Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 6, No. 10, Oktober 2021

GAMBARAN PERAN ORANG TUA DALAM EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DARING PADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS

Mahesti Pertiwi, Anissa Rizky Andriany, Ajheng Mulamukti Asih Pratiwi

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta, Indonesia

Email:[email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Adanya pandemi covid-19 membuat pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk menerapkan pembelajaran secara daring untuk menggantikan pembelajaran tatap muka, tanpa terkecuali termasuk pada siswa berkebutuhan khusus. Kebijakan pembelajaran daring menjadi solusi menjembatani keharusan berada di rumah untuk menghindari penularan covid-19 dan dianggap tepat memberikan pelayanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Adanya kebijakan pembelajaran daring pada siswa berkebutuhan khusus tentu berdampak pada efektifitas pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran daring yang dilihat dari perspektif peran orangtua anak/ siswa berkebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif jenis survei dengan metode analisa kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen google form dan wawancara melalui zoom meeting dan whatsapp video call kepada 32 responden yang bersedia dihubungi secara langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran daring yang sudah dilaksanakan kepada siswa berkebutuhan khusus belum cukup mampu untuk menggantikan pembelajaran tatap muka. Ketidaksiapan siswa dan orangtua serta guru baik dari sisi kemampuan menggunakan teknologi, koneksi jaringan internet yang kurang stabil, kesiapan orangtua dalam mendampingi siswa dalam belajar, serta belum mampunya siswa berkebutuhan khusus untuk beradaptasi dengan metode pembelajaran yang baru menjadi faktor yang membuat pembelajaran daring belum efektif dilaksanakan.

 

Kata Kunci:�� efektivitas pembelajaran daring; covid-19; orang tua, anak berkebutuhan khusus

 

Abstract

The existence of the covid-19 pandemic made the Indonesian government take a policy to implement online learning to replace face-to-face learning, without exception including students with special needs. Online learning policy becomes a solution to bridge the need to be at home to avoid transmission of covid-19 and is considered appropriate to provide learning services for children with special needs (ABK). The existence of online learning policies in students with special needs certainly has an impact on the effectiveness of learning. This research aims to see how the effectiveness of online learning models is seen from the perspective of the role of parents of children / students with special needs. This research uses descriptive methods of survey types with quantitative and qualitative analysis methods. Data collection techniques using google form instruments and interviews through zoom meeting and whatsapp video call to 32 respondents who are willing to be contacted directly. The results showed that online learning that has been implemented to students with special needs has not been able to replace face-to-face learning. Unpreparedness of students and parents and teachers both in terms of the ability to use technology, internet network connections that are less stable, the readiness of parents in accompanying students in learning, and the unability of students with special needs to adapt to new learning methods are factors that make online learning has not been effectively implemented.

 

Keywords: effectiveness of online learning; covid-19; parents, children with special needs

Received: 2021-09-20; Accepted: 2021-10-05; Published: 2021-10-20

 

Pendahuluan

Sejak WHO mengumumkan Covid-19 sebagai pandemik pada 12 Maret 2020 lalu, sampai saat ini dunia masih menghadapi dampaknya dalam berbagai sektor kehidupan. Dampak dalam bidang pendidikan terlihat jelas pada proses kegiatan belajar-mengajar yang berubah secara massif. Proses pendidikan yang semula dilakukan secara konvensional di lingkungan sekolah berubah menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran dalam jaringan (daring). Situasi pembelajaran seperti saat ini tidak dapat diprediksi dilaksanakan sampai waktu tertentu karena upaya pencegahan dan perkembangan penularan virus yang beragam di berbagai daerah maupun negara. Meskipun beberapa negara ada yang sudah mulai kembali ke sistem pembelajaran tatap muka seperti Denmark, Taiwan, Australia (New South Wales), namun perkembangan pengendalian virus Covid-19 sangat beragam antar daerah dalam satu negara, termasuk di Indonesia. Dengan adanya perbedaan zonasi peredaran virus Covid-19, diperlukan kebijakan institusi pendidikan di level lokal yang beragam dalam merespons dan meminimalisir penambahan kasus baru yang terpapar virus namun tetap memaksimalkan peluang belajar dan kualitas belajar peserta didik berdasarkan panduan yang ada.

Di Indonesia, berdasarkan Surat Edaran Mendikbud No 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 dan Surat Keputusan Bersama 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada tahun Ajaran 2020/2021 di masa pandemi Covid-19, menjadi dasar terselenggaranya kebijakan belajar dari rumah atau pembelajaran jarak jauh. Kedua surat tersebut telah mengatur sistem pembelajaran yang harus dipatuhi oleh seluruh lembaga pendidikan dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi, baik yang regular, inklusi maupun sekolah luar biasa.

Pemerintah menilai kebijakan pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh sebagai solusi untuk memastikan keberlangsungan proses pembelajaran dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi tetap berjalan di masa pandemi seperti ini (Arizona, Abidin, & Rumansyah, 2020). Pembelajaran jarak jauh menjadi alternatif terbaik yang dapat dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung walaupun siswa berada di rumah. Pembelajaran daring adalah pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet sebagai tempat menyalurkan ilmu pengetahuan (Syarifudin, 2020). Pembelajaran online sendiri merupakan proses belajar yang dilakukan dalam jaringan oleh pengajar dengan yang diajar tanpa harus bertemu tatap muka secara langsung (Pohan, 2020). Dalam proses pembelajaran dalam jaringan internet dimanfaatkan sebagai sesuatu yang harus ada pada proses pembelajaran daring (Isman, 2016)

Dengan kata lain, pemerintah telah mengalihkan kegiatan pembelajaran dari sekolah ke rumah masing-masing siswa. Proses belajar mengajar ditetapkan dilaksanakan di rumah melalui pembelajaran daring atau jarak jauh. Dalam situasi pandemi saat ini, Office of The High Commissioner Human Rights (Office of the high commissioner human rights (OHCHR), 2020) merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan maupun diagendakan agar pembelajaran dapat berlangsung termasuk untuk individu dengan kebutuhan khusus, salah satunya adalah mengakses panduan mengenai kewenangan dan tanggung jawab sekolah di samping juga memberikan data keberadaan sumber-sumber pendukung pembelajaran yang mudah di akses. Berbagai panduan dan pemikiran mengenai pengorganisasian pembelajaran untuk peserta didik secara umum (Daniel, 2020) maupun secara khusus bagi anak berkebutuhan khusus (UNICEF, 2011) sudah tersedia namun memerlukan banyak penyesuaian agar dapat diakses meluas bagi para praktisi pendidikan khusus, orang tua dan anak berkebutuhan khusus di Indonesia dari sisi bahasa maupun penerapan. Meskipun demikian, ketersediaan sumber belajar daring berbahasa Indonesia sudah dikaji oleh (Reimers, Schleicher, Saavedra, & Tuominen, 2020). Beberapa diantaranya antara lain Ruang Guru (https://sekolahon/ine.ruangguru.com), Rumah Belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id), Zenius Education (https://zenius.net/belajar-mandiri), Kelas Pintar (https://kelaspintar.id), Skill Akademi (https://skillacademy.com/), dan Sekolahmu (https://www.sekolah.mu/tanpabatas). Semua sumber belajar daring tersebut dapat diakses gratis dari jenjang SD sampai SMA dan dua situs khusus perguruan tinggi. Dari keenam sumber belajar daring tersebut, hanya Rumah Belajar yang menyediakan konten untuk peserta didik berkebutuhan khusus dari kelas 1 sampai kelas 12.

Dengan pembelajaran daring atau jarak jauh siswa berinteraksi dengan guru melalui beberapa aplikasi atau media yang disediakan seperti google classroom, video conference, telepon atau live chat, google meeting, zoom maupun melalui whatsapp group. Siswa pun diberi tugas-tugas pembelajaran agar mereka tetap dalam suasana belajar, dan tak disalahartikan sebagai hari libur karena sedang berada di rumah. Oleh karena itu, diharapkan para guru dapat mendesain sedemikan rupa tugas-tugas bagi peserta didik selama di rumah. Selain itu, komunikasi merupakan kunci yang juga sangat penting dilakukan oleh pihak sekolah (guru) dan orangtua agar proses sekolah daring ini tetap terlaksana secara intens dengan hasil yang tak terpaut jauh dengan pembelajaran tatap muka (Wardhani & Krisnani, 2020).

Meskipun demikian, tidak semua institusi pendidikan berhasil melaksanakan sistem belajar daring sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembelajaran daring yang dilaksanakan memang cukup dapat menggantikan pembelajaran tatap muka, namun apabila dilihat dari efektivitas, pembelajaran daring belum mampu membuat tujuan pembelajaran tercapai. Ketidaksiapan mahasiswa dan dosen baik dari sisi kemampuan menggunakan teknologi maupun ketersediaan sarana pembelajaran yang memadai, koneksi jaringan internet yang buruk di tempat tinggal, biaya, dan belum mampunya mahasiswa serta dosen beradaptasi dengan metode pembelajaran yang baru untuk dapat meghadirkan kondisi kelas yang kondusif secara virtual menjadi faktor yang membuat pembelajaran daring belum efektif dilaksanakan (Damayanthi, 2020). Penelitian selanjutnya, ditemukan bahwa dalam pelaksanaannya, konsep sekolah online membawa kendala dan dampak yang begitu signifikan baik bagi anak sebagai peserta didik maupun guru sebagai tenaga pengajar. Kurangnya fasilitas penunjang yang memadai dan keterbatasan pemahaman mengenai akses teknologi dan jaringan internet menjadi kendala utama yang dirasakan oleh kedua belah pihak. Selain itu, ditemukan juga bahwa peran pengawasan dan perhatian orangtua kepada anak dalam proses pembelajaran online ini sangat penting bagi terwujudnya hasil belajar yang optimal. Orangtua harus hadir dalam mengawasi dan memberi perhatian kepada anak baik pada saat sebelum pembelajaran dimulai, saat pembelajaran berlangsung, sampai dengan setelah pembelajaran selesai (Wardhani & Krisnani, 2020).

Survei cepat juga dilakukan untuk memetakan kebutuhan dukungan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus di masa pandemi dengan responden pendidik dan peserta didik berkebutuhan khusus. Melakukan survei dengan responden 228 pendidik dari 142 Sekolah Luar Biasa dan 142 sekolah penyelenggara inklusi di Indonesia sementara Jaringan DPO Respon Covid-19 Inklusif (2020) menyebar surviei dengan 1683 penyandang disabilitas, pelajar dan mahasiswa berkebutuhan khusus di Indonesia dengan 128 partisipan berstatus sebagai pelajar. Kedua survei tersebut menyoroti praktik pembelajaran dan permasalahan yang dihadapi peserta didik berkebutuhan khusus di masa pandemi. Hasil survei memperoleh data bahwa metode pembelajaran daring mayoritas dilakukan melalui Whatsapp (97%) untuk pemberian materi foto, tugas, mengunggah rekaman suara, mengunggah video maupun melakukan konferensi video. Hanya 13% responden pendidik menyatakan pembelajaran tersebut efektif karena beberapa hambatan, yaitu keterbatasan dalam hal media/ penguasaan IT dan materi ajar. Hal ini juga terkait dengan kendala yang dijumpai pada orang tua yang tidak mempunyai fasilitas memadai untuk pembelajaran daring dari sisi ketersediaan alat elektronik, sinyal, maupun kuota yang terbatas. Hal senada juga diungkap oleh peserta didik berkebutuhan khusus (terutama dengan disabilitas sensoris) 68% responden peserta didik menyatakan bahwa Pu: Janingsih & Angga Darnayanto 43 pembelajaran secara daring sulit diikuti (Jaringan DPO Respons Covid-19 Inklusif, 2020). Hal ini terkait dengan kebutuhan pendamping dalam pembelajaran yang tidak selalu ada di rumah karena orang tua yang harus bekerja (Pujaningsih, P & Damayanto, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh (Wardany & Sani, 2020) dengan melakukan survei terhadap 58 guru dan 36 orangtua ABK di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19, PJJ dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran daring. Guru mengungkapkan bahwa permasalah terkait sinyal internet, kesiapan anak dalam belajar, kondisi dan kemampuan orangtua dalam membimbing anak menjadi penentu keberhasilan PJJ bagi ABK. PJJ memerlukan pendampingan dari orangtua. dan pada pelaksanaan terdapat kendala terkait konektivitas internet, waktu yang dimiliki, keadaan emosi dan kesiapan anak belajar dari di rumah, serta kompetensi dan kemampuan orangtua dalam pengasuhan anak dan pembelajaran ABK di rumah. Guru dan orangtua diharapkan memiliki kompetensi dan keterampilan dalam mendampingi ABK belajar, mengelola perilaku, mengatur seting belajar, mengakses teknologi, serta kesediaan berkolaborasi. Sehingga, berbagai pelatihan terkait penggunaan teknologi, pengasuhan anak, dan pelatihan mengajar jarak jauh sangat diperlukan baik bagi guru, maupun bagi orangtua.

Data dari penelitian terdahulu menunjukan dinamika kondisi sistem belajar yang harus dilakukan di masa pandemi saat ini. Bahkan sekolah yang menampung anak berkebutuhan khusus. Penting untuk diketahui dan dipahami bahwa anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang mengalami keterbatasan baik fisik; mental-intelektual; sosial maupun emosional; yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya (Terayanti, 2020). Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan secara fisik, mental-intelektual, sosial dan emosional, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Penyimpangan yang dimaksud dalam definisi tersebut yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, lamban belajar, berbakat, tunalaras, gangguan komunikasi, ADHD, dan autisme. Dengan demikian, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh karenanya, mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak (Pradipta et al., 2020). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang Pendidikan Individu dengan Disabilitas (Individuals with Disabilities Education Act � IDEA), yang mengamanatkan layanan untuk semua anak dengan disabilitas. Hal ini mencakup penetapan evaluasi dan kelayakan pendidikan, pendidikan yang tepat serta Individual Educational Plan (IEP), serta pendidikan di lingkungan yang terbatas (Smith, D. D., & Tyler, 2010); (Taylor, R. L., Smiley, L., & Richards, 2009).

Di dalam sistem pendidikan sendiri, terdapat beberapa model layanan pendidikan untuk anak atau siswa berkebutuhan khusus. Model layanan yang dimaksud yaitu model layanan pendidikan segresi, model integrasi serta model inklusi. Model layanan Pendidikan segresi adalah salah satu bentuk sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang terpisah dari sistem pendidikan umum. Sementara, model integrasi atau yang sering disebut dengan mainstreaming adalah suatu sistem pendidikan yang memberikan kesempatan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah umum bersama-sama dengan anak-anak normal pada umumnya. Di dalam sistem ini, anak-anak berkebutuhan khusus tidak diberikan perlakuan khusus, melainkan harus beradaptasi mengikuti sistem yang berlaku di sekolah tersebut. Kemudian, system model inklusi yaitu pendidikan yang menempatkan anak berkebutuhan khusus di sekolah umum dengan belajar bersama dengan anak normal dan memberikan perlakuan yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus tersebut (Stubbs, 2002). Pendidikan khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus diharapkan harus diberikan dengan sebaik-baiknya. Dalam rangka meningkatkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, pendidik harus mengetahui sepenuhnya nilai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, keadaan dan karakteristik (kelebihan dan kekurangan) anak berkebutuhan khusus, serta penanganannya di kelas yang dapat dilakukan guru untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.

Sebenarnya, siswa berkebutuhan khusus ini memerlukan adanya guru pendamping khusus, untuk membantu siswa tersebut belajar. Dikarenakan saat ini di Indonesia sedang dilanda wabah Covid-19, maka proses belajar untuk siswa atau anak berkebutuhan khusus dilaksanakan tanpa adanya guru pendamping khusus. Dengan kondisi saat ini, pembelajaran secara daring diterapkan pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). (Hamidaturrohmah, H., & Mulyani, 2020) menyatakan bahwa pembelajaran daring bagi anak berkebutuhan khusus akan mengalami banyak hambatan dan kendala jika tidak ada kerjasama mulai dari orang tua dalam mendampingi pembelajaran di rumah. Ia memberikan contoh yang dialami salah satu guru di SD Inklusi yang memiliki siswa dengan kondisi sensory processing disorder. Kondisi tersebut mengakibatkan siswa sulit menyerap dan merespon informasi yang masuk melalui panca indranya dikarenakan hambatan pada otak. Saat pembelajaran jarak jauh atau daring ini pertama kali dilakukan, siswa tersebut berkeras tidak mau belajar. Perlu waktu berhari-hari sampai pada akhirnya guru dan orang tuanya bisa meyakinkan belajar dari rumah. Meski begitu guru yang mendampingipun merasa sering cemas karena kedua orang tua siswa tersebut masih terpaksa bekerja pergi ke kantor selama pandemi ini. Sehingga, mereka tidak setiap saat bisa mendampingi anak mereka.

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini akan menyajikan mengenai bagaimana pengaruhnya, efektif atau tidak, dan implikasinya dari pembelajaran daring untuk siswa berkebutuhan khusus di masa pandemic, serta peran orang tua. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan informasi dan rujukan bagi orang tua, guru, dan siswa anak bekebutuhan khusus dalam menghadapi masa pandemi dengan belajar secara daring.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah sebuah penelitian yang menggunakan metode atau pendekatan studi kasus (Cresswell, 2017). Penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006). Jenis penelitian yang termasuk dalam kategori deskriptif adalah studi kasus dan penelitian survei.

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan penelitian survei dengan subjek penelitian adalah orangtua anak berkebutuhan khusus. Survei dilakukan dengan menyebarkan angket melalui Google Form terhadap orangtua anak berkebutuhan khusus. Google Form atau Google Formulir adalah fitur di Google yang bertujuan untuk memudahkan membuat survei melalui internet (Yoyo Sudaryo, MM, Efi, R Adam Medidjati, & Hadiana, 2019). Metode dalam penelitian terdiri dari kuantitatif dan data kualitatif berdasarkan jenis pertanyaan yang diberikan, yaitu pertanyaan terbuka dan tertutup. Metoda kuantitatif digunakan saat menghitung jumlah pilihan jawaban responden dengan cara tabulasi data dan presentase jawaban yang masuk. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisa jawaban dari pertanyaan terbuka yang diberikan.

Penelitian ini dilakukan pada April � Mei 2021, melalui google form dan aplikasi zoom meeting, google meeting, whatsapp, dan telepon seluler. Peneliti menggunakan Google form untuk menghimpun data kuesioner serta memastikan kesediaan orangtua ABK untuk dihubungi secara langsung. Kemudian, aplikasi zoom meeting, google meeting, whatsapp, dan telepon seluler digunakan oleh peneliti untuk mewawancarai orangtua ABK yang sebelumnya telah mengisi google form, serta hal ini dalam upaya menghindari resiko menyebarnya virus corona kepada pihak-pihak terkait.

Penelitian ini melibatkan 31 responden orangtua ABK yang berasal dari SLB, Sekolah Inklusi, ataupun Lembaga Terapi yang menjalani proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa Pandemi Covid-19. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara random sampling dengan kriteria sebagai orangtua anak berkebutuhan khusus.

Aspek survei yang diberikan pada orangtua berkaitan dengan pendampingan mereka terhadap anak berkebutuhan khusus selama PJJ. Kisi-kisi survei orangtua, yakni profil orangtua, pelaksanaan PJJ (metode, media, materi), pengalaman orangtua saat mendampingi PJJ, kendala dan permasalahan dalam mendampingi anak saat PJJ, aktifitas lainnya dari orangtua kepada anak saat berada di rumah, serta saran dan harapan orangtua. Pertanyaan untuk responden orangtua ABK berjumlah 28 pertanyaan, terdiri dari 22 pertanyaan tertutup atau kategorial dan sisanya merupakan pertanyaan terbuka. Kuisioner yang terdiri dari 22 pertanyaan tertutup, menggunakan skala Likert. Kuisioner yang dibuat melihat dari aspek tujuan pembelajaran dengan 2 pertanyaan, aspek sarana prasarana pembelajaran dengan 7 pertanyaan, kemampuan menggunakan teknologi dengan 8 pertanyaan, efisiensi waktu dengan 4 pertanyaan, dan pembelajaran daring mampu menggantikan tatap muka dengan 1 pertanyaan. Pilihan jawaban yang disediakan Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kemudian, analisa data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif bergantung pertanyaan yang diajukan. Analisa kuantitatif berdasarkan data persentase yang didapatkan. Sedangkan analisa kualitatif dilakukan berdasarkan jawaban responden.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Profil Responden

Berdasarkan data yang diperoleh selama bulan April � Mei 2021, jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak 32 orang. Sebanyak 24 (75%) orang sebagai ibu anak berkebutuhan khusus, dan sisanya 8 orang (25%) sebagai ayah. Beberapa informasi terkait usia, latar belakang pendidikan, jenjang ajar, jumlah siswa yang diajar, dan masa kerja dapat dilihat pada tabel 1.

