Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 10, Oktober 2021
AKURASI PENILAIAN NILAI
JUAL OBJEK PAJAK BUMI DENGAN METODE INTERNATIONAL ASSOCIATION OF ASSESOR
OFFICER (IAAO) DI KECAMATAN MENTENG JAKARTA PUSAT TAHUN 2019
Universitas Indonesia (UI) Depok Jawa Barat,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected]�
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keakurasian penentuan nilai jual objek pajak bumi menggunakan metode penilaian
rasio yang direkomendasikan IAAO, dan pendekatan penelitian kualitatif
deskriptif dengan paradigma post-positivisme, menggunakan data transaksi jual
beli properti dari sampel yang ditentukan per kelurahan di Kecamatan Menteng
Jakarta Pusat tahun 2019, serta didukung hasil wawancara. Penulisan ini
dilatarbelakangi oleh kenaikan NJOP yang tidak rasional berkorelasi dengan
harga pasar properti di kawasan Menteng. Hal ini tercermin dari hasil
perhitungan rasio mean dibagi median sebesar 1,13 (113%) mengindikasikan over
assessment, pada hasil mean dibagi weighted mean sebesar 1,32 (132%)
mengindikasikan terjadi regresivitas. Artinya, properti bernilai rendah
terhadap harga pasar ditentukan dengan prosentase yang lebih tinggi di dalam
penentuan NJOP Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng. Pada pengukuran
variabilitas dengan koefisien dipersi (COD) diperoleh nilai 13,24% dinilai
tingkat keseragaman dengan kualitas baik, dan hasil perhitungan koefisien
variabilitas (COV) diperoleh nilai 34,66%, artinya keseragaman penentuan NJOP
Bumi tersebut tidak baik. Implikasi dari indikasi terjadi over assessment dan
regresivitas dengan tingkat keseragaman penentuan NJOP dinilai tidak baik telah
memunculkan kenaikan harga pasar yang tidak transparan sebagai akibat tidak
adanya lembaga independen untuk melakukan pemantauan dan pencatatan dari nilai
transaksi properti dalam penentuan NJOP terhadap harga pasar.
Kata Kunci: penilaian rasio;
harga pasar; nilai tanah; pajak properti
Abstract
This study aims to determine the accuracy of determining the sale value
of land tax objects using the ratio assessment method recommended by IAAO, and
a descriptive qualitative research approach with a post-positivism paradigm,
using property sale and purchase transaction data from a sample determined per
village in Menteng District, Central Jakarta in 2019,
as well as supported by the results of interviews. This writing is motivated by
the increase in NJOP which is irrationally correlated with the property market
price in the Menteng area. This is reflected in the
results of the calculation of the ratio of the mean in the median of 1.13
(113%) indicating over assessment, the results of the mean divided by the
weighted mean of 1.32 (132%) indicate regression. This means that low value
property against market price is determined by a higher percentage in the
determination of the 2019 NJOP in Menteng District.
In measuring the variability with the coefficient of dispersion (COD), a value
of 13.24% was assessed for the level of uniformity with good quality, and the
results of the calculation of the coefficient of variability (COV) obtained a
value of 34.66%, meaning that the uniformity of determining the NJOP of the
Earth was not good. The implication of the indication of over-assessment and regressiveness with the level of uniformity in determining
NJOP is considered to be bad has resulted in an increase in market prices that
are not transparent as a result of the absence of an independent institution to
monitor and record the value of property transactions in determining NJOP
against market prices.
Keywords: ratio assessment; market price; land value;
property tax
Received: 2021-09-20; Accepted: 2021-10-05; Published: 2021-10-20
Pendahuluan
Pajak bumi dan bangunan di sektor perdesaan dan
perkotaan menggunakan dasar pengenaannya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
yang ditetapkan besarannya setiap tahun oleh Kepala Daerah. NJOP mencerminkan
nilai pasar atau nilai transaksi jual beli. Jika penilaian keakurasiannya under
assessment mengindikasikan potensi pajak yang belum optimal, sedangkan over
assessment dapat mengganggu proses pemungutan pajak sehingga dibutuhkan
pengawasan dalam penetapannya.
Kecamatan Menteng Jakarta Pusat dikenal sebagai
kawasan elit mengalami kenaikan NJOP yang tidak rasional berakibat pemilik
properti sebagiannya menjual dan sebagian lainnya tidak membayar pajak, salah
satunya ditunjukkan pada properti dengan NJOP senilai Rp. 5 miliar, tetapi
harga penawarannya Rp. 3 miliar. Pada tahun 2018, kenaikan NJOP di Kecamatan
Menteng rata-rata 19,54 persen yang telah disesuaikan dengan harga pasar dimana
kenaikan NJOP tersebut akan berkorelasi dengan harga jual properti maupun tanah
kosong.
Hasil pengamatan melalui situs rumahku.com diketahui
harga properti di Kecamatan Menteng tergolong mahal, berkisar Rp. 55 juta
hingga Rp. 60 juta per meter persegi sehingga sepanjang tahun 2014 hingga saat
ini sangat minim adanya transaksi, Atas kondisi tersebut perlu dilakukan uji
keakuratan NJOP Bumi terhadap nilai pasar, atau perbandingannya serta
keseragaman atau keadilan dalam penetapan NJOP di Kecamatan Menteng tahun 2019
dengan mengacu pada rekomendasi International
Association of Assessor Officer (IAAO).
Lokasi properti menjadi faktor penentu terhadap
nilai dari tanah dan/atau bangunan. Lokasi yang dekat dengan fasilitas umum
sangat berbeda dibanding lokasi yang jauh dari infrastruktur perkotaan sehingga
biasanya seorang penilai disewa untuk membuat penaksiran bukan nilai riil dari
lokasi tanah. Untuk menguji tingkat penilaian yang memiliki kinerja baik
menggunakan assessment sales ratio (ASR) yang harus memenuhi syarat, yaitu: (1)
tingkat penilaian mendekati 100% dari nilai pasar, yakni penilaian yang bukan
over assessment maupun under assessment, dan (2) variabilitas koefisien
disperse (COD) dan koefisien variasi (COV) tidak melebihi 20% dan 25% (Supardi &
Hartoyo, 1919).
Kualitas NJOP dapat diuji dengan membandingkan NJOP
terhadap harga transaksi dengan dikembangkan untuk mengukur keakurasian
penetapan, tingkat kesergaman, tingkat keadilan guna memaksimalkan potensi
penerimaan pajak dengan tidak mengesampingkan pemenuhan keadilan bagi wajib
pajak (Prasetyo &
Sholeh, 2015). Melalui
pengukuran tendensi sentral dapat memberikan indikasi terjadinya under
assessment atau tidak berada di dalam interval standar yang direkomendasikan
IAAO (Monding & Pusung,
2017). Jika
diindikasikan terjadi under assessment maka dapat disarankan untuk melakukan
penilaian kembali (re-appraisal) agar penentuan NJOP lebih akurat dan dapat
meningkatkan penerimaan pajak (Purnomo & Sabojono, 2016). Under assessment dapat terjadi disebabkan harga
properti lebih tinggi dibandingkan NJOP (Razif & Wati,
2019).
Penetapan NJOP menjadi dasar pengenaan pajak bumi
dan bangunan atau disebut dengan pajak properti. Desain kebijakan pajak
properti yang baik harus memenuhi syarat, yaitu: (1) dasar pengenaan (tax
base), (2) identifikasi pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran: (3)
penentuan tarif pajak; (4) pembagian tugas administrasi dan pendapat pajak
antar tingkat pemerintah. Cara-cara yang dapat dijadikan dasar pengenaan pajak
properti, meliputi: (1) harga pasar (market value); (2) nilai barang modal
(capital value/annual value); (3) penilaian pendapatan (income based
valuation); (4) basis wilayah (area based); dan (5) nilai pembelian
(acquisition value) (Thuronyi, 1996).
Sedangkan, hal yang harus diperhatikan dalam pajak
properti adalah: (1) keadilan bagi pembayar pajak; (2) manfaat bagi pembayar
pajak; (3) eliminasi kompetisi pajak atau mengurangi biaya riil atas jasa
publik; (4) biaya pajak terjangkau masyarakat; (5) koordinasi pengumpulan,
penilaian, penentuan dan pemungutan atas data pajak; dan (6) fiskus memiliki
kompetensi (Power & Elliott,
2006). Oleh karena
itu, di dalam pembuatan kebijakan pajak properti harus mempertimbangkan
kategorinya, yaitu (1) merencanakan penggunaan tanah dan pembagian wilayah
(land use & zoning); (2) memiliki kesepakatan pembangunan daerah dan
infrastruktur publik; (3) memiliki program revitalisasi serta pelayanan
perumahan dan komunitas; (4) sumber daya alam dan (5) pembangunan ekonomi (Edwards &
Huddleston, 2009).
Penilaian keakurasian sebuah properti sangat dibutuhkan
untuk kepentingan perpajakan. Untuk itu, tujuan penilaian yang akurat harus
diselaraskan dengan standar dan/atau mempelajari terkait rancangan
pengukurannya (Lang & Wilkerson,
2008).
Ketidak-akurasian penilaian dapat menyebabkan berkurangnya basis pajak dan
menyebabkan wajib pajak kehilangan kepercayaan pada sistem pajak properti.
Permasalahan mendasar dalam pajak properti terletak pada pengenaan pajak yang
didasarkan dari ketersediaan bukan berdasarkan transaksi (Payton, 2006). IAAO tahun 2017
menyatakan pajak properti menjadi komponen kunci dalam struktur pajak yang
seimbang dan merata. Otoritas pajak sebagai petugas penilai secara profesional
harus dapat memahami unsur-unusr yang mempengaruhi kekurasian dalam sistem
perpajakan properti. Untuk melakukan analisis keakurasian penilaian pajak
properti dilakukan melalui rasio penilaian (assessment ratio), tingkat
penilaian (level of assessment), NJOP PBB-P2 dalam hitungan rupiah per meter
persegi, nilai/harga pasar dalam hitungan rupiah per meter persegi, nilai tanah
(Purnomo &
Sabijono, 2016).
Di dalam penentuan nilai atas tanah sangat berkaitan
berkaitan erat dengan lokasi, aksesibilitasi transportasi dalam perkotaan dan
kegiatan ekonomi yang dikenal sebagai central business district (CBD). CBD
menjadi zona nilai diartikan sebagai kawasan perekonomian yang menjadi pusat
bisnis, pendidikan, pemerintahan, hotel, rekreasi, dan lainnya yang berdampak
pada peningkatan harga tanah (Levy, 1985). Menurut
Follain & Jimenez, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah dan
dipertimbangkan dalam perbandingan harga pasar adalah: (a) jenis hak tanah, (b)
nilai jual pada properti); (c) pasar properti); (d) lokasi properti; (e)
karakteristik fisik properti; (f) karakteristik lainnya yang mempengaruhi nilai
tanah (Sutawijaya, 2004).
Studi rasio menurut IAAO (2017) didefinisikan
sebagai hubungan antara penilai atau suatu nilai yang ditetapkan dengan nilai
pasar. Indikator dari nilai pasar berasal dari studi rasio penjualan atau
penilai yang independen untuk kepentingan publik. Pada tingkat penilaian
melalui studi rasio dapat mengukur secara statistik keakurasian penilaian
dengan nilai pasar secara keseluruhan. Assessment Sales Ratio merupakan
perbandingan rata-rata NJOP yang sudah ditetapkan dibandingkan dengan rata-rata
harga pasar (Supardi &
Hartoyo, 1919). Oleh karena
itu, tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keakurasian penilaian NJOP Bumi dengan metode assessment sales ratio yang
direkomendasikan IAAO, dan mengetahui faktor yang mempengaruhi penilaian tanah
terhadap nilai pasar di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat tahun 2019.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan paradigma post-positivism.
Paradigma post-positivism menurut
(Creswell, 2016) adalah pendekatan penelitian yang dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan logis serta sikap objektif.
Populasi penelitian yang dimaksud adalah data transaksi jual beli tanah sepanjang
tahun 2019 di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, kemudian ditetapkan sampel yang diteliti sebanyak 50 data transaksi jual beli properti di Kecamatan Menteng meliputi 5 (lima) Kelurahan yaitu Kelurahan Menteng, Pegangsaan, Cikini, Gondangdia dan Kebon Sirih.
Data
penelitian yang digunakan bersumber pada data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen dan kajian literatur. Data diperoleh dari Badan Pajak dan Retribusi Daerah, Dinas Pajak
Daerah Jakarta Pusat, buku, jurnal
ilmiah. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumen. Untuk melakukan analisis data digunakan teknik studi rasio merujuk
standar assessment ratio yang ditetapkan
pemerintah minimal 80%, pengukuran
tendensi sental terdari dari mean, median,
weighted mean, mean dibagi median, mean dibagi weighted mean, serta pengukuran variabilitas.
Hasil dan
Pembahasan
A. Penilaian Keakurasian Penetapan NJOP
Bumi terhadap Harga Pasar di Kecamatan Menteng Tahun 2019
Jakarta Pusat
memiliki karakteristik beragam, mulai dari perkantoran, perumahan, komerial
maupun perdagangan dengan kondisi perekonomiannya yang tumbuh pada sektor
perdagangan. Pertumbuhan tersebut mendorong meningkatnya harga proprti di
Kecamatan Menteng yang dianggap sebagai kawasan strategis bagi perkembangan bisnis,
dengan harga properti dapat mencapai Rp. 90 juta per meter persegi lebih tinggi
dibandingkan rata-rata harga properti di Jakarta Pusat dengan kisaran Rp. 50
juta per meter persegi. Dari 50 sampel penelitian dapat dilakukan penilaian
rasio sehingga dapat diketahui tingkat penilaian (level assessment) dari tiap sampel pada tiap kelurahan di
Kecamatan Menteng, pada tabel berikut.
Tabel 1
Assessment Ratio per
Kelurahan di Kecamatan Menteng Kelurahan Cikini
No |
Lokasi |
NJOP
Bmi |
Harga
Pasar |
AR |
AR% |
Level
AR |
1 |
Jl. Cikini 5 |
Rp.
27.763.000 |
Rp.�� 47.436.170 |
0,585 |
58,5% |
Under |
2 |
Jl. Cilosari |
Rp.
15.363.000 |
Rp.�� 42.257.053 |
0,363 |
36,3% |
Under |
3 |
Jl. Cikini Raya Cikini |
Rp.
27.763.000 |
Rp.
200.000.000 |
0,138 |
13,8% |
Under |
4 |
Jl. Cikini Raya Cikini |
Rp.
27.763.000 |
Rp.�� 64.893.617 |
0,427 |
42,7% |
Under |
5 |
Jl. Raden Saleh 37 Cikini |
Rp.
27.763.000 |
Rp.�� 50.000.000 |
0,555 |
55,5% |
Under |
6 |
Jl. Raden Saleh II |
Rp.�� 6.343.000 |
Rp.�� 12.244.898 |
0,518 |
51,8% |
Under |
7 |
Jl. Cilosari 24B |
Rp.
15.363.000 |
Rp.�� 51.875.000 |
0,296 |
29,6% |
Under |
8 |
Jl. Cikini Raya 85 |
Rp.
27.763.000 |
Rp.�� 30.778.240 |
0,902 |
90,2% |
Over |
9 |
Jl. Raden Saleh II GG 3 |
Rp.�� 6.343.000 |
Rp.���� 4.767.792 |
1,330 |
133,0% |
Over |
10 |
Jl. Raden Saleh II GG VI |
Rp.�� 6.343.000 |
Rp.���� 9.264.507 |
0,684 |
68,4% |
Under |
Sumber: Suku Badan Pajak dan Retribusi
Daerah Kota Administrasi Jakarta Pusat, Diolah Peneliti 2021
Tabel 2
Kelurahan Gondangdia
No |
Lokasi |
NJOP
Bumi |
Harga
Pasar |
AR |
AR% |
Level
AR |
1 |
Jl. MH Thamrin Kav. 9/13 |
Rp.
109.420.000 |
Rp.
177.107.062 |
0,617 |
61,7% |
Under |
2 |
Jl. MH Thamrin Kav 15/40-B |
Rp.
109.420.000 |
Rp.
688.891.428 |
0,158 |
15,8% |
Under |
3 |
Jl. MH. Thamrin Kav. 15/46-A |
Rp.
109.420.000 |
Rp.
458.454.734 |
0,238 |
23,8% |
Under |
4 |
Jl. H. Agus Salim |
Rp.�� 35.463.000 |
Rp.�� 77.142.857 |
0,459 |
45,9% |
Under |
5 |
Jl. H. Agus Salim 112 |
Rp.�� 35.463.000 |
Rp.�� 72.078.013 |
0,492 |
49,2% |
Under |
6 |
Jl. H. Agus Salim 106 |
Rp.�� 35.463.000 |
Rp.�� 75.421.281 |
0,470 |
47,0% |
Under |
7 |
Jl. H. Agus Salim 106A |
Rp.�� 35.463.000 |
Rp.�� 81.907.050 |
0,432 |
43,2% |
Under |
8 |
Jl. Suwiryo 42.44.46 |
Rp.�� 27.763.000 |
Rp.�� 74.869.359 |
0,370 |
37,0% |
Under |
9 |
Jl. H. Agus Salim Gondangdia |
Rp.�� 35.463.000 |
Rp.�� 75.639.175 |
0,468 |
46,8% |
Under |
10 |
Jl. Sumatra 8 Gondangdia |
Rp.�� 24.265.000 |
Rp.�� 53.040.000 |
0,457 |
45,7% |
Under |
Sumber: Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi Jakarta
Pusat, Diolah Peneliti
2021.
Tabel 3
Kelurahan Kebon Sirih
Tahun 2019
No |
Lokasi |
NJOP
Bumi |
Harga
Pasar |
AR |
AR% |
Level
AR |
1 |
Jl. MH Thamrin Kavling |
Rp.
109.420.000 |
Rp.
177.107.062 |
0,617 |
61,7% |
Under |
2 |
Jl. MH Thamrin Kavling |
Rp.
109.420.000 |
Rp.
110.248.949 |
0,992 |
99,2% |
Over |
3 |
Jl
KH Wachid Hasyim Jaksa |
Rp.�� 49.863.000 |
Rp.�� 72.218.245 |
0,690 |
69,0% |
Under |
4 |
Jl. KH Wahid Hasyim 12F |
Rp.�� 44.163.000 |
Rp.�� 30.405.475 |
1,452 |
145,2% |
Over |
5 |
Jl. Kebon Sirih Barat No 1 |
Rp.�� 53.555.000 |
Rp.�� 49.191.489 |
1,088 |
108,8% |
Over |
6 |
Jl. Kebon Sirih Barat No. 39 |
Rp.�� 13.363.000 |
Rp.�� 25.693.431 |
0,520 |
52,0% |
Under |
7 |
Jl. Kebon Sirih Barat F |
Rp.�� 14.343.000 |
Rp.�� 34.367.089 |
0,417 |
41,7% |
Under |
8 |
Jl Jaksa |
Rp.�� 16.432.000 |
Rp.�� 35.887.850 |
0,457 |
45,7% |
Under |
9 |
Jl Jaksa |
Rp.�� 24.265.000 |
Rp.�� 27.118.644 |
0,894 |
89,4% |
Over |
10 |
Jl Jaksa |
Rp.�� 24.265.000 |
Rp.��� 31.428571 |
0,772 |
77,2% |
Under |
Sumber: Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi Jakarta
Pusat, Diolah Peneliti 2021
Tabel 4
Kelurahan Menteng Tahun
2019
No |
Lokasi |
NJOP
Bumi |
Harga
Pasar |
AR |
AR% |
Level
AR |
1 |
Jl. Syamsurizal 29-A |
Rp.�� 27.763.000 |
Rp.�� 49.353.448 |
0,562 |
56,2% |
Under |
2 |
Jl. Kendal 4 A-B |
Rp.�� 25.995.000 |
Rp.
124.736.842 |
0,208 |
20,8% |
Under |
3 |
Jl. Kudus 3 |
Rp.�� 20.755.000 |
Rp.�� 33.120.229 |
0,626 |
62,6% |
Under |
4 |
Jl. Tegal 7 |
Rp.�� 24.625.000 |
Rp.�� 65.022.846 |
0,378 |
37,8% |
Under |
5 |
Jl. Imam Bonjol 44 |
Rp.�� 53.355.000 |
Rp.
109.367.301 |
0,487 |
48,7% |
Under |
6 |
Jl. Madiun 12 |
Rp.�� 25.995.000 |
Rp.�� 71.301.939 |
0,364 |
36,4% |
Under |
7 |
Jl. Kusuma Atmaja 49 |
Rp.�� 27.763.000 |
Rp.�� 72.687.500 |
0,381 |
38,1% |
Under |
8 |
Jl. Pekalongan 16 |
Rp.�� 25.995.000 |
Rp.
103.908.795 |
0,250 |
25,0% |
Under |
9 |
Jl. Tasikmalaya 19 |
Rp.�� 25.995.000 |
Rp.
107.349.398 |
0,242 |
24,2% |
Under |
10 |
Jl. Lembang 44 |
Rp.�� 24.625.000 |
Rp.�� 65.981.818 |
0,373 |
37,3% |
Under |
Sumber: Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi
Jakarta Pusat, Diolah Peneliti 2021
Tabel 5
Kelurahan Pegangsaan
Tahun 2019
No |
Lokasi |
NJOP Bumi |
Harga Pasar |
AR |
AR% |
Level AR |
1 |
Jl. Proklamasi No. 35 |
Rp.�� 25.995.000 |
Rp.�� 71.881.188 |
0,361 |
36,1% |
Under |
2 |
Jl. Proklamasi 36A |
Rp.�� 25.995.000 |
Rp.�� 60.439.560 |
0,430 |
43,0% |
Under |
3 |
Jl. Pegangsaan Timur 1 |
Rp.�� 30.723.000 |
Rp.�� 30.610.913 |
1,003 |
100,3% |
Over |
4 |
Jl. Pangeran Diponegoro |
Rp.�� 30.723.000 |
Rp.
108.000.000 |
0,284 |
28,4% |
Under |
5 |
Jl. Tambak Pegangsaan |
Rp.�� 12.243.000 |
Rp.�� 34.905.660 |
0,350 |
35,0% |
Under |
6 |
Jl. Tambak 21 A |
Rp.��
12.243.000 |
Rp.�� 42.301.587 |
0,289 |
28,9% |
Under |
7 |
Jl. Tambak 21 B |
Rp.��
12.243.000 |
Rp.�� 41.640.625 |
0,294 |
29,4% |
Under |
8 |
Jl. Bonang No. 25 |
Rp.�� 14.343.000 |
Rp.�� 21.496.815 |
0,667 |
66,7% |
Under |
9 |
Jl. Mendut 9 |
Rp.�� 15.363.000 |
Rp.
102.941.176 |
0,149 |
14,9% |
Under |
10 |
Jl. Borobudur 24 |
Rp.�� 15.363.000 |
Rp.�� 47.887.324 |
0,320 |
32,0% |
Under |
Sumber: Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi Jakarta
Pusat, Diolah Peneliti 2021
Tabel 1
menunjukkan tingkat penilaian (level
assessment) per kelurahan di Kecamatan Menteng, yaitu di Kelurahan Cikini
diperoleh hasil Under Assessment dengan nilai rasio terendah 13% terletak di
lokasi Jalan Cikini Raya Cikini, dan tertinggi pada angka 133% terletak di
lokasi Jalan Raden Saleh II Gang 3. Pada kelurahan Gondangdia diperoleh hasil
keseluruhan Under Assessment dengan nilai terendah pada angka 15,8% terletak di
lokasi Jalan MH Thamrin Kav 15/40-B dan tertinggi pada angka 49,2% terletak di
lokasi Jalan H. Agus Salim 112.
Pada kelurahan
Kebon Sirih diperoleh hasil Over Assessment pada angka tertinggi 145,2%
terletak di lokasi Jalan KH Wahid Hasyim 12F, sedangan nilai Under Assessment
terendah pada angka 41,7% berlokasi di Jalan Kebon Sirih Barat F. Pada
Kelurahan Menteng diperoleh hasil Under Assesement dengan nilai tertinggi pada
angka 62,6% terletak di lokasi Jalan Kudus 3, dan nilai terendah pada angka
20,8% terletak di lokasi Jalan Kendal 4 A-B, sedangkan pada Kelurahan
Pegangsaan diperoleh hasil dominan pada level Under Assessment dengan nilai
terendah pada angka 14,9% terletak di lokasi Jalan Mendut 9 dan nilai tertinggi
pada angka 66,7% terletak di lokasi Jalan Bonang No. 25, pada level Over
Assessment yang diperoleh di lokasi Jalan Pegangsaan Timur 1 dengan nilai pada
angka 100,3%.
Adapun hasil
perhitungan rasio mean per kelurahan di Kecamatan Menteng dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 6
Perhitungan Assessment
Ratio Mean per Kelurahan
Kelurahan |
Jumlah
Assessment Ratio |
Jumlah
Sampel |
Cikini |
5,798 |
10 |
Gondangdia |
4,161 |
10 |
Kebon
Sirih |
7,899 |
10 |
Menteng |
3,871 |
10 |
Pegangsaan |
4,147 |
10 |
Total
Keseluruhan |
25,876 |
50 |
Mean |
0,5175 |
Sumber:
Hasil Olahdata Peneliti, 2021
Tabel 6 menunjukkan
hasil jumlah assessment ratio per kelurahan dari tiap rasio yang dihitung per
sampel di Kecamatan Menteng sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1 kemudian
dihitung jumlah rasio per kelurahan hingga memperoleh hasil penjumlahan rasio
pada Kelurahan Cikini diperoleh jumlah nilai 5,798, pada kelurahan Gondangdia
diperoleh nilai 4,161, di kelurahan Kebon Sirih diperoleh nilai 7,899, di
kelurahan Menteng diperoleh nilai 3,871, dan di kelurahan Pegangsaan diperoleh
nilai 4,147 dari keseluruhan sampel sebanyak 50 lokasi yang diteliti sehingga
didapatkan nilai Mean yaitu 0,5175. Sedangkan, median adalah teknik analisis
yang digunakan untuk mengetahui angka tengah yang diperoleh tiap rasio dari 50
sampel yang digunakan dengan mengacu pada perhitungan yang ditunjukkan Tabel 1,
maka dapat diperoleh angka tengah setelah diurutkan dari nilai tertinggi hingga
nilai terendah pada urutan ke 25 adalah 0,457 dan urutan ke 26 adalah 0,457
maka angka tengah atau median berada pada nilai 0,457.
Weighted Mean
adalah rata-rata hitung tertimbang dari suatu pengamatan yaitu jumlah
keseluruhan NJOP Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng dibagi dengan jumlah
Nilai Pasar dengan perolehan hasil perhitungannya.� Adapun jumlah NJOP Bumi dan Harga Pasar di
Kelurahan Menteng tahun 2019 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7
Jumlah NJOP Bumi Tahun
2019 dan Harga Pasar per Kelurahan di Kecamatan Menteng
No |
Kelurahan |
Jumlah
|
|
NJOP Bumi |
Harga Pasar |
||
1 |
Cikini |
188.570.000 |
513.517.277 |
2 |
Gondangdia |
557.603.000 |
1.834.550.959 |
3 |
Kebon Sirih |
459.089.000 |
593.666.805 |
4 |
Menteng |
282.866.000 |
802.830.116 |
5 |
Pegangsaan |
195.234.000 |
564.104.848 |
Jumlah
Keselurahan |
1.683.362.000 |
4.306.670.005 |
Sumber:
Hasil Olahdata Peneliti, 2021.
Berdasarkan Tabel 3 maka dapat dilakukan penghitungan AR Weighted Mean dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut.
Dari perhitungan tersebut, maka dapat diperoleh hasil AR Weighted Mean adalah sebesar 0,3909. Sedangkan Hasil perhitungan mean dibagi median adalah sebagai berikut.
Hasil perhitungan mean dibagi median adalah sebesar 1,13 (113%). Artinya, jika mean dibagi media rasionya lebih besar dari 1,10 (110%) sebagai standar yang ditetapan oleh IAAO dapat menunjukkan indikasi over assessment. Terjadinya indikasi over assessment dalam penetapan NJOP Bumi berada di atas nilai pasar di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Untuk hasil perhitungan mean dibagi weighted mean adalah sebagai berikut.
Mean/(Weighted
Mean)=� 0,517/0,3909=1,32
Hasil
perhitungan mean dibagi weighted mean adalah sebesar 1,32 (132%). Artinya, jika
mean dibagi weighted mean rasionya lebih dari 1,10 (110%) merupakan indikasi
terjadinya regresivitas. Dengan kata lain, properti yang lebih rendah nilai
pasarnya di Kecamatan Menteng ditentukan NJOP Bumi tahun 2019 pada persentase
yang lebih tinggi daripada properti (objek pajak) yang lebih tinggi nilai
pasarnya.
Berdasarkan
perhitungan dari mean, median, dan weighted mean yang kemudian dikembangkan
dengan penambahan mean dibagi median dan mean dibagi weighted mean dengan
interval 90%-110% sesuai dengan acuan penilaian yang ditetapkan oleh IAAO dapat
ditunjukkan hasil pengukuran tendensi pada tabel berikut.
Tabel 8
Hasil Pengukuran Tendensi
Sentral Tahun 2019
Tendensi Sentral |
Nilai |
Keterangan |
AR Mean |
0,517 |
Perbandingan NJOP Bumi tahun 2019 dibandingkan dengan Nilai Pasar
di Kecamatan Menteng sebesar 51,7%. |
Median |
0,457 |
Nilai tengah yang dihasilkan dari penetapan NJOP Bumi tahun 2019 terhadap Nilai Pasar di Kecamatan
Menteng adalah 0,457 |
Weighted Mean |
0,390 |
Bobot dari nilai rata-rata NJOP Bumi tahun 2019 terhadap Nilai Pasar di Kecamatan
Menteng sebesar 0,390. |
Mean dibagi Median |
1,132 |
Terjadi over assessment atas
penetapan NJOP Bumi tahun 2019 terhadap Nilai Pasar
di Kecamatan Menteng dengan rasio yang ditetapkan IAAO lebih dari 110% yaitu sebesar 113%. |
Mean dibagi Weighted
Mean |
1,324 |
Terjadi regresivitas dalam penetapan NJOP Bumi tahun 2019 terhadap Nilai Pasar
di Kecamatan Menteng sesuai rasio yang ditetapkan IAAO lebih dari 1,10 (110%) yaitu sebesar 132%. |
Sumber:
Hasil Olahdata Peneliti, 2021
Tabel 8 dapat
menunjukkan hasil pengukuran tendensi sentral atas penetapan NJOP Bumi tahun 2019
terhadap Nilai Pasar di Kecamatan Menteng dengan assessment ratio mean yang
dihasilkan sebesar 0,517 (51,7%) yang berada di bawah standar yang ditentukan
IAAO. Pada mean diperoleh angka 0,457 (45,7%), dan weighted mean sebesar 0,390
(39%). Ketiga penghitungan tersebut menunjukkan berada pada level rasio dengan
hasil under assessment. Sedangkan dari hasil perhitungan mean dibagi median dan
mean dibagi weighted mean berada pada level over assessment dan terjadi
regresivitas yaitu 1,132 (113%) dan 1,324 (132%). Artinya, keberadaan properti
yang lebih rendah nilai pasarnya di Kecamatan Menteng ditentukan NJOP Bumi
tahun 2019 pada persentase yang lebih tinggi daripada properti (objek pajak)
yang lebih tinggi nilai pasarnya di Kecamatan Menteng.
Pengukuran variabilitas
bertujuan untuk menilai kinerja penilaian atau penetapan NJOP Bumi tahun 2019
di Kecamatan Menteng dengan kriteria penilaian mengacu pada standar keakurasian
penilaian yang ditetapkan oleh IAAO. IAAO menetapkan pengukuran variabilitas
terdiri dari Coefficient of Dispersion (COD) dan Coefficient of Variability
(COV).
Hasil
pengukuran variabilitas dengan menggunakan perhitungan COD diperoleh nilai
13,243% yang dhitung dengan cara membagi rata-rata deviasi absolut dengan rasio
median kemudian dikalikan dengan 100%. Rata-rata deviasi absolut didapat dengan
cara mengurangkan rasio median dari setiap rasio sampel. Dari rasio pada setiap
sampel kemudian menjumlahkan hasilnya dengan tidak menghiraukan nilai positif
atau negatif, dan membaginya dengan jumlah sampel sebanyak 50 sampel.
Adapun
perhitungan pengurangan tiap rasio dari 50 sampel dengan rasio median dari
hasil Assessment Ratio sebagai perbandingan nilai NJOP Bumi tahun 2019 terhadap
Nilai Pasar di Kecamatan Menteng dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9
Pengurangan Rasio Median
dari Tiap Rasio Sampel
Pengurangan
Tiap Rasio Sampel terhadap Median |
||
(1,452
� 0,457) |
(1,33
� 0,457) |
(1,088
- 0,457) |
(1,003
- 0,457) |
(0,992
- 0,457) |
(0,902
- 0,457) |
(0,894
- 0,457) |
(0,772
- 0,457) |
(0,69
- 0,457) |
(0,684
- 0,457) |
(0,667
- 0,457) |
(0,626
- 0,457) |
(0,617
- 0,457) |
(0,617
� 0,457) |
(0,585
- 0,457) |
�(0,562 - 0,457) |
(0,555
- 0,457) |
(0,52
- 0,457) |
(0,518
- 0,457) |
(0,492
- 0,457) |
(0,487
- 0,457) |
(0,47
- 0,457) |
(0,468
- 0,457) |
(0,459
- 0,457) |
(0,457
- 0,457) |
(0,457
- 0,457) |
(0,432
- 0,457) |
(0,43
- 0,457) |
(0,427
- 0,457) |
(0,417
- 0,457) |
(0,381
- 0,457) |
(0,378
- 0,457) |
(0,373
- 0,457) |
(0,37
- 0,457) |
(0,364
- 0,457) |
(0,363
- 0,457) |
(0,361
- 0,457) |
(0,35
- 0,457) |
(0,32
- 0,457) |
(0,296
- 0,457) |
(0,294
- 0,457) |
(0,289
� 0,457) |
(0.284
� 0,457) |
(0,25
- 0,457) |
(0,242
- 0,457) |
(0,238
- 0,457) |
(0,208
- 0,457) |
(0,158
- 0,457) |
(0,149
- 0,457) |
(0,138
- 0,457) |
- |
Jumlah
Hasil Pengurangan |
3,026 |
|
Jumlah
Sampel |
50 |
Sumber:
Hasil Olahdata Peneliti, 2021.
Dari jumlah hasil
pengurangan pada tabel 9, kemudian
dilakukan perhitungan pengukuran variabilitas dengan menggunakan Coefficient of
Dispersion (COD) dapat dilihat sebagai berikut.
Berdasarkan
hasil perhitungan tersebut dapat diperoleh hasil dengan nilai 13,24% artinya
kriteria Coefficient of Dispersion (COD) mengacu pada standar yang ditetapkan
IAAO dimana hasil menunjukkan COD < 20% dapat dinilai tingkat keseragaman
penetapan NJOP Bumi tahun 2019 di wilayah Kecamatan Menteng adalah tinggi,
menghasilkan kualitas yang baik dalam menentukan penilaian untuk penetapan NJOP
Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng.
Hasil
pengukuran variabilitas dengan menggunakan perhitungan COV dapat dihitung
dengan cara membagi standar deviasi dengan mean rasio dan mengalikannya dengan 100%.
Varians diperoleh dengan cara mengurangkan mean rasio dari setiap rasio,
mengkuadratkan selisihnya, menjumlahkan dengan jumlah sampel dikurangi satu.
Standar deviasi dihitung dengan mengakarkan varians. Adapun perhitungan varians
dengan cara mengurangkan rasio mean dari tiap rasio yang dihasilkan dari
perhitungan Assessment Ratio di Kecamatan Menteng dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 10
Perhitungan Varians
Rasio tiap Sampel dikurangi
Mean lalu
Dikuadratkan |
||
(1,452 � 0,5175)2 |
(1,33 � 0,5175)2 |
(1,088 - 0,5175)2 |
(1,003 - 0,5175)2 |
(0,992 - 0,5175)2 |
(0,902 - 0,5175)2 |
(0,894 - 0,5175)2 |
(0,772 - 0,5175)2 |
(0,69 - 0,5175)2 |
(0,684 - 0,5175)2 |
(0,667 - 0,5175)2 |
(0,626 - 0,5175)2 |
(0,617 - 0,5175)2 |
(0,617 � 0,5175)2 |
(0,585 - 0,5175)2 |
(0,562 - 0,5175)2 |
(0,555 - 0,5175)2 |
(0,52 - 0,5175)2 |
(0,518 - 0,5175)2 |
(0,492 - 0,5175)2 |
(0,487 - 0,5175)2 |
(0,47 - 0,5175)2 |
(0,468 - 0,5175)2 |
(0,459 - 0,5175)2 |
(0,457 - 0,5175)2 |
(0,457 - 0,5175)2 |
(0,432 - 0,5175)2 |
(0,43 - 0,5175)2 |
(0,427 - 0,5175)2 |
(0,417 - 0,5175)2 |
(0,381 - 0,5175)2 |
(0,378 - 0,5175)2 |
(0,373 - 0,5175)2 |
(0,37 - 0,5175)2 |
(0,364 - 0,5175)2 |
(0,363 - 0,5175)2 |
(0,361 - 0,5175)2 |
(0,35 - 0,5175)2 |
(0,32 - 0,5175)2 |
(0,296 - 0,5175)2 |
(0,294 - 0,5175)2 |
(0,289 � 0,5175)2 |
�(0.284 � 0,5175)2 |
(0,25 - 0,5175)2 |
(0,242 - 0,5175)2 |
(0,238 - 0,5175)2 |
(0,208 - 0,5175)2 |
(0,158 - 0,5175)2 |
(0,149 - 0,5175)2 |
(0,138 - 0,5175)2 |
- |
Jumlah Hasil Varians |
1,578364 |
|
Jumlah Sampel |
50 |
Sumber: Hasil Olahdata
Peneliti, 2021
Perhitungan dari Coefficient of Variation (COV) dapat dilihat sebagai berikut.
Berdasarkan
hasil perhitungan pengkuran variabilitas dengan menggunakan COD diperoleh hasil
penetapan NJOP Bumi 2019 di Kecamatan Menteng kategori seragam dengan hasil
kurang dari 20% yaitu 13,24%, sedangkan pada hasil perhitungan variabilitas
dengan menggunakan COV lebih tinggi dibandingkan dengan COV dengan memperoleh
hasil melebihi dari 25% dengan diperoleh hasil yaitu 34,667% artinya
keseragaman penentuan nilai NJOP Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng dapat
dikatakan tidak baik.
Dari hasil
analisis terhadap keakurasian penilaian dalam penentuan NJOP Bumi tahun 2019 di
Kecamatan Menteng dengan menggunakan metode assessment ratio sesuai dengan
acuan yang ditetapkan IAAO menunjukkan bahwa penentuan NJOP Bumi tahun 2019 di Kecamatan
Menteng melalui perhitungan mean, median dan weighted mean berada dalam
kategori under assessment dimana penentuan NJOP Bumi tahun 2019 berada di bawah
Harga Pasar.
Sedangkan dari
perhitungan pada mean dibagi median, dan mean dibagi weighted mean menunjukkan
terjadi over assessment dan regresivitas dimana penetapan NJOP Bumi tahun 2019
berada di atas harga pasar akan tetapi dinilai atas keberadaan objek pajak yang
nilainya lebih rendah dari harga pasar ditentukan NJOP Bumi dengan prosentase
lebih tinggi dibandingkan dengan objek pajak yang lebih tinggi dari harga pasar
di Kecamatan Menteng. Sehingga pada hasil pengukuran variabilitas COD dinilai
seragam tetapi pada pengukuran variabilitas COV nilai keseragaman dalam
penentuan NJOP Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng dinilai tidak baik.
Atas kondisi
temuan yang telah dilakukan melalui analisis perhitungan assessment sale ratio
dalam penelitian ini, kemudian peneliti akan melakukan analisis terkait dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah dalam penetapan NJOP Bumi tahun
2019 di Kecamatan Menteng dengan memperoleh hasil keseragaman yang tidak baik
karena melebihi 25% sebagaimana acuan yang ditetapkan oleh IAAO dan sejalan
dengan pendapat McLure dalam Ehtisam & Brosio (2004) dapat diartikan sebagai
kelemahan yang dimiliki tanah sebagai objek pajak terhadap harga pasar.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai
Tanah terhadap Harga Pasar dalam Penentuan NJOP Bumi di Kecamatan Menteng Tahun
2019
Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 208/PMK.07/2018 dijelaskan petugas penilai
dapat memilih minimal 3 (tiga) data pembanding yang sesuai dari beberapa data
pembanding yang terkumpul. Pada umumnya, perbandingan yang dilakukan adalah
meliputi beberapa faktor, yaitu: (1) Lokasi, (2) Aksesibilitas; (3) Waktu
Transaksi; (4) Jenis data (harga transaksi atau harga penawaran); (5)
Penggunaan tanah; (6) Elevasi; (7) Lebar depan (terutama untuk objek komersil);
(8) Bentuk tanah; (9) Jenis hak atas tanah, dan lain sebagainya. Untuk besarnya
penyesuaian yang akan digunakan, sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
penilai dengan menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya.
1. Jenis Hak Tanah
Suatu tanah
memiliki nilai ketika mendapat status hak tanah sehingga terdapat kemungkinan
di atas tanah tersebut didirikan bangunan (Eckert & Kunkel,
1990). Di kawasan
Menteng, di satu pihak, kenaikan harga tanah mendatangkan keuntungan bagi
pemilik tanah sebagai capital gain, di lain pihak, bagi pemerintah memperoleh
keuntungan dari kenaikan harga tanah melalui penerimaan pajak. Hak atas tanah
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
terdapat beberapa jenis, yaitu hak milik (SHM), hak guna bangunan (HGB), hak
pakai.
Di dalam
melakukan penilaian atas tanah, menurut Heru Supriyanto selaku Penilai
Independen, mengatakan bahwa �jenis hak atas tanah tidak terlalu banyak
berpengaruh disebabkan sulit untuk menghitungnya dari setiap komponan yang ada
pada hak atas tanah. Karena setiap komponen tersebut memiliki kontribusinya
yang berbeda-beda sehingga untuk dinominalkan menjadi sulit. Contoh, terdapat
dua kavling tanah. Pada kavling yang satu berstatus SHM, sedangkan kavling
disebelahnya berstatus HGB dengan masa berlakunya habis. Jika masa berlakunya
habis menjadi hak negara. Selain itu juga terdapat peningkatan HGB ke SHM hanya
dapat dilakukan penilaiannya oleh Notaris/PPAT untuk kemudian didaftarkan ke
BPN. Tetapi itu merupakan penilaian invididual. Jika penilaian masal tidak
berpengaruh.�
Menurut Hery
Rahardjo, selaku Petugas Pajak (Fiskus) mengatakan bahwa, �hak yang melekat
pastinya berpengaruh pada transaksi jual beli. Misalnya, hak milik kalau suatu
bangunan atau tanah dimana sertifikatnya sudah Hak Milik, dipastikan harga
jualnya akan menjadi mahal daripada hanya memiliki jenis Hak Pengelolaan maupun
Hak Guna Bangunan.� Di sisi lain, menurut Annisah, selaku Wajib Pajak Rumah
Pribadi di kawasan Menteng, berpendapat bahwa, �Hak atas tanah sebagi bukti
kepemilikan, jangan dikarenakan karena jenis haknya telah bersertifikat dan
nilai tanah dinaggap mahal, lalu bisa langsung dijual.�
Dalam pandangan
ahli/pakar perpajakan, Hasan Rachmany mengatakan bahwa �hak yang melekat pada
tanah biasanya tidak memegang peran besar. Hak atas tanah tidak terlalu
berpengaruh sekalipun Hak Pengelolaan dibeli oleh Pemda DKI.� Apabila dilihat
dari sisi komersial menurut Indah, sebagai Wajib Pajak Badan (Hotel Novotel),
mengatakan bahwa �dari sisi perusahaan, naiknya NJOP akan berkaitan dengan
pengeluaran perusahaan (expand company).
Dari sisis NJOP tinggi sebagai dasar nilai (value),
sedangkan dari sisi hak tanah dengan status HGB yang menentukan naiknya NJOP
itu sah-sah saja bagi pemerintah dalam menentukan kenaikan NJOP tersebut.�
Dari beberapa
pendapat tersebut menunjukkan bahwa jenis hak tanah tidak berpengaruh terhadap
harga pasar dalam penentuan NJOP. Hal ini sejalan dengan hasil perhitungan
keakurasian penilaian NJOP Bumi terhadap Harga Pasar di Kecamatan Menteng pada
pengukuran tendensi sentral diperoleh hasil over assessment dan terjadi
regresivitas, sedangkan pada perngukuran variabilitas terhadap tingkat keseragaman
dalam penentuan NJOP Bumi terhadap harga pasar pada hasil COD termasuk kategori
seragam sedangkan pada COV dapat diketahui keseragaman penentuan nilai NJOP
Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng termasuk penilaian yang tidak baik.
2. Nilai Transaksi pada Harga Pasar atas Objek Tanah
Dilihat secara
geografis, Kecamatan Menteng terletak di tengah kota, pusat bisnis dan
perkantoran menjadi penyebabnya terjadinya nilai transaksi yang tinggi, menurut
Heri Rahardjo, sebagai Petugas Pajak (Fiskus) mengatakan bahwa �menentukan
nilai tanah di suatu wilayah pada tahap awalnya ditentukan oleh seberapa besar
nilai transaksi per meter di wilayah tersebut sebagai faktor yang mempengaruhi
penentuan NJOP sebagai dasar untuk propertinya kepada masyarakat di bawah harga
pasar. Kecamatan Menteng secara geografis sebagai wilayah yang terletak di
tengah kota, pusat bisnis, dan pusat perkantoran sebagai penyebab nilai
transaksi di daerah Menteng menjadi tinggi. Karena nilai transaksinya tinggi
maka berbanding lurus dalam penentuan nilai NJOP di wilayah Menteng.�
Nilai
transaksi dalam jual beli properti yang terjadi di masyarakat cenderung
melakukan transaksi jual beli sesuai dengan harga pasar, menurut Heru
Supriyanto, sebagai Penilai Independen, mengatakan bahwa, �kalau harga pasar
yang terjadi di masyarakat, secara prosedurnya dari perilaku masyarakat.
Masyarakat melakukan transaksi jual beli sesuai dengan harga pasar. Contoh,
harga pasar 100 juta kemudian masyarakat membayar secara kontan itu 100 juta.
Akan tetapi, akan tertulis di dalam AJB (Akta Jual Beli) biasanya di bawah
harga pasar. Dilihat dari NJOP, apabila nilai NJOP pada angka 60 juta, bisa
saja dibuat di dalam AJB menjadi 70 juta. Jadi yang dilaporkan oleh
Notaris/PPAT ke Dinas Pendapatan Daerah ke Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI
adalah di angka 70 juta. Apabila angka 70 juta dijadikan sebagai penentu NJOP
secara langsung, kalau dari sisi NJOP dengan angka 60 juta yang lama itu
menjadi naik, tetapi kalau dibandingkan dengan harga pasar yagn sesungguhnya
itu masih di bawah.�
Menurut
Annisah, sebagai Wajib Pajak Perorangan, mengatakan bahwa, �harga pasar
seharusnya jangan dijadikan sebagai poin dasar karena harga pasar bukan sebagai
nilai yang pasti. Kalau nilai pasar menjadi acuan sebagai objek tanah dilihat
dari tujuannya. Sedangkan, nilai transaksi tidak dapat mewakili objek tanah
yang berbeda-beda, baik bentuk, lokasi, luas dan urgenitas dari tanah tersebut
yang mempengaruhi secara langsung terhadap harga dari setiap objek.� Sedangkan
menurut Indah, sebagai Wajib Pajak Badan Hukum (Hotel Novotel), mengatakan
bahwa �di dalam penilaian NJOP jika mau dilihat dari transaksi harus dilakukan
pengecekan terlebih dahulu, jangan dilihat dari transaksi secara umum. Kalau
bisa juga disesuaikan dengan jenis usaha dalam melakukan penilaian NJOP
tersebut.�
Untuk
mendekati pada keakurasian penilaian NJOP menurut Hasan Rachmany, sebagai
ahli/pakar perpajakan, mengatakan bahwa, �NJOP untuk menentukan nilai atas
tanah dan bangunan harus ada pihak independen yang melakukan penilaian untuk
mendekati keakurasiannya. Hal ini juga semestinya dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan membentuk satu tim atau satu lembaga yang ditugaskan
secara terus-menerus untuk melakukan pemantauan harga transaksi tanah di semua
wilayah daerah dan dicatat dengan baik.�
Menurut
pandangan Hery Rahardjo, sebagai Petugas Pajak (Fiskus) mengatakan bahwa,
�Nilai transaksi di kecamatan Menteng memang tergolong nilai transaksi yang
paling tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di Jakarta. Karena
nilai transaksinya tinggi maka berbanding lurus dalam penentuan nilai NJOP di
wilayah Menteng karena terletak di tengah kota maka perputaran ekonomi di
wilayah Menteng termasuk tinggi setiap tahunnya. Untuk itu, pemerintah melihat
wilayah Menteng menjadi potensi yang besar di dalam perpajakan.�
Merujuk pada pendapat
(Thuronyi, 1996) terhadap cara
sebagai dasar yang digunakan dalam pengenaan pajak atas objek tanah, tanah
dan/atau bangunan dilihat dari harga pasar (market value) yang diestimasi
berbasiskan kewilayahan terutama pada kawasan perumahan, pusat bisnis dan
perkantoran yang berada di Kecamatan Menteng sangat sulit dilakukan di
Indonesia sebagai negara berkembang dalam melakukan pendataan nilai pasar
karena terhadap faktor yang menghambat pada administrasi pajak yang lemah.
Jika
didasarkan perhitungannya berbasiskan harga sewa atau jual atas objek properti
yang dikembangkan pemanfaatannya ditemukan kesulitaan untuk melakukan
keakurasian penilaian terhadap harga tanah jika pemasaran properti mengalami
penurunan. Harga pasar dapat digunakan sebagai basis pengenaan pajak dengan
menghitung estimasi dari pemanfaatan objek tanah yang dihasilkan. Pada basis
kewilayahan yang didasarkan pada penghitungan dari jumlah ketetapan pajak
berdasarkan kewilayahan dianggap tidak adil. Keadilan bagi pembayar pajak
menurut (Aris, Lumangkun,
& Nugroho.R, 2014) sangat
diperlukan agar semua pembayar pajak mendapat perlakuan sama dan
diadministrasikan secara lengkap dan transparatan. Administrasinya mencakup
pada proses pengumpulan data, penilaian, proses penentuan dan pemungutan pajak.
Di dalam
mengevaluasi penilaian atas properti di dalam perpajakan yang diterapkan
melalui sistem self-assessed dapat dilihat dari kedilemaan pada pemilik tanah
dalam menyatakaan nilai tinggi berarti pembayaran PBB akan menjadi tinggi,
sedangkan bila pemilik tanah menyatakan bahwa nilai tanah dalam transaksi
dengan nilai rendah maka dapat dinilai rendah nampu berimplikasi terhadap harga
pasar dari suatu objek atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Oleh karena
itu, keakurasian penilaian NJOP PBB-P2 di Kecamatan Menteng dari faktor nilai
transaksi dapat berpengaruh signifikan dalam penetapan nilai atas objek tanah
dan/atau bangunan dengan melakukan upaya perbaikan pada pengadministrasian
pajak melalui pemantauan dan pencatatan secara terus-menerus terhadap nilai
transaksi yang tidak didasarkan pada transaksi secara umum tetapi dapat
dihitung atas pemanfaatan yang dihasilkan dari objek tanah dan/atau bangunan.
Kondisi
tersebut sejalan dari adanya hasil perhitungan atas penetapan NJOP Bumi tahun
2019 terhadap harga pasar di Kecamatan Menteng dinilai over assement dan
terjadi regresivitas yang dapat menunjukkan tingkat keseragamannnya terdapat
kelemahan atas faktor nilai transaksi yang mempengaruhi penetapan nilai jual
objek pajak atas tanah dan/atau bangunan di Kecamatan Menteng. Apabila
penentuan NJOP dinilai tidak baik dapat berdampak pada ketetapan PBB-P2 untuk
wilayah Kecamatan Menteng.
Di dalam
penetapan NJOP Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng idealnya dapat diterapkan
suatu sistem yang dapat memuaskan bagi semua pihak yang berkepentingan melalui
sistem yang dapat mencerminkan keadilan karena sifat progresivitasnya dimana
pemilik tanah juga menjamin untuk memenuhi kewajiban perpajakan atau nilai
tanah yang lebih mencerminkan pada nilai pasar yang pada akhirnya dapat
diperoleh kepastian dalam jumlah pembayaran pajaknya.
3. Lokasi Properti
Pada prinsip
the highest and best use terhadap kawasan Menteng menurut Hasan Rachmany,
sebagai ahli/pakar perpajakan mengatakan bahwa, �sebagian besar rumah tempat
tinggal di Menteng sudah terjadi perubahan dan sebagiannya lagi belum mengalami
perubahan. Jika semua rumah yang ada di Menteng saat ini untuk ditempat sendiri
sudah tidak layak karena sudah terlalu tinggi nilai pajaknya lalu dibisniskan
atau disewakan, pemilik tanah yang digunakan sebagai tempat tinggal tersebut
kemudian pindah ke tempat lain. Kalau perumahan dibisniskan dapat terjadi
apabila memungkinkan dari segi tata kota. Di sisi lain, banyak pemilik tanah
yang dibangun rumah tempat tinggal ingin menjual karena butuh uang. Dalam
kondisi tersebut, di Indonesia belum ada lembaga yang mampu menentukan harga
pasar.�
Dalam pendapat
Heru Supriyanto, selaku Penilai Independen, menjelaskan bahwa, �lokasi memiliki
pengaruh yang besar. Lokasi yang dinilai strategis, biasanya ada kaitannya
dengan fasilitas negara, jarak dengan pusat kota, jarak ke perkantoran dan
berbagai macam fasilitas lainnya terkait dengan aksesibilitas. Jadi, semakin
jauh jarak lokasinya dengan fasilitas-fasilitas tersebut maka nilainya semakin
kecil.�
Menurut Hery
Rahardjo, sebagai Petugas Pajak (Fiskus) mengatakan bahwa, �lokasi atas objek
tanah di Kecamatan Menteng ditinjau dari beberapa bagian, seperti lokasi
perumahan, lokasi bisnis dan lokasi perkantoran. Lokasi bisnis dan lokasi
perkantoran akan memiliki potensi lebih besar nilainya kalau dibandingkan
dengan perumahan karena pemerintah melihat pertumbuhan ekonomi dari sisi yang
berbeda pada tiap lokasinya. Lokasi yang strategis menjadi faktor yang penting
dalam mempengaruhi nilai tanah.�
Menurut Indah,
sebagai Wajib Pajak Badan (Hotel Novotel), mengatakan bahwa, �jika dilihat dari
lokasi sentral dan strategis itu sudah dari dulu dinilainya sudah tinggi. Kalau
dari sisi pemerintah, apabila melihat nilai tanah itu, seberapa besar
kenaikannya, jadi jangan melihat lokasinya saja tetapi juga melakukan analisa
atas nilai tanahnya dari harga pasaran.�
Sementera itu,
menurut Annisah, selaku Wajib Pajak Perorangan, mengatakan bahwa, �faktor
lokasi sangat menentukan karena harga rumah di dalam kompleks dan di jalan
protokol pasti berbeda. Akan tetapi jika dilihat dari lokasi yang berada di
depan dengan lokasi yang berada di dalam kompleks perumahan, NJOP nya tidak
berbeda jauh. Nilai transaksi biasanya terdiri dari bangunan dan tanah sehingga
terkadang faktor lokasi menjadi tidak terukur, di dalam dalam penentuan nilai
tanah karena di kawasan Menteng bukan hanya sebagai sentra bisnis saja,
seharusnya pemerintah memikirkan masyarakat bagaimana cara masyarakat mampu
membayar PBB tersebut setiap tahunnya. Terutama bagi kawasan perumahan yang
bukan untuk bisnis. Jadi, pemerintah harus lebih selektif dalam menilai setiap
wilayah yang berada di kawasan Menteng, dan tidak dipukul rata nilai tanahnya
karena akan menimbulkan ketidakadilan secara ekonomi dan penghasilan. Karena
tidak semua warga Menteng memiliki penghasilan tetap setiap bulannya apalagi
kalau rumah tersebut merupakan warisan dari orangtuanya dulu yang kehidupan
ekonominya lebih baik dibandingkan hari ini.�
Letak properti
menurut (Herryanto & Toly,
2013)mempunyai
pengaruh kuat di dalam penentuan nilai tanah terutama pada lokasi serta
aksesibilitas dalam perkotaan dan kegiatan ekonomi yang dikenal dengan istilah
Central Business District (CBD). Menurut Follain & Jimenes dikutip dari (Sutawijaya, 2004)dikatakan
bahwa lokasi properti menjadi faktor yang mempengaruhi nilai tanah dan
dipertimbangkan dalam perbandingan harga pasar. Dari perhitungan Assessment
Sales Ratio di Kecamatan Menteng dari level perbandingan antara NJOP Bumi tahun
2019 dengan nilai pasar menunjukkan indikasi over assessment dan terjadi
regresivitas dimana keberadaan properti yang lebih rendah nilai pasarnya
ditentukan NJOP pada prosentase yang tinggi daripada properti yang lebih tinggi
nilai pasarnya di Kecamatan Menteng.
4. Karakteristik Fisik dan Karakteristik Lainnya
Pada
karakteristik fisik objek tanah sangat tergantung pada penggunaan tanah,
menurut Hasan Rachmany, sebagai ahli/pakar perpajakan, mengatakan bahwa, �tanah
yang paling ideal itu adalah persegi. Artinya luas dari lebar dan panjang itu
sebanding. Itu sangat ideal untuk kepentingan perumahan bahwa lebih jauh
panjang ke jalan itu lebih ideal daripada melebar ke pinggir jalan. Tetapi
sebaliknya, kalau untuk kepentingan bisnis, boleh jadi melebar ke pinggir jalan
itu atau sederetan toko memiliki nilai lebih tinggi daripada jauh ke dalam.
Ukuran fisik objek itu sangat tergantung pada penggunaan, tetapi tetap panjang
dan lebarnya itu harus sebanding. Tidak bermakna misalnya panjang 5 meter
tetapi lebarnya 50 meter. Itu tidak bisa dinilai. Objek yang bernilai tinggi
selayaknya dinilai lebih mendetail secara individual. Kalau tanah memang lebih
layak dengan penilaian masal tetapi untuk wilayah perumahan. Kalau industri
atau pertokoan di sebelahnya selayaknya individu. Secara umum penilaian tanah
layaknya masal tetapi untuk daerah-daerah yang bukan komersial. Kalau komersial
itu selayaknya individu. Kalau berbicara individu masih terdapat prinsip higher
and best used harus dipertimbangkan pertama. Karena tidak menjadi valid
indikator lain kalau prinsip higher and best used itu tidak memenuhi syarat.
Prinsip ini paling penting untuk di kota-kota, industri, komersil.�
Karakteristik
fisik yang dinilai dari lingkungan terhadap suatu kawasan yang telah tertata
rapih dan teratur memiliki nilai properti yang tinggi, menurut Heri Supriyanto,
selaku Penilai Independen, mengatakan bahwa, �dari kawasan yang sudah tertata
rapih misalkan kawasan perumahan sudah teratur maka nilainya lebih tinggi.
Perumahan yang bentuknya kavling yang terbagi atas kluster itu nilainya lebih
tinggi lagi. Kalau perkampungan itu nilainya menjadi lebih rendah.�
Dilihat dari
tekstur tanah pada suatu kawasan dengan daya resapan tinggi cenderung memiliki
nilai yang rendah, menurut Hery Rahardjo, sebagai Petugas Pajak (Fiskus)
mengatakan bahwa, �daya resapan tinggi biasanya digunakan untuk wilayah zonasi
penghijauan. Biasanya wilayahnya cenderung rendah karena umumnya di daerah
tersebut tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan. Selain tinggi rendahnya
tanah juga terdapat potensi rawan banjir yang mempengaruhi penilaian atas
tanah.�
Di dalam
penentuan kenaikan NJOP menurut Raju Zen, sebagai Wajib Pajak Badan (Hotel
Mercure), mengatakan bahwa, �NJOP kalau dari letak kawasan hotel ini sudah
pasti lebih mahal dibandingkan kawasan lain. Jadi perlu dipertimbangkan juga
pada faktor pendapatan dilihat dari pajak PB1 hotel sebagai pertimbangan dalam
penilaian NJOP. Penentuan nilai NJOP kalau saran saya seharusnya tidak
mengikuti harga pasar tetapi pada harga inflasi.�
Menurut Heru
Rahardjo, sebagai Petugas Pajak (Fiskus), mengatakan bahwa, �nilai inflasi yang
biasanya ada setiap tahunnya lalu ada beberapa faktor lainnya tergantung dari
wilayah tersebut. Intinya, tiap wilayah kita terapkan sistem zonasi, dan kita
lakukan penilaian secara massal. Setiap zonasi kita kelompokkan berdasarkan
karakteristik yang memiliki kemiripan meskipun tidak seratus persen sama. Jadi,
kita kumpulkan dari tiap zonasi lalu kita cari nilai rata-ratanya. Kami
menganggap nilai tersebut dapat mewakili suatu wilayah zonasi tentunya dengan
berbagai penyesuaian dari beberapa faktor-faktor pendukung lainnya sehingga
mencapai nilai yang ideal dalam perpajakan.�
Penentuan
kenaikan NJOP yang didasarkan dari kebijakan Gubernur menurut Indah, sebagai
Wajib Pajak Badan (Hotel Novotel), mengatakan bahwa, �komponen lainnya yang
perlu dipertimbangkan seperti transaksi dari suatu jenis usaha, seperti
Dispenda pasti memiliki datanya yang harus dipertimbangkan sebelum menaikkan
tarif pajak PBB. Dari sisi tarif pajak PBB dapat juga melihat dari sisi
peredaran omset bruto. NJOP boleh naik karena hanya sebagai nilai
(value).��
Penentuan
tarif pajak berpengaruh atas nilai yang ditetapkan, menurut Hasan Rachmany,
sebagai ahli/pakar perpajakan, mengatakan bahwa, �tarif itu dalam bahasa lain
sama dengan nilai. Mau tarif berapa pun, kalau nilai sudah ada, itu akan
berpengaruh. Jadi mengenai nilai itu harus menjadi pertimbangan yang paling
matang sehingga tidak begitu jauh disparitasnya antara pemikiran masyarakat
dengan pemikiran pemerintah. Begitu nilai ditetapkan, masyarakat dapat
memaklumi. Ini karena nilai yang lebih kurang karena pertimbangan faktor a, b,
c. tetapi kalau menurut masyarakat tidak masuk akal tidak bisa terimplementasi,
bisa jadi ketetapan pajak menjadi tunggakan pajak sepanjang masa. Tarif menjadi
salah satu kenyamanan.�
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut menunjukkan adanya karakteris fisik objek atas tanah
yang berpengaruh terhadap penentuan NJOP terhadap nilai pasar yang ditentukan
dari bentuk persegi yang ideal bagi objek tanah yang digunakan sebagai
perumahan, lingkungan yang tertata rapih dan teratur, serta tekstur tanah yang
tidak termasuk kawasan penghijauan dapat ditentukan nilainya lebih tinggi.
Sedangkan pada
karakteristik lainnya, dilihat dari kebijakan pajak PBB-P2 terkait dengan
penetapan tarif dan penentuan kenaikan NJOP terdapat pengaruh dalam
penilaiannya pada nilai inflasi dan perlu mempertimbangkan pada faktor
penghasilan masyarakat yang bermukim di kawasan Menteng yang sebagian besar
menempati rumah warisan dengan kondisi ekonomi yang tidak lebih baik
dibandingkan orangtuanya, serta pada faktor penghasilan pendapatan usaha atau
omset bruto dari suatu usaha agar dapat dipertimbangkan di dalam penentuan
besar tarif yang dapat memberikan keadilan dan kenyamanan bagi wajib pajak
PBB-P2, terutama di wilayah Kecamatan Menteng.
C. Implikasi Hasil Keakuraian Penilaian
pada Penentuan NJOP Bumi di Kecamatan Menteng 2019
Berdasarkan
hasil analisis assessment ratio menggunakan standar acuan yang ditetapkan oleh
IAAO dapat ditemukan faktor peletakan dan lokasi properti yang sangat berpengaruh
dalam menentukan kenaikan nilai objek pajak yang disebabkan karena tidak
memiliki informasi akurat terhadap nilai transaksi properti sehingga
memunculkan kenaikan harga pasar yang tidak transparan akibat dari ketiadaan
lembaga independen yang ditugas oleh pemerintah untuk melakukan pemantauan dan
pencatatan terhadap nilai transaksi properti dalam penentuan NJOP terhadap
harga pasar properti di Kecamatan Menteng.�
Kondisi tersebut berimplikasi terhadap penetapan NJOP Bumi tahun 2019
oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di kawasan Menteng yang menghasilkan
indikasi over assement dan regresivitas sehingga keakurasian penilaian NJOP
Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng menjadi tidak baik hasil keakurasiannya.
Kesimpulan
Akurasi
penilaian NJOP Bumi tahun 2019 di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat dari dari
perhitungan mean dibagi median dan mean dibagi weighted mean berada pada level
over assessment dan terjadi regresivitas yaitu 1,132 (113%) dan 1,324 (132%).
Artinya, keberadaan properti yang lebih rendah nilai pasarnya di Kecamatan
Menteng ditentukan NJOP Bumi tahun 2019 pada persentase yang lebih tinggi
daripada properti yang lebih tinggi nilai pasarnya. Hasil pengukuran
variabilitas pada perhitungan COD diperoleh hasil kategori seragam yang kurang
dari 20% yaitu 13,24%, sedangkan pada hasil perhitungan COV lebih tinggi
dibandingkan dengan COV dengan memperoleh hasil melebihi dari 25% dengan
diperoleh hasil yaitu 34,667% artinya keseragaman penentuan nilai NJOP Bumi
tahun 2019 dikatakan tidak baik.
Hasil analisis penilaian keakurasian
serta faktor peletakan dan lokasi properti yang menentukan NJOP Bumi di
Kecamatan Menteng tidak didukung dengan informasi akurat mengenai nilai
transaksi berimplikasi terjadinya over assessement dan yang memiliki
keakurasian penilaian tidak baik. Untuk itu, Badan Pajak dan Retribusi Daerah
DKI Jakarta harus melakukan peningkatan pengawasan dan pencatatan nilai
transaksi dalam memperoleh keakuraian penilaian dan diharapkan menjadi potensi
dalam meningkatkan penerimaan pajak.
BIBLIOGRAFI
Aris,
Lumangkun, Augustine, & Nugroho.R, Joko. (2014). Peranan Lembaga Adat
Dalam Penyelesaian Konflik Lahan Pada Hutan Adat Di Desa Engkode Kecamatan
Mukok Kabupaten Sanggau. Goggle Scholer
Creswell,
John W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, Dan
Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 5. Goggle Scholer
Eckert,
Kristin A., & Kunkel, Thomas A. (1990). High Fidelity Dna Synthesis By The
Thermus Aquaticus Dna Polymerase. Nucleic Acids Research, 18(13),
3739�3744. Goggle Scholer
Edwards,
Mary M., & Huddleston, Jack R. (2009). Prospects And Perils Of Fiscal
Impact Analysis. Journal Of The American Planning Association, 76(1),
25�41. Goggle Scholer
Herryanto,
Marisa, & Toly, Agus Arianto. (2013). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Kegiatan Sosialisasi Perpajakan, Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan
Pajak Penghasilan Di Kpp Pratama Surabaya Sawahan. Tax & Accounting
Review, 1(1), 124. Goggle Scholer
Lang,
W. Steve, & Wilkerson, Judy R. (2008). Accuracy Vs. Validity, Consistency
Vs. Reliability, And Fairness Vs. Absence Of Bias: A Call For Quality. Online
Submission. Goggle Scholer
Levy,
John M. (1985). Urban And Metropolitan Economics. Mcgraw-Hill College. Goggle Scholer
Monding,
Romario O. H., & Pusung, Rudy J. (2017). Analisis Tingkat Akurasi Penetapan
Nilai Jual Objek Pajak (Njop) Bumi Dan Bangunan Di Kecamatan Paal Dua Kota
Manado. Jurnal Emba: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi,
4(4). Goggle Scholer
Payton,
Seth. (2006). A Spatial Analytic Approach To Examining Property Tax Equity
After Assessment Reform In Indiana. Journal Of Regional Analysis &
Policy, 36(2), 182�193. Goggle Scholer
Power,
Chris, & Elliott, Jane. (2006). Cohort Profile: 1958 British Birth Cohort
(National Child Development Study). International Journal Of Epidemiology,
35(1), 34�41. Goggle Scholer
Prasetyo,
Jarot, & Sholeh, Taufiq. (2015). Analisis Assessment Sales Ratio (Asr)
Sebagai Alat Penilai Kualitas Nilai Jual Obyek Pajak (Njop). Kiat Bisnis,
6(1). Goggle Scholer
Purnomo,
Patrick, & Sabijono, Harijanto. (2016). Analisis Penetapan Nilai Jual Objek
Pajak (Njop) Bumi Pada Pt. Ciputra Internasional Manado Tahun 2015. Jurnal
Emba: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 4(1). Goggle Scholer
Razif,
Razif, & Wati, Kasnah. (2019). Tingkat Akurasi Penetapan Nilai Jual Objek
Pajak Bumi Terhadapnilai Pasar Dengan Metode Assessment Sales Ratio (Studi
Kasuspadakecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe). Jurnal Akuntansi Dan Keuangan,
7(1), 11�22. Goggle Scholer
Supardi,
Untung, & Hartoyo, Harry. (1919). Membedah Pengelolaan Administrasi Pbb
Dan Bphtb: Pengalaman Di Pemerintah Pusat, Referensi Untuk Implementasi Pajak
Daerah. -. Goggle Scholer
Sutawijaya,
Adrian. (2004). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tanah Sebagai
Dasar Penilaian Niali Jual Obyek Pajak (Njop) Pbb Di Kota Semarang. Economic
Journal Of Emerging Markets, 9(1). Goggle Scholer
Thuronyi,
Victor. (1996). Tax Law Design And Drafting. Volume I. International
Monetary Found, Washington Dc. Goggle Scholer
Copyright holder: Mardyantono, Inayati (2021) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |