How to cite:
Zainuddin, Hardianty. (2021) Kontribusi Organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019. Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(8). http://dx.doi.org/10.36418/Syntax-literate.v6i8.3881
E-ISSN:
2548-1398
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia pISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
KONTRIBUSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH DAN NU PADA PILPRES
2019
Hardianty Zainuddin
Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar Sulawesi Selatan, Indonesia
Email: sthardianty[email protected]
Abstrak
Muhammadiyah dan NU sebagai dua organisasi Islam yang didalamnya terdapat
jutaan kader sehingga organisasi ini memiliki kekuatan politik tersendiri. Hal ini
menjadikan, Muhammadiyah dan NU sebagai sasaran dalam perebutan suara
dukungan politik pada pilpres 2019. Dengan dukungan politik yang diberikan oleh
para kader kepada paslon di pilpres 2019 memunculkan adanya isu ketidaknetralan
yang diperoleh oleh Muhammadiyah dan NU. Berdasarkan hal tersebut sehingga
penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan seperti apa kontribusi yang diberikan
oleh Muhammadiyah dan NU sehingga dianggap memiliki kecenderungan pada
paslon tertentu di Pilpres 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif deskriptif yang berfungsi untuk menjelaskan keterlibatan
Muhammadiyah dan NU pada pilpres 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kontribusi yang diberikan oleh Muhammadiyah dan NU yaitu kontribusi nilai atau
norma serta kontribusi elit organisasi yang mampu dijadikan sebagai rujukan sikap
politik kepada seluruh kader orgnisasi dalam menentukan pilihan politik mereka.
Kata Kunci: organisasi; muhammadiyah; nahdlatul ulama; pilpres 2019
Abstract
Muhammadiyah and NU as two Islamic organizations in which there are millions
of cadres so that this organization has a special political power. This makes,
Muhammadiyah and NU as targets in the struggle for votes of political support in
the 2019 presidential election. With political support given by cadres to the
candidate pair in the 2019 presidential presidential election raised issues that have
the potential to benefit, non-neutrality obtained by Muhammadiyah dan NU. Based
on it, this is a research that aims to explain what Muhammadiyah and NU’s
contribution in accordance with the reqruirements of the 2019 Presidential
Election. The method used in this study is a qualitative descriptive study that
discusses Muhammadiyah and NU in the 2019 presidential election. The results of
this research showed Muhammadiyah and NU’s contribution is the contribution of
values or norms as well as the contribution of organizational elites which are
designed as a reference for political attitudes for all organizational cadres in
determining their political choices.
Keywords: organization; muhammadiyah; nahdlatul ulama; 2019 presidential election
Kontribusi Organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 3819
Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi dengan warga
Negara yang memiliki hak berpolitik (Rosana, 2016). Hak politik yang dimiliki warga
Negara yaitu berhak memilih dan dipilih pada saat proses pemilihan umum dilakukan
tanpa terkecuali masyarakat yang memiliki latar belakang sebagai kader dari organisasi
(Tanjung & Saraswati, 2018). Hak memberikan suara (right to vote) merupakan hak
dasar (basic right) bagi setiap warga Negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh
Negara. Hak politik warga Negara terkait hak memilih terdapat dalam UUD 1945 pasal
1 ayat (2); Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C ayat (1).
Sementara hak untuk dipilih juga tersurat pada pasal Pasal 28D ayat (3) dalam UUD
1945 (Sanusi, 2018).
Hak memilih dan dipilih yang dimiliki oleh masyarakat ini juga berlaku pada
kader organisasi yang notabenenya merupakan warga Negara Indonesia. Namun,
dengan terlibatnya kader organisasi dalam setiap kontestasi pemilu akan berdampak
langsung pada organisasi itu sendiri. Seperti yang terjadi pada pilpres 2019, mayoritas
kader maupun elit yang berorientasi pada salah satu paslon tertentu dianggap dapat
mencerminkan pilihan politik organisasi tersebut.
Pemilu presiden yang diwarnai dengan keikutsertaan berbagai organisasi Islam
konservatif dan beberapa organisasi sosial keagamaan yang juga ikut andil dalam
berbagai dinamika yang timbul menjelang dilaksanakannya pemilu. Organisasi sosial
keagamaan menjadi salah satu organisasi yang mendapat perhatian penuh oleh
masyarakat. Dua organisasi Islam yang dianggap sebagai barometer umat muslim di
Indonesia yang berpegang pada khittah atau prinsip terbentuknya organisasi yaitu
sebagai organisasi yang bergerak untuk mengatasi masalah keumatan serta netral dalam
berpolitik praktis.
Muhammadiyah dalam Khittah 2012 yaitu khittah Muhammadiyah dalam
kehidupan berbangsa dan bernegaramenyatakan bahwa Muhammadiyah merupakan
gerakan Islam melaksanakan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan maksud dan
tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (Qodir, Nurmandi, & Yamin, 2015). Awal
kehadiran NU didasarkan oleh paham Ahlussunnah wa Al-jamaah (Siddiq, 1980).
Meskipun NU pernah menjadi partai politik pada tahun 1952 dan diresmikan di
Mukhtamar ke 29 di Palembang, namun NU memutuskan untuk kembali ke khittah
1924 pada masa reformasi sampai saat ini. Di pilpres 2019, organisasi Muhammadiyah
dan NU masih tetap pada pendirian mereka yaitu kembali ke khittah yaitu sebagai
landasan awal terbentuknya kedua organisasi ini sebagai organisasi yang bergerak di
bidang sosial keagamaan dan tidak berpolitik praktis.
Kenetralan Muhammadiyah dan NU pada kontestasi pemilihan presiden 2019
diragukan oleh sebagian masyarakat, dengan melihat berbagai dinamika politik yang
terjadi. Keikutserataan KH. M’ruf Amin dan dukungan yang diberikan oleh para kiai
serta tokoh-tokoh NU untuk pasangan calon Jokowi-Ma’ruf. Serta keberpihakan
beberapa kader organisasi Muhammadiyah pada pasangan calon Prabowo-Sandi
Hardianty Zainuddin
3820 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
terhadap dalam kontestasi pilpres menjadi hal yang melatarbelakangi isu
ketidaknetralan yang diberikan kepada organisasi Muhammadiyah dan NU.
Perumusan masalah yang terdapat didalam penelitian ini berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, yaitu kontribusi apa saja yang diberikan
oleh organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019?
Penelitian mengenai organisasi Muhammadiyah dan NU yang ikut andil dalam
kontestasi pemilu di Indonesia sudah banyak dilakukan, seperti studi yang dilakukan
oleh Nurlatipah (Nasir, 2015) bertujuan untuk melihat peran kyai dan Islam sebagai
agama mayoritas masyarakat kota Tasikmalaya dalam mempengaruhi perilaku politik
masyarakat. Studi ini menyimpulkan bahwa peran kyai sebagai tokoh masyarakat dan
sebagai pemimpin keagamaan yang memiliki karisma dianggap mampu mempengaruhi
perilaku memilih masyarakat terutama di kalangan santri karena hubungan diantara
Kyai dan santri dinilai sakral, hal ini dikarenakan terdapat salah satu konsep yang
diajarkan dalam pesantren yaitu sikap ta’zim, yakni sikap hormat dan patuhnya seorang
santri kepada sosok Kyai. Keberadaan seorang Kyai dalam sebuah partai politik
dianggap mampu menarik suara massa.
Studi selanjutnya membahas tentang politik Elit NU terhadap keterpihakannya
dalam pemilihan presiden di tahun 2014, penelitian ini dilakukan oleh (Nuzula, 2016)
yang menyimpulkan bahwa pemihakan elit NU di Pilpres 2014 merupakan sikap pribadi
karena NU telah memberikan kebebasan kepada setiap kadernya untuk andil dalam
proses pemilihan meskipun terdapat faktor organisasi yang juga ikut menentukan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Effendi, 2017) menjadi bahan kajian selanjutnya.
Studi ini membahas tentang fragmentasi politik pada organisasi Muhammadiyah yang
berkaitan dengan elit muhammadiyah dalam pemilihan presiden di tahun 2009. Hasil
dari kajian ini menunjukkan bahwa spectrum fragmentasi politik elit Muhammadiyah
sangat beragam ditandai dengan kemunculan beberapa kelompok atau ideologi politik
dalam Muhammadiyah. Namun seiring dinamika politik nasional dan internal
Muhammadiyah terjadi terdapat beberapa hal yang perlu diubah terkait varian kelompok
yang terus beragam serta perilaku politik yang tidak monoton, tidak seragam, dan
monolitik mengakibatkan terfagmentasinya sikap politik elit dalam menghadapi
pemilihan presiden 2009.
Kajian literatur lainnya berasal dari studi yang dilakukan oleh (Siswanto, 2007)
mengenai politik didalam organisasi suatu tinjauan menuju etika berpolitik. Studi ini
menyimpulkan bahwa didalam organisasi terdapat fenomena politik yang melibatkan
kekuasaan, pengaruh dan kepentingan. Setiap aktor yang berada didalam organisasi
akan saling memainkan sumber kekuasaan yang dimiliki untuk mempengaruhi aktor
lainnya tetapi harus tetap dalam tataran etika berorganisasi.
Berdasarkan beberapa studi atau penelitian yang terkait dengan organisasi
Muhammadiyah dan NU di dalam dunia politik dan menjadi bahan kajian litelatur
penulis, secara umum memperlihatkan keberpihakan elit organisasi baik di NU maupun
Muhammadiyah didasari karena keberagaman perilaku politik serta adanya kebebasan
dalam mempersepsikan pilihan politik bagi semua kader organisasi tetapi harus tetap
Kontribusi Organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 3821
dalam tataran etika politik organisasi yang telah ditentukan. Di NU sendiri terdapat
sosok Kyai yang dianggap mampu mempengaruhi perilaku memilih masyarakat
khususnya di kalangan santri. Adanya dominasi Kyai ini didasari karena terdapat sebuah
konsep yang membuat para santri hormat dan patuh kepada Kyai atau pemimpin
mereka.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan organisasi masyarakat (ormas) sebagai
objek kajian dimana ormas yang dibentuk oleh kelompok masyarakat yang berdasarkan
kesamaan tujuan. James D. Mooney mengatakan bahwa organisasi merupakan bentuk
setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan Bersama (Manulang, 1983).
Organisasi masyarakat yang dijadikan objek kajian dalam penelitian ini yaitu
Muhammaddiyah dan NU. Dalam penentuan sikap politik dapat didasari oleh motif
berpolitik yang dimiliki. Motif politik atau insentif menurut Clark dan Wilson terbagi
menjadi empat bagian, yaitu: (1) Insentif Material (material incentives); (2) Insentif
Solidaritas (solidarity/ social intencives); (3) Insentif Idealisme (purposive/issue bassed
incentives); dan (4) Insentif Campuran (mix incentives) (Allen, 1992).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada (Arikunto, 2005). Peneliti
mengkaji peristiwa atau gejala sosial berdasarkan sudut pandang dari informan dan
dideskripsikan dengan mengumpulkan informasi mengenai gejala-gejala yang ada
sesuai dengan objek penelitian.
Lokasi penelitian dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan dengan berbagai
pertimbangan yaitu: Muhammadiyah dan NU adalah organisasi yang dalam
kebijakannya bersifat vertical; dan secara geografis Makassar menjadi barometer
perpolitikan di Sulawesi Selatan maupun di Indonesia Timur.
Jenis data dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Data yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data dari hasil wawancara dan dokumentasi.
Penentuan informan dalam penelitian menggunakan metode snowball sampling. Data
yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data,
penyajian data dan verifikasi atau pengambilan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Partisipasi politik masyarakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam Negara
yang demokratis. Partisipasi individu maupun kelompok didalam pemilihan umum
merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan Negara demokratis seperti Indonesia.
Salah satu wujud adanya partisipasi masyarakat dalam proses prolitik di Indonesia dapat
terlihat pada saat pemilu dilakukan. Pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019,
partisipasi masyarakat ditaksir mencapai 81%.
Partisipasi politik juga ditunjukkan oleh organisasi Muhammadiyah dan NU
meskipun tidak berpolitik praktis namun pada pilpres 2019, kedua organisasi ini juga
Hardianty Zainuddin
3822 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
ikut berpartisipasi. Partisipasi kedua organisasi ini ditandai dengan kontribusi yang
mereka beriikan pada kontestasi politik pemilu 2019. Jumlah anggota dari kedua
organisasi yang mencapai puluhan juta jiwa bahkan lebih dan dengan jumlah penduduk
Indonesia yang mayoritas muslim mengakibatkan posisi umat Islam di Indonesia
menjadi sangat kuat. Dan hal tersebut menjadikan organisasi Muhamamdiyah dan NU
memiliki kekuatan politik yang patut untuk diperhitungkan.
Jumlah penduduk Indonesia menurut Agama berdasarkan hasil survey yang telah
dilakukan oleh databoks Indonesia per 2010-2050. Penduduk yang beragama muslim
mencapai 256.820.000 jiwa, penduduk beragama Nasrani 33.200.000 jiwa, penduduk
beragama Hindu 4.150.000, penduduk beragama Budha 1.7 40.000 jiwa, penduduk
beragama lokal 700.000 jiwa, penduduk beragama lainnya 410.000 jiwa, penduduk
yang tidak beragama 240.000 jiwa, dan penduduk yang menganut paham yahudi sebesar
10.000 jiwa sehingga jumlah keseluruhannya sebesar 297.270.000 jiwa .
Gambar 1
Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Agama (2010-2050)
Berdasarkan hasil survey tersebut penduduk yang beragama Muslim berada
diposisi mayoritas dengan jumlah penduduk sebesar 256.820.000 jiwa, dibandingkan
dengan jumlah penduduk dari agama yang lainnya. Dengan jumlah yang begitu besar
dan juga berstatus sebagai mayoritas, organisasi Muhammadiyah dan NU sebagai
organisasi muslim terbesar mempunyai peran penting sebagai barometer umat muslim
di Indonesia.
Muhammadiyah dan NU adalah organisasi sosial keagamaan yang meskipun tidak
berpolitik praktis, namun keterlibatan kedua organisasi ini dalam bidang politik sudah
lama muncul sejak awal terbentuknya Negara Indonesia sampai pada pemilihan
presiden 2019. Keterlibatan organisasi Muhammadiyah dan NU ditandai dengan kedua
organisasi ini memberkan kontribusi mereka baik secara langsung maupun tidak.
Kontribusi Organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 3823
Jumlah kader yang dimiliki oleh organisasi Muhammadiyah dan NU yang begitu
besar mampu dijadikan sebagai modal politik bagi kedua organisasi ini. Selain itu,
modal politik lainnya ialah kedua organisasi ini ikut menentukan arah kebijakan politik
di Indonesia. Berdasarkan modal politik ini, kedua kandidat pasangan calon presiden
dan wakil presiden 2019-2024 berusaha untuk menarik simpati dari Muhammadiyah
dan NU.
Kecenderungan pilihan politik yang jika dinampakkan oleh kedua organisasi ini,
mampu memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perolehan suara dukungan yang
diterima oleh pasangan calon yang didukung. Dengan posisi organisasi yang sebagai
barometer umat Muslim Indonesia, membuat kecenderungan pilihan politik tersebut
juga mampu memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pilihan politik umat
Muslim.
Kontribusi yang disalurkan oleh Muhammadiyah dan NU pada pertarungan
pilpres dapat dipahami bukan hanya mengenai bagaimana dukungan suara dari anggota,
tetapi secara tidak langung. Kontribusi nilai atau norma yang disalurkan menjadi
wacana tersendiri karena pada dasarnya memaknai kedua organisasi ini merupakan
pemaknaan yang sarat dengan nilai. Kontribusi nilai yang muncul pada euphoria pilpres
2019 menjadi sebuah pelerai emosionalitas dari ketegangan yang terjadi di masyarakat
seperti dalam penggambarannnn media terkait ketegangan suasana pilpres.
Kader Muhammadiyah dan NU yang ikut aktif dalam dunia politik tersebar di
berbagai partai politik Indonesia. Misalnya saja, PKB dan PAN yang menjadi tolak ukur
gerakan politik yang diidentikkan oleh kedua NU dan Muhammadiyah. Hal inilah yang
kemudian menjadi sarat interpretasi yang dapat menimbulkan efek fanatisme dalam
masyarakat. Oleh karena itum kontribusi nilai atau norma yang diberikan menjadi
pegangan dalam memberikan etika politik yang dijadikan sebagai cara untuk
menstabilkan suasana politik pada pilpres 2019.
Kontribusi nilai yang diberikan oleh Muhammadiyah dan NU mempunyai peran
penting dalam stabilitas kondisi yang diketahui memiliki kemajemukan sehingga
dengan diberikannya bekal nilai atau moral pada setiap kader organisasi diharapkan
akan lebih siap dan mampu memberikan pengaruh yang positif dalam realitas politik
baik dalam pilpres maupun dalam dunia perpolitikan Indonesia secara umum.
Kontribusi Muhammadiyah dan NU secara langsung dalam pemilu 2019
ditunjukkan oleh para elit organisasi. Berbagai elit dari kedua organisasi tersebut ikut
aktif dalam kontestasi politik saat itu, baik secara langsung maupun dalam bentung
pemberian dukungan. Dalam sebuah organisasi, elit merupakan kelompok minoritas
yang memiliki kemampuan menjadi pedoman bagi kader organisasi lain dan memiliki
pengaruh dalam proses pengambilan keputusan yang krusial dalam organisasi. Hal ini
selaras dengan penggambaran konsep elit oleh Wright Mills yang melihat teori elit
sebagai teori yang membantah pandangan pluralisme klasik yang menganggap
kekuasaan didistrubusikan secara merata. Namun, dalam konsep elit kekuasaan justru
terkonsentrasi pada kolompok tertentu (Hadiz, 2003).
Hardianty Zainuddin
3824 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Kontribusi elit pada organisasi NU ditandai dengan keikutsertaan KH. Ma’ruf
Amin yang menjabat sebagai Rais Aam NU. Terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai pasangan
dari calon presiden Jokowi di Pilpres 2019, merupakan strategi politik yang digunakan
untuk menarik simpatisan masyarakat dari kalangan NU atau nahdliyin bahkan umat
Muslim Indonesia secara umum dengan didasarkan oleh sosok Ma’ruf Amin yang
dikenal sebagai seorang ulama yang taat beragama. Penduduk Indonesia yang mayoritas
muslim khususnya kalangan santri Indonesia menjadi sasaran dalam strategi politik ini,
dan terbukti bahwa strategi ini berhasil memenangakan pasangan Jokowi-Ma’ruf di
kalangan muslim dengan presentase 50,9 persen sedangkan pasangan Prabowo-Sandi
41,6 persen.
Dominasi Kiai didalam organisasi NU sangat jelas, dengan menjadikan Kiai
sebagai pemimpin yang kharismatik dan disegani sehingga sosok Kiai mampu dijadikan
sebagai sumber rujukan dalam berbagai masalah termasuk politik. Modal yang dimiliki
seorang Kiai merupakan legitimasi teologis, seorang Kiai dianggap sebagai (Al Ulama’
Warasatul An Biya’) atau pewaris Nabi sehingga para santri terkesan tidak akan pernah
membantah apa yang dilakukan oleh Kiai. Sehingga dengan berkontribusinya Ma’ruf
Amin serta dukungan yang diberikan oleh para Kiai menjadi salah satu landasan para
santri juga ikut mendukung pasangan calon Jokowi-Ma’ruf.
Tingginya dukungan yang diperoleh oleh Ma’ruf Amin dalam lingkup NU juga
didasari karena adanya rasa solidaritas yang dimiliki oleh kaum nahdliyin. Rasa
solidaritas yang muncul dimaksudkan sebagai rasa kesatuan kepentingan serta rasa
simpati yang ditunjukkan oleh seseorang yang berada dalam suatu kelompok atau
lingkup yang sama serta memeliki kepentingan yang sama pula. Simbol Rais Aam yang
dimiliki oleh KH. Ma’ruf Amin menjadi alasan kader NU baik struktural maupun
kultural menentukan pilihan mereka pada paslon Jokowi-Ma’ruf. Seluruh santri maupun
warga nahdliyin bersatu untuk memenangkan petinggi mereka. Kader NU mengakui
bahwa secara kebijakan internal di NU mendukung sosok KH. Ma’ruf Amin karena
adanya rasa solidaritas yang dimiliki oleh para kader NU untuk mendukung pemimpin
mereka (Rais Aam) dan hal tersebut sudah menjadi rahasia umum lagi. (wawancara 13
Januari 2020 pukul 13.03 WITA).
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia
(LSI) per Februari 2019, mengatakan bahwa pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul di
kalangan NU. Pasangan ini mendapatkan persentasi suara di kisaran 64,1% suara dan
angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat. Nahdliyin yang mendukung
pasangan Jokowi-Ma’ruf memiliki harapan yang besar bahwa faham NU yaitu
ahlussunnah wal jama’ah yang dianut juga mampu dibawah kedalam ranah
pemerintahan.
Dominasi dan simbol seorang Kiai yang dimiliki oleh KH. Ma’ruf Amin memiliki
pengaruh yang cukup besar pada saat pemilihan presiden berlangsung. Hal tersebut
dapat dibuktikan oleh unggulnya pasangan Jokowi’-Ma’ruf di Provinsi Jawa Timur
yang dikenal sebagai daerah yang berbasis nadliyin yang paling besar di Indonesia.
Perolehan suara pada pemilu presiden 2019 menunjukkan bahwa pasangan Jokowi-
Kontribusi Organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 3825
Ma’ruf mendapatkan perolehan suara sebesar 66% dan pasangan Prabowo-Sandi
mendapatkan perolehan suara sebesar 34%. Perolehan suara tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 2
Hasil Hitung Suara Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden RI 2019 Di Provinsi
Jawa Timur
Rasa solidaritas yang dimiliki oleh kader NU terbukti mampu memberikan
kontribusi suara yang besar pada pasangan Jokowi-Ma’ruf. Namun hal ini tidak dapat
memberikan jaminan bahwa seluruh kader NU akan mendukung pasangan Jokowi-
Ma’ruf. Seperti yang dikatakan oleh salah satu kader NU bahwa Ma’ruf Amin yang
memiliki jabatan sebagai petinggi NU dan juga sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI), sebaiknya dijadikan sebagai penasihat dari pemerintahan dan tidak terlibat
langsung sebagai kandidat calon wakil presiden (wawancara, 15 Januari 2020 pukul
11.30 WITA).
Politik identitas berbasis agama semakin menguat menjelang pemilihan presiden
2019, berkontribusinya Ma’ruf Amin sebagai calon wakil dari Jokowi juga merupakan
strategi yang digunakan dalam peredaman isu anti ulama dan anti Islam yang sering
disematkan kepada Jokowi. Strategi ini mampu “mengendalikan” kelompok Islam
konservatif yang sering melontarkan isu-isu tersebut.
Kontribusi elit juga diberikan oleh organisasi Muhammadiyah, terdapat beberapa
elit organisasi yang menyuarakan pilihannya pada paslon politik di pilpres 2019.
Beberapa elit organisasi yang terlibat pada paslon Prabowo-Sandi, seperti Dahlin Anzar
Simanjuntak yang menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda
Muhammadiyah, Suyatno sebagai Bendahara PP Muhammadiyah, hingga Amin Rais
yang merupakan mantan Ketua PP Muhammadiyah.
Kontribusi elit Muhammadiyah berbeda dengan kontribusi elit yang diberikan
oleh NU. Di organisasi Muhammadiyah, sikap politik terfragmentasi antara elit
Hardianty Zainuddin
3826 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
struktural dan elit kultural. Secara struktural organisasi, melalui ketua umum PP
Muhammadiyah Haedar Nasir menyebutkkan bahwa secara organisasi Muhammadiyah
tidak menentukan pilihan politik pada paslon tertentu di Pilpres. Meskipun begitu
Muhammadiyah tetap memberikan kebebasan bagi para kader organisasi dalam
menentukan sikap politik mereka. Berbeda dengan hal tersebut, Muhammadiyah secara
kultural mengharapkan bahwa Muhammadiyah mampu memberikan dukungan politik
mereka pada paslon tertentu di pilpres, hal ini disampaikan oleh Amin Rais yang
meskipun sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua umum tetapi secara kultural masih
memiliki pengaruh dalam organisasi Muhammadiyah.
Dinamika yang terjadi dalam organisasi Muhammadiyah dalam merespon isu-isu
politik di pemilihan presiden 2019 terbagi antara elit yang masih memiliki legitimasi
sebagai elit kader secara struktural dan elit kultural organisasi dimana keduanya
memiliki massa yang berbeda. Isu politik yang melibatkan agama mendapatkan respon
yang berbeda dari elit kultural dan struktural. Elit kultural memanfaatkan isu politik
yang ada, mereka beranggapan bahwa untuk merespon isu politik yang ada organisasi
seharusnya ikut memberikan pandangan dan sikap politik mereka sehingga masyarakat
mendapatkan pandangan dari sudut pandang organisasi islam dan mampu dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan politik. Disisi lain, elit
struktural tetap menjaga kenetralan organisasi dan tetap berada pada khittah organisasi
yang menegaskan bahwa Muhammadiyah secara organisasi tidak berpolitik tetapi untuk
para kader diberikan kebebasan dalam menentukan hak pilih mereka.
Keterpihakan Amin Rais pada paslon Prabowo-Sandi menjadi salah satu rujukan
kader Muhammadiyah lainnya. Dengan melihat posisi Amin Rais sebagai mantan ketua
umum PP Muhammadiyah dan juga sebagai pendiri salah satu partai yang berada pada
koalisi yang sama (PAN) yang didalamnya terdapat kader Muhammadiyah menjadi
alasan tidak sedikit kader Muhammadiyah memilih Prabowo-Sandi sebagai pilihan
politik mereka.
Dukungan politik yang diberikan oleh Amin Rais kepada pasangan Prabowo-
Sandi nampaknya tidak berpengaruh bagi pemilih yang berada di daerah Yogyakarta.
Daerah tersebut merupakan daerah tempat berdirinya organisasi Muhammadiyah.
Perolehan suara di Daerah Istimewa Yogyakarta di laporkan sebanyak 69% untuk
pasangan Jokowi-Sandi dan 31% untuk pasangan Prabowo-Sandi. Hasil hitung
perolehan suara ini dapat dilihat melalui grafik hasil hitung yang dikeluarkan oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kontribusi Organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 3827
Gambar 3
Hasil Hitung Suara Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden RI 2019 Di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
Terfragmentasinya dukungan politik yang ada di organisasi Muhammadiyah
disadari oleh para kader dengan alasan terbaginya suara atau dukungan politik yang ada
di Muhammadiyah yang terbagi pada dua kubu yang berbeda, kader Muhammadiyah
yang tersebar di berbagai partai politik yang memiliki tujuan atau kepentingan yang
berbeda-beda, serta latar belakang para kader yang berbeda pula menjadi alasan
dukungan politik di organisasi tersebut juga berbeda-beda. Tetapi kader yang berafiliasi
secara politik ke PAN memiliki kecenderungan mengikuti pilihan politik Amin Rais
yaitu berpihak pada kubu pasangan calon Prabowo-Sandi (wawancara, 17 Desember
2019 pukul 19.11 WITA).
Kontribusi elit lainnya dalam organisasi Muhammadiyah juga terlihat dengan
dibentuknya tujuh kriteria pemimpin yang menggambarkan kepemimpinan profetik.
Ketujuh kriteria ini dibentuk oleh kelompok tigabelas yang berisi petinggi-petinggi
organisasi Muhammadiyah. Kriteria pemimpin yang telah dibentuk diharapkan mampu
menjadi landasan setiap kader dalam menentukan pilihan politik mereka, namun setiap
kader organisasi diberikan kebebasan dalam menafsirkan tujuh kriteria pimpinan yang
telah dibentuk sebelumnya oleh kelompok tigabelas.
Organisasi Muhammadiyah dan NU sering dikaitkan dalam dunia politik,
meskipun begitu kedua organisasi ini selalu berhati-hati dalam menghadapi dinamika
politik yang berkembang. Jati diri organisasi Muhammadiyah dan NU adalah organisasi
keagamaan sehingga sikap mereka dalam dunia politik menjadi sikap organisasi yang
memainkan fungsi lobbying dan pendekatan-pendekatan yang lentur dan juga lebih
banyak dipengaruhi oleh budaya akomodatif sehingga dengan bersentuhannya
organisasi Muhammadiyah dan NU dengan politik tidak menimbulkan konfrontasi.
Jokowi-
Ma'ruf
69%
Prabowo-
Sandi
31%
Hasil Hitung Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI 2019 (Wilayah
Pemilihan Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta)
Hardianty Zainuddin
3828 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021
Kesimpulan
Kontribusi organisasi Muhammadiyah dan NU yaitu kontribusi nilai-nilai atau
moral yang diberikan oleh Muhammadiyah dan NU yang dijadikan pedoman bagi para
kader dalam berpolitik sehingga para kader organisasi yang ikut berpolitik mampu
didasari oleh etika berpolitik yang baik. Selain itu, keikutsertaan elit organisasi dan
dukungan yang diberikan kepada masing-masing pasangan calon pilpres 2019 juga
merupakan kontribusi politik yang diberikan oleh organisasi Muhammadiyah dan NU.
Pencalonan KH. Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden dan mendapat
dukungan dari para Kiai NU mampu memberikan kontribusi yang besar dalam
pemenangan paslon Jokowi-Ma’ruf. Di organisasi Muhammadiyah, kontribusi elit tidak
sekuat seperti yang ada di NU. Sikap politik yang ada pada organisasi tersebut
terfragmentasi antara elit struktural dan elit kultural. Elit kultural yang memandang
bahwa perlunya organisasi menentukan sikap politik mereka pada pilpres dianggap
mampu dijadikan rujukan bagi masyarakat Muslim Indonesia dalam menentukan pilihan
politik mereka. Namun sikap yang berbeda ditunjukkan oleh elit struktural organisasi,
elit struktural tetap menjunjung khittah perjuangan Muhammadiyah yang mengatakan
bahwa organisasi tidak berpolitik praktis tetapi para kader diberikan kebebasan untuk
mengekspresikan hak pilih mereka.
Kontribusi Organisasi Muhammadiyah dan NU pada Pilpres 2019
Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021 3829
BIBLIOGRAFI
Allen, Beck Paul dan Franki Sorauf. (1992). Party Politics in America Edition. Harper
Collin Publishers. New York.
Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen penelitian. Google Scholar
Effendi, David. (2017). Fragmentasi Politik Muhammadiyah: Studi Tentang Elit
Muhammadiyah dalam Pemilihan Presiden Tahun 2009. Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Google Scholar
Hadiz, R. V. (2003). Power and Politics in North Sumatra: The Uncompleted Reformasi
“dalam Local Power and Politics in Indonesia. Singapore. Institute of Southeast
Asian Studies. Google Scholar
Manulang, M. (1983). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nasir, Nurlatipah. (2015). Kyai dan Islam dalam Mempengaruhi perilaku memilih
masyarakat Kota Tasikmalaya. Jurnal Politik Profetik, 3(2). Google Scholar
Nuzula, Nur. (2016). Politik elite Nahdlatul Ulama (Nu): pemihakan dalam pemilihan
presiden (Pilpres) Tahun 2014. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah. Google Scholar
Qodir, Zuly, Nurmandi, Achmad, & Yamin, M. Nurul. (2015). Ijtihad politik
Muhammadiyah: politik sebagai amal usaha. Pustaka Pelajar bekerja sama dengan
Jusuf Kalla School of Government. Google Scholar
Rosana, Ellya. (2016). Negara demokrasi dan hak asasi manusia. Jurnal Tapis: Jurnal
Teropong Aspirasi Politik Islam, 12(1), 3753. Google Scholar
Sanusi, Sanusi. (2018). Kebijakan Kpu dalam Melindungi Hak Pilih Warga (Studi
Kasus di Kota Cirebon). Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(11), 149159.
Google Scholar
Siddiq, Ahmad. (1980). Khittah Nahdliyyah. Surabaya: Balai Buku. h. 11.
Siswanto, Siswanto. (2007). Politik Dalam Organisasi (Suatu Tinjauan Menuju Etika
Berpolitik). Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 10(04). Google Scholar
Tanjung, Muhammad Anwar, & Saraswati, Retno. (2018). Demokrasi dan Legalitas
Mantan Narapidana dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum. Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, 25(2), 379399. Google Scholar
Hardianty Zainuddin
3830 Syntax Literate, Vol. 6, No. 8, Agustus 2021