah satu
perguruan tinggi negeri, namun tidak bisa melanjutkan mimpinya karena tak mampu
membayar biayanya. Saat itulah, mereka bersepakat untuk merampok bank agar sang
putri dapat melanjutkan pendidikannya. Tokoh dan penokohan dalam novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata
adalah sebagai berikut. 1) Tokoh utama: a) Dinah, dengan penokohan seorang
pedagang mainan anak-anak kaki lima yang naif, tegar, jujur dan ditinggal wafat
oleh suaminya. Namun, tiba-tiba ia kehilangan ketegarannya ketika putrinya
gagal melanjutkan belajar di fakultas kedokteran karena tidak mampu membayar
biayanya. b) Debut Awaludin, cerdas, idealis, berjiwa pemimpin. Ia memiliki
kios buku di pasar dan merupakan otak dari rencana perampokan bank. c) Handai,
seorang penghayal dan suka berandai-andai. Ia bekerja sebagai motivator. d)
Tohirin, sangat bodoh hingga dua kali tidak naik kelas. Bekerja sebagai kuli
panggul pasar. e) Honorun, seorang guru honorer dengan banyak anak. f) Sobri,
memiliki suara yang sangat buruk. Bekerja sebagai sopir truk septik. g) Rusip,
sangat jorok semasa sekolah, namun memiliki usaha cleaning service saat dewasa. h) Nihe dan Junilah, selalu bersama
kemanapun mereka pergi dan suka sekali berdandan. i) Salud, memiliki wajah yang
sangat aneh sehingga selalu menjadi korban perundungan. 2) Tokoh tambahan: a)
Inspektur Abdul Rojali dan Sersan P. Arbi, memiliki penokohan sebagai polisi
yang ditugaskan di daerah terpencil yang minim kriminalitas, namun sangat menantikan
datangnya suatu kejahatan besar sehingga mereka bisa menunjukan kemampuan
mereka. b) Trio Bastardin yang terdiri dari Bastardin, Jamin, dan Tarib serta
Duo Boron yang terdiri dari Boron dan Bandar, yang merupakan tokoh pembuli dan
kombinasi berbahaya semenjak sekolah, hingga saat dewasa mereka terlibat bisnis
pencucian uang dan penyelundupan. Berikut beberapa kutipan narasi dari novel Orang-Orang Biasa mengenai tokoh dan
penokohan.
a.
Tak ada ombak tak ada angin, Debut
Awaludin menghadap wali kelas dan minta diipindahkan tempat duduknya ke
belakang. Alasannya: dia benci akan perlakuan sekolah, trio Bastardin dan duo
Boron pada Sembilan anak pecundang itu, terutama pada kebrutalan Bastardin dan
Boron yang suka menindas Salud. Tak terima Debut melihat ketidakadilan di muka
bumi ini. Mohon maklum, kawan, Debut itu orangnya memang idealis, mungkin
karena dia anak seorang montir sepeda (Hirata, 2019).
b.
Biang pembuli di sekolah itu ada dua geng,
yaitu Trio Bastardin dengan anggota tetap Jamin dan Tarib. Dan Duo Boron, yakni
kombinasi berbahaya Boron dan Bandar. Mereka kompak, beringas, pembunuh
karakter berdarah dingin. Hobi brutal mereka adalah memukuli Salud karena, bagi
mereka, rupa Salud yang aneh itu adalah undangan yang tidak tertahankan untuk
menjadikannya samsak tinju dan hal itu merupakan hiburan yang tak terkira-kira
menyenangkannya (Hirata, 2019).
Pada kutipan 1) adalah narasi dari penokohan Debut
Awaludin. Ia adalah seorang jenius dan idealis yang dengan sengaja bergabung
dengan Sembilan orang bodoh di kelasnya karena merasa harus ada yang menjaga ke
sembilan orang itu dari penindasan. Pada kutipan 2) adalah narasi tentang
penokohan Trio Bastardin dan Duo Boron. Ke lima orang itu adalah penindas di
sekolah, dan karakter mereka tetap sama hingga mereka dewasa.
Alur dalam novel Orang-Orang
Biasa memiliki alur maju yang terdiri dari tiga tahapan. Yang pertama
adalah cerita masa SMA ke sepuluh tokoh utama yang bodoh dan tertindas. Yang ke
dua ketika ke sepuluh orang itu merencanakan perampokan bank setelah putri
Dinah gagal sekolah dokter karena tidak mampu membayar biaya pendaftaran. Yang
ke tiga adalah waktu rencana perampokan mereka terjadi. Berikut kutipan dari
novel Orang-Oramg Biasa.
c.
Terkumpul secara alamiah berdasarkan
kecenderungan bodoh, aneh, dan gagal, Sembilan anak berderet-deret di bangku
paling belakang itu: Handai, Tohirin, Honorun, Sobri, Rusip, Salud, dan tiga
anak perempuan: Nihe, Dinah, dan Junilah (Hirata, 2019).
d.
�Semua uang di dunia ini ada di bank!
anakmu harus masuk fakultas kedokteran itu! Apapun yang terjadi! Seorang ibu
rela memotong tangan demi anaknya! Hapus air matamu, Dinah! Siapkan dirimu!
Siapkan dirimu baik-baik! Karena kita akan merampok bank itu!� (Hirata, 2019)
Pada kutipan nomor 3) menunjukan alur tahap 1.
Sebagian besar berisikan tentang cerita-cerita sepuluh orang pecundang ini
selama masa SMA. Kehidupan ke sepuluh orang ini memang sudah kalah sejak muda.
Sedangkan pada kutipan nomor 4) adalah alur tahap dua dimana Dinah datang pada
Debut dengan mata hampir menangis karena putus asa anaknya tak mampu membayar
biaya kuliah. Hal itu memicu rencana Debut untuk mengajaknya merampok bank agar
putrinya tetap bisa menjadi seorang dokter.
e.
�Siapkan diri!� perintah Honorun. Sobri,
Handai dan Dinah mengangkat senjata. Junilah mengangkat senjata dan laptop. Sampai
hari H, dia tetap tidak tahu untuk apa Debut menyuruhnya membawa laptop itu.
Honorun kembali mengamati situasi sekeliling. Setelah sekian bulan
mempersiapkan diri untuk merampok bank, inilah saatnya beraksi!� Jantung mereka berdegub-degub seakan palu
gada memukuli dada mereka (Hirata, 2019)
Kutipan nomor 5) adalah tahapan alur yang ke tiga
dimana rencana perampokan dimulai dengan rencana yang amat rapi. Kutipan nomor
5) adalah cuplikan kejadian dari tim 1 yang bertugas untuk merampok bank dan di
pimpin oleh Honorun. Sementara tim 2 bertugas untuk merampok toko batu akik
milik Trio Bastardin dan Duo Boron. Toko batu akik itu hanya penyamaran karena
sesungguhnya toko itu didirikan untuk menutupi milyaran uang di lemari besi
hasil pencucian uang para pejabat negara di ibu kota. Dan sesungguhnya
perampokan bank hanyalah pancingan dan pengalih perhatian saja. Karena target
perampokan sebenarnya adalah toko akik milik Trio Bastardin itu.
Latar tempat novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata adalah di pulau Belantik.
Salah satu pulau kecil dan terabaikan di tengah lautan yang terdiri dari
orang-orang melayu naif. Latar waktu novel ini dibagi menjadi dua. Yakni saat
ke sepuluh orang biasa ini pada masa SMA dan pada masa dewasa yang dijalani
dengan kondisi ekonomi dan pekerjaan yang tidak istimewa. Latar sosial dalam
novel adalah kehidupan masyarakat kelas bawah yang gagal dalam pendidikan dan
memiliki pekerjaan kasar seperti kutipan di bawah ini.
f.
Adapun sobri termangu di pinggir jalan,
di belakang setir mobil tangki septik, gundah memikirkan anak-anaknya yang
terancam tidak bisa melanjutkan sekolah lantaran ekonominya yang morat-marit.
Tohirin termangu sampai kapan tenaganya masih kuat menjadi kuli di pelabuhan,
padahal anak-anaknya masih kecil. Banyak kuli baru yang lebih muda dan kuat
memikul tiga karung terigu sekaligus. Dia paling kuat hanya satu, itu pun
megap-megap (Hirata, 2019).
Begitupun latar sosial sepuluh sekawan yang lain.
Dalam novel ini, kehidupan mereka diceritakan sebagai representasi orang
kebanyakan di negeri ini.
2.
Fakta
Sosial pada Novel Orang-Orang Biasa Karya
Andrea Hirata
Karya sastra adalah representasi fakta-fakta sosial.
Karya sastra juga merupakan miniatur dunia yang berisikan kejadian-kejadian
yang telah terkerangka dan terpola dalam bentuk kreativitas dan imajinasi.
Dengan ciri kreativitas dan imajinasinya, sastra memiliki kemungkinan yang
paling luas dalam mengalirkan keragaman kejadian alam semesta ke dalam totalitas
naratif semantik, dari kuantitas kehidupan sehari-hari ke dalam kualitas secara
fiksional (Ratna, 2019).
Fakta-fakta sosial dalam novel Orang-Orang Biasa ini salah satunya adalah bentuk penindasan dari
yang kuat kepada yang lemah. Novel ini mengangkat Sembilan sekawan yang bodoh
dan lemah penghuni deretan bangku paling belakang semasa mereka sekolah. Mereka
berkali-kali tinggal kelas, pesimistis, penghayal, miskin, dan bebera pa berwajah
buruk. Salah satunya adalah tokoh bernama Salud. Kelompok penindas Trio
Bastardin dan Duo Boron, yang berjaya semenjak muda hingga dewasa selalu
melakukan kekerasan verbal dan non verbal kepada sembilan sekawan ini, hingga
Debut, seorang yang cerdas dan idealis masuk dalam kelompok mereka dengan
tujuan melindungi sembilan sekawan ini dari penindasan. Bentuk penindasan ini
dinarasikan dalam kutipan dibawah ini:
a. ��Setiap melihat Salud, Bastardin dan Boron
selalu berteriak, �Pukul-pukul!� Ancaman itu lambat laun menjadi trauma
baginya. Kerap ia terbangun malam-malam karena bermimpi buruk mendengar
Bastardin dan Boron berteriak, �Pukul, pukul!� (Hirata, 2019).
Fakta sosial yang lain adalah kisah-kisah bagaimana
orang biasa bertahan hidup dalam keterbatasan dan kondisi yang tak pernah
memihak mereka. Regulasi pemerintah juga sering kali menyulitkan mereka untuk
mencari suapan nasi untuk mulut-mulut kecil yang mereka tinggalkan di rumah.
Hal tersebut tercermin dalam narasi di bawah ini.
b. ��Tak ada harapan di sekolah, dia membantu
usaha ayahnya berdagang mainan anak-anak di kaki lima. Episode berikutnya, ia
menikah dengan seorang pedagang kaki lima juga, sahabat masa kecilnya, punya
anak 4, lalu suaminya itu meninggal kena sakit dalam. Jungkir baliklah Dinah
berdagang mainan di kaki lima demi menghidupi 4 anaknya. Kerap dia dikejar
polisi pamong praja. Kadang kala putri sulungnya, Aini, membantunya. Dinah juga
suka mengajak kawan lamanya Sobri kalau mau menjual dagangan, sebab Sobri bisa
berteriak nyaring, tanpa pakai mik (Hirata, 2019).
Dalam novel juga diceritakan bagaimana
persekongkolan orang-orang berjiwa jahat dengan latar belakang birokrat,
politisi, dan pengusaha bisa sangat berbahaya. Andrea Hirata menitipkan nilai
ini pada Trio Bastardin. Di Indonesia, sangat marak kasus-kasus korupsi
terbongkar diberitakan di berbagai surat kabar. Namun, semua itu hanyalah
sebagian kecil dari keseluruhan pencurian uang negara yang dilakukan oleh
penjahat-penjahat kerah putih di negeri ini. Uang hasil korupsi para pejabat,
bisa dengan mudah terlacak oleh pihak berwenang jika langsung dipergunakan.
Karena itu, para koruptor membutuhkan jasa pihak lain untuk mencuci uang hasil
kejahatan mereka. Dengan latar belakang Bastardin sebagai pengusaha, Jamin
sebagai wakil rakyat, dan Tarib PNS, mereka bertiga yang memang berjiwa jahat
dan maling sejak muda, merencanakan suatu bisnis jasa kotor, yakni money laundry. Hal itu tercermin dalam
kutipan di bawah ini.
c. Diam-diam
mereka membangun operasi gelap tingkat tinggi yang bahkan inspektur Abdul
Rojali takkan membayangkan jenis kejahatan semacam itu akan tertera di papan
tulis statistik kejahatan kabupaten tingkat dua. Moni londri! Itulah kejahatan mereka!
Fakta sosial lainnya dituliskan Andrea Hirata pada
keseluruhan cerita ini. Bagaimana melalui karya sastra, Andrea Hirata menyentil
praktek kapitalisme di dalam lingkungan universitas negeri. Seorang anak
miskin, dengan semangat belajar tinggi berhasil lulus dalam persaingan ketat
ujian masuk fakultas kedokteran. Akan tetapi, anak tersebut harus menghentikan
cita-citanya karena terbentur biaya. Awalnya, anak miskin ini percaya, asal dia
giat belajar dan berhasil masuk pada saat tes, negara akan membantunya untuk
masalah biaya. Anak miskin itu percaya bahwa pendidikan adalah hak setiap warga
negara. Namun, kemungkinan untuk mendapatkan beasiswa terbentur oleh banyak hal
sehingga perjalanan untuk menjadi dokter harus pupus di tengah jalan. Andrea Hirata
menuliskan bagaimana ironisnya kapitalisasi pendidikan di negeri ini. Jika ada
seorang anak miskin ingin menjadi seorang dokter, maka orangtuanya harus
merampok bank untuk membayar biayanya. Hal itu tercermin dengan kutipan di
bawah ini, yakni saat peristiwa perampokan bank terjadi.
d. �Ayo,
kita kabur!� kata Handai. Dinah ragu, teringat dia akan persiapan keras mereka hingga
sampai ke depan brangkas itu, teringat dia akan anaknya yang mau kuliah di
fakutas kedokteran, yang menjadi alasan mereka melakukan perampokan ini.
3.
Subjek
Kolektif pada Novel Orang-Orang Biasa karya
Andrea Hirata
Masyarakat dibagi atas tiga kelas sosial, yakni
kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Dalam novel Orang-Orang Biasa diceritakan kisah-kisah mengenai kehidupan kelas
bawah yang penuh pergolakan dalam kesehariannya. Cerita mengenai orang-orang
yang kalah dan naif. Yang menerima segala kondisi dan hegemoni yang dipaksakan
kepada mereka dengan sukarela. Hal itu tercermin pada narasi berikut.
�Ada
pula orang-orang yang memang dilahirkan ke muka bumi ini untuk termangu-mangu
memikirkan hidup yang sulit. Sepanjang hari mereka membanting tulang, bersimbah
keringat, terbirit-birit mencari nafkah, utang dimana-mana, masalah tak
perai-perai, keperluan tak terlerai. Mereka adalah sepuluh sekawan itu� (Hirata, 2019).
4.
Pandangan
Dunia dalam Novel Orang-Orang Biasa Karya
Andrea Hirata
Menurut Goldmann, pandangan dunia adalah ekspresi
psike melalui hubungan dialektis kolektivitas tertentu dengan lingkungan sosial
dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang (Ratna, 2019).
Pandangan dunia dalam novel ini adalah Andrea Hirata menentang kapitalisasi
pendidikan. Apalagi dalam lembaga pendidikan milik pemerintah. Setiap anak
Indonesia berhak untuk bersekolah dimanapun selama ia mampu. Pendidikan tinggi
bukanlah hak kaum elite yang memiliki uang saja. Negara wajib hadir untuk
memenuhi hak terkait kebebasan dalam memperoleh pendidikan, terutama universitas
milik negara tanpa memandang kelas sosial.
Kesimpulan
Novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata
menitipkan sebuah pesan bahwa di antara tokoh-tokoh yang dianggap biasa
sesungguhnya memiliki nilai diri yang luar biasa. Sepuluh sekawan yang
diciptakan sebagai orang biasa ini adalah representasi dari kebanyakan rakyat
negeri ini. Sekelompok orang pengecut yang terbiasa kalah melakukan sebuah
perampokan dengan alasan agar putri salah satu dari mereka bisa membayar biaya
masuk fakultas kedokteran universitas negeri bergengsi. Hal tersebut merupakan
sebuah sindiran tajam pada pemerintah yang mengungkap bahwa lembaga pendidikan
milik negara juga masih menjadi tempat dimana kapitalisasi pendidikan
merajalela. Selain itu, dengan menggunakan teori strukturalisme genetik dari
Lucien Goldmann, ditemukan fakta-fakta sosial mengenai penindasan dari kelompok
yang kuat terhadap kelompok yang lebih lemah. Subjek kolektif dalam novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata
adalah masyarakat kelas bawah dengan perjuangannya menghadapi permasalahan
sehari-hari. Pandangan dunia pengarang yang ditemukan di dalam novel adalah
sikap menentang Andrea Hirata atas kapitalisasi pendidikan di universitas
negeri.
Ahmadi, Yusep, & Kartiwi, Yesi Maylani. (2020). Strukturalisme Genetik
Cerpen �Penulis Biografi� Karya Bode Riswandi. Alinea: Jurnal Bahasa,
Sastra, Dan Pengajaran, 9(2), 155�163. Google Scholar
Creswell, John W., & Creswell, J. David. (2017). Research
design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. Sage
publications. Google Scholar
Faruk, H. T. (2013). Pengantar Sosiologi Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar
Hirata, Andrea. (2019). Orang-Orang Biasa. Yogyakarta:
Bentang Pustaka.
Putra, Erisyah. (2012). Kekerasan Negara dalam Kumpulan
Cerpen Penembak Misterius Karya Seno Gumira Ajidarma. Students E-Journal,
1(1), 1. Google Scholar
Rahmi, Yulia, Chaesar, Ari Suryawati Secio, & Kusyani,
Diah. (2016). Peran Media Sosial Terhadap Sastra: Kajian Hegemoni. Seminar
Nasional Kesusastraan Indonesia Mutakhir. Google Scholar
Ratna, Nyoman Kutha. (2019). Penelitian Sastra: Teori,
Metode, dan Teknik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar
Sembada, Ema Zuliyani, & Andalas, MAharani Intan. (2019).
Realitas Sosial dalam Novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori: Analisis
Strukturalisme Genetik. Jurnal Sastra Indonesia, 8(2), 129�137. Google Scholar
Sigalingging, Hendra. (2020). Analisis Strukturalisme Genetik
Dalam Novel Bulan Lebam Di Tepian Toba Karya Sihar Ramses Simatupang. Sintesis,
14(1), 30�46. Google Scholar
Sutri, Sutri. (2014). Paradigma Pendidikan Kaum Marginal
Andrea Hirata dalam Karya-Karyanya (Kajian Strukturalisme Genetik). Judika
(Jurnal Pendidikan UNSIKA), 2(1). Google Scholar
Utami, Ayuatma Nirmala. (2013). Novel di kaki bukit
cibalak karya ahmad tohari (analisis sosiologi sastra). Google Scholar
Wicaksono, Andri. (2017). Pengkajian Prosa Fiksi (edisi
revisi). Garudhawaca. Google Scholar
Wigati, Novi Wening, & Widowati, Widowati. (2017).
Analisis Struktural Genetik Novel Akulah Istri Teroris Karya Abidah El
Khalieqy. Caraka, 4(1), 130�145. Google Scholar
Copyright holder: Maharani Katarina Shinta (2021) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article
is licensed under: |