Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol.6, No.10, Oktober 2021

��������������������������������������������������������

ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PIDANA PENIPUAN YANG MENYALAHGUNAKAN BPJS KESEHATAN BERDASARKAN KUHP

 

Emir Syarif Fatahillah Pakpahan, Thela Valentine, Arixson, Sonya Arini Batubara

Universitas Prima Indonesia

Email:� [email protected], [email protected][email protected], [email protected]

 

Abstrak

Tindakan pidana penipuan penyalahgunaan BPJS Kesehatan secara umum diatur dalam KUHP pasal 378, UU No. 24 Tahun 2011 serta diterbitkannya Permenkes No. 16 tahun 2019 yang mengatur sanksi bagi pelaku kecurangan. Rumusan penelitian ini berupa bagaimana unsur-unsur KUHP terjadinya Tindak pidana penipuan layanan kesehatan (BPJS) dan bagaimana aturan hukum dalam pemberian sanksi/penindakan atas Penipuan Penyalahgunaan BPJS Kesehatan. Metode digunakan penelitian hukum normatif dengan mengkaji mengenai norma yang terdapat didalam undang-undang serta teori serta teori dan pendapat sarjana hukum. Hasil penelitian ini adalah tindakan pidana penipuan atau Fraud penyalahgunaan BPJS Kesehatan sangat merugikan biaya kesehatan negara dan juga berdampak buruk bagi pasien sehingga diperlukan penindakan yang tepat sesuai KUHP yang berlaku dan didukung UU mengenai BPJS Kesehatan.

 

Kata Kunci: Pidana; penipuan; BPJS Kesehatan

 

Abstract:

Criminal acts of misuse of BPJS Kesehatan in general are regulated in KUHP article 378, Law no. 24 of 2011 and the issuance of Permenkes No. 16 of 2019 which regulates sanctions for perpetrators of fraud. The formulation of this research is in the form of how the elements of the Criminal Code occur in the crime of health service fraud (BPJS) and how the law rules in imposing sanctions / prosecution for BPJS Health Misuse Fraud. The method used is normative legal research by examining the norms contained in law as well as theories and theories and opinions of legal scholars. The results of this study are criminal acts of fraud or misuse of BPJS Kesehatan are very detrimental to state health costs and also have a negative impact on patients so that proper action is required according to the applicable KUHP and supported by the Law on BPJS Health.

 

Keywords: Criminal; fraud; BPJS Health

 

Received: 2021-09-20; Accepted: 2021-10-05; Published: 2021-10-20

 

 

 

Pendahuluan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial disingkat dengan BPJS merupakan suatu pelaksanaan dalam kegiatan layanan kesehatan masyaraka secara terbuka dan prinsip social maupun ekuitas dalam mencapai tujuan dan manfaat jamian kesehatan berdasarkan Undang-undnag No.24 tahun 2011 tentang BPJS Pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa jaminan sosial merupakan suatu perlindungan sosial dalam memberikan kesehatan kepada masyarakat untuk ikutserta dalam pelaksanaan kebutuhan yang layak (Thabrany, 2015). Oleh sebab itu aturan Permenkes No.19 tahun 2019 sudah menerbitkan regulasi mengenai kesehatan bagi masyarakat.

BPJS ditinjau dari pendirinya, didirikan oleh negara atau pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Kemudian ditinjau dari lingkup kerjanya, BPJS megatur hubungan negara dengan warga negara di bidang pelayanan umum, yang dalam hal ini adalah menyelenggarakan program jaminan sosial demi tercapainya kesejahteraan sosial. Sejak Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diberlakukan oleh Pemerintah, rumah sakit bekerja sama dengan BPJS dalam melayani pelayanan kesehatan pasien (Batubara, Rumapea, & Yusriando, 2020).

Berlakunya program kesehatan nasional, maka problem penipuan kian meningkat karena kelalain petugas layanan kesehatan yang melakukan kecurangan. Disamping itu meraup keuntungan dalam melakukan perbuatan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Dampak yang ditimpulkan menimbulkan keresaan bagi masyarakat untuk mendaftar BPJS Kesehatan karena masih banyak oknum ikut melakukan menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Problem ini muncul diakibatkan maraknya pelaku menggunakan kesempatan untuk melakukan modus operansinya khususnya layanan kesehatan di BPJS. Berbagai cara penipuan untuk mendapatkan keuntungan atau mengelabui petugas BPJS maupun peserta kesehatan, adanya tekanan sistem pembiayaan ataupun adanya kesempatan karena kurangnya kontrol yang minim dan tindakan ketidaktegasan oleh petugas kesehatan maupun pihak keamanan, memanipulasi penyaluran/penyediaan obat dan alat kesehatan, segala pihak yang terlibat dalam lingkungan BPJS Kesehatan yang melakukan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Masing-masing peran pelaku sudah bekerja sama dengan pihak terkait maupun rumah sakit maupun aparat penegakan hukum, dimana saling mendapatkan keuntungan dan mencurangi masing-masing aksinya.

Penyebab penipuan ini terjadi beberapa negara, seperti Indonesia dimana kasus kartu BPJS di wilayah Bandung. Dari temuan kasus tersebut kartu BPJS palsu yang dibuat pelaku dan merupakan kasus yang sudah terencana dan teorganisir oleh pelaku. Modus penipuan yang ditimbulkan adanya keterbatasan informasi pemerintah dalam mengawasi dan tindak lanjutin dalam proses hukum. Apalagi di wilayah pedesaan minimnya layanan kesehatan yang disalurkan maka pelaku memanfaatkan mendistribusikan pengobatan dan alat kesehatan dengan jumlah sedikit atau pengobatan secara murah, padahal pemerintah sudah memberikan pengobatan dan alat kesehatan lebih baik, hanya oknum nakal yang sudah menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Selain itu penyebab terjadinya penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan adalah masih keterbatasanya sosialisasi BPJS di wilayah pedesaan dan kurangnya tindakan penegakan hukum para pelaku. Di tahun 2015 kasus ini sudah pernah terjadi penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan berjumlah 175.774 orang yang komplain seperti fasilitas kesehatan dengan nilai Rp.440 Miliaran, ini sangat tinggi biaya yang dikeluarkan selama penipuan yang terjadi, segala cara pelaku untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan sistem pembayaran atau administrasi BPJS Kesehatan, padahal tidak dikenakan biaya apapun kalau mendaftarkan peserta BPJS. Mengingat pengawasan dan keamanan masih kurang terjaga dan deteksi digunakan masih kurang minim dan kurang memadai (Djasri, Rahma, & Hasri, 2016).

Upaya penanganan sebagai tindak lanjut dalam tindak pidana penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan dengan melakukan peran unit penanganan pengaduan peserta dalam melapori atas tindakan kejahatan penipuan. Masyarakat sudah khawatir atas tindakan petugas BPJS Kesehatan dalam melakukan menipulasi data atau pengenaan pembiayaan. Sebenarnya itu akal-akalan para pelaku melakukan perbuatan penipuan agar bisa meraup keuntungan. Untuk itu diupayakan pengecekan identitas data kartu agar menjamin bahwa peserta sudah mndaftar atau belum, memberikan penyuluhan kepada pendaftar dan pembayaran agar tidak kenak tipu. Ada petugas nakal yang memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan. Selain itu mensosialisasikan masyarakat agar kepengurusan BPJS Kesehatan harus mengecek dulu namanya dan menjelaskan sistem pembayarannya. BPJS Kesehatan menganjutkan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan jasa orang lain akan berdampak akan penipuan, maka kepengurusan secara langsung ke kantor BPJS Kesehatan saja, karena pelaku melakukan berbagai kesempaan dalam menggunakan jasanya untuk menipu calon korbannya. BPJS sudah mensosialisasikan ke seluruh media massa, media sosial, surat kabar maupun periklanan tentang penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatab. Penerapan program BPJS Kesehatan sudah terlaksana dengan menggunakan dropbox system dengan teknologi informasi yang akurat, agar bisa memberikan kemudahan dan percepat pendaftaran ke kantor BPJS Kesehatan. BPJS selalu menambahkan point of service dengan pendaftaran secara mudah dan terpecaya (Novitasari, Arso, & Fatmasari, 2018).

Kerugian yang ditimbulkan begitu banyak merugikana bagi pihak peserta BPJS Kesehatan, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan berupa Permenkes No.6 tahun 2019 tentang Pencegahan Kecurangan (faund) dengan adanya peraturan tersebut akan memberikan efek jera bagi pelaku yang melakukan penipuan menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Sebagai dasar hukum atas penipuan sudah diegulasikan yakni KUHP, UU BPJS dan Permenkes. Kesemuanya ini bisa teratasi bila aparat penegakan hukum mau melakukan tindak lanjutin proses hukum yang jalani.� Dengan adanya dasar hukum tersebut menjamin adanya kepastian hukum atas tindak pidana penipuan khususnya layanan kesehatan, karena pelaku melakukan berbagai tipu muslihat dan kalimat bohong kepada korban. Penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan berpengaruh besar dalam tingkat layanan kurang mampu (Djasri et al., 2016).

Kejahatan penipuan dirumuskan dalam KUHP tentang perbuatan curang yang mana pada Pasal 378 KUHP, Permenkes No. 16 tahun 2019� serta Permenkes sudah memiliki pengawasan, terdeteksi dan sanksi hukuman bagi pelaku penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan dengan begitu tindakan kecurangan sering dilakukan oleh petugas atau oknum di lingkungan BPJS Keseatan dengan memberi ruang berbagai cara yang dilakukannya. Oleh karena itu, tindakan seperti itu harus ditegakan seadilnya agr peserta BPJS yakin dan percaya bahwa penipuan tidak ada lagi melakukan penyimpangan atau penyelewengan di dalam lingkungan BPJS Kesehatan tersebut. Pada umumnya epnipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan di lakukan oleh petugas maupun aknum pegawai BPJS Kesehatan yang ikut berperan dalam melakukan penipuan. Petugas BPJS mau melakukan karena mendapatkan keuntunagn dengan melakukan memanipulasi data peserta, menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan, melakukan rekayasa pembiayaan alat kesehatan dan melakukan pengajuna klaim palsu, melakukan pemalsuan kartu peserta BPJS dan lain sebagainya masih banyak lagi modus yang dilakukan pelaku penipuan (Mulyadi, 2017).

Penipuan dalam BPJS Kesehatan sudah sepatutnya dilakukan pencegaan agar tidak terulang lagi kedepannya dengan menerapkan pengawasan dan pengendalian. Maraknya yang terjadi penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan ini akan menimbulkan kegelisahan masyarakat yang berkeinginan mendaftar menjadi peserta BPJS. Untuk itu himbauan dari BPJS masyarakat tidak menggunakan jasa kepada orang lain akan mengakibatkan dampak pada diri sendiri. Kehatian peserta yang mendaftar ke kantor BPJS akan lebih menjamin warga untuk waspada dalam kejahatan penipuan saat ini. Penipuan sudah merebak khususnya layanan kesehatan yang berkeinginan mendapatkan keuntungan. Hal itulah penulis mengkaji dan menganalisis tindak pidana yang terjadi saat ini khusus penipuan, dan penulis merasa tertarik dalam melakukan penelitian tersebut dengan judul Analisis Hukum Terhadap Tindakan Pidana Penipuan Yang Menyalahgunakan BPJS Kesehatan Berdasarkan KUHP (Hartati, 2016).

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menghasilkan analisis Deskriptif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif (Hidayat, Nasse, & Nashriana, 2018).

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Unsur-unsur Tindak pidana penipuan layanan kesehatan (BPJS)

Penipuan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan cara tipu muslihat, rangkaian kata kebohongan, memakai nama palsu maupun menguntungkan diri sendiri. Rangkaian kebohongan merupakan kata-kata atau ucapan dalam kebohongan dengan melakukan tipu daya atas cerita yang dibuatnya (Sugandhi, 1981). Penipuan diartikan sebagai suatu bentuk kicauan dari perkataan dalam melakukan bentuk kecurangan yang diperbuatnya dengan meraup keuntungan dan memberikan barang atau harta maupun uang (Wulandari, Achmad, & Nasse, 2018).

Penipuan memiliki bagian dari delik ukum berupa maksud untuk mengambil keuntungan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. Secara melawan hukum dipergunakan atas nama identitas palsu atau tipu muslihat agar korban terbawa perkataan bohong yang diberikan maupun rangkaian perkataan bohong, menyuruh orang lain atas tindakan yang dilakukannya dan menyerahkan seluruh harta ataoun uang kepada pelaku dengan tanpa sadar korban tertipu muslihat (Hamzah, 2015).

Berdasarkan pengertian diatas maka sudah begitu jelas maksud seorang seorang peran pelaku penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan yakni melakukan segala bentuk tipu muslihat dalam rangkaian kata-kata bohong, sehingga korban merasa terpedaya atas cerita palsu yang seakan-akan benar, biasanya korban yang sudah tertipu. Biasanya korban yang sudah kenak tipu tanpa sadar dan memberikan kesempatan para pelaku untuk mengambil uang. Seolah-olah itu benar terjadinya, tetapi perkataannya para pelaku tidak sesuai dengan keyataannya karena tujuan pelaku menyakinkan korban agar mau percaya terhadap promblem yang terjadi. Walaupun atas ungkapan perkataan pelaku menjalani aksinya itu adalah penipuan dan banyak merugikan bagi masyarakat khususnya layanan kesehatan. Keinginan pelaku memberikan bantuan jasanya untuk menipu daya korban agar bisa mendaftarkan ke BPJS Kesehatan. Sebagai cara apapun di lakukannya seperti menggunakan nama palsu pada kartu peserta BPJS Kesehatan, padahal di cek tidak ada nama peserta yang terdaftar di BPJS. Pelaku berkeinginan lebih banyak menawarkan jasanya keberapa korban agar modus berjalan lacar, cukup melakukan data identitas diri korban akan dirubah nama palsu di dalam kartu tersebut. Padahal biaya kepengurusan kartu� sudah diberikan ke pelaku, korban mudah terkena tipu atas perjanjian yang diberikan oleh pelaku. Hal inilah korban sangat mudah kenak tipu apalagi orang yang kurang mampu sangat rentan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan, karena ketidaktahuan prosedur yang diberikan kepada kurang mampu.

Penipuan sudah ada aturan yakni dengan Pasal 378 KUHP. Di dalam pasal tersebut sudah dijelaskan sanksi hukumannya yang diberikan oleh tindak pidana penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan tersebut. Bentuk pokok dalam rumusan penipuan di KUHP berupa kasus yang meringankan. Sehingga ancaman penipuan yang diberikan meringankan pelaku. Maka pelaku bisa berbuat sesuka hati saja hanya diberi ancaman meringankan ataupu memberatkan tergantung modus yang dilakukan oleh pelaku. Kebanyakan pelaku dihukum berdasarkan Pasal 378 KUHP.

Adapun unsur-unsur penipuan berupa unsur objektif dan subjektif. Unsur objektif terdiri dari atas (1) Perbuatan atau menggerakan dilakukan secara sunguh, tepat dan tidak memalsukan apapun maka tidak mungkin kehendak orang lain (korban) akan menjadi terpengaruh, yang pada akhirnya ia menyerahkan benda memberi hutang maupun menghapus hutang. Tujuan ingin dicapai dalam penipuan adalah menggerakkan dengan cara tidak benar (Chazawi, 2003). Menggerakkan orang lain yaitu suatu perbuatan yang disamakan dengan membujuk orang dengan mempengaruhi seseorang sedemikian rupa atau dengan cara tertentu sehingga orang lain mau berbuat sesuai dengan kehendak pelaku untuk menyerahkan barang. Dengan perbuatan menggerakkan orang untuk menyerahkan barang harus ada hubungan kausal antara alat penggerak tiu dan penyerahkan barang, dengan dipergunakan alat penggerak menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkna seseorang yang normal, sehingga orang itu terpedaya karenanya (Yahman, 2012). (2) Yang digerakkan orang merupakan orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapus piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain menyerahkan benda itu atas perintah/kehendak orang yang digerakkan. Artinya penyerahan benda itu dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain selain orang yang digerakkan (Chazawi, 2003). (3) Perbuatan itu ditujukan pada Orang lain menyerahkan benda (Tongat, Prasetyo, Aunuh, & Fajrin, 2020). Orang lain memberi hutang (Chazawi, 2003). Orang lain menghapuskan piutang.� (4) Cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan Memakai nama palsu (Gunadi & Efendi, 2014). memakai tipu muslihat (Chazawi, 2003). memakai martabat palsu (Tongat et al., 2020). dan memakai rangkaian kebohongan (Chazawi, 2003). Unsur subjektif terdiri dari maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain (Chazawi, 2003). dengan melawan hukum (Yahman, 2012).

Penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan banyak terjadi di kalangana masyarakat, seperti kartu palsu dan memanipulasi penggunaan identitas peserta KIS yang bukan pemilik korban. Oleh sebab itu, BPJS Kesehatan berkomitmen pihaknya agar tidak melakukan pengutipan iuran biaya administrasi dalam prosedur/sistem pendaftaran sebagai cetak kartu, karena akan mengakibatkan dampak bagi rumah sakit ataukorban peserta BPJS Kesehatan yang ingin melakukan pengobatan atau layanan kesehatan. Untuk itu pihak BPJS Kesehatan saling kerja rumah sakit dalam memberantas mafia kejahatan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan semakin meluas.

Kebijakan terhadap kesehatan saat ini, sangat dipengaruhi oleh karakteristik suatu wilayah, kompleksitas permasalahan kesehatan dan perubahan lingkungan yang strategis. Semakin tinggi tingat kemiskinan penduduk disuatu wilayah, maka semakin tinggi beban pembiayaan kesehatan bagi negara yang harus dikeluarkan terhadap wilayah tersebut. Formulasi kebijakan terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat dituangkan dalam bentuk sistem kesehatan yang mampu melaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan dengan mempertimbangkan determinan sosial yang ada, untuk dapat mengatasi segala permasalahan kesehatan yang terjadi secara komprehensif dengan disertai dukungan perencanaan strategis yang tepat guna serta ketersediaan sumber daya yang memadai (Batubara et al., 2020).

Regulasi tidak mengatur secara jelas dan rinci terhadap penipuan menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Kedua regulasi berupa UU BPJS dan Permenkes hanya menekankan pada pengendalian, mutu dan biaya karena tidak menyebutkan ataupun menceritaan kecurangan maupun penipuan terhadap layanan kesehatan. Padahal dalam skema pelayanan BPJS Kesehatan sudah ada terjadi penipuan. Apalagi BPJS kesehatan tidaklah rumit hanya prosedur harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Regulasi yang dibuat harus sesuai dengan tindakan dan pengawasan dalam melakukan perbutan seperti penipuan harus diberikan efek jera si pelaku. Bahkan reulasi berharap ada pencegahan yang omtimal, agar tidak meluasnya penipuan atau kecurangan yang terjadi di masyarakat.

Tindakan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan adalah suatu tindakan dengan kesengajaan atas penipuan yang dibuatnya. Pihak penipuan banyak merugikan masyarakat khususnya peserta layanan kesehata, sehingga hukum pidana dapat menjeratnya dengan KUHP tentang penipuan. Pda dasarnya penipuan menjalankan aksinya dengan melakukan perencanaan, terukur dan sistematis agar dapat memperdaya korban di BPJS Kesehatan. Penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan diharapkan diidentifikasi sehingga tidak akan lagi menimbulkan kerugian uang negara (Wiyono, 2014).

Padahal sistem kesehatan nasional menjamin kesejahteraan masyarakat dan hidup yang layak akan tetapi adanya penipuan yang terjadi malahan berkembanga secra pesat. Tanpa adanya pengawasan dan pencegahan dari pihak terkait. Selain itu penipuan leluasa melakukan segala tindakan yang dilakukannya. Untuk itu berharap pihak terkait bisa mengambil sikap solusi dengan membentuk pencegahan, karena tindakan pelaku semakin meresahkan bagi peserta BPJS Kesehatan. Sulitnya memberantas peipuan yang terjadi akibat kurangnya kontrol dan pengendalian yang aman, justru itu BPJS Kesehatan sangat berhadap ikut berperan aktif dalam melaksanakan pengawasan dan keamanan atau pengendalian keseluruh pembayaran atau pendafataran maupun pemberian sanksi terhadap oknum yang bermain dalam penyelenggaraan kesehatan (BPJS) kesehatan tersebut (Sadikin, 2016).

Modus yang dilakukan cukup besar akibat adanya bantuan atau dorongan untuk membantu kejahatan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Tindak pidana penipuan yang dilakukan pelaku berjalan mulus, karena aksinya dilakukan dngan menawarkan kartu palsu BPJS Kesehatan dengan maksud mengelabui dan mencari keuntungan pribadinya. Jadi pelaku ini mengakui bahwa mencoba atau pura-pura membantu yang kurang mampu untuk mengurus peserta BPJS, padahal bantuan yang diberikannya hanyalah modus penipuan hanya menawarkan jasanya dan mendapatkan keuntungan pribadinya. Seperti kasus penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan yaitu;

1)   Kasus pertama, pelaku yang bernama Ana diimingi sejumlah soal administrasi gratis di BPJS Kesehatan dengan syarat korban harus membayar sebagian persyaratan sejumlah uang 100 ribu per orang. Pelaku berniat melakukan pembuat kartu palsu di BPJS Kesehatan. Padahal korban belum mengetahuinya, malahan kartu BPJS Kesehatan belum mengeluarkan secara resmi. Sementara pelaku mengakui bahwa menyebar kartu sudah banyak 175 KK dari 810 KK yang sudah diajukan sebagai peserta BPJS Kesehatan biar memuluskan aksi kejahatannya, terlebih dahulu pelaku mensosialisasikan kepada masyarakat yang ingin menjadi peserta BPJS Kesehatan melalui bantuan pelakunya bahwa pelaku mengaku sebagai pekerja BPJS Kesehatan padahal pelaku tidak ada bekerja sebagai BPJS Kesehatan. Korban pernah dimintai persyaratan fotocopy prosedur yang sudah dilakukan oleh pelaku. Setelah pelaku menjalankan tugasnya membantu proses pendaftaran secara online, maka pelaku ikut mendaftarkan para peserta, tetapi hanya akal-akalan saja agar odus tidak terbongkar. Rupanya proses pendaftaran yang dilakukannya sudah terbongkat. Karena adanya pegaduan dan informasi kepda masyarakat atas perbuatannya, untuk mempercayai korban yang sudah mendaftar, maka pelaku menolak hasil kartu berlabel BPJS Kesehatan melalui file blanko kartu BPJS Kesehatan kosong yang sudah dirubah dengan nama peserta. Nomor kartu BPJS Kesehatan yang digunakan pelaku adalah kosong atau palsu yang sudah dibuat oleh pelaku tersebut. Pelaku membua kartu BPJS Kesehatan bertahap dan melakukan acak dalam kartu palsu tersebut, sehingga nama yang dibuat seakan tidak tercantum. Nomor kartu yang dibuat palsu berdasarkan nomor kartu tidak sesuai dan belum terdaftar di BPJS Kesehatan. Pelaku ditangkap rumahnya oleh seorang polisi, sehingga ancaman pelaku yang diberikan berupa Pasal 378 dan Pasal 263 KUHP.

2)   Kasus kedua, apaat membongkar sindikat penjualan kartu BPJS Kesehatan palsu berada diwilayah Kabupaten Bandung Barat. Pelaku yang menipu banyak orang dengan modus penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Penetapan pelaku berdasarkan sejumlah laporan dari masyarakat yang merasa dirinya menjadi korban penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan, sebab kartu peserta BPJS yang digunakan tidak bisa dipakai setelah dicek ternyata palsu dan tidak terdaftar sebagai peserta BPJS. Oleh karena itu korban merasa dirugikan dan tidak bisa untuk berobat ke rumah sakit. Peristiwa ii berawal dengan pelaku menawari kepada korban di desa Kertajaya untuk membuat kartu BPJS Kesehatan dengan meminta biaya administrasi sebesar 100 ribu, karena merasa yakin korban menurutin permintaan pelaku untuk membayarnya. Perkataan pelaku menyakinkan si korban makanya pelaku menurutin kemauannya agar dapat kartu peserta BPJS Kesehatan. Akhirnya korban menyerahkan persyaratannya kepada pelaku agar kepengurusannya beres semua. Setelah aksinya lancar maka pelaku membawa kartu peserta palsu ke korban, karena korban belum mengetahuinya bahwasahnya kartunya palsu. Setelah korban mengecek ke kantor BPJS Kesehatan ternyata kartu di perolehnya adalah palsu dan peserta belum terdaftar di BPJS. Setelah korban tertipu maka korban membawa laporan ini ke kantor Polisi Cimahi. Para pelaku mencoba kabur, tetapi pihak kepolisian mengamankan pelaku. Atas dasar itulah pelaku melakukan aksinya dengan melakukan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Perbuatan pelaku terjerat dalam Pasal 378 dan 263 KUHP dnegan ancaman selama lima tahun penjara. Penyitaan barang bukti dilakukan pihak kepolisian berupa kwitansi pembayaran, kartu peserta BPJS Kesehatan palsu dan blanko BPJS sebagai hasil print melalui email para pelaku.

Beberapa tiga faktor menyebabkan pelaku melakukan kegiatan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan berupa semangat warga untuk melakukan antisipasi dan pengawasan terhadap penipuan. Pelaku menjalankan aksinya berbagai modus yang dilakukannya agar si korban dapat memperdaya si korban. Tindakan tersebut menyalahi aturan hukum, banyak menjadi korban penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Keadaan seperti itu merupakan tindakan kriminal atas penipuan yang dijalani dengan berbagai modus kejahatan. Tindakan kejahatan merugikan seseorang disekitar layanan kesehatan dan membawa dampak bagi seseorang bila penipuan menjadi meluas, bila tidak dicegah sedini mungkin. Sejumlah pegawai atau oknum yang saling bekerja dalam melaksanakan program layanan kesehatan BPJS yakni tenaga kerja sebagai modus bergaji rendah, ketidaksesuian dalam sistem layanan kesehaan publik, penyediaan layanan kesehatan belum memberikan intensif dan memadai, kekurangan pasokan peralatan medis, tidak transfaransi dalam peralatan kesehatan dan adanya faktor ekonomi (Ferrinho, Van Lerberghe, Fronteira, Hip�lito, & Biscaia, 2004).

Ketidaknyamanan para peserta BPJS Kesehatan atas tindakan pelaku melakukan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Untuk itu berbagai pihak melakukan penyelamatan diri atas tindakan penipuan secara bertahap. Pihak rumah sakit antisipasi dan melakukan coping strategy sebagai tujuan untuk menutupi kekurangan yang terjadi. Mekanisme coping tersebut melakukan kontrol dan pengendalian. Kehadiran coping tersebut memberikan sistem kontrol optimal apabila terdektesi adanya pegawai/staf yang melakukan tindakan atau penyelewengan pada layanan kesehatan. Oleh sebab itu, sistem kontrol berharap melakukan deteksi terhadap penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Penegakan hukum harus ditegakkan dan memberikan efek jera terhadap pelaku penipuan pada layanan Kesehatan (Darusman & Wiyono, 2019).

Sejumlah aktor yang terlibat penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan, sebagaimana sdaha diatur Permenkes menyatakana bahwa aktor di dalamnya berupa peserta, petugas BPJS, pemberi layanan kesehatan dan penyedia jasa obat atau alat kesehatan. Akibat penyalahgunaan BPJS Kesehatan menimbulkan keresahan bagi warga Indonesia atas tindakan yang dilakukan para pelaku dan akan berdampak penurunan SDM, menurunnya kualitas layanan kesehatan, rendahnya penegakan hukum dan pengawasan. Ada beberapa anggapan bahwa daerah yang tidak memiliki tenaga medis atau fasilitas kesehatan tidak memadai dan kurang otimal menyerapan dana BPJS kemungkinan reputasi kesehatan merasa terburuk oleh adanya penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan semakin merajalela. Seiring dengan waktu BPJS kebanyakan belum mengantisipasi kinerja BPJS saat ini, kurang minimnya pengawasan dan pengendalian makanya pelaku begiru bebasnya melakukan tindakan penipuan. Pemberi layanan dan jaminan sangat penting karena untuk menjaga reputasi BPJS Kesehatan sebagai program pemerintah dalam mensejahterakan rakyat (Tampi, Kawung, & Tumiwa, 2016).

Kedepannya diharapkan penipuan memberikan efek jera dengan adanya aturan KUHP, UU BPJS maupun Permenkes khususnya bidang kesehatan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan seperti wilayah maju saat ini, akan mempengaruhi kondisi dan problem yang terjadi. Kejahatan jangan memberi ruang dalam melakukan dalam hal kejahatan agar tidak bisa berkembang. Apalagi bidang kesehatan semakin banyak penipuan dengan berbagai cara, agar dapat keuntungan yang berlipat. Kekurang mampuan seorang bisa terkena tipu karena ketidaktahuan proses dan tahapan pendaftaran kesehatan di BPJS Kesehatan. Apalagi wilayah terpencil sangat mudah tertipu karena pengobatan dan alat kesehatan sangat minim, makanya oknum maupun pihak lainnya memberikan ruang untuk melakukan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Ada tujuh faktor yang menyebabkan ketidak adanya pengawasan di lingkungan BPJS berupa penipuan sering kali menggunakan kesempatan, sementara pelaku sangat leluasa melakukan aksi kejahatan dengan modus penipuan yang menyalahgunakan layanan kesehatan, kinerja belum mendukung adanya fasilitas dan sarana kurang optimal, sering di salahgunakan pihak terkait dalam melakukan kejahatan, tidak didukung alat dan informasi yang aktual agar dapat terdekteksi, SDM BPJS Kesehatan masih terbatas sehingga memberi kesempatan para pelaku melakukan penipuan layanan kesehatan dan mencoba mengambil keuntungan dan memanfaatkan alat medis dan layanan kesehatan. Sistem pencegahan belum optimal karena tidak adanya dukungan pengendalian dan sistem pengawasan. Apabila tidak dicegah di khawatirkan korban akan bertambah banyak atas penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Penindakan penipuan harus dipertegs karena tindakan sesuai dengan regulasi yanga dibuat oleh pemerintah. Ancaman dan sanksi sudah diatur atas menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Pelaporan korban sangat penting sebagai bukti kejahatan pelaku, pihak berwenang bersikap tegas dan menuntut agar pelaku diancam dan memberikan efek jera agar tidak mengulangi kejahatannya lagi. Karena masih da lagi korban lainnya yang belum terlesaikan akibat penipu yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Perlu disadari bahwa layanan kesehatan dan pengobatan sangat penting bagi peserta BPJS Kesehatan, karena program penyelenggaraan ini mensejahterakan rakyat lebih baik lagi. Upaya pemerintah sangat memprioritaskan atas dukungan mensosialisasikan layanan kesehatan biar pengaduan sejalan dengan hukum yang berlaku.

B.  Pengaturan hukum dalam pemberian sanksi/penindakan atas Penipuan Penyalahgunaan BPJS Kesehatan

Pembentukan penyelenaggara kesehatan berupa BPJS telah memberikan layanan kesehatan kepaa masyarakat sebagai jaminan kesehatan dan mensejahterakan kehidupan yang layak. Untuk itu adanya BPJS Kesehatan akan mendorong program penyelenggara berbagai jaminan kesehatan berupa kecelakaan kerja, jaminan di hari tua, jaminan pensiun dan kematian. Peruabahn dasar hukum dalam menyelenggarakan BPJS Kesehatan bagi masyarakat sebagai bentuk kepedulian layanan kesehatan yang kurang mampu dan menatat kerja dan bertanggung jawab atas tugasnya sebagai penyelenggara serta mekanisme kontrol sebagaimana di nyatakan yang berkaitan pada UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Di dalam UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS tersirat maksud dan tujuan penyelenggara layanan kesehatan di sektor kesehatan, bertanggungj awab dan pengawasan atau pengendalian terhadap layanan kesehatan.

Undang Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengatakan bahwa jaminan kesehata sudah diatur berdasarkan tujuan pelaksanaan dan ativitas layanan kesehatan dalam menyelenggarakan program kesehatan publik serta melindungi masyarakat bagi menerima layanan kesehatan dan pengobatan kurang mampu. Hal itu dilaksanakan atas partisipasi pemerintah dalam menanggulangi dampak kesehatan di masa sekarang. Kepentingan mensejahterakan ksehatan masyarakat di utamakan. Disamping itu, banyak kesempatan masyarakat untuk berobat dan memberikan layanan kesehatan ke BPJS tetapi ada oknum dan kalangan pejabat melakukan tindakan kejahatan yaitu penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Banyak korban terjera penipuan yang dilakukan berbagai pihak khususnya oknum ataupun lain sebagainya yang melakukan proses pendaftaran yang memungut biaya administrasi, padahal tidak dikenakan biaya. Karena pelaku melakukan hal tersebut hanya mencari keuntungan. Korban merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Untuk itu pemerintah maupun aparat penegakan hukum mengambil sikap dan jalan erbaik agar tidak lagi tindak lanjut penipuan berbagai modus yang dilakukannya.

Undang Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS tidak menjelaskan secara rinci mengenai kasus yang terjadi di tengah masyarakat tersebut, seperti penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan hanya diatur Permenkes. UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS sudah memberikan perlindungan hukum terhadap korban yang menjadi sasaran atas perbuatan yang dilakukan pelaku. Selama itu menjamin kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Akan tetapi nyatanya masih da masyarakat yang belum mengetahui tentang tata cara/prosedur yang dibuat kantor BPJS Kesehatan. Akhirnya para peserta BPJS mengalami penipuan sebelum mendaftar, banyak penerima jasa yang menawarkan ke korban untuk mendaftarkan dan meminta dokumen di fotocopykan agar mengurus kartu BPJS, padahal kartu BPJS yang mereka terima palsu. Masyarakat harus berhati-hati dalam kepengurusan kartu BPJS kesehatan, pelaku memanfaatkan jasanya untuk mengurus peserta kesehatan. Seharusnya BPJS kesehatan memberikan petunjuk atau arahan (penyuluhan) dalam prosedur pendaftaran kesehatan. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan bagi masyarakat untuk mengobati dan kebutuhan kesehaannya, oleh karena itu masyarakat menginginkan pelayanan terpadu dan harmonis dan tidak menyalahgunakan bagi orang yang kurang mampu.

Kepedulian BPJS Kesehatan bagi orang yang kurang mampu akan mampu akan menjamin dan membawa pengaruh positif. Dalam UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS sudah disebutkan bahwa melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sudah diamanatkan. Dalam hal penyelenggaraan program kesehatan banyal ditemukan problem disalahgunakan oleh petugas maupun pihak lain yang memanfaatkan untuk melakukan tindak kejahatan di bidang kesehatan, khususnya penipuan atau kecurangan. Layanan kesehatan sangat berpotensi melakukan kejahatan. Kerugian di lingkungan BPJS kesehatan sangat besar penguruhnya, apalagi banyak masyarakat yang mendaftarkan menjadi peserta BPJS, hal inilah pelaku melakukan penipuan dengan pura-pura menawarkan jasanya untuk kepengurusan peserta BPJS Kesehatan. Apalagi di peruntukkan bagi orang yang kurang mampu maupun golongan yang mampu juga menjadi sasaran. Untuk itu BPJS mengambil kebijakan atas terjadinya kasus penipuan yang menyalahgunakan BPJS dan pelaksanaan program BPJS tetap lancar. Salah satu aturan yang dikeluarkan Permenkes No.16 taun 2019 mengenai pencegahan kecurangan dlam penyelenggara program kesehatan, peraturan tersebut sebagai payung hukum dan dibentuk suatu pencegahan atas meluasnya tindak pidana penipuan atau kecurangan di lingkungan BPJS Kesehatan (Suadu, 2015).

Diterbitkannya peraturan Permenkes No.16 tahun 2019 sudah tent akan mencegah timbulnya penipuan atau kecurangan sebagai dasar hukum yang memberikan efek jera bagi pelaku. Dalam peraturan tersebut mencakup pelaporan, deteksi, investigasi dan pemberian sanksi hukuman. Untuk itu dengan adanya Permenkes tersebut diharapkan menegakkan hukum seadilnya, karena ini demi layanan kesehatan, dimana masyarakat membutuhkan pengobatan dan alat kesehatan. Sebaiknya sanksi pelaku yang diberikan setimpal atas perbuatan yang dilakukannya, karena ini sangat penting program kesehatan masyarakat yang membutuhkan hidup yang layak.

Penanganan diharapkan di tegakkan secara hukum, dengan adanya Permenkes tersebut membawa pelaku di jeruji besi tahanan dan memberikan sanksi hukuman. Pelaksanaan program jaminan kesehatan sudah mengaturnya dan pengenaan hukuman sebagai acuan dalam Permenkes tersebut. Fasilitas kesehatan maupun layanan kesehatan, penyedia obatan sudah di salurkan ke Provinsi/ Kabupaten/Kecamatan/Kota, tetapi masih ada menyalahgunakan khususnya penipuan atau kecurangan yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif sehingga petugas BPJS kewalahan. Karena tidak adanya petugas pengawasan dan pengendalian di setiap wilayah. Untuk itu adanya pencegahan diperlukan dengan jalin kerja sama dengan berbagai pihak dinas kesehatan maupun layanan kesehatan lainnya untuk membantu memberantas penipuan atau kecurangan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Di berbagai kesempatan aparat juga ambil bagian dalam pencegahan penipuan atau kecurangan yang terjadi di lingkungan BPJS Kesehatan.

Pihak yang melakukan penipuan harus dituntaskan dengan akar-akarnya agar pelaku tidak leluasa melakukan tindak pidana penipuan atau kecurangan tersebut, hendaknya Permenkes sudah ditegaskan bahwa pelaporan atas penipuan yang terjadi harus mengetahui identitasnya, nama dan alamat instansi yang melakukan perbuatan atau tindakan penipuan atau kecurangan dalam menyalahgunakan BPJS Kesehatan dan mengetahui atas isi ungkapan laporan tersebut. Tindak pelaku berharap melaporkan secara lengkap dan tepat yang disampaikan kepada lingkungan BPJS Kesehatan, agar kerja samanya terungkap. Sekarang ini di Indonesia sudah ada aturan baru Permenkes No.16 tahun 2019 mengenai pencegahan kecurangan atau penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan sebagai dasar hukum. Peraturan tersebut sudah terperinci, pelapor dan identitas, hanya aparat hukum yang bisak menindak dan memberi hukuman seorang pelaku yang berbuat tindak pidana penipuan atau kecurangan. Laporan yang disampaikan kepada kepala kesehatan BPJS Kesehatan maupun Dinas Kesehatan harus kompeten, adil dan bijaksana.

Permenkes disampaikan menurut investigasi dilakukan secar tim pencegahan penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan dalam keterlibatan dengan unsur perbuatan yang dilakukan melawan hukum. Persoalan perbuatan yang dilakukan merugikan masyarakat dan memenuhi unsur melawan hukum. Untuk dibentuk investigasi secara efektif dan tepat sasaran. Latar belakang terjadinya suatu peristiwa harus jelas dan benar, agar hasil pelaporan lebih optimal. Pelaporan dapat terdeteksi dengan baik atas dilaksanakannya investigasi suatu kejadian di lapangan. Pencegahan dilakukan sedini mungkin agar tidak ada lagi fenomena yang terjadi dikalangan masyarakat khususnya penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Alat terdeteksi atas keberadaan pelaku sangat penting, hasil laporan warga sangat bermanfaat demi meninngkatkan kinerja aparat untuk memberantas tindak pidana penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan.

Regulasi berawal dari KUHP atas tindakan penipuan selanjutnya UU BPJS dan terakhir diterbitkannya Permenkes. Permenkes hanya mengatur sanksi administrasi bagi para pihak yang melakukan penipuan atau kecurangan layanan kesehatan. Walaupun sanksi administrasi itu tidak menghapus pidana KUHP yang dapat dijatuhkan kepada pelaku penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Memuat Pasal 378 KUHP tentang penipuan sudah memberi sanksi dan ancaman pelaku. Permenkes diharapkan mampu menyiapkan atau menyediakan teknik klaim dan alat kecurangan yang canggih agar bisa terdekteksi pelaku dimana keberadaannya.

Adanya KUHP menjerat pelaku penipuan atau fraud (kecurangan) sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP sebagai efek jera yang diberikan seorang pelaku. Persoalan ancaman sudah dilakukan ada memberat maupun meringankan. Tindakan yang dilakukan pelaku membuat kerugian suatu negara dan menimbulkan keresahan bagi layanan kesehatan. Mengingat regulasi yang ada belum ketat mencegah penipuan atau fraud (kecurangan), agar kedepan pemerintah dan DPR membentuk undang-undang khusus anti fraud (kecurangan) dalam menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Regulasi itu diharapkan mengatur lebih rinci tentang pencegahan dan penindakan penipuan dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk program BPJS. Kedepan diharapkan dibentuk UU khusus penipuan dan atau kecurangan yang menyakahgunakan BPJS Kesehatan. Dengan demikian dibentuknya undang-undang khusus sebagai patokan sebagai sistem dan mekanisme, petunjuk pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi yang mencegah penipuan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan. Sistem informasi secara tepat dan benar sehingga bisa mendeteksi berbagai perbuatan menyalahgunakan layanan kesehatan dan melakukan lewat pengawasan internal. Sanksi atas menyalahgunakan BPJS Kesehatan yang bisa dijatuhkan kepada petugas BPJS mulai dari peringatan tertulis, mutasi, penurunan pangkat (jabatan), ganti rugi dan pemberhentian baik dengan ataupun tidak hormat. Bahkan tindakan penipuan atau kecurangan yang menyalahgunakan BPJS Kesehatan itu bisa dibawa sampai ke ranah pidana atau pengadilan (Annisa, 2018).

 

Kesimpulan

Berbagai bentuk penipuan serupa akan dapat mewarnai dalam penyalahgunaan BPJS kesehatan, yang dapat dilakukan oleh individu ataupun kelompok maupun oleh pemberi pelayanan kesehatan maupun rumah sakit sebagai penerima rujukan.� Pengaturan Permenkes No. 16 tahun 2019 cukup baik sebagai regulasi yang mengawali pengaturan untuk mencegah penipuan dalam penyalahgunaan BPJS. Sanksi administratif itu berjalan sesuai harapan karena regulasi kita saat ini di bidang kesehatan tidak ketat, terutama terkait pengawasan. Tapi sanksi administratif itu harus ditegakan sebagaimana aturan. Selain itu penerapan sanksi administratif harus sinergis dengan pidana. Ketentuan Pasal 378 KUHP bisa juga dikenakan kepada pelaku penipuan atau kecurangan (fraud) sifatnya karena karena ketentuan itu sesungguhnya hanya ditujukan untuk penipuan yang sifatnya umum, tidak khusus menyasar fraud.

BPJS Kesehatan mengingatkan masyarakat agar berhati-hati. Sebab, ada penipuan mengatasnamakan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan menegaskan, pihaknya tak pernah mengenakan biaya administrasi dari proses pendaftaran. Kerjasama berbagai pihak sangat diperlukan dalam upaya pemberantasan kecurangan ataupun penipuan dalam layanan kesehatan agar dapat berdampak baik. Upaya-upaya pengendalian kecurangan atau penipuan hendaknya dapat berjalan dalam siklus yang tidak terpotong-potong dan upaya-upaya pengendalian yang sudah dilakukan dan dampaknya terhadap penyelamatan uang negara hendaknya dapat didokumentasikan dalam bentuk laporan berkala sehingga dapat diketahui.

 

 

 

 

 

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Annisa, Veba. (2018). Tinjauan Yuridis Pelayanan Kesehatan Oleh Bpjs Dihubungkan Dengan Undang�Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Fakultas Hukum Unpas. Google Scholar

 

Batubara, Sonya Airini, Rumapea, Mazmur Septian, & Yusriando, Yusriando. (2020). Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Jumlah Tagihan Uang Kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs). Ilmu Hukum Prima (Ihp), 3(1). Google Scholar

 

Chazawi, Adami. (2003). Kejahatan Terhadap Harta Benda. Bayumedia. Google Scholar

 

Darusman, Yoyon M., & Wiyono, Bambang. (2019). Teori Dan Sejarah Perkembangan Hukum. Google Scholar

 

Djasri, Hanevi, Rahma, Puti Aulia, & Hasri, Eva Tirtabayu. (2016). Korupsi Dalam Pelayanan Kesehatan Di Era Jaminan Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi Dan Sistem Pengendalian Fraud. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 2(1), 113�133. Google Scholar

 

Ferrinho, Paulo, Van Lerberghe, Wim, Fronteira, In�s, Hip�lito, F�tima, & Biscaia, Andr�. (2004). Dual Practice In The Health Sector: Review Of The Evidence. Human Resources For Health, 2(1), 1�17. Google Scholar

 

Gunadi, Ismu, & Efendi, Jonaedi. (2014). Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana. Jakarta: Kencana. Google Scholar

 

Hamzah, Andi. (2015). Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam Kuhp. Sinar Grafika. Google Scholar

 

Hartati, Tatik Sri. (2016). Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Kesehatan (Sjsn)(Studi Di Rumah Sakit Umum Daerah Menggala Tulang Bawang). Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 10(4), 715�732. Google Scholar

 

Hidayat, M. Rachmad, Nasse, Syarifuddin Petta, & Nashriana, Nashriana. (2018). Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Praperadilan Nomor: 24/Pid/Pra/2018/Pn. Jkt. Sel. Dan Putusan Nomor: 117/Pid. Prap/2017/Pn. Jkt. Sel. Tentang Penetapan Tersangka Oleh Hakim. Sriwijaya University. Google Scholar

 

Mulyadi, Dudung. (2017). Unsur-Unsur Penipuan Dalam Pasal 378 KUHP Dikaitkan Dengan Jual Beli Tanah. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 5(2), 206�223. Google Scholar

 

Novitasari, Diah Eka, Arso, Septo Pawelas, & Fatmasari, Eka Yunila. (2018). Analisis Pelaksanaan Penanganan Keluhan Pelanggan Dan Pelayanan Informasi Di Bpjs Kesehatan Kantor Cabang Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 6(5), 39�51. Google Scholar

 

Sadikin, Hasan. (2016). Analisis Pengaruh Dimensi Fraud Triangle Dalam Kebijakan Pencegahan Fraud Terhadap Jaminan Kesehatan Nasional Di Rsup Nasional Dr Cipto Mangunkusumo= The Analysis Of Effect Of Fraud Triangle In Policy Against Fraud Prevention National Health Insurance At The National Hospital Dr Cipto Mangunkusumo. Google Scholar

 

Suadu, Rahmat Hidayat. (2015). Hubungan Kontraktual Antara Peserta Dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Lex Et Societatis, 3(10). Google Scholar

 

Sugandhi, R. (1981). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kuhp) Dan Penjelasannya. Google Scholar

 

Tampi, Andreas G. Ch, Kawung, Evelin J. R., & Tumiwa, Juliana W. (2016). Dampak Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Terhadap Masyarakat Di Kelurahan Tingkulu. Acta Diurna Komunikasi, 5(1). Google Scholar

 

Thabrany, Hasbullah. (2015). Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Google Scholar

 

Tongat, Tongat, Prasetyo, Said Noor, Aunuh, Nu�man, & Fajrin, Yaris Adhial. (2020). Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional. Jurnal Konstutusi, 17(1). Google Scholar

 

Wiyono, M. (2014). Mengenal Potensi Fraud Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn). Kompasiana Manajemen. Google Scholar

 

Wulandari, I. K. A. Febriyanti, Achmad, Ruben, & Nasse, Syarifuddin Petta. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Oknum Notaris Pelaku Tindak Pidana Penipuan Di Kota Palembang (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 1829/Pid. B/2014/Pn. Plg). Sriwijaya University. Google Scholar

 

Yahman. (2012). Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya. Google Scholar

 

Copyright holder:

Emir Syarif Fatahillah Pakpahan, Thela Valentine, Arixson (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: