�����������
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849
����������� e-ISSN : 2548-1398
������� ����Vol. 3, No 7 Juli �2018
PEMANFAATAN
MEDIA TELEVISI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS
IX E SMP NEGERI 3 PLERED TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
�����������
Yusup
SMP Negeri 1
Gunung Jati
Email: [email protected]
Abstrak
Masalah berbicara
bukan saja dialami oleh manusia sejak lahir, namun juga bisa dialami oleh
seseorang dalam usia tertentu. Permasalahan yang berbeda dihadapi oleh
seseorang dengan porsi yang berbeda juga. Pada usia remaja, masalah yang
dihadapi dalam berbicara adalah masalah dalam mengemukakan pendapat. Misalnya
pada kasus siswa SMP Negeri 3 Plered, yang kurang mampu berbicara untuk mengemukakan gagasan
secara sistematis,
penggunaan dan pilihan kata yang tidak tepat, bahkan beberapa tidak berani berbicara. Artinya masalah yang dihadapi oleh remaja
adalah pada tataran masalah retorika. Berbagai
strategi telah dilakukan dalam meningkatkan kemampuan retorika dalam berbicara
seorang remaja, namun dari strategi yang dilakukan belum sesuai dengan yang
diharapkan. Dengan demikian, penulis merasa penelitian ini layak dilakukan,
yakni dengan memangangkat judul tentang pemanfaatan media televisi dalam
meningkatkan kualitas retorika atau kemampuan remaja dalam berbicara. Untuk mengumpulkan data,
pelaksanaan penelitian ini disertai dengan pengamatan, diskusi, dan evaluasi. Dari hasil penelitian, data yang
didapatkan kemudian dilakukan analisis dengan metode deskriptif. Sementara
evaluasi dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil penilaian serta
ketuntasan setelah dilakukan pemanfaatan. Oleh karena itu, dari hasil
penelitian yang dilakukan, maka peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa
pemanfaatan media televisi dapat berpengaruh terhadap kemampuan berbicara
remaja. Namun hal tersebut perlu dilakukan dengan penerapan yang tepat. Adapun penerapan yang dilakukan adalah; 1).
Membuat persiapan pembelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk
menonton dan menyimak televisi yang sesuai minatnya, kemudian setelah itu siswa
berusaha mengungkapkan dengan mengulangkan bahasa yang disampaikan dengan
caranya sendiri, 2). Memberikan pengetahuan dari hasil pengalaman kepada siswa
terkait dengan teknik penyampaian, 3). Materi yang disampaikan agar variatif
sehingga proses pembelajarannya tidak monoton dan membosankan, 4). Membuat
catatan-catatan garis besar terkait apa yang akan dibicarakan atau disampaikan,
sehingga melalui catatan tersebut siswa dapat berbicara secara sistematis, 5).
Diberikan waktu tanya jawab dan menanggapi materi pembelajaran. Tahapan
tersebut tentu dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam gaya berbicara atau
kemampuan retorikanya. Kemudian, selain itu juga melalui tahapan tersebut siswa
akan menambah kemampuan menyimaknya, mengingat dua kegiatan tersebut selalu berkaitan.
Kata Kunci: Media Televisi, Kemampuan Berbicara
Pendahuluan
Aswin
(1999:12) mengungkapkan pada setiap jenjang pendidikan ada delapan kompetensi
dasar yang perlu dimantapkan. Kedelapan kompetensi dasar tersebut sangat
bermanfaat dalam menunjang kegiatan belajar mengajar. Dari kedelapan kompetensi
dasar itu, tujuh di antaranya dibelajarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Adapun delapan kompetensi dasar itu adalah 1) membaca, perlu dilatih untuk
memantapkan kemampuan pemikiran konsepsional; 2) menulis, guna melatih orang
untuk cermat dalam merancang jalan pemikiran yang teratur; 3) mendengar, perlu
dilatih untuk mendengar dan memahami orang lain; 4) menghitung, melatih
kemampuan berpikir dan memanfaatkan nalar, 5) mengamati yaitu menggunakan
indera secara terpadu; 6) menghayati yaitu melatih kemampuan menempatkan diri
pada kedudukan orang lain; 7) menghayal yaitu melatih daya cipta dan
visualisasi; dan 8) berbicara yaitu melatih kemampuan berkomunikasi secara
lisan.
Dari uraian
tersebut, tampak bahwa berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang
perlu dimantapkan mengingat akan fungsinya yang sangat penting pada kehidupan
sehari-hari. Wiyanto (TT:10) berdasarkan hasil surveinya Paul T. Rankin,
menjelaskan berbicara menyita waktu 30 % dari semua kegiatan berbahasa, urutan
kedua setelah menyimak 45 %, membaca 16 % dan menulis 9 %.
Upaya melatih
keterampilan berbicara siswa sudah dilakukan dengan berbagai cara misalnya, 1)
memberi arahan dan motivasi, 2) memancing dengan masalah-masalah tertentu agar
siswa memberi tanggapan, 3) menugaskan siswa membaca wacana yang menarik
baginya kemudian mengungkapkan secara lisan. Namun upaya ini belum mencapai hasil yang diharapkan.
Berdasarkan
wawancara dengan beberapa siswa (SMP Negeri 3 Plered ) dapat diketahui bahwa
kegiatan menonton televisi hampir setiap hari dilakukannya secara rutin. Agar
televisi tidak hanya menjadi sekadar tontonan saja, alangkah baiknya kalau
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, dalam hal ini pembelajaran berbicara.
Acara-acara
yang ditayangkan di televisi membuat siswa lebih responsif karena apa yang
dibahas di kelas bersinggungan dengan hiburan yang dinikmatinya di rumah.
Dengan demikian, akan dapat meningkatkan aktifitas belajarnya. Keaktifan dalam
belajar sangat diperlukan bahkan menjadi tuntutan utama untuk bisa medapatkan
hasil yang diharapkan yaitu kemampuan berbicara.
Metodologi
Penelitian
Atas dasar pertimbangan dan kondisi kelas yang peneliti temukan,
sehingga penelitian ini dilaksanakan di kelas. Jenis� penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan
Kelas atau bisa dikatakan penelitian deskriptif. penelitian ini dilakukan oleh
seorang guru dalam hal ini peneliti adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang melakukan tindakan penelitian dengan�
mengamati dan melakukan perubahan terkontrol untuk memecahkan masalah
pemblajaran dikelas dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Sejalan
dengan pengertian yang disampaikan menurut Suharsimi Arikunto, bahwa jenis
penelitian ada 3 diantaranya� adalah
penelitian tindakan. Penelitian tindakan adalah peneltian yang dilakukan oleh
seorang yang bekerja mengenai apa yang sedang ia laksanakan tanpa mengubah
sistem pelaksanaanya (Suahrsimi Arikunto, 2006).� Kurt Lewin telah� mengembangkan penelitian tindakan atas dasar
konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang
juga menunjukkan langkah, yaitu : 1. Perencanaan
(planning), 2. Tindakan (acting), 3. Pengamatan (observing), dan 4. Refleksi
(reflecting). (Kurt Lewin, 1990). Apabila
digambarkan dalam bentuk vusualisasi, maka model Kurt Lewin akan tergambar
dalam bagan lingkaran seperti berikut ini :
��� �Acting
Planning
Observing
�� Reflecting
(Kurt
Lewin, 1990)
A.
Prosedur Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas dengan refleksi awal untuk mengetahui
kondisi objektif keterampilan berbicara siswa kelas IX E SMP Negeri 3 Plered.
Dari refleksi ini� dapat disimpulkan
bahwa aktifitas belajar berbicara siswa�
masih tergolong� rendah, sehingga
berpengaruh pula pada kemampuan berbicaranya.
Untuk mengatasi masalah itu dengan memanfaatkan media televisi.
Dasar pertimbangannya telah tertera pada 1.2. Penelitian tindakan ini
dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri
atas :
1) Penyususnan rencana tindakan, yang tidak hanya menyangkut tindakan
pembelajaran di dalam kelas tetapi juga tindakan di luar/sebelum PBM
(pratindakan) agar siswa memiliki kesiapan untuk belajar,
2)
Pelaksanaan tindakan disertai pengamatan,
3) Pengamatan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan,
4) Pelaksanaan diskusi tentang tindakan yang sudah dilaksanakan dengan siswa.
5) Analisis hasil pengamatan, diskusi, dan evaluasi,
6) Refleksi terhadap pelaksanaan tindakan sampai diperoleh simpulan yang
kebenarannya dapat diyakini untuk mengatasi masalah.
Siklus
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Siklus ke-1����������������������������������������������������� Siklus
ke-2����� ���������������� Rekomendasi
1. Perencanaan 1����������������������������� 1. Perencanaan 2
2.Tindakan 1����������������������������������� 2. Tindakan
2
3. Pemantauan dan ������������������������� 3. Pemantauan dan
Evaluasi 1������ ��������������������������������Evaluasi 2
4. Refleksi 1 ����������������������������������� 4.
Refleksi 2
Hasil dan
Pembahasan
1. Deskripsi
Prasiklus
Pada setiap pemberlakuan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia antara
lain menekankan pada keterampilan berbicara siswa. Berdasarkan pengalaman di
lapangan ternyata banyak siswa yang kurang terampil berbicara dalam arti tidak
mampu mengemukakan gagasan secara sistematis, pilihan dan penggunaan kata tidak
tepat, bahkan ada di antara mereka tidak berani tampil untuk berbicara.
Upaya melatih keterampilan berbicara siswa sudah dilakukan dengan berbagai
cara misalnya, 1) memberi arahan dan motivasi, 2) memancing dengan masalah-masalah
tertentu agar siswa memberi tanggapan, 3) menugaskan siswa membaca wacana yang
menarik baginya kemudian mengungkapkan secara lisan. Namun upaya ini belum
mencapai hasil yang diharapkan.
Refleksi awal yang dilakukan oleh guru/peneliti menghasilkan beberapa
simpulan.
1.
Siswa tidak berani berbicara karena tidak tahu
harus mulai dari mana dan bagaimana memulai berbicara.
2.
Topik pembelajaran kurang membuat siswa
bergairah dalam belajar.
3.
Guru belum menyesuaikan secara optimal metode
pembelajaran sehingga pembelajaran kurang bermakna bagi siswa.
4.
Kurang tersedianya media pembelajaran di
sekolah (selain buku-buku) sehingga pembelajaran lebih sering bersifat verbal.
Ini membuat siswa�
menjadi bosan dan menjenuhkan.
2. Deskripsi
Siklus I
Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Aktifitas belajar siswa pada pelaksanaan
tindakan siklus I tampak lebih baik dibandingkan dengan aktifitas pembelajaran
berbicara sebelumnya (perbandingan nilai aktifitas belajar siswa dapat dilihat
pada tabel 1). Walaupun demikian, masih ada
beberapa kekurangan yaitu: 1) respon siswa terhadap uraian temannya, 2) banyak
siswa ribut saat evaluasi sehingga berpengaruh proses berbicara siswa yang
sedang menyampaikan informasi di depan kelas, 3) beberapa siswa tidak memperhatikan
uraian temannya karena sibuk menghapal materi yang akan disampaikannya, 4)
kelancaran berbicara siswa karena kurangnya penguasaan kosakata.
Hasil belajar siswa pada pelaksanaan tindakan
siklus I juga tampak lebih baik dibandingkan dengan hasil pembelajaran
berbicara sebelumnya (perbandingan nilai hasil belajar siswa dapat dilihat pada
tabel 2. Walaupun demikian, masih terdapat 6
orang siswa nilainya di bawah KKM.� Dari
hasil analisis nilai hasil belajar siswa (tabel 4.2) dapat diketahui bahwa nilai
rata-rata kelas 81,05 tergolong lebih dari cukup, ketuntasan belajar 80,48 (KKM = 76), nilai tertinggi 95 dan terendah 70.
Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa
persentase perolehan nilai siswa pada komponen 2 (ketepatan memilih dan
menggunakan kata dan kalimat) 66,7% (hampir cukup),� komponen 3 (kelancaran berbicara) 68,5%
(hampir cukup), dan komponen 9 (pertanyaan/tanggapan) 44,9% (kurang sekali),
hal itu karena pada komponen 9 banyak nilai siswa yang kosong.
Berdasarkan hasil evaluasi, hasil pengamatan,
dan hasil diskusi peneliti dengan siswa dan pengamat, selanjutnya dilakukan
refleksi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I. Dari hasil refleksi
disimpulkan penyebab dari kekurangan-kekurangan tersebut sebagai berikut.
1. Karena siswa dalam satu kelompok membicarakan materi yang sama, umumnya
yang mendapat perhatian adalah pembicara pertama saja. Siswa kurang merespon
pembicara selanjutnya. Akibatnya, kesempatan bertanya jawab atau menanggapi
umumnya hanya terjadi pada pembicara pertama saja.
2. Banyaknya nilai siswa yang kosong pada komponen 9 (pertanyaan/tanggapan)
antara lain disebabkan kurang beragamnya materi pembicaraan sehingga ,
kesempatan bertanya jawab atau menanggapi juga kurang.
3. Siswa kurang menguasai perbendaharaan kata-kata sehingga pembicaraan kurang
lancar.
Dari hasil refleksi peneliti membuat rancangan
atau persiapan pembelajaran untuk penyempurnaan terhadap langkah-langkah
pelaksanaan tindakan yang akan diterapkan pada pelaksanaan tindakan siklus II.
Adapun rancangan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.
a. Menugaskan kepada siswa untuk menyiapkan materi pembicaraan dari tayangan
acara di televisi. Pada kesempatan ini siswa
diberikan kebebasan berkelompok atau individual.
b. Siswa yang memilih cara berkelompok disarankan agar membagi materi
pembicaraan dan mendiskusikan cara penyampaiannya.
c. Menyarankan agar memilih acara yang bervariasi untuk menghidupkan suasana
kelas, misalnya ada tayangan berupa cerita, berita, humor, olahraga,
entertaiment, dan sebagainya.
d. Menugaskan kepada siswa untuk berlatih berbicara di rumah agar saat tampil
dapat berbicara dengan lancar. Di samping itu, agar siswa respon terhadap
uraian temannya dan tidak sibuk menghapal, disarankan juga agar membuat catatan
kecil yang berisi garis-garis besar materi yang akan dibicarakan.
e. Memberikan motivasi dan penekanan lagi tentang cara-cara berbicara yang
baik dengan contoh-contoh yang kurang baik sebagaimana dilakukan oleh beberapa
siswa saat evaluasi pada siklus I.
f.
Memberikan arahan agar
siswa meningkatkan aktifitas belajarnya, juga menyimak uraian temannya agar
dapat mengajukan pertanyaan ataupun tanggapan.
g. Mengingatkan siswa akan hal-hal yang dinilai dari pembelajaran berbicara
tersebut. Pada siklus II aspek penilaian nomor 1 (kelengkapan informasi/isi
pembicaraan) ditiadakan karena siswa menentukan sendiri acara yang dijadikan
materi pembicaraan. Jadi, dalam hal ini guru kemungkinan tidak menonton acara
tersebut.
h. Menyampaikan rencana kegiatan pembelajaran dengan memperhatikan usulan
siswa.
3. Deskripsi
Siklus 2
Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Aktifitas belajar siswa pada pelaksanaan
tindakan siklus II lebih baik dibandingkan dengan aktifitas pembelajaran
berbicara pada siklus I. Peningkatan aktifitas ini menyebabkan meningkat pula
hasil belajar siswa.
Peningkatan tersebut disebabkan: 1) memberi
keleluasaan kepada siswa memilih acara televisi yang disukainya sebagai bahan
pembicaraan juga keleluasaan terkait dengan teknik penyampaiannya, 2) memberi
arahan dan penekanan cara-cara berbicara yang baik, 3) siswa berlatih berbicara
di rumah, 4) kegiatan resiprokal yang dapat mengasah kemampuan berbicara dalam
hal bertanya jawab maupun menanggapi. Meskipun demikian, kekurangan masih tetap
ada yaitu dua orang siswa mengalami kesulitan berbicara karena kurang mampu
menggunakan kata-kata secara tepat.
Walaupun masih ada kekuramgan yang dijumpai
pada penelitian ini, permasalahan yang diajukan tentang dapat atau tidaknya
pemanfaatan media televisi meningkatkan aktifitas dan kemampuam berbicara siswa
serta cara-cara yang harus dilakukan sudah terjawab. Dengan demikian, melalui
refleksi diputuskan mengakhiri penelitian ini sampai siklus kedua.
�
Hasil Pelaksanaan Siklus I dan II beserta Pembahasannya
Pada bagian ini akan dibahas tentang
temuan-temuan yang dapat dirangkum melalui pengamatan, diskusi, dan evaluasi
pada pelaksanaan siklus I dan II.
Berdasarkan pengamatan dapat diuraikan bahwa
pemanfaatan media televisi ternyata dapat memotivasi semangat belajar
(berbicara) siswa kelas IX E sehingga aktifitas belajarnya meningkat.
Peningkatan itu dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Perbandingan Nilai Aktifitas Belajar Siswa dari Pembelajaran Pratindakan
sampai dengan Tindakan Siklus II
No. |
Aktifitas |
Pratindakan |
Siklus I |
Siklus II |
Keterangan |
|||
Nl |
Kt |
Nl |
Kt |
Nl |
Kt |
|||
1. |
Partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran |
75 |
HC |
85 |
LDC |
91 |
BS |
Meningkat |
2 |
Respon siswa terhadap uraian guru |
75 |
HC |
90 |
BS |
90 |
B |
Meningkat |
3. |
Respon siswa terhadap uraian temannya |
60 |
K |
75 |
K |
90 |
B |
Meningkat |
4. |
Aktifitas siswa dalam mengikuti pelajaran |
60 |
K |
85 |
LDC |
90 |
B |
Meningkat |
5. |
Aktifitas siswa dalam berdiskusi |
65 |
K |
85 |
B |
92 |
BS |
Meningkat |
6. |
Ketekunan siswa dalam belajar |
65 |
K |
85 |
B |
90 |
B |
Meningkat |
7. |
Perhatian siswa terhadap kegiatan pembelajaran |
60 |
K |
80 |
C |
90 |
B |
Meningkat |
|
Rata-Rata |
65,7 |
HC |
83,6 |
LDC |
90,4 |
B |
Meningkat |
Keterangan :
Nl = Nilai������� Kt = Kategori ������������ K = Kurang���������������� C = Cukup
B = Baik��������� BS = baik
sekali� ������� LDC
= lebih dari cukup���������������������
Pada tabel 1 dapat dilihat adanya peningkatan
aktifitas siswa dalam belajar berbicara setelah memanfaatkan media televisi
sebagai sumber belajar. Peningkatan tersebut terjadi pada setiap komponen
aktifitas. Rata-rata nilai aktifitas secara klasikal saat pratindakan hanya
65,7 dikategorikan hampir cukup, sedangkan siklus I 83,6 (lebih dari cukup),
dan siklus II 90,4 (baik). Jadi ada peningkatan 17,9 pada siklus I dari
pratindakan dan 6,8 pada siklus II dari siklus I. Dari hasil diskusi peneliti
dengan siswa dan pengamat dapat diketahui penyebabnya antara lain siswa
menyukai teknik pembelajaran ini.
Meningkatnya aktifitas belajar siswa membawa
dampak pada hasilnya sehingga kemampuan berbicaranyapun meningkat pula. Pada
awalnya, siswa tidak mampu berbicara secara sistematis, pilihan kata tidak
tepat, tidak lancar, bahkan ada beberapa siswa tidak berani berbicara secara
formal. Setelah memanfaatkan tayangan acara pada media televisi sebagai sumber
belajar, kemampuan berbicara siswa meningkat. Pada tabel berikut disajikan
perbandingan nilai yang diperoleh siswa dari pembelajaran pratindakan sampai
tindakan siklus II.
Tabel 2.
Perbandingan Nilai Hasil
Belajar Siswa dari Pratindakan sampai dengan Siklus II
No. |
Nama Siswa |
Nilai |
Keterangan |
||
Pratindakan |
Siklus I |
Siklus II |
|||
1. |
Titin Rafitah |
60 |
78 |
84 |
Meningkat |
2. |
Vivin Kurniawati |
60 |
78 |
83 |
Meningkat |
3. |
Putu Meta Listya |
78 |
84 |
95 |
Meningkat |
4. |
Made Rina Y. |
70 |
85 |
90 |
Meningkat |
5. |
G. A. Ade Trisna |
65 |
85 |
91 |
Meningkat |
6. |
I. A.Suara Swati |
77 |
81 |
90 |
Meningkat |
7. |
A. A. Alit Dwi |
70 |
85 |
89 |
Meningkat |
8. |
Kd. Riki A. |
60 |
74 |
82 |
Meningkat |
9. |
Kadek Krisna D. |
70 |
82 |
90 |
Meningkat |
10. |
Md. Ery P. |
70 |
82 |
95 |
Meningkat |
11. |
I G. A Adesty Sri |
70 |
82 |
89 |
Meningkat |
12. |
Dw. Pt Armita P. |
77 |
90 |
98 |
Meningkat |
13. |
Luh Sudiani |
60 |
70 |
77 |
Meningkat |
14. |
Pt Indah Pradnya |
61 |
82 |
95 |
Meningkat |
15. |
Kadek sarah S. |
63 |
81 |
85 |
Meningkat |
16. |
Yunita Rahma D. |
80 |
95 |
100 |
Meningkat |
17. |
Dw. A Dian |
77 |
85 |
98 |
Meningkat |
18. |
Pt A. Utariani |
77 |
85 |
95 |
Meningkat |
19. |
S. A. M Latrini |
60 |
70 |
79 |
Meningkat |
20. |
I. A. Ratih A. |
66 |
81 |
87 |
Meningkat |
21. |
�Km. Widnyani |
61 |
81 |
83 |
Meningkat |
22. |
Pt Sarwinda A. |
77 |
81 |
91 |
Meningkat |
23. |
Pt Wiramaswara |
78 |
82 |
88 |
Meningkat |
24. |
G. Ngr. Alit S. P. |
71 |
90 |
94 |
Meningkat |
25. |
I Md Angga S. |
71 |
79 |
83 |
Meningkat |
26. |
I Gd. Surya D. |
77 |
79 |
88 |
Meningkat |
27. |
Md. Adi Java S. |
71 |
85 |
93 |
Meningkat |
28. |
I Md Budiarta |
65 |
79 |
83 |
Meningkat |
29. |
Wyn. Pradnyana |
77 |
84 |
91 |
Meningkat |
30. |
I Wyn. Novawan |
64 |
79 |
85 |
Meningkat |
31. |
I Wyn. Yogianto |
60 |
70 |
77 |
Meningkat |
32. |
I Km A. Budiana |
69 |
85 |
90 |
Meningkat |
33. |
I Nyn. Usadi P. |
64 |
82 |
85 |
Meningkat |
34. |
Gd. A. Suarya p. |
70 |
86 |
85 |
Meningkat |
35. |
I Wyn Baktiyasa |
71 |
70 |
77 |
Meningkat |
36. |
Rian Fatoni B. |
50 |
70 |
77 |
Meningkat |
37. |
Ngh. Arsa A. |
70 |
78 |
79 |
Meningkat |
38. |
Pt Candra W. |
77 |
81 |
90 |
Meningkat |
39. |
Km. Darma S. |
65 |
82 |
90 |
Meningkat |
40. |
Md. B. Yoga D. |
77 |
85 |
90 |
Meningkat |
41. |
IGN Agung P. |
69 |
81 |
90 |
Meningkat |
|
|
|
|
|
Meningkat |
|
Jml Nilai siswa |
2822 |
3323 |
3601 |
Meningkat |
|
Daya Seraf (%) |
68,83 |
81,05 |
87,83 |
Meningkat |
|
Ketuntasan (%) |
29,27 |
80,48 |
100 |
Meningkat |
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil
belajar siswa pada siklus II paling tinggi. Daya seraf pada pelaksanaan
tindakan siklus II mencapai 87,83% dikategorikan baik, bahkan ketuntasan
belajar mencapai 100%. Perolehan nilai tersebut menunjukkan peningkatan yang
signifikan lebih-lebih bila dibandingkan dengan nilai pratindakan. Peningkatan
daya seraf belajar siswa dari pratindakan ke siklus I sangat signifikan yaitu
sebesar 12,22%, lebih-lebih ketuntasan belajar sebesar 51,21%, sedangkan dari
siklus I ke siklus II ada peningkatan daya seraf sebesar 6,78% dan ketuntasan
sebesar 19,52%.
Walaupun demikian masih ada lima orang siswa
yang memperoleh nilai berkategori cukup. Terhadap lima orang ini akan dilakukan
bimbingan individual lebih intensif. Dalam hal ini perlu diperhatikan nilai
yang diperoleh lima orang siswa ini merupakan nilai yang sudah mengalami
peningkatan dari sebelumnya.
Melalui penelitian ini, berdasarkan hasil
pengamatan dan diskusi peneliti dengan siswa maupun pengamat dapat diuraikan
bahwa peningkatan aktifitas dan kemampuan siswa dalam berbicara disebabkan oleh
beberapa faktor.
1. Melakukan persiapan pembelajaran dengan cara menugaskan siswa menonton
acara televisi yang disukainya, kemudian berlatih mengungkapkan kembali secara
lisan dengan bahasanya sendiri.
2. Memberi keleluasaan kepada siswa terkait teknik penyampaiannya.
3. Mengingatkan siswa sedapat mungkin menyampaikan materi pembicaraan yang
beragam agar pembelajaran tetap menarik karena informasi yang disimaknya baru
dan bervariasi.
4. Agar bisa berbicara dengan lancar, selain latihan berbicara perlu juga
menyiapkan catatan kecil yang berisi garis-garis besar yang akan dibicarakan.
Agar siswa lebih antusias dalam belajar, pembelajaran perlu diselingi
dengan kegiatan resiprokal yaitu dengan bertanya jawab atau memberi tanggapan.
Hal ini selain dapat meningkatkan aktifitas dan kemampuan siswa dalam berbicara
juga dapat meningkatkan kemampuan menyimaknya, mengingat dua kegiatan tersebut
selalu berkaitan.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil yang
diperoleh dari pelaksanaan siklus I dan II, dapat ditarik simpulan bahwa
hipotesis yang menyatakan �jika proses pembelajaran berbicara memanfaatkan
media televisi sebagai sumber belajar dan disertai dengan prosedur penerapan
yang tepat , aktifitas belajar siswa akan meningkat� sehingga akan meningkat pula kemampuan
berbicaranya� tercapai atau dapat dibuktikan kebenarannya. Pemanfaatan media
televisi yang disertai cara penerapan yang tepat terbukti dapat meningkatkan
aktifitas belajar dan kemampuan berbicara siswa.
�Peningkatan aktifitas belajar berbicara
terjadi pada setiap komponen penilaian aktifitas. Aktifitas yang diberi
penilaian secara klasikal dan bersifat kuantitatif saat pratindakan hanya 65,7
dikategorikan hampir cukup, sedangkan siklus I 83,6 (lebih dari cukup), dan
siklus II 90,4 (baik). Jadi ada peningkatan 17,9 pada siklus I dari pratindakan
dan 6,8 pada siklus II dari siklus I.
�Peningkatan aktifitas belajar mengakibatkan
peningkatan kemampuan berbicara siswa. Hal itu
terlihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Peningkatan daya seraf
belajar siswa dari pratindakan ke siklus I sangat signifikan yaitu sebesar
12,22%, lebih-lebih ketuntasan belajar sebesar 51,21%, sedangkan dari siklus I
ke siklus II ada peningkatan daya seraf sebesar 6,78% dan ketuntasan sebesar
19,52%.
Aktifitas belajar dan kemampuan berbicara
siswa meningkat karena peneliti telah menerapkan beberapa cara dalam
pembelajaran berbicara ini yaitu sebagai berikut.
1. Membuat
persiapan pembelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk menonton dan
menyimak televisi yang sesuai minatnya, kemudian setelah itu siswa berusaha
mengungkapkan dengan mengulangkan bahasa yang disampaikan dengan caranya
sendiri,
2. Memberikan
pengetahuan dari hasil pengalaman kepada siswa terkait dengan teknik
penyampaian,
3. Materi
yang disampaikan agar variatif sehingga proses pembelajarannya tidak monoton
dan membosankan,
4. Membuat
catatan-catatan garis besar terkait apa yang akan dibicarakan atau disampaikan,
sehingga melalui catatan tersebut siswa dapat berbicara secara sistematis,
5. Diberikan
waktu tanya jawab dan menanggapi materi pembelajaran. Tahapan tersebut tentu
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam gaya berbicara atau kemampuan
retorikanya. Kemudian, selain itu juga melalui tahapan tersebut siswa akan
menambah kemampuan menyimaknya,
mengingat dua kegiatan tersebut selalu berkaitan
BIBLIOGRAFI
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Aswin. 1999. �Pentingnya Delapan Kompetensi Dasar dalam Pendidikan
Menjelang Millenium 3� dalam Buletin Pusat Perbukuan. Edisi November (hlm
12-14)
Wiyanto, Asul. tt. Pidato Ceramah
dan Diskusi. Gresek: CV. Bintang Jaya.
Kurt Lewin, 1990. Action Research
Minotiry Problem. Victoria: Deaklin University.
.