Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 10, Oktober 2021
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA ANAK USIA 1-24 BULAN
Heny Puspasari, Siti Nurdiyana
Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKes) Cirebon, Jawa
Barat, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Masalah gizi
pada anak terutama stunting perlu
ditangani dengan tepat karena berpotensi
terhadap tingginya angka kematian. Kejadian balita stunting
di UPTD Puskesmas Talaga tahun
2017-2018 tidak mengalami penurunan yang signifikan yaitu dari 1,85% pada tahun 2017 menjadi 1,06% pada tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 1 � 24 bulan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka tahun 2018. Jenis penelitiannya yaitu penelitian analitik dengan desain case control. Sampel dalam
penelitian ini sebanyak 90 responden dengan perbandingan 45 kasus (balita pendek) : 45 kontrol (balita normal). Penelitiannya dilakukan tanggal 3 Mei - 19 Juni 2019. Analisis datanya menggunakan analisis univariat dengan distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proporsi balita yang mengalami kejadian stunting lebih tinggi terdapat pada ibu
berpengetahuan kurang (31,1%), pendapatan keluarga rendah sebanyak (71,1%), dan
pemberian ASI tidak eksklusif sebanyak (62,2%). Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu (r value = 0,049 dan OR =
2,548), pendapatan keluarga (r value = 0,006 dan OR = 3,368)
dan riwayat pemberian ASI eksklusif (r value = 0,020 dan OR =
2,713) dengan kejadian stunting pada anak usia
1 � 24 bulan di UPTD Puskesmas
Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018. Petugas kesehatan bekerja sama dengan
kader untuk melaksanakan kegiatan posyandu secara rutin setiap bulan,
memotivasi ibu untuk membawa anaknya
ditimbang ke posyandu, memberikan informasi kepada ibu menyusui untuk
memberikan ASI secara eksklusif. Bagi ibu dan keluarga agar berkonsultasi kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang stunting
dan cara pencegahannya.
Kata Kunci: stunting; gizi; anak
Abstract
Nutritional problems in children, especially stunting, need to be addressed appropriately because of the
potential for high mortality. The incidence of stunting
toddlers at UPTD Puskesmas Talaga
in 2017-2018 did not experience a significant decrease from 1.85% in 2017 to
1.06% in 2018. This study aims to find out the factors associated with stunting incidence in children aged
1-24 months in UPTD Puskesmas Talaga
Majalengka Regency in 2018. This type of research is analytical research with
case control design. �The sample in this study was 90 respondents
with a ratio of 45 cases (short toddlers): 45 controls (normal toddlers). The
research was conducted from May 3 to June 19, 2019. Its data
analysis uses univariate analysis with frequency distribution and bivariate
analysis with chi squaretest.
The results showed thatthe
pout of toddlers who experienced a higher incidence of stunting was
found in less knowledgeable mothers (31.1%), low family income (71.1%), and
non-exclusive breastfeeding as much as (62.2%). There is a relationship between maternal knowledge (value r ��= 0.049 and OR = 2.548), family income (value r ��= 0.006 and OR = 3,368) and history of
exclusive breastfeeding (value r ��= 0.020 and OR = 2,713) with
stunting events
in children aged 1 - 24
months at UPTD Puskesmas Talaga
Majalengka Regency in 2018. Health workers work closely with cadres to carry out posyandu activities regularly every month, motivating
mothers to bring their children weighed to posyandu,
providing information to breastfeeding mothers to provide exclusive breast
milk. For mothers and families to consult health workers to get the right
information about stunting and how to prevent it.
Keywords: stunting;
nutrition; child
Received: 2021-09-20; Accepted:
2021-10-05; Published: 2021-10-20
Pendahuluan
Kesehatan anak
mempunyai peran penting dalam pembangunan kesehatan suatu bangsa, karena anak
sebagai generasi penerus bangsa di masa depan. Namun, upaya menghadirkan
generasi emas Indonesia ini dibayangi kehadiran stunting yang masih mengancam.
Stunting merujuk pada kondisi tinggi anak yang lebih pendek dari tinggi badan
seumurannya. Stunting terjadi lantaran kekurangan gizi dalam waktu lama pada
masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) (Diaz, 2019).
Masalah gizi
pada anak terutama perlu ditangani dengan tepat karena berpotensi terhadap
tingginya angka kematian. Menurut World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa lebih dari separuh kematian bayi
dan balita disebabkan oleh keadaan gizi. Anak yang mengalami kekurangan gizi
memiliki resiko meninggal 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal.
WHO memperkirakan 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan
kurang gizi. Sementara menurut The United
Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun 2015, diperkirakan 165 juta anak
usia dibawah lima tahun diseluruh dunia mengalami stunted (Suwandono, Rukmantara, Febrina, Fitri, & Nugroho, 2020).
Prevalensi
stunting di Indonesia menempati peringkat kelima terbesar di dunia. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi stunting dalam
lingkup nasional sebesar 30,8%, terdiri dari prevalensi pendek sebesar 19,3%
dan sangat pendek sebesar 11,5%. Sementara hasil Riskedas 2015, prevalensi
stunting di Indonesia sebesar 37,2% yang terdiri dari prevalensi pendek sebesar
18,0% dan sangat pendek sebesar 19,2%. Hal ini menunjukkan bahwa baik hasil
Riskesdas 2015 maupun 2018 meskipun mengalami penurunan yaitu dari 37,2%
menjadi 30,8% (penurunan sebesar 6,4%), namun masih di atas angka 30%. Hal ini,
kejadian stunting di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
berat karena prevalensi stunting berada pada rentang 30-39 persen Kementerian
Kesehatan RI tahun 2018 (Fadila & Kurniawati, 2018).
Balita
stunting menjadi masalah kesehatan yang sangat berat bagi bangsa Indonesia
karena menimbulkan berbagi dampak atau kerugian. Kerugian akibat stunting bagi
pemerintah yaitu naiknya pengeluaran untuk jaminan kesehatan nasional yang
berhubungan dengan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes
atapun gagal ginjal. Ketika dewasa, anak yang menderita stunting mudah
mengalami kegemukan sehingga rentan terhadap serangan penyakit tidak menular
seperti jantung, stroke ataupun diabetes Kementerian Kesehatan RI
tahun 2018 (Fadila & Kurniawati, 2018).
Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, bahwa kejadian stunting
pada balita di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 30,8% dan mengalami penurunan
dibanding tahun 2013 sebesar 37,2%. Kementerian Kesehatan RI
tahun 2018 (Fadila & Kurniawati, 2018). Sedangkan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016,
anak usia 1-5 tahun tahun yang mengalami stunting sangat pendek sebesar 4,78%
dan yang pendek sebesar 12,72% dan pada tahun 2017 anak usia usia 1-5 tahun
yang mengalami stunting sangat pendek sebesar 5,10% dan yang pendek sebesar
13,40% Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2018 (Rusyda, 2019).
Berdasarkan data Promosi Kesehatan dan Pencegahan Penyakit Dinas
Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2017, dari jumlah balita yang ditimbang
sebanyak 92.568 orang yang mengalami gizi sangat pendek sebanyak 238 anak
(0,25%), gizi pendek sebanyak 2.066 anak (2,23%), normal sebanyak 89.075 anak
(96,23%) dan yang tinggi sebanyak 1198 anak (1,29%). Adapun puskesmas di
Kabupaten Majalengka pada tahun 2017 dengan jumlah balita stunting dengan
kategori sangat pendek ketiga di UPTD Puskesmas Talaga yaitu sebanyak 62 anak
(1,85%) dari jumlah anak yang ditimbang sebanyak 3.343 anak, adapun yang
mengalami gizi pendek sebanyak 153 anak (4,58%), normal sebanyak 3.041 anak
(90,97%) dan yang tinggi sebanyak 87 anak (2,6%) Dinas Kesehatan Kabupaten
Majalengka tahun 2018 (Setyowati & Wahyuni, 2019).
Berdasarkan
data UPTD Puskesmas Talaga tahun 2018, diketahui jumlah balita yang ditimbang
sebanyak 3.343 anak dan yang mengalami gizi sangat pendek sebanyak 40 anak
(1,06%), gizi pendek sebanyak 153 anak (4,04%), normal sebanyak 3.063 anak
(80,88%) dan tinggi sebanyak 87 anak (UPTD Puskesmas Talaga, 2018). Hal ini
menunjukkan bahwa kejadian stunting di UPTD Puskesmas Talaga tahun 2017-2018
mengalami sedikit penurunan yaitu dari 1,85% tahun 2017 menjadi 1,06% tahun
2018 atau penurunan sebesar 0,79%, sehingga perlu mendapatkan perhatian
mengingat kejadian stunting pada balita merupakan masalah kesehatan yang kronik
yang dapat berakibat anak kesulitan mencapai perkembangan fisik dan kognitif
yang optimal.
Masalah
stunting pada anak perlu mendapatkan perhatian yang serius disamping
mengakibatkan kerugian bagi pemerintah, juga berdampak buruk baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 (Diaz, 2019), dampak buruk yang ditimbulkan oleh stunting dalam
jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka
panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan
kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit,
dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit
jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (Lestari, Margawati, & Rahfiludin, 2014).
Banyak faktor
yang menyebabkan kejadian stunting pada anak terutama usia balita. Menurut
Kementerian Kesehatan RI tahun
2017 (Edar, 2017), faktor-faktor penyebab stunting adalah faktor gizi
buruk yang dialami oleh ibu hamil dan anak balita, kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, tebatasnya layanan
kesehatan termasuk layanan antenatal care, masih kurangnya akses kepada makanan
bergizi dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitas. Sedangkan menurut (Alimul, 2008),
faktor determinan terjadinya anak stunting adalah faktor makanan seperti asupan
energi, protein dan seng. Sedangkan faktor risiko stunting dapat disebabkan
oleh faktor pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu,
pengetahuan ibu, riwayat pemberian ASI, berat badan saat lahir dan kelengkapan
imunisasi.
Pengetahuan
tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul
akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab
terhadap konsumsi makanan bagi keluarga. Ibu harus memiliki pengetahuan tentang
gizi baik diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal (Sediaoetama, 2000).
Disamping pengetahuan, penghasilan keluarga merupakan penentu utama yang
berhubungan dengan kualitas makanan. Apabila penghasilan keluarga meningkat,
penyediaan lauk pauk akan meningkat pula mutunya. Tidak dapat disangkal bahwa
penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk
keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan (Wright, 2019).
Peningkatan
pendapatan akan berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga
dan selanjutnya berhubungan dengan status gizi. Namun peningkatan pendapatan
atau daya beli seringkali tidak dapat mengalahkan pengaruh kebiasaan makan
terhadap perbaikan gizi yang efektif (Beck, 2011).
Sedangkan menurut (Kristianti, 2015),
pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi memerlukan masukan zat-zat gizi
yang seimbang dan relatif besar. Namun, kemampuan bayi untuk makan dibatasi
oleh keadaan saluran pencernaannya yang masih dalam tahap pendewasaan.
Satu-satunya makanan yang sesuai dengan keadaan saluran pencernaaan bayi dan
memenuhi kebutuhan selama berbulan-bulan pertama adalah ASI.
Hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh (Pormes, Rompas, & Ismanto, 2014) di TK Malaekat Pelindung Manado menunjukkan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang gizi dengan stunting pada
anak usia 4-5 tahun di TK Malaekat Pelindung Manado. Sedangkan penelitian (Nadiyah, Briawan, & Martianto, 2014) di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara
Timur menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara berat badan lahir
rendah, sanitasi kurang baik, kebiasaan ayah merokok dalam rumah, pendidikan
ibu yang rendah, pendidikan ayah yang rendah, pendapatan yang rendah, dan
tinggi badan ibu kurang dari 150 cm dengan stunting pada anak usia 0�23 bulan
(p < 0.05). Sedangkan penelitian Indrawati (2016), menunjukkan bahwa balita
di Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul sebagian besar
responden memberikan ASI Eksklusif yaitu 86,9% dan ada hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian stunting pada balita 2-3 tahun ρ-value
(0,000< 0,05).
Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka pada
tanggal 7 Januari 2019, terhadap 10 ibu yang mempunyai anak usia 1-24 bulan,
sebanyak 3 ibu mengatakan tinggi anaknya�
lebih pendek dari tinggi badan seumurannya dan 7 ibu mengatakan tinggi
anaknya masih wajar. Dari 10 ibu, terdapat 5 orang kurang memahami mengenai
gizi terutama pengaturan pemberian ASI saja sampai usia 6 bulan dan dilanjutkan
sampai usia 24 bulan ditambah dengan makanan pendamping ASI lainnya, dan
ibu-ibu lebih suka membeli bubur atau makanan siap saji karena gampang
membuatnya. Dari 10 ibu juga diketahui sebanyak 8 orang termasuk ke dalam
keluarga dengan kategori tidak mampu.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai
�Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1 � 24
Bulan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2021.�
Metode Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian
analitik dengan menggunakan pendekatan atau desain case control. Besar sampel kasus
dan kontrol dengan perbandingan 1 : 1 maka jumlahnya keseluruhan adalah 90 orang dengan perbandingan 45 kasus : 45 kontrol. Penelitian ini telah dilaksanakan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka tanggal 3 Mei - 19 Juni 2019.
Hasil dan Pembahasan
A. Analisis Univariat
1.
Gambaran Kasus
dan Kontrol berdasarkan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Pada Anak Usia 1-24 Bulan
di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2021
Tabel 1
Distribusi Proporsi Kasus dan Kontrol berdasarkan
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Pada Anak Usia 1-24 Bulan di UPTD Puskesmas Talaga
Kabupaten Majalengka Tahun 2021
No |
Pengetahuan Ibu |
Kejadian Stunting
|
Jumlah |
||||
Pendek (Kasus) |
Normal (Kontrol) |
||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||
1 |
Kurang
|
14 |
31,1 |
6 |
13,3 |
20 |
15,6 |
2 |
Cukup |
21 |
46,7 |
20 |
44,4 |
41 |
84,4 |
3 |
Baik |
10 |
22,2 |
19 |
42,2 |
29 |
84,4 |
|
Jumlah |
45 |
100 |
45 |
100 |
90 |
100 |
Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa pada balita yang mengalami kejadian stunting atau
pendek terdapat ibu yang berpengetahuan kurang sebanyak 14 orang (31,1%),
sedangkan� pada balita yang tidak
mengalami kejadian stunting atau normal terdapat ibu yang berpengetahuan kurang
sebanyak 6 orang (13,3%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi balita yang
mengalami kejadian stunting dengan ibu berpengetahuan kurang (31,1%), lebih
tinggi dibanding proporsi balita yang tidak mengalami kejadian stunting dengan
ibu berpengetahuan kurang (13,3%).
2.
Gambaran Kasus
dan Kontrol berdasarkan Pendapatan Keluarga di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten
Majalengka Tahun 2021
Tabel 2
Distribusi Proporsi Kasus dan Kontrol berdasarkan
Pendapatan Keluarga di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2021
No |
Pendapatan Keluarga |
Kejadian Stunting
|
Jumlah |
||||
Pendek (Kasus) |
Normal (Kontrol) |
||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||
1 |
Rendah |
32 |
71,1 |
19 |
42,2 |
51 |
56,7 |
2 |
Tinggi |
13 |
28,9 |
26 |
57,8 |
39 |
43,3 |
|
Jumlah |
45 |
100 |
45 |
100 |
90 |
100 |
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa pada balita yang mengalami kejadian
stunting atau pendek terdapat ibu dengan pendapatan keluarga rendah sebanyak 32
orang (71,1%), sedangkan� pada balita
yang tidak mengalami kejadian stunting atau normal terdapat ibu dengan
pendapatan keluarga rendah sebanyak 19 orang (42,2%). Hal ini menunjukkan bahwa
proporsi balita yang mengalami kejadian stunting dengan pendapatan keluarga
rendah sebanyak (71,1%), lebih tinggi dibanding proporsi balita yang tidak
mengalami kejadian stunting dengan pendapatan keluarga rendah (42,2%).
3.
Gambaran Kasus
dan Kontrol berdasarkan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif di UPTD Puskesmas
Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018
Tabel 3
Distribusi Proporsi Kasus dan Kontrol berdasarkan Riwayat
Pemberian ASI Eksklusif di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun
2021
No |
Riwayat
Pemberian ASI Eksklusif |
Kejadian Stunting
|
Jumlah |
||||
Pendek (Kasus) |
Normal (Kontrol) |
||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||
1 |
Tidak eksklusif |
28 |
62,2 |
17 |
37,8 |
45 |
50,0 |
2 |
Eksklusif |
17 |
37,8 |
28 |
62,2 |
45 |
50,0 |
|
Jumlah |
45 |
100 |
45 |
100 |
90 |
100 |
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa pada balita yang mengalami kejadian
stunting atau pendek terdapat ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak
28 orang (62,2%), sedangkan pada balita yang tidak mengalami kejadian stunting
atau normal terdapat ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 17 orang
(37,8%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi balita yang mengalami kejadian
stunting dengan pemberian ASI tidak eksklusif sebanyak (62,2%), lebih tinggi
dibanding proporsi balita yang tidak mengalami kejadian stunting dengan
pemberian ASI tidak eksklusif (37,8%).
B. Analisis Bivariat
1.
Hubungan antara Pengetahuan Ibu
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 1 � 24 Bulan di UPTD Puskesmas Talaga
Tabel 4
Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Stunting
pada Anak Usia 1 � 24 Bulan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun
2021
No |
Pengetahuan Ibu |
Kejadian Stunting
|
Jumlah � |
r value |
OR |
||||
Pendek (Kasus) |
Normal (Kontrol) |
||||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
0,049 |
2,458 |
||
1 |
Kurang
|
14 |
31,1 |
6 |
13,3 |
20 |
15,6 |
||
2 |
Cukup |
21 |
46,7 |
20 |
44,4 |
41 |
84,4 |
||
3 |
Baik |
10 |
22,2 |
19 |
42,2 |
29 |
84,4 |
||
|
Jumlah |
45 |
100 |
45 |
100 |
100 |
100 |
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square, diperoleh nilai
value = 0,049 dan OR = 2,458, hal ini berarti value <
α (0,05) sehingga hipotesis nol ditolak dengan demikian maka pengetahuan
ibu berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 1 � 24 bulan di UPTD
Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018. Berdasarkan nilai OR = 2,548,
artinya bahwa ibu yang pengetahuan tentang gizinya kurang mempunyai peluang
2,548 kali lebih besar anaknya mengalami kejadian stunting dibandingkan dengan
ibu yang pengetahuan tentang gizinya baik.
2.
Hubungan antara Pendapatan
Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 1 � 24 Bulan di UPTD Puskesmas
Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018
Tabel 5
Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 1 � 24 Bulan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten
Majalengka Tahun 2021
No |
Pendapatan Keluarga |
Kejadian Stunting
|
Jumlah � |
r value |
OR |
||||
Pendek (Kasus) |
Normal (Kontrol) |
||||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
0,006 |
3,368 |
||
1 |
Rendah |
32 |
71,1 |
19 |
42,2 |
51 |
56,7 |
||
2 |
Tinggi |
13 |
28,9 |
26 |
57,8 |
39 |
43,3 |
||
|
Jumlah |
45 |
100 |
45 |
100 |
100 |
100 |
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square, diperoleh nilai
value = 0,006 dan OR = 3,368, hal ini berarti value <
α (0,05) sehingga hipotesis nol ditolak dengan demikian maka pendapatan
keluarga berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 1 � 24 bulan di
UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018. Berdasarkan nilai OR =
3,368, artinya bahwa ibu yang pendapatan keluarganya rendah mempunyai peluang
3,368 kali lebih besar anaknya mengalami kejadian stunting dibandingkan dengan
ibu yang pendapatan keluarganya tinggi.
3.
Hubungan antara Riwayat
Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 1 � 24 bulan di
UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018
Tabel 6
Hubungan antara Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Stunting pada Anak Usia 1 � 24 Bulan di UPTD Puskesmas Talaga
Kabupaten Majalengka Tahun 2021
No |
Riwayat
Pemberian ASI Eksklusif |
Kejadian Stunting
|
Jumlah � |
r value |
OR |
||||
Pendek (Kasus) |
Normal (Kontrol) |
||||||||
N |
% |
n |
% |
n |
% |
0,020 |
2,713 |
||
1 |
Tidak eksklusif |
28 |
62,2 |
17 |
37,8 |
45 |
50,0 |
||
2 |
Eksklusif |
17 |
37,8 |
28 |
62,2 |
45 |
50,0 |
||
|
Jumlah |
45 |
100 |
45 |
100 |
100 |
100 |
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square, diperoleh nilai
value = 0,020 dan OR = 2,713, hal ini berarti value <
α (0,05) sehingga hipotesis nol ditolak dengan demikian maka riwayat
pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 1 �
24 bulan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018. Berdasarkan
nilai OR = 2,713, artinya bahwa ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif
mempunyai peluang 2,713 kali lebih besar anaknya mengalami kejadian stunting
dibandingkan dengan ibu yang memberikan ASI eksklusif.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa proporsi balita yang mengalami kejadian stunting lebih tinggi terdapat pada ibu
berpengetahuan kurang (31,1%), pendapatan keluarga rendah sebanyak (71,1%), dan
pemberian ASI tidak eksklusif sebanyak (62,2%). Terdapat hubungan antara pengetahuan
ibu (r value = 0,049 dan OR
= 2,548), pendapatan keluarga (r value = 0,006 dan OR
= 3,368) dan riwayat pemberian ASI eksklusif
(r value = 0,020 dan OR = 2,713) dengan kejadian stunting
pada anak usia 1 � 24 bulan di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2018. Petugas kesehatan
bekerja sama dengan kader untuk
melaksanakan kegiatan posyandu secara rutin setiap bulan,
memotivasi ibu untuk membawa anaknya
ditimbang ke posyandu, memberikan informasi kepada ibu menyusui untuk
memberikan ASI secara eksklusif. Bagi ibu dan keluarga agar berkonsultasi kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang stunting dan cara pencegahannya.
Alimul, A. Aziz. (2008). Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Penerbit Salemba. Google Scholar
Beck, Mary E. (2011). Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit Untuk Perawat
Dan Dokter. Yogyakarta: Penerbit
Andi Yogyakarta. Google Scholar
Edar, Nomor Izin. (2017). Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Google Scholar
Fadila, Ila, & Kurniawati, Heny.
(2018). Upaya Pencegahan Anemia pada Remaja Puteri sebagai Pilar Menuju
Peningkatan Kesehatan Ibu. Prosiding Seminar Nasional FMIPA-UT, 78�89. Google Scholar
Kristianti, Devi. (2015). Hubungan antara
karakteristik pekerjaan ibu dengan status gizi anak usia 4-6 tahun di TK Salomo
Pontianak. Jurnal ProNers, 3(1). Google Scholar
Lestari, Wanda, Margawati, Ani, &
Rahfiludin, Zen. (2014). Faktor risiko stunting pada anak umur 6-24 bulan di
kecamatan Penanggalan kota Subulussalam provinsi Aceh. Jurnal Gizi Indonesia
(The Indonesian Journal of Nutrition), 3(1), 37�45. Google Scholar
Nadiyah, Nadiyah, Briawan, Dodik, &
Martianto, Drajat. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 0�23 Bulan Di
Provinsi Bali, Jawa Barat, Dan Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi Dan Pangan,
9(2). Google Scholar
Pormes, Wellem Elseus, Rompas, Sefti, &
Ismanto, Amatus Yudi. (2014). Hubungan pengetahuan orang tua tentang gizi
dengan stunting pada anak usia 4-5 tahun di TK Malaekat Pelindung Manado. Jurnal
Keperawatan, 2(2). Google Scholar
Rusyda, Aghnia. (2019). Penerapan
Pembiayaan Program Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Universitas Sangga Buana Ypkp Bandung. Google Scholar
Sediaoetama, Achmad Djaeni. (2000). Ilmu
Gizi untuk mahasiswa dan profesi, Jilid I. Dian Rakyat: Jakarta. Google Scholar
Setyowati, Rahayu, & Wahyuni, Sri.
(2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Manajemen Hipertensi terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Majalengka Tahun 2019. Prosiding Seminar Nasional Widya
Husada. Google Scholar
Suwandono, Agus, Rukmantara, Tubagus Arie,
Febrina, Anissa S., Fitri, Emmy, & Nugroho, Yudi. (2020). Dance of Minds
II Kiprah Badan Litbangkes 45 Tahun Badan Litbangkes 12 Desember 1975-12
Desember 2020. Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Google Scholar
Wright, Laura. (2019). Through a Vegan
Studies Lens: Textual Ethics and Lived Activism. University of Nevada
Press. Google Scholar
Copyright holder: Heny Puspasari,
Siti Nurdiyana (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |