����� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849

������ e-ISSN : 2548-1398

������ Vol. 3, No 7 Juli 2018

 

 


PERAN GENDER UNTUK GURU SEKOLAH DASAR DI KOTA BEKASI

 

Irnie Victorynie

Universitas Islam 45 Bekasi

Email: [email protected]

 

Abstrak

Guru adalah merupakan salah satu kunci utama keberhasilan dari pendidikan. Karena gurulah yang berinteraksi secara langsung dengan peserta didik dalam kegiatan belajar anak. Berdasarkan data statistik dari BPS Kota Bekasi Tahun 2015/2016, jumlah keseluruhan guru pada sekolah dasar baik negeri maupun swasta sebanyak 8.429 guru, hal tersebut terdiri dari 2.802 guru laki-laki dan 5.627 guru perempuan. Dari data statistik tersebut menunjukan bahwa perempuan mendominasi dalam peran guru. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan lebih dalam mengenai peran gender untuk pendidik di Sekolah Dasar Bekasi. Metode penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Adapun hasil pembahasannya bahwa guru menekankan pada peran dan kesetaraan gender. Anak butuh sosok guru perempuan sekaligus laki-laki yang membimbingnya. Figur guru bagi anak tidak hanya sebagai orang yang memiliki pengetahuan lebih saja, tetapi juga mampu membangun kemampuan anak dari sisi skill anak. Guru laki-laki akan memberikan contoh sikap disiplin, taat tata tertib, dan memiliki kepribadian dan emosional yang baik. Sedangkan guru perempuan memberikan contoh bagaimana menjadi bersikap lemah lembut, saling menyayangi dan sifat keibuan. Sehingga siswa sekolah dasar akan memperoleh pendidikan dan percontohan yang komplit dari guru perempuan dan guru laki-laki.

 

Kata Kunci : Peran Gender, Peran Guru, Sekolah Dasar.

 

Pendahuluan

Salah satu kunci pembangunan negara ada melalui faktor pendidikan, karena itu pendidikan sangat penting bagi pembangunan negara. Pendidikan sangat berpengaruh pada tingkat kualitas sumber daya manusia. Pendidikan menjadi sarana dalam menyampaikan ilmu serta mengajarkan nilai-nilai serta budi pekerti yang luhur agar manusia menjadi pribadi yang memiliki karakter yang diinginkan oleh bangsa, sehingga menghasilkan SDM yang baik dan berkualitas terutama bagi masa depan bangsa. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No 2 pada Pasal 1 ayat 1, yang menyatakan bahwa �Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk menjadikan anak baik secara moral maupun emosional melalui proses pengajaran, bimbingan, maupun kegiatan lainnya yang bisa menjadi bekal baginya di masa depan�.

Dari semua jenjang pendidikan formal, pendidikan dasar memiliki peran yang strategis dalam proses membentuk dan mencetak SDM yang memiliki moral serta karakter yang berkualitas, karena sekolah dasar merupakan fondasi dan institusi awal bagi proses pendidikan selanjutnya. Pendidikan awal ini membekali anak dalam kemampuan dasar pengetahuan dan kempuan lain yang berguna bagi anak dan sebagai dasar kemampuan bagi perkembangannya. Pendidikan dasar diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk menempuh jenjang pendidikan selanjutnya, baik berupa bekal dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, yang menjadi faktor utama keberhasilan pendidikan yaitu terletak pada bagaimana proses pendidikan berlangsung. Sementara itu kunci utama dalam kegiatan pendidikan di sekolah dasar terletak pada keberadaan seorang guru. Guru yang melakukan interaksi secara langsung dengan peserta didik dalam KBM. Hal ini berarti bahwa secara komprehensif pendidikan dasar adalah keseluruhan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Berdasarkan data statistik dari BPS Kota Bekasi Tahun 2015/2016, menyatakan jumlah keseluruhan guru pada sekolah dasar baik negeri maupun swasta sebanyak 8.429 guru yakni terdiri dari 2.802 guru laki-laki dan 5.627 guru perempuan.

(https://bekasikota.bps.go.id/statictable/2016/12/19/28/banyaknya-guru-sekolah-dasa-rmenurut-kecamatan-dan-status-sekolah-.html)

 

Banyaknya Guru Sekolah Dasar menurut Kecamatan dan Status Sekolah /

Number of Primary School�s Teachers by School�s Status and Districts 2015

KECAMATAN

Negeri / State

Swasta / Private

Jumlah / Total

Districts

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Male

Female

Male

Female

Male

Female

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Pondokgede

203

424

61

146

264

570

Jatisampurna

132

164

63

102

195

266

Pondok Melati

115

230

65

99

180

329

Jatiasih

235

401

64

109

299

510

Bantargebang

113

170

43

99

156

269

Mustika Jaya

179

325

89

199

268

524

Bekasi Timur

171

382

47

119

218

501

Rawalumbu

198

387

90

198

288

585

Bekasi Selatan

145

327

86

137

231

464

Bekasi Barat

167

394

50

130

217

524

Medansatria

115

261

107

299

222

560

Bekasi Utara

222

422

42

103

264

525

Kota Bekasi

1,995

3,807

807

1,740

2,802

5,627

Bekasi Municipality

2014

2,131

4,766

1,372

2,967

3,503

7,733

2013

2,290

4,867

1,225

2,487

3,515

7,354

2012

1,563

3,270

2,249

4,515

3,812

7,785

2011

1,589

2,826

2,287

3,893

3,876

6,719

 

Para guru sekolah dasar tersebut memberikan pendidikan sekolah kepada murid-murid SD di Kota Bekasi sebanyak 256.405 murid-murid SD yang terdiri dari 132.487 murid SD laki-laki dan 123.918 murid SD perempuan. (https://bekasikota.bps.go.id/statictable/2016/12/19/26/banyaknya-murid-sekolah-dasar-menurut-kecamatan-dan-status-sekolah-.html)

 

 

Banyaknya Murid Sekolah Dasar menurut Kecamatan dan Status Sekolah /

Number of Primary School�s Pupils by Districts and School�s Status 2015

KECAMATAN

Negeri / State

Swasta / Private

Jumlah / Total

Districts

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Male

Female

Male

Female

Male

Female

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Pondokgede

9,423

9,017

2,661

2,400

12,084

11,417

Jatisampurna

3,973

3,684

1,635

1,421

5,608

5,105

Pondok Melati

5,232

4,807

1,683

1,582

6,915

6,389

Jatiasih

8,585

8,114

2,898

2,660

11,483

10,774

Bantargebang

4,488

4,091

1,402

1,302

5,890

5,393

Mustika Jaya

8,555

8,041

2,800

2,415

11,355

10,456

Bekasi Timur

12,443

12,162

4,418

4,036

16,861

16,198

Rawalumbu

8,339

7,939

4,817

4,610

13,156

12,549

Bekasi Selatan

6,934

6,625

2,759

2,421

9,693

9,046

Bekasi Barat

10,474

10,043

3,012

2,512

13,486

12,555

Medansatria

4,689

4,270

3,719

3,451

8,408

7,721

Bekasi Utara

12,473

11,589

5,075

4,726

17,548

16,315

Kota Bekasi

95,382

90,382

36,487

33,536

132,487

123,918

Bekasi Municipality

2014

97,023

91,396

34,256

31,023

1,312,793

122,419

2013

98,197

93,356

33,507

30,789

131,704

124,145

2012

98,204

92,967

32,364

30,002

130,568

122,969

2011

98,824

93,453

25,080

23,581

123,904

117,034

 

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 17, yaitu perbandingan jumlah peserta didi SD adalah 20 berbanding dengan 1 orang guru. Berdasarkan data tersebut dari sisi kuantitas di Kota Bekasi masih tergambarkan bahwa jumlah guru yang ada dan dimiliki oleh Kota Bekasi yaitu 1 berbanding 31 murid sehingga masih memerlukan tambahan agar memenuhi standar jumlah minimal. Kekurangan jumlah guru SD di Kota Bekasi ini ditutupi secara operasional oleh Pemerintah Kota Bekasi dan juga masing-masing Sekolah Dasar melalui bantuan Guru Honorer sebanyak 2.290 orang.

JUMLAH GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN HONORER SD DI KOTA BEKASI TAHUN 2017

NO

KECAMATAN

GURU

PEGAWAI

PNS

NON

PNS

JMLH

PNS

NON

PNS

JMLH

(01)

(02)

(03)

(04)

(05)

(06)

(07)

(08)

Jumlah

3.857

2.290

6.147

86

356

442

1

BEKASI TIMUR

652

276

928

13

63

76

2

BEKASI BARAT

470

253

723

6

34

40

3

BEKASI SELATAN

319

155

474

15

35

50

4

BEKASI UTARA

530

252

782

11

39

50

5

BANTARGEBANG

120

101

221

2

19

21

6

JATISAMPURNA

144

105

249

2

20

22

7

JATIASIH

330

228

558

7

23

30

8

MEDANSATRIA

201

129

330

5

17

22

9

MUSTIKAJAYA

226

159

385

4

27

31

10

PONDOKMELATI

180

135

315

3

21

24

11

PONDOKGEDE

362

252

614

8

25

32

12

RAWALUMBU

323

145

468

10

33

43

SUMBER : SAPULIDI RISET CENTER (SRC) 2017

Kasus kekerasan terhadap anak di Kota Bekasi cenderung mengalami peningkatan sejak tiga tahun terakhir. Pada tahun 2015 lalu, kekerasan anak di Kota Bekasi mencapai 100 kasus dan naik di tahun 2016 menjadi 127 kasus. Bahkan di tahun 2017 lalu jumlah kekerasan anak berada di puncaknya, yakni 198 kasus. Kepala Seksi Perlindungan Anak pada Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPPA) Kota Bekasi, H Mini mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak yang paling menonjol adalah kekerasan seksual. Berdasarkan catatannya, jumlah kekerasan seksual anak di Kota Bekasi pada 2015 mencapai 59 kasus. Pada 2016 naik menjadi 77 kasus, bahkan di tahun 2017 menjadi 104 kasus. Jumlah ini diproyeksikan lebih rendah dari angka sesungguhnya, karena ada beberapa orang tua yang tidak melapor ke petugas dengan alasan malu.

(http://wartakota.tribunnews.com/2018/01/08/kasus-kekerasan-seksual-anak-di-bekasi-terus-naik)

Dari permasalahan-permasalahan guru SD tersebut, ternyata ada fenomena menarik lainnya yaitu perbandingan guru SD berdasarkan jenis kelamin. Pada kenyataannya bahwa jumlah guru perempuan dengan guru laki-laki mengalami kesenjangan yang cukup ketara. Jumlah guru perempuan ternyata jauh mendominasi guru laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat dari data perbandingan guru di Indonesia menurut golongan gender pada Pusat Data dan Statistik Kemdikbud Tahun 2015/2016. Data tersebut menggambarkan jumlah guru antara perempuan dan laki-laki mencapai angka 68:32 persen. Peran wanita nampaknya cukup mempengaruhi posisi ideal sebagai guru SD.

Permasalahan yang terjadi terhadap siswa-siswa SD di Kota Bekasi seharusnya dapat diminimalisir ketika peran guru SD lebih maksimal, dimana secara kuantitas lebih banyak dilakukan oleh guru perempuan. Apabila peran guru perempuan diberikan peluang lebih besar dalam meningkatkan kompetensinya. Karena meskipun memiliki jumlah yang besar tapi pemberdayaan yang dilakukan cenderung lebih mengutamakan guru laki-laki dari pada guru perempuan.

Selama ini permasalahan peran gender dalam pendidikan cenderung hanya difokuskan kepada analisa siswa berdasarkan gender perempuan sebagai pengguna pendidikan yang seringkali dimarjinalkan. Padahal tidak kurang pentingnya ketika masalah gender diberikan fokus perhatiannya terhadap guru-guru khususnya guru SD. Peran guru SD merupakan problematika sangat urgen bagi sebuah bangsa, karena pendidikan dasar adalah bagian dari wahana pembentuk karakter bangsa yang penanamannya diawali dari anak-anak usia sekolah dasar. Di beberapa negara seperti contohnya Jepang atau Australia, kebijakan pendidikan dasar diselenggarakan secara ketat dan memiliki kebijakan nasional tentang pola pendidikan dasar dan diawasi oleh para Profesor.

Berdasarkan beberapa permasalahan dan kondisi dari guru SD di Kota Bekasi dalam melahirkan manusia Indonesia yang berkarakter dan berkualitas, maka penulis mencoba menjelaskan lebih dalam mengenai Peran Gender Untuk Guru Sekolah Dasar Di Kota Bekasi.

 

Metode Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang tepat karena membutuhkan data yang lebih mendalam mengenai peran gender pada guru SD. Adapun jenis penelitian yang digunakan peneliti disini adalah bersifat eksplanatif.

Alasan peneliti dalam menggunakan jenis ini adalah sebagai alat dalam menghimpun informasi dan data yang behubungan dengan topik permasalah dan mendapatkan gambaran secara jelas. Penelitian akan diselenggarakan di Kota Bekasi, hal ini peneliti lakukan karena Kota Bekasi adalah sebagai kota yang memiliki guru SD dengan perbandingan jumlah guru perempuan dan guru laki-laki yang ketara.

 

Hasil dan Pembahasan

Peran Gender

Hilary M. Lips menulis dalam bukunya yang berjudul Sex and Gender, ia mengartikan bahwa Gender adalah harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; seorang perempuan sering diidentikkan dengan kata lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sedangkan seorang laki-laki selalu disandingkan dengan kata kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat umum yang dapat ditukar menjadi sebaliknya, seperti seorang laki-laki yang memiliki sifat lemah lembut, juga perempuan yang memiliki sifat kuat. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi seiring dengan berjalannya waktu dan berbedanya tempat (Mansour Fakih, 1999).

Secara garis besar, epistemologi dari sebuah penelitian mengenai Gender bertitik tolak dari paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural dan pertentangan. Fungsionalusme struktural merupakan aliran yang menganggap bahwa suatu masyarakat terdiri atas bermacam-macam bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur dasar yang mempengaruhi masyarakat. Secara inhern teori fungsionalis dan sosiologi ini bersifat konservatif dan dapat dihubungkan dengan tulisan-tulisan dari August Comte (1798-1857), Herbart Spincer (1820-1930), dan ilmuwan lainnya.

Teori fungsionalis mengulaskan berbagai isu-isu yang berhubungan dengan sosial dan sistem di dalamnya. Dalam teorinya dijelaskan bahwa perubahan sosial diasumsikan sebagai evolusi alamiah yang terjadi antara peran sosial dan fungsi sosial. Perubahan sosial yang terjadi secara gradual dan cepat dapat dikatogerikan sebagai perubahan sosial yang disfungsional.

Teori strukturalis lebih mengarah pada sosiologi, sedangkan teori fungsionalis lebih mengarah kepada psikologis. Akan tetapi, kedua teori tersebut pada dasarnya memiliki kesimpulan yang sama. Dalam teori tersebut disebutkan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih mengutamakan kelestarian serta keharmonisan dibandingkan persaingan (Talcott Parson dan Robert Bales). Sistem nilai bekerja dan berfungsi sebagai penengah dengan menciptakan sebuah keseimbangan dalam kehidupan sosial. Hal ini dapat dilihat dari pembagian kerja antara laki-laki dengan perempuan, laki-laki bertugas sebagai pemburu sedangkan perempuan bertugas sebagai peramu. Peran domestik dimiliki oleh seorang perempuan dengan fungsi reproduksinya, sedangkan seorang laki-laki memiliki peran publik. Masyarakat semacam ini memiliki stratifikasi peran Gender yang ditentukan dengan jenis kelamin (sex).

 

Peran Guru

Berbicara mengenai peranan guru, berarti juga membahas definisi fungsi sekolah. Sementara fungsi sekolah dapat diasumsikan sebagai wadah pengalaman bagi manusia dengan tujuan yang sudah disepakati dalam pendidikan. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Norman M. Goble (1983) menyatakan; �tugas guru adalah untuk meningkatkan kualitas dari kegiatan belajar mengajar, dengan demikian tugas dari guru tidak boleh keluar dari tujuan pendidikan�. Guru harus berani berinovasi untuk melakukan perubahan peranan dalam pelayanan terhadap peserta didik.  

Semua guru akan setuju bahwa fungsi sekolah bukan hanya menjadi tempat menambah pengetahuan saja, tetapi tempat pendidikan. Itu berarti guru idealk bukan mengisi pengetahuan saja tetapi mendidik siswanya menjadi pribadi baik. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu pendidik dan pembimbing. Disini guru didiberi tanggungjawab untuk memberikan contoh atau akhlak yang baik kepada anak didiknya. Sebagaimana dijelaskan oleh ali Syaifullah bahwa dalam buku Filsafat Pendidikan (1977), �Gaya membimbing dalam sistem among adalah pendampingan dengan relasi kasih sayang, saling percaya mempercayai antara guru dengan siswa. Nilai yang didapatkan dikembangkan adalah tugas dan peran guru sebagai tanggungjawab sosial dalam disiplin sosial serta relasi sosial dalam diri anak.�

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, saat mewawancarai salah satu pengelola SD di Kota Bekasi, disampaikan bahwa laki-laki yang melamar untuk menjadi guru SD sangat kurang. Adapun faktornya adalah dikarenakan beberapa hal; Pertama, Stigma sosial: adanya stigma masyarakat bahwa guru SD haruslah perempuan dengan demikian hampir identik dengan perempuan. Pekerjaan guru SD hanya bisa dilakukan oleh perempuan karena perempuan memiliki kesabaran menghadapi anak-anak dalam kegiatan sehari-hari. Kedua, karena laki-laki memiliki kepribadian yang kurang sabar dalam menangani anak kecil. Kebanyakan, perempuan lebih telaten dan lebih bersikap sabar dalam menghadapi anak-anak. Dengan demikian, perempuan merupakan sosok yang sangat cocok untuk menghadapi anak kecil. Ketiga, Gaji yang kecil. Menekuni profesi guru, memang tidak bisa diandalkan bagi kebutuhan keluarga, apalagi sebagai guru honorer. Sementara bagi laki-laki haru menghidupi keluarganya. Oleh karena itu dengan gaji yang minim, profesi guru sangat kurang diminati oleh kepala guru, atau lelaki.

 

Peran Gender di Sekolah Dasar

Peran guru perempuan dan guru laki-laki di SD menempati porsi kebutuhan yang sama di SD, agar dapat terwujud keseimbangan dan keoptimalan ilmu pengetahuan didapatkan oleh anak didik. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu memfungsikan peran gender di SD, diantaranya yaitu: Pertama, Akses. Yang dimaksud dengan akses adalah akses untuk internal pemahaman pengetahuan gender sehingga dapat memberikan sikap terhadap siswa dengan berkeadilan gender. Kemudian dari pada itu juga, akses untuk diperlakukan secara berkeadilan gender, sehingga mampu berperan secara bersama-sama antara guru perempuan dan guru laki-laki. Guru perempuan dan laki-laki harus sama perlakuannya untuk mendapat akses pemberdayaan dan mendapatkan peluang yang sama dalam upaya peningkatan kompetensinya.

Fenomena sekolah yang pada umumnya masih menganut diskriminasi gender. Semua pihak seharus diberikan kesadaran mengenai urgensinya perilaku berkeadilan gender. Maka pihak sekolah harus mengupayakan agar guru bias memperoleh kesempatan dalam masalah dasar-dasar pengetahuan dan pendidikan gender terlebih dahulu. Namun karena persoalan gender merupakan bagian dari masalah budaya, maka pendidikan gender seringkali tidak berjalan. Pendidikan gender memerlukan proses yang berkesinambungan.

Kedua, Partisipasi. Aspek partisipasi mencakup masalah bidang pendidikan dan statistik pendidikan. Dalam kehidupan masyarakat, memiliki nilai etik dan nilai budaya yang menempatkan perempuan hanya cenderung di arena domestic. Hal ini membuat status gender seingkali menjadi masalah dikehidupan masyarakat. Umumnya permasalahan yang terjadi adalah pada masalah ekonomi, maka anak laki-laki akan lebih dulu mendapatkan tanggungjawab untuk mencari ekonomi bagi keluarganya. Nilai budaya tradisional tersebut cukup memberi dampak terhadap partisipasi guru perempuan sekolah dasar khususnya dalam penguasaan bidang studi maupun kompetensi yang dimilikinya. Padahal partisipasi guru perempuan seharusnya sama aktifnya dengan guru laki-laki untuk memberikan pembelajaran dan pendidikan kepada siswa-siswa sekolah dasar. Tetapi karena pemberdayaan dari sekolah yang lebih mengutamakan guru laki-laki, sehingga kompetensi guru perempuan cenderung di bawah guru laki-laki. Sedangkan pada tataran implementatif, partisipasi guru perempuan tetap dituntut secara maksimal.

Pertemuan dan kebersamaan anak didik dengan satu guru selama mengikuti proses pendidikan dalam tahun pelajaran menjadikan anak didik percaya diri. Hal ini harus disadari bersama bahwa proses adaptasi bagi seorang anak cenderung sangatlah sulit. Seringkali ada sesuatu yang menghalangi komunikasi anak didik dengan guru. Dengan kondisi psikologis anak yang cenderung lambat beradaptasi tersebut, seharusnya dapat diatasi oleh guru perempuan yang justru bisa berperan lebih aktif. Hal ini dikarenakan bahwa pada guru perempuan ada sisi lebih dalam yang secara psikologi bahwa seorang perempuan dengan sifat keibuannya justru dapat lebih mudah bergaul dan cepat diterima anak usia sekolah dasar. Belum lagi kelemahlembutan seorang perempuan yang bisa dirasakan anak-anak untuk memberi ketenangan dan kedamaian. Sehingga pembelajaran akan lebih cepat diterima ketika anak-anak merasakan bahwa secara psikologis sudah merasa bersatu dalam suasana kekeluargaan di sekolah. Dalam konteks ini peran guru perempuan justru dapat berpartisipasi lebih maksimal untuk membina siswa sekolah dasar.

Ketiga, Manfaat dan Penguasaan. Kenyataannya banyak angka buta huruf di Indonesia didominasi oleh kaum perempuan. Data BPS tahun 2003, menunjukkan dari jumlah penduduk buta aksara usia 10 tahun ke atas sebanyak 15.686.161 orang, 10.643.823 orang di antaranya atau 67,85 persen adalah perempuan.

Ketiga, Manfaat dan Penguasaan. Kenyataannya di Indonesia ada banyak angka buta huruf terjadi pada kaum perempuan. Menurut data dari BPS di tahun 2003, bahwa 67,85 persen adalah perempuan. Pendidikan bukan hanya sebatas proses pembelajaran, tetapi sebagai sumber bagi segala pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan merupakan instrumen efektif dalam melakukan transfer nilai termasuk nilai yang berkaitan dengan isu gender.https://draft.blogger.com/null. Karena itu pola penerapan pendidikan di SD harus sudah menggunakan pola keadilan gender. Guru perempuan yang menduduki posisi mayoritas karena berjumlah lebih banyak guru laki-laki, harus mampu mengambil peran untuk memberi manfaat yang lebih positif terhadap siswa SD.

Kementerian Pendidikan Nasional telah berupaya menjawab isu tersebut melalui perubahan kurikulum dan diawali dengan mengakomodasi peran gender dalam kurikulum 2004 (Daryo Sumanto, 2004) dan dalam perkembangannya bahwa kurikulum telah dirubah menjadi kurikulum 2013 yang juga mengakomodir pern gender. Tantangannya adalah bagaimana mengaplikasikannya dalam bahan ajar terutama isu gender tersebut. Ada stigma bahwa semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin besar kesenjangan gender dalam pengupahan. Bahkan dari data statistik menunjukan bahwa upah laki-laki lebih besar dari pada perempuan, dengan presentasi data sebagai berikut 60,46% besaran laki-laki, sementara 39,54% perempuan. Dilihat dari prosesnya bahwa pendidikan atau tugas sebagai seorang pengajar adalah membimbing, mengasuh, dan seterusnya. Maka, porsi antara laki-laki dan perempuan dalam tugas mengajar harus seimbang karena menjadi sangat vital.

Terdapat sebuah pernyataan penting yang bertujuan untuk memperkuat cara berpikir tentang profesi guru yang mengutamakan kesetaraan Gender. Setiap siswa di Sekolah Dasar membutuhkan sosok laki-laki maupun perempuan untuk menjadi gurunya guna membimbing setiap siswa di Sekolah Dasar. Sosok seorang guru bagi siswa Sekolah Dasar tidak hanya sebagai pengajar yang memberikan pengetahuan, namun juga untuk mengembangkan pengetahuan siswa. Salah satu contoh dasarnya adalah dengan memberikan pengetahuan tentang identitas jenis kelamin. Hal ini dianggap penting dalam rangka memberikan pemahaman mengenai identitas diri siswa. Untuk menanamkan pengetahuan dan pemahaman identitas jenis kelamin yang benar dan tepat terhadap anak dibutuhkan peran seorang guru perempuan dan juga seorang guru laki-laki di dalam Sekolah Dasar.

Seorang siswa laki-laki Sekolah Dasar memerlukan seorang guru laki-laki yang dapat memperkuat identitas diri di masa depan kelak. Begitupun siswa perempuan Sekolah Dasar membutuhkan seorang guru perempuan guna memberikan contoh positif dari sikap dasar seorang perempuan. Dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman yang tepat perlu didampingi oleh figur guru yang sesuai dengan jenis kelamin siswa agar siswa dapat memperoleh pendidikan dan contoh yang lengkap dari gurunya. Semua itu pada intinya merupakan proses pemahaman dasar mengenai identitas diri bagi siswa Sekolah Dasar.

 

Kesimpulan

Berdasarkan data statistik dari BPS Kota Bekasi, menunjukkan bahwa di Kota Bekasi memiliki jumlah guru yang cukup timpang, karena guru perempuan dengan guru laki-laki mengalami kesenjangan sangat timpang dari sisi jumlah. Artinya guru perempuan lebih banyak dari pada jumlah guru laki-laki.

Untuk menciptakan pembelajaran SD yang berkualitas, stigma dan pandangan masyarakat mengenai guru perempuan lebih tepat untuk mengajar di SD harus dibenahi karena peran guru laki-laki di SD sama pentingnya. Seorang siswa SD laki-laki perlu contoh orang dewasa (guru) laki-laki untuk tumbuh berkembang dan memperkuat identitasnya sebagai seorang laki-laki di masa depan. Sedangkan siswa SD perempuan membutuhkan model orang dewasa (guru) perempuan untuk mengambil sisi positif dari sikap dasar seorang perempuan. Oleh karenanya, profesi guru lebih mengutamakan kesetaraan dalam gender. Karena siswa SD memerlukan sosok guru perempuan sekaligus laki-laki yang membimbingnya dalam belajar di sekolah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Echols, John M dan Sadhily, Hassan. 1983, An Indonesian � English Dictionary. Jakarta: PT. Gramedia.

 

Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Goble, Norman M. 1983. Perubahan Peranan Guru. Jakarta: PT.Gunung Agung.

 

Roqib, Moh. 2003. Pendidikan Perempuan. Yogyakarta: Gama Media.

 

Sumanto, Daryo. 2004. Isu Gender dalam Bahan Ajar. Jakarta: Akses Internet.

 

Syaifullah, Ali. 1977. Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

 

Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

 

https://bekasikota.bps.go.id/statictable/2016/12/19/28/banyaknya-guru-sekolah-dasa-rmenurut-kecamatan-dan-status-sekolah-.html

 

https://bekasikota.bps.go.id/statictable/2016/12/19/26/banyaknya-murid-sekolah-dasar-menurut-kecamatan-dan-status-sekolah-.html)

 

http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/68-kilas-balik-dunia-pendidikan-di-indonesia

 

http://www.tempointeractive.com/hg/jakarta/2007/06/26/brk,20070626-102579,id.html