 

Tabel 1

Profil Responden Orangtua

 

Frekuensi

Persentase (%)

Usia (dalam tahun)

 

 

30 � 39

40 � 49

50 � 59

16

13

3

50%

40,6%

9,4%

Status pekerjaan orang tua

 

 

Ibu/ Ayah rumah tangga

Bekerja

20

12

62,5%

37,5%

 

Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa responden orang tua ABK memiliki latar belakang dan kondisi yang cukup beragam. Sebagian besar responden berada di usia 30 � 49 tahun. Selain itu, separuh dari responden merupakan ibu rumah tangga yang memang sebelum adanya pandemi telah berada di rumah. Selanjutnya, data mengenai anak berkebutuhan khusus dari responden dapat dilihat pada tabel 2.

 

Tabel 2

Profil Kebutuhan Khusus Anak Responden

 

Frekuensi

Persentase (%)

Jenis kelamin anak

 

 

Perempuan

Laki-laki

13

19

40,6%

59,4%

Jenis kebutuhan khusus

 

 

Tuna Rungu

Tuna Grahita

Tuna Daksa

Kesulitan Belajar

Lambat Belajar

Autisme

ADHD

Komorbid

Lainnya

2

4

2

3

7

7

1

2

4

6,3%

12,5%

6,3%

9,4%

21,9%

21,9%

3,1%

6,3%

12,5%

Usia anak (dalam tahun)

 

 

7 � 10

11 � 14

15 � 18

19 � 22

10

12

8

2

31,3%

37,5%

25%

6,3%

Jenjang pendidikan anak

 

 

SD

SMP

SMA

21

6

5

65,6%

18,8%

15,6%

Aplikasi yang digunakan

 

 

Aplikasi berbasis video conference (zoom meeting, google meeting, dsb)

Aplikasi non video conference (whatsapp group, chat whatsapp, youtube, dsb)

Gabungan aplikasi berbasis video conference dan non video conference

17

 

 

6

 

 

9

53,1%

 

 

18,8%

 

 

28,1%

�����������

B.     Hasil Survei Proses Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh

1.      Ketercapaian tujuan pembelajaran

Pembelajaran dapat dimaknai sebagai sebuah upaya yang sistematis dan sengaja untuk menciptakan terjadinya interaksi edukatif antara dua belah pihak, yaitu peserta didik dan pendidik (Sudjana & Mishra, 2004). Pembelajaran daring dikatakan efektif apabila tujuan pembelajaran dapat tercapai, yakni apabila adanya ketercapaian tujuan pembelajaran dan pertemuan daring dianggap cukup mampu menggantikan tatap muka. Hasil pengisian kuesioner yang diisi oleh responden dapat dilihat dari grafik 1 berikut:

 

 

Grafik 1

Ketercapaian Tujuan Pembelajaran

 

Dari Grafik 1 dapat terlihat bahwa sebanyak 25 responden merasa bahwa selama pembelajaran jarak jauh, tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai. Kemudian, sebanyak 22 responden merasa bahwa proses pembelajaran daring tidak dapat menggantikan pertemuan tatap muka. Lebih lanjut, berdasarkan hasil wawancara dengan pertanyaan terbuka yang dilakukan kepada responden, didapatkan informasi bahwa meskipun ketercapaian tujuan pembelajaran kurang dirasakan oleh orangtua ABK, namun saat ini pembelajaran daring adalah satu-satunya pilihan yang dapat menggantikan pertemuan tatap muka agar proses pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 tetap berlangsung.

2.      Sarana dan prasarana

Pada pelaksanaan pembelajaran daring, guru dan murid sangat bergantung pada perangkat teknologi informasi baik berupa komputer/laptop/telepon selular yang terhubung pada jaringan internet (Pakpahan & Fitriani, 2020). Sarana pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran daring. Sarana pembelajaran meliputi: akses internet di tempat tinggal yang berpengaruh terhadap koneksi internet selama pembelajaran daring, fasilitas pertemuan daring yang disediakan sekolah, dan ketersediaan perangkat yang memadai yang dimiliki oleh siswa. Apabila sarana ini tidak terpenuhi, maka proses pembelajaran daring tidak akan maksimal. Pertemuan daring yang dilakukan pada masa pandemi ini, secara otomatis sangat mengandalkan jaringan internet yang stabil. Keterbatasan akses internet tentu menjadi kendala saat pembelajaran daring berlangsung, karena dalam pembelajaran daring tidak hanya membutuhkan kualitas suara yang jernih, tetapi juga kualitas video yang stabil agar dapat membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan. Hasil pengisian kuesioner oleh responden terkait sarana dan prasarana belajar daring dapat dilihat pada grafik 2 berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Grafik 2

Sarana dan Prasarana

 

Berdasarkan data pada grafik 2, didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak memiliki kendala dalam aspek sarana dan prasarana. Hal ini dibuktikan oleh 28 responden yang menyatakan bahwa memiliki akses internet yang memadai. Selain itu, terlihat pula bahwa kualitas jaringan internet di tempat tinggal masing-masing responden cukup baik. Dilihat dari adanya 24 responden yang memiliki koneksi internet yang lancar. Meskipun demikian, berdasarkan hasil wawancara ditemukan keluhan dari beberapa responden yang merasa bahwa mereka memiliki kendala internet selama pembelajaran daring, sehingga turut memengaruhi efektifitas pembelajaran dan kelangsungan proses belajar. Dalam pembelajaran daring di masa pandemi covid-19 diperlukan akses internet yang stabil agar mendukung proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan lancar. Dalam hal penyediaan fasilitas pertemuan daring, responden merasa bahwa tempat anak mereka bersekolah telah mampu menyediakan fasilitas pembelajaran daring. Sebanyak 26 orang responden mengatakan bahwa sekolah telah mampu mempersiapkan fasilitas pertemuan daring dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa responden, diketahui bahwa sekolah cukup memfasilitasi pertemuan daring dengan memberikan sosialisasi penggunaan aplikasi yang akan digunakan untuk pembelajaran jarak jauh, seperti google classroom, zoom meeting, atau google meeting. Walaupun demikian, berdasarkan hasil wawancara lanjutan didapatkan bahwa ada responden yang merasa bahwa sekolah kurang memfasilitasi dengan memberikan sosialisasi mengenai penggunaan aplikasi, sehingga orangtua harus aktif mencari tahu secara mandiri, yang terkadang memerlukan waktu lebih lama untuk dapat memahaminya. Sejalan dengan hal tersebut, sebanyak 27 responden merasa bahwa aplikasi yang digunakan selama pembelajaran daring cukup mudah digunakan dan dapat membantu orangtua dalam mendampingi proses pembelajaran anak ABK mereka. Kemudahan aplikasi tersebut juga dirasakan oleh anak ABK yang merasa cukup nyaman untuk menggunakan aplikasi belajarnya, merasakan memiliki perangkat yang memadai dengan kualitas audio dan video yang baik, sehingga mampu mendukung proses pembelajaran daring. Hal tersebut menandakan bahwa saat ini anak ABK sudah mulai cukup mampu beradaptasi dengan metode pembelajaran daring yang dilakukan secara mendadak di awal pandemi, meskipun memang masih diperlukan pendampingan dari orang tua mereka dan pengawasan dari para pengajar agar anak ABK tetap dapat fokus saat proses belajar berlangsung. Namun, di sisi lain, ketika ditanyakan lebih lanjut apakah mereka merasa nyaman menggunakan aplikasi tersebut, 10 responden mengatakan mereka tidak nyaman menggunakan. Tampaknya beberapa orangtua masih belum mampu beradaptasi dengan metode pembelajaran daring yang memang dilakukan secara mendadak dan langsung sepenuhnya dilakukan secara daring.

3.      Kemampuan menggunakan teknologi

Kemampuan dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran daring akan berpengaruh pada capaian tujuan pembelajaran. Kesiapan semua pihak (peserta didik, pendidik, dan pendamping peserta didik) dalam menggunakan platform pembelajaran daring menjadi salah satu faktor pendukung efektivitas pembelajaran daring saat pandemi covid-19. Kemampuan guru untuk menyiapkan materi pembelajaran yang menarik dan berbasis teknologi turut menjadi faktor penting bagi keberhasilan pembelajaran daring. Hasil pengisian kuesioner diperoleh data terkait kemampuan dalam mengunakan teknologi dapat dilihat pada grafik 3:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Grafik 3

Kemampuan Menggunakan Teknologi

 

Dari grafik 3 terlihat bahwa lebih dari setengah responden, atau sebanyak 24 orangtua anak ABK merasa bahwa para guru telah mampu menyiapkan materi pembelajaran dengan sebaik-baiknya. 17 responden merasa siswa ABK tetap memiliki kesempatan untuk bertanya selama pembelajaran jarak jauh. Kemudian, 21 responden merasa siswa ABK tetap mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. 18 responden merasa interaksi siswa dengan guru tidak ada kendala. Kemudian, 18 responden mengungkapkan bahwa materi yang telah guru siapkan sudah tersampaikan dengan baik kepada anak mereka, namun 14 responden merasa bahwa materi yang telah dipersiapkan dengan baik oleh guru belum dapat tersampaikan dengan cukup baik. Selain itu, 24 responden merasa selama pembelajaran daring siswa ABK kurang dapat memahami materi yang diberikan. Mendukung hal tersebut, 18 responden juga merasa bahwa siswa ABK kurang dapat berkomunikasi dengan guru mereka. Dan 19 responden merasa siswa ABK kurang dapat mengumpulkan tugas dengan mudah. Hal ini dapat terlihat bahwa penyiapan materi pembelajaran berbasis teknologi yang menarik minat siswa ABK untuk belajar, kemampuan menggunakan media pembelajaran daring, serta kemampuan menggantikan suasana kelas tatap muka yang selama ini dilakukan secara langsung ke dalam suasana kelas daring sehingga siswa ABK tetap merasa nyaman mengikuti pembelajaran menjadi faktor penting bagi siswa ABK dapat menerima pembelajaran daring. Karena tidak semua siswa ABK mampu memahami materi yang diberikan selama pembelajaran daring (Wijaya, 2009). Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada sejumlah responden bahwa diketahui pula terdapat keluhanbahwa tugas-tugas yang diberikan selama pembelajaran daring seringkali telambat dikumpulkan karena siswa kurang memahami materi, kurang mudah berkomunikasi dengan guru, dan merasa kurang memiliki kesempatan untuk bertanya. Nampak bahwa kemampuan siswa bekebutuhan khusus dalam menggunakan tekonologi masih terbatas, sehingga menjadi hambatan dalam pembelajaran daring

4.      Efisiensi Waktu

Pengelolaan alokasi waktu maupun jadwal pembelajaran daring harus diperhitungkan sebaik-baiknya. Jumlah jam pertemuan yang selama ini dilakukan secara tatap muka harus mampu digantikan secara efektif dengan pembelajaran daring. Pengalokasian waktu dan penjadwalan yang baik akan membuat tujuan pembelajaran tercapai. dalam proses pembelajaran daring dapat dilihat pada grafik berikut:

 

Grafik 4

Efisiensi Waktu

 

Berdasarkan data pada grafik 4, ditemukan bahwa sebanyak 20 responden merasa bahwa waktu pertemuan daring lebih singkat daripada pertemuan tatap muka. Sementara itu, sebanyak 17 responden mengungkapkan sekalipun pembelajaran dilakukan secara daring, mereka tetap menjadwalkan waktu belajar dengan rutin. Selain itu, 29 responden merasa intensitas pemberian tugas selama pembelajaran jarak jauh meningkat. Meskipun demikian, sekalipun pembelajaran dilakukan secara terjadwal, sebanyak 21 responden mengatakan bahwa pembelajaran daring tidak lebih efektif jika dibandingkan dengan tatap muka. Kemudian, berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa terdapat beberapa hal yang membuat responden merasa pembelajaran daring tidak lebih efektif jika dibandingkan dengan tatap muka, di antaranya kondisi anak/ siswa ABK yang kadang kurang siap untuk menerima pembelajaran, responden mengakui bahwa terkadang mengalami kesulitan ketika anak jenuh, bosan, sulit fokus dan mood yang berubah-ubah. Kondisi responden yang belum memahami cara mendampingi anak ABK, beberapa responden mengatakan belum memahami bagaimana mengajarkan anak berkebutuhan khusus di rumah. Responden pun menyebutkan bahwa mereka merasa kurang sabar dalam mendampingi anak. Selain itu, permasalahan jaringan, ketidakstabilan sinyal dan kuota internet juga menjadi kendala. Masalah-masalah lain terkait situasi dan kondisi di rumah pun dialami responden. Sehingga dapat dikatakan bahwa meskipun pembelajaran jarak jauh cukup berjalan dengan cukup baik, akan tetapi kendala terkait teknis, situasi, kondisi, dan cara menangani dari orangtua kerap terjadi.

5.      Pembelajaran Daring di Masa Mendatang

Adanya kondisi pandemi yang belum pasti kapan akan berakhir, membuat dunia pendidikan di Indonesia harus mampu berinovasi agar proses pembelajaran tetap dapat berlangsung demi kemajuan generasi calon penerus bangsa dan negara. Salah satu bentuk inovasi yang dapat dilakuakan adalah dengan memberlakukan pembelajaran daring dalam proses pendidikan, meskipun kesiapan baik dari sisi sarana dan prasarana ataupun sumberdaya manusia dalam pembelajaran daring masih menjadi suatu hambatan yang besar bagi lembaga pendidikan. Hasil pengisian kuesioner yang telah dilakukan terkait kemungkinan pembelajaran daring di masa mendatang dapat dilihat dalam grafik berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Grafik 5

Pembelajaran daring di masa mendatang

�����������������������

Dari grafik 5 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden, yakni sebanyak 23 responden mengungkapkan bahwa pembelajaran daring tidak mampu menggantikan tatap muka. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dikemukakan oleh responden bahwa pembelajaran daring berpotensi pada turunnya kemampuan kognitif, perilaku, dan juga sikap belajar dari setiap anak/ siswa berkebutuhan khusus. Kemudian, dari hasil wawancara juga terungkap bahwa dalam pembelajaran daring masih ditemukan kesulitan dalam proses mengelola kelas oleh para guru. Akibatnya, masih banyak siswa yang belum dapat mencapai target pembelajaran, mengalami penurunan hasil belajar, dan kecenderungan dari siswa untuk mengabaikan aturan-aturan belajar yang disebabkan kurangnya kerjasama antara guru dan juga orang tua. Selain itu, sebagian besar orangtua mengungkapkan harapan agar pandemi Covid-19 bisa segera berakhir dan anak-anak dapat kembali ke sekolah. Orangtua berharap guru tetap bersemangat dan rutin mengajar daring anak mereka, dan bersedia lebih sabar dalam menjelaskan secara perlahan dan memastikan anak benar-benar paham, serta lebih variatif lagi dalam memberikan materi.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran daring yang sudah hampir 2 tahun dilaksanakan masih tetap menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil oleh Lembaga Pendidikan untuk memastikan proses pembelajaran tetap berlangsung. Pelaksanaan pembelajaran daring tentunya berdampak pada anak-anak yang sebelumnya tidak pernah belajar tanpa tatap muka dan tidak berinteraksi langsung dengan guru dan teman. Dampak ini tentu saja dirasakan oleh anak berkebutuhan khusus sehingga pendampingan orangtua memiliki peran penting. Hasil penelitian menyebutkan sejumlah kendala bagi orangtua dalam mendampingi siswa berkebutuhan khusus. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa ada beberapa hal yang perlu disiapkan agar pembelajaran daring pada siswa berkebutuhan khusus menjadi lebih efektif, diantaranya adalah adanya kesiapan orang tua (memiliki kompetensi dan keterampilan) dalam mendampingi siswa berkebutuhan khusus dalam proses belajar, kesiapan siswa berkebutuhan khusus untuk dapat belajar secara daring, kesiapan sumber daya manusia yang dimiliki setiap lembaga pendidikan untuk menjalani pembelajaran daring, ketersediaan aplikasi yang ramah bagi anak berkebutuhan khusus, sehinga memudahkan siswa berkebutuhan khusus dalam proses belajar, adanya tinjauan dan modifikasi kurikulum, sistem penugasan yang terstruktur dan mudah dilaksanakan oleh orang tua, serta upaya meningkatkan kemampuan guru dalam memanajemen kelas saat pembelajaran daring agar interaksi dan komunikasi antara guru, siswa, dan juga orang tua tetap terjalin dengan baik sekalipun pembelajaran dilakukan secara daring.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Arizona, Kurniawan, Abidin, Zainal, & Rumansyah, Rumansyah. (2020). Pembelajaran Online Berbasis Proyek Salah Satu Solusi Kegiatan Belajar Mengajar Di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 5(1), 64�70.Google Scholar

 

Cresswell, J. W. (2017). Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed (Edisi Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Belajar. Google Scholar

 

Damayanthi, Adriana. (2020). Efektivitas Pembelajaran Daring Di Masa Pandemi Covid-19 Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Katolik. Edutech, 19(3), 189�210. Google Scholar

 

Daniel, John. (2020). Education And The Covid-19 Pandemic. Prospects, 49(1), 91�96. Google Scholar

 

Hamidaturrohmah, H., & Mulyani, T. (2020). Strategi Pembelajaran Jarak Jauh Siswa Berkebutuhan Khusus Di Sd Inklusi Era Pandemi Covid-19. Elementary: Islamic Teacher Journal, 8(2). Google Scholar

 

Isman, Mhd. (2016). Pembelajaran Moda Dalam Jaringan (Moda Daring). Google Scholar

 

Office Of The High Commissioner Human Rights (Ohchr). (2020). Covid-19 And The Rights Of Person With Disabilities: Guidances. Google Scholar

 

Pakpahan, Roida, & Fitriani, Yuni. (2020). Analisa Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19. Journal Of Information System, Applied, Management, Accounting And Research, 4(2), 30�36. Google Scholar

 

Pohan, Albert Efendi. (2020). Konsep Pembelajaran Daring Berbasis Pendekatan Ilmiah. Penerbit Cv. Sarnu Untung. Google Scholar

 

Pradipta, Rizqi Fajar, Purnamawati, Frimha, Efendi, Mohammad, Dewantoro, Dimas Arif, Huda, Abdul, & Jauhari, Muhammad Nurrohman. (2020). The Role Of The Resource Center In The Implementation Of Inclusion Education In Basic, Medium, And Higher Education Institutions: A Grounded Theory Approach. 1st International Conference On Information Technology And Education (Icite 2020), 490�496. Atlantis Press. Google Scholar

 

Pujaningsih, P & Damayanto, A. (2020). Inovasi Pembelajaran Untuk Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Di Masa Pandemic. Yogyakarta: Buku Dies Fip Uny.

 

Reimers, Fernando, Schleicher, Andreas, Saavedra, Jaime, & Tuominen, Saku. (2020). Supporting The Continuation Of Teaching And Learning During The Covid-19 Pandemic. Oecd, 1(1), 1�38. Google Scholar

 

Smith, D. D., & Tyler, N. C. (2010). Introduction To Special Education (7th Edition) (7th Ed.). Upper Saddle River, Nj: Merrill. Google Scholar

 

Stubbs, Sue. (2002). Pendidikan Inklusif (Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber). Judul Asli: Inclusif Education: Where There Are Few Resources. Dialihbahsakan Oleh: Susi Septaviana. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa Upi. Google Scholar

 

Sudjana, Brasukra G., & Mishra, Satish. (2004). Growth And Inequality In Indonesia Today. Discussion Paper Series. Google Scholar

 

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2006). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Rosda Karya. Google Scholar

 

Syarifudin, Albitar Septian. (2020). Impelementasi Pembelajaran Daring Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Sebagai Dampak Diterapkannya Social Distancing. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Metalingua, 5(1), 31�34. Google Scholar

 

Taylor, R. L., Smiley, L., & Richards, S. B. (2009). Exceptional Students. New York: Mc. Graw-Hill. Google Scholar

 

Terayanti, Yeslin Anjelina. (2020). Pengaruh Pembelajaran Pada Anak Berkebutuhan Khusus Di Masa Pandemi Covid 19. Google Scholar

 

Unicef, P. Des N. (2011). Fondo De Las Naciones Unidas Para La Infancia (Unicef). Plan [Online]. Google Scholar

 

Wardany, Ossy Firstanti, & Sani, Yulvia. (2020). Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Survei Terhadap Orangtua Dan Guru Di Lampung). Jpk (Jurnal Pendidikan Khusus), 16(2), 48�64. Google Scholar

 

Wardhani, Tsaniya Zahra Yuthika, & Krisnani, Hetty. (2020). Optimalisasi Peran Pengawasan Orang Tua Dalam Pelaksanaan Sekolah Online Di Masa Pandemi Covid-19. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 7(1), 48�59. Google Scholar

 

Wijaya, Mulyawati. (2009). Analisis Praktik Perataan Laba Pada Industri Real Estate Dan Properti Yang Bereputasi Balk Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Kontemporer, 1(2). Google Scholar

 

Yoyo Sudaryo, S. E., Mm, Ak, Efi, Nunung Ayu Sofiati, R Adam Medidjati, S. E., & Hadiana, Ana. (2019). Metode Penelitian Survei Online Dengan Google Forms. Penerbit Andi. Google Scholar

 

Copyright holder:

Mahesti Pertiwi, Anissa Rizky Andriany, Ajheng Mulamukti A Pratiwi (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